Anda di halaman 1dari 78

HUBUNGAN POLA ASUH DAN RELASI KELUARGA PADA

SISWA-SISWI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


DENGAN PERILAKU BULLYING KELURAHAN
PENJARINGAN JAKARTA UTARA

OLEH :
VITO MASAGUS JUNAIDY
2013-060-128

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
2

HUBUNGAN POLA ASUH DAN RELASI KELUARGA PADA


SISWA-SISWI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
DENGAN PERILAKU BULLYING KELURAHAN
PENJARINGAN JAKARTA UTARA

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :
VITO MASAGUS JUNAIDY
2013-060-128

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN
2016

2
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan


Dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Jakarta, 7 November 2016

Tim Penguji

Dr. dr. Surilena, Sp. KJ


(K)

Penguji,

dr. Stefanus Lembar, Sp. PK

PANITIA SIDANG UJIAN KARYA TULIS ILMIAH

i
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN

Jakarta, 7 November 2016

Ketua Sidang,

Fransiska Sitompul, M. Farm.,Apt

Dr. dr. Surilena, Sp. KJ (K)

Penguji

dr. Stefanus Lembar, Sp. PK

Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan tidak ada bagian dari
tulisan ini yang telah dipublikasikan dan merupakan hal intelektual pihak lainnya,
kecuali yang telah dinyatakan dalam referensi. Apabila saya melanggar pernyataan
ini, saya bersedia untuk menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di
lingkungan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

NAMA : VITO MASAGUS JUNAIDY

NIM : 2013060128

Jakarta, 7 November 2016

Vito Masagus Junaidy

iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, saya yang
bertanda tangan dibawah ini :

Nama : VITO MASAGUS JUNAIDY


NIM/NIP : 2013 060 128
Program Studi : Sarjana Kedokteran
Fakultas : Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Jenis Karya : Skripsi

Menyatakan bahwa demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk


memberikan kepada Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya hak menyimpan,
mengalih-media / format, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (date base),
mendistribusikannya, jika dalam waktu lebih 1 (satu) tahun belum dipublikasikan,
maka saya setuju penelitian saya dipublikasikan di internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta
atas karya ilmiah saya berjudul :

HUBUNGAN POLA ASUH DAN RELASI KELUARGA PADA SISWA-SISWI


SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN PERILAKU BULLYING
KELURAHAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA

Segala tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah
ini menjadi tanggung jawab saya pribadi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 7 November 2016

Yang menyatakan,

(Vito Masagus Junaidy)

v
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
Jakarta, 7 November 2016

ABSTRAK

Hubungan Pola Asuh Dan Relasi Keluarga Pada Siswa-Siswi Sekolah Menengah
Pertama Dengan Perilaku Bullying Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara

Oleh: VITO MASAGUS JUNAIDY


Dibimbingoleh: SURILENA

Latar Belakang : Perilaku bullying merupakan masalah kesehatan di dunia yang


prevalensi dan dampaknya semakin meningkat. Pencegahan perilaku bullying sangat
membutuhkan pendekatan dan peranan orang tua. Pola asuh exposure (tidak
diharapkan) dan relasi keluarga buruk berdampak timbulnya masalah seperti perilaku
bullying.

Tujuan : Mengetahui hubungan pola asuh dan relasi keluarga pada siswa-siswi SMP
dengan perilaku bullying Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara.

Metode : Penelitian ini potong lintang pada 1.224 siswa-siswi SMP Kelurahan
Penjaringan Jakarta Utara. Responden mengisi kuesioner demografi, pola asuh, dan
family cohesion and adaptation scale (FACES III). Analisis data secara univariat dan
multivariat.

Hasil : Prevalensi perilaku bullying pada siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan


Jakarta Utara (35.9%) diantaranya (46.9%), korban, (30.3%) korban sekaligus
pelaku, (22.8%) pelaku, (64.1%) pengamat. Terdapat (97.5%) responden dengan
perilaku bullying memiliki pola asuh exposure dan (14.4) relasi keluarga ekstrem. Uji
bivariat chi-square menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara pola asuh
exposure dengan peran perilaku bullying yang terlibat sebagai korban (p=0.02) dan
korban sekaligus pelaku (p=0.04). Uji multivariat regresi logistik dokter dapat
hubungan bermakna antara pola asuh exposure dan peran perilaku bullying positif
(korban dan korban sekaligus pelaku).

Kesimpulan :Pola asuh exposure (otoriter, permisif, konsisten) berperan dalam


terjadinya seseorang remaja terlibat peran perilaku bullying (korban dan korban
sekaligus pelaku).

Kata Kunci :Perilaku bullying, pola asuh, relasi keluarga, siswa-siswi, remaja

vi
FACULTY OF MEDICINE
ATMAJAYA CATHOLIC UNIVERSITY OF INDONESIA
Jakarta,November 7th 2016

ABSTRACT
Relation between Parenting Style and Family Relationship among Junior High
School Students with Bullying in Penjaringan North Jakarta

By: VITO MASAGUS JUNAIDY


Supervised by SURILENA

Background : Bullying is a health issue around the world which the prevalence and
the impact is increasing. Emotional and behavioral problems as a result of bullying
behavior impact on adolescent development, family, school and community.

Purposes : To know relation between parenting style and family relationship among
junior high school students with bullying in Penjaringan North Jakarta.

Methods : This cross sectional research was done on 1.224 students of junior high
school in Penjaringan North Jakarta. Respondents filled out a questionnaire on
demographic, parenting style, and family cohesicon and adaption scale (FACES III).
Analysis of this data is univariate and multivariate.

Results : The prevalence of bullying in junior high school students in Penjaringan is


(35.9%) including (46.9%) involved as victims, (30.3%) as a victim and perpetrator,
(22.8%) as a perpetrator, (64.1%) as an observer. There is (97.5%) of respondents
with exposure parenting sytle and (14.4) extreme family relationship. Analysis using
bivariate; chi-square revealed that exposure parenting style affected bullying
behaviour as victim (p=0.02) and as victim and perpetrator (p=0.04).Analysis using
multivariate; logistic regression revealed that exposure parenting style not affected
positive bullying behaviour (victim and victim and perpetrator).

Conlusions : Exposure parenting style (authoritarian, permissive, mixed) had a role


in the occurrence of bullying behaviour among adolescence (victim and victim and
perpetrator).

Key Word : bullying behaviour, Parenting style, family relationship, adolescence

KATA PENGANTAR

vii
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya, penyusunan karya tulis ilmiah (KTI) yang berjudul Hubungan pola
asuh dan relasi keluarga pada siswa-siswi SMP dengan perilaku bullying Kelurahan
Penjaringan Jakarta Utara dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan KTI ini banyak kendala dan
kekurangan namun berkat bimbingan, kerjasama, dan bantuan dari berbagai pihak
dan Tuhan Yang Maha Esa, kendala tersebut dapat teratasi. Untuk itu penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Surilena,
Sp.KJ (K) selaku pembimbing utama yang telah dengan sabar, tekun, dan ikhlas
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama tiga semester terakhir untuk
memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran yang sangat berharga kepada
penulis selama proses pembuatan KTI. Ucapan terimakasih juga ingin penulis
sampaikan kepada dr. Stefanus Lembar Sp.PK selaku penguji, tidak hanya menguji
tetapi beliau memberikan banyak masukan berharga untuk KTI ini.
Selanjutnya tidak lupa penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua
orang tua penulis yaitu Bapak dr. Junaidy Fredy, Ibu Silvia Rutini, dan adik Jane
Belinda Junaidy yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril, materil dan
saran selama proses pembuatan KTI. Terima kasih juga kepada semua teman penulis
yang telah menjadi tempat dukungan moril, pemberi motivasi dan membantu dalam
proses pembuatan KTI ini.
Penulis menyadari bahwa KTI ini jauh dari sempurna, sehingga penulis ingin
memohon maaf jika masih ada pihak - pihak yang dirugikan maupun yang belum
disebut dalam ucapan terimakasih ini. Apabila terdapat kekurangan maupun
kesalahan dalam KTI ini agar dapat memberikan kritik dan saran seperlunya. Akhir
kata, semoga karya tulis ilmiah ini dapat membantu mahasiswa lain untuk terus
melakukan penelitian dan bermanfaat untuk kita semua. TerimaKasih.

Jakarta, 7 November 2016

Penulis

DAFTAR ISI

viii
Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................................i
PERNYATAAN PERSETUJUAN.............................................................................ii
PANITIA SIDANG UJIAN KARYA TULIS ILMIAH.........................................iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................................v

ABSTRAK (Bahasa Indonesia..................................................................................vi

ABSTRACT (Bahasa Inggris)...................................................................................vii

KATA PENGANTAR..............................................................................................viii

DAFTAR ISI...............................................................................................................ix

DAFTAR TABEL......................................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................3
1.4 Manfaat....................................................................................................3
1.4.1. Bagi Keluarga................................................................................3
1.4.2. Bagi Bidang Akademik (sekolah)..................................................3
1.4.3. Bagi Layanan Kesehatan Anak dan Remaja..................................3
1.4.4. Bagi Masyarakat............................................................................4
1.4.5. Bagi Penelitian...............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................5


2.1 Remaja....................................................................................................5
2.1.1 Pengertian Remaja........................................................................5
2.1.2 Tumbuh Kembang Remaja...........................................................5
2.2 Perilaku Bullying....................................................................................6
2.2.1 Bullying........................................................................................6
2.2.2 Jenis dan Peran Perilaku Bullying................................................6
2.2.3 Karakteristik Perilaku Bullying....................................................7
2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Bullying...................8
2.3 Pola Asuh Orang Tua...........................................................................11
2.3.1 Pola Asuh....................................................................................11
2.3.2 Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua.......................................12
2.3.3 Pola Asuh pada Remaja (12-16 tahun) dengan

ix
Perilaku Bullying........................................................................15
2.3.4 Assesment Pola Asuh orang tua.................................................16
2.4 Relasi Keluarga....................................................................................16
2.4.1 Relasi Keluarga..........................................................................16
2.4.2 Assesment Relasi Keluarga.........................................................18
2.5 Kerangka Teori.....................................................................................21

BAB III KERANGKA KONSEP.............................................................................22


3.1 Kerangka Konsep...............................................................................22
3.2 Definisi Operasional..........................................................................23

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...............................................................24


4.1 Desain Penelitian...............................................................................24
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................24
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian........................................................24
4.4 Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel...................................24
4.5 Kriteria Responden...........................................................................25
4.5.1 Kriteria Inklusi........................................................................25
4.5.2 Kriteria Eksklusi.....................................................................25
4.6 Instrumen Penelitian.........................................................................25
4.6.1 Kuesioner Demografi...............................................................25
4.6.2 Kuesioner Pola Asuh................................................................25
4.6.3 Kuesioner Relasi Keluarga.......................................................26
4.7 Analisis Data......................................................................................26
4.8 Kerangka Kerja..................................................................................27

BAB V HASIL PENELITIAN.................................................................................28


5.1 Gambaran karakteristik demografi dan peran perilaku bullying pada
Siswa-Siswi SMP Penjaringan, Jakarta Utara...................................28
5.2 Gambaran Perilaku Bullying berdasarkan karakteristik demografi
Siswa-Siswi SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.............30

x
5.3 Gambaran Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta
Utara...................................................................................................31
5.4 Hubungan antara Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi
dengan Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan,
Jakarta Utara.......................................................................................32
5.5 Uji Analisis Regresi Logistik Pola Asuh Exposure dan Perilaku
Bullying positif (korban dan korban sekaligus pelaku) pada SMP di
Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.................................................33
BAB VI PEMBAHASAN..........................................................................................34
6.1 Gambaran Karakteristik Demografi Responden ..............................34
6.2 Gambaran Perilaku Bullying berdasarkan karakteristik demografi
pada Siswa-Siswi SMP di Kelurahan Penjaringan..........................34
6.3 Gambaran Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta
Utara................................................................................................37
6.4 Hubungan antara Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi
dengan Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan,
Jakarta Utara......................................................................................37
6.5 Uji Analisis Regresi Logistik Pola Asuh Exposure dan Perilaku
Bullying positif (korban dan korban sekaligus pelaku) pada SMP di
Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara...............................................38
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................39
7.1 Kesimpulan .......................................................................................39
7.2 Saran...................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................41

LAMPIRAN...............................................................................................................47

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Tabel karakteristik demografi dan peran perilaku bullying pada siswa SMP
Penjaringan, Jakarta Utara ....................................29
Tabel 5.2 Gambaran Perilaku Bullying berdasarkan karakteristik demografi Siswa-
Siswi SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.31
Tabel 5.3 Gambaran Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta
Utara.32
Tabel 5.4 Hubungan antara Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara32
Tabel 5.5 Hasil Uji Analisis Regresi Logistik Pola Asuh Exposure dan Perilaku
Bullying positif (korban dan korban sekaligus pelaku) pada SMP di
Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara....33

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Ethical Clearance..................................................................................47


Lampiran 2: Informed Consent..................................................................................48
Lampiran 3: Kuesioner Demografi............................................................................49
Lampiran 4: Kuesioner Pola Asuh Orang Tua...........................................................50
Lampiran 5: Kuesioner FACES III dan Dimensi FACES III.....................................53
Lampiran 6: Artikel Karya Tulis Ilmiah54

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja merupakan fase transisi dari masa anak menuju dewasa (yaitu sekitar
1,2
umur 13 19 tahun). Erikson menyatakan bahwa remaja berada dalam tahap
kebingungan dan pencarian identitas yang disertai adanya perubahan diri, seperti
perubahan fisik, kematangan usia, perubahan hormonal, membentuk identitas atau
jati dirinya.3 Masa remaja adalah masa mengekspolarasi diri lebih dalam untuk
memupuk kepercayaan diri dan merasa lebih nyaman jika berkelompok bersama
peer groupnya. Remaja seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit seperti
tugas sekolah, seksualitas, narkoba, alkohol, dan kehidupan sosial yang dapat
berdampak pada masalah perilaku dan emosi.1,2
Keluarga, terutama orang tua sangat berperan dalam proses perkembangan anak
remajanya. Orang tua dalam mengarahkan dan membimbing anak remajanya
memerlukan relasi keluarga yang seimbang dan pola asuh yang disesuaikan dengan
perilaku anak remajanya. Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh demokrasi dan
relasi keluarga balanced dapat membantu pertumbuhan anak yang optimal.4 Pola
asuh demokratis adalah pola asuh yang ideal bagi remaja, mampu memberikan
arahan dan batasan secara jelas apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan, tanpa terlalu membatasi serta bersikap reaktif saat remaja mengambil
keputusan.
Penelitian pada 588 remaja di USA menunjukkan bahwa remaja dengan pola
asuh demokratis memiliki tingkat cemas lebih rendah dan relasi keluarga balanced
dibandingkan dengan tipe pola asuh lainnya.5,6 Pola asuh otoriter (extreme) dan relasi
keluarga buruk dapat membentuk hubungan orang tua dan anak yang tidak kondusif,
sehingga dapat berdampak timbulnya masalah perilaku dan emosional pada anak
remaja seperti depresi, conduct disorder, masalah teman sebaya, dan gangguan
interaksi sosial yang dapat berpotensi mengarah pada mengarah pada perilaku
bullying.6,7 Bullying merupakan perilaku agresif yang bermaksud melukai, yang
dilakukan berulang kali dan sepanjang waktu setiap ada kesempatan, dan muncul
pada komunitas dimana dapat ditemukan ketidakseimbangan antara kekuasaan atau
kekuatan.8,9 Perilaku bullying merupakan salah satu manifestasi perilaku kekerasan
yang menjadi masalah besar. Beberapa dekade ini cenderung meningkat

1
2

prevalensinya, khusunya usia 12-15 tahun. Dampak perilaku bullying pada remaja
sangat kompleks dan dapat berlanjut sampai dewasa bahkan lansia. Dampak perilaku
bullying pada korban maupun pelaku antara lain depresi, cemas, gangguan tingkah
laku, penolakan sekolah, penurunan prestasi akademik, bahkan seperti drop out dari
sekolah dan bunuh diri. Oleh karenanya, upaya pencegahan perilaku bullying di
sekolah memerlukan kerja sama antara pihak sekolah dengan orang tua. 8,9,10,11
Berdasarkan kondisi di atas dan belum banyaknya data penelitian mengenai
peranan orang tua terutama pola asuh dan tipe relasi keluarga yang berkaitan dengan
perilaku bullying (korban maupun pelaku) di Indonesia khususnya Jakarta, maka
peneliti berminat melakukan penelitian mengenai bagaimana hubungan antara pola
asuh dan relasi keluarga dengan perilaku bullying siswa-siswi Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di Indonesia, khususnya Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hubungan antara pola asuh dan relasi keluarga dengan perilaku
bullying siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama di Kelurahan Penjaringan, Jakarta
Utara.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Bagaimana hubungan antara pola asuh dan relasi keluarga
dengan perilaku bullying siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama di
Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendapatkan gambaran karakteristik siswa-siswi SMP negeri dan swasta
dengan perilaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
2. Mengetahui gambaran pola asuh pada siswa-siswi SMP negeri dan swasta
pelaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
3. Mengetahui gambaran pola asuh pada siswa-siswi SMP negeri dan swasta
korban bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
4. Mengetahui gambaran pola asuh pada siswa-siswi SMP negeri dan swasta
korban sekaligus pelaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara

5. Mengetahui gambaran pola asuh pada siswa-siswi SMP negeri dan swasta
pengamat bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
6. Mengetahui relasi keluarga pada siswa-siswi SMP negeri dan swasta
pelaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
3

7. Mengetahui relasi keluarga pada siswa-siswi SMP negeri dan swasta


korban bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
8. Mengetahui relasi keluarga pada siswa-siswi SMP negeri dan swasta
korban sekaligus pelaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
9. Mengetahui relasi keluarga pada siswa-siswi SMP negeri dan swasta
pengamat bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
10. Mengetahui hubungan antara pola asuh dan relasi keluarga dengan
perilaku bullying siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Keluarga
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan data mengenai perilaku
bullying, gambaran pola asuh, dan tipe relasi keluarga pada anak remajanya
dengan perilaku bullying terutama di sekolah. Diharapkan orang tua dapat
menerapkan pola asuh dan relasi keluarga yang sesuai dengan kondisi
perkembangan anak remajanya serta dapat melakukan upaya deteksi dini,
pencegahan, dan penanganan perilaku bullying pada anak remajanya,
terutama di sekolah.
1.4.2 Bagi Bidang Akademik (sekolah)
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan data pada Sekolah
mengenai hubungan antara pola asuh dan tipe relasi keluarga dengan
perilaku bullying siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara. Diharapkan sekolah dapat melakukan upaya
deteksi sedini mungkin dan melakukan upaya pencegahan perilaku bullying,
di sekolah dengan mengikutsertakan orang tua siswa.
1.4.3 Bagi Layanan Kesehatan Anak dan Remaja
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan data mengenai
hubungan antara pola asuh dan tipe relasi keluarga dengan perilaku bullying
siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama di Kelurahan Penjaringan, Jakarta
Utara. Penatalaksanaan perilaku bullying pada siswa-siswi SMP adalah
komprehensif dan holistik baik aspek fisik dan mental dengan
mengikutsertakan penatalaksanaan orang tua siswa-siswi.
4

1.4.4 Bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi mengenai
hubungan antara pola asuh dan tipe relasi keluarga dengan perilaku bullying
siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama di Kelurahan Penjaringan, Jakarta
Utara. Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat dalam upaya preventif perilaku anti bullying (meningkatkan
program anti bullying) dan upaya penanganannya.
1.4.5 Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
berikutnya yang berkaitan dengan pola asuh, relasi keluarga, dan perilaku
bullying pada siswa-siswi SMP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Masa remaja adalah suatu periode antara masa kanak-kanak dan


masa dewasa. Waktu dan lamanya bervariasi yaitu usia 12 atau 13 tahun
hingga 19 atau 20 tahun. Masa remaja terjadi perubahan secara fisik,
sosial, dan psikologis. Secara fisik, terdapat masa pubertas yaitu maturasi
organ-organ reproduksi, perkembangan seksual sekunder, peningkatan
hormon adrenal dan gonad serta perubahan fisik. Secara sosial dan
psikologis ditandai oleh perkembangan kognitif dan pembentukan
kepribadian. Remaja mulai melepaskan diri dari ikatan yang kuat dengan
orang dewasa dan mencoba mandiri, mulai mempertanyakan otoritas
orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya. Mereka cenderung agresif,
menantang, mengambil sikap bermusuhan terhadap lingkungan, dan
selalu ingin berbuat sebaliknya dari yang harus diharuskan oleh orang
tuanya. Akibatnya, sikap orang tua dinilai sebagai campur tangan dalam
kebebasannya.12,13
2.1.2 Teori Tumbuh Kembang Remaja
Erikson menyatakan bahwa selama masa remaja, individu
menyadari sebagai manusia unik, siap untuk memasuki suatu peranan
berarti di tengah masyarakat. Remaja dalam perkembangannya menyadari
bahwa dirinya merupakan pribadi yang unik, dan merasa yakin
mempunyai andil dan tempat di tengah masyarakat, perlahan-lahan
egonya mulai terbentuk. Ego tersebut memiliki kapasitas untuk memilih
dan mengintegrasikan bakat, keterampilan dalam melakukan identifikasi,
serta menjaga pribadi terhadap berbagai kecemasan dan ancaman. Semua
cara yang diupayakan ego untuk mencari tempat yang lebih baik di
masyarakat dan mempertahankan diri dari ancaman dihimpun dan
dintegrasikan menjadi identitas psikososial seseoarang. Tahapan yang
harus dilalui remaja merupakan peralihan yang sulit dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa. Pada masa transisi ini, remaja dapat merasakan

5
6

penderitaan lebih besar dibandingkan pada masa-masa lain akibat adanya


kekacauan peranan atau kekacauan identitas.14
2.2 Perilaku Bullying
2.2.1 Pengertian Bullying
Remaja dalam pencarian jati diri, sering kali menghadapi
bermacam masalah. Sebagian remaja menemukan kekerasan sebagai
manifestasi dari masalah yang dijumpainya. Kekerasan merupakan
ancaman nyata dalam kehidupan manusia, terutama remaja. Bullying
merupakan salah satu manifestasi dari kekerasan pada remaja. 14,15,16
Olweus menyatakan bullying sebagai kelakuan agresif yang bertujuan
melukai, yang dilakukan berulang kali dan sepanjang waku setiap ada
kesempatan, pada komunitas. Perilaku bullying dijumpai karena adanya
ketidakseimbangan antara kekuasaan atau kekuatan antara pelaku dan
korban bullying. Korban bullying dapat merasakan malu, sakit atau
terhina dan terancam. Namun pelaku bullying tidak menyadari
perilakunya.17
2.2.2 Jenis dan Peran Perilaku Bullying
Manifestasi perilaku bullying dapat berupa kekerasan fisik dan
psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok
terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri. Sejiwa
(2008) menyatakan ada beberapa jenis perilaku bullying antara lain fisik,
verbal, dan psikologis.18
Bullying fisik merupakan jenis bullying yang kasat mata, terjadi
sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya, seperti menampar,
menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar
dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan,
menghukum dengan cara push-up dan menolak. Bullying verbal
merupakan jenis bullying yang juga dapat terdeteksi karena dapat
tertangkap indra pendengaran, seperti memaki, menghina, menjuluki,
meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki,
menebar gossip, memfitnah dan menolak. Woods dan Wolke menyatakan
bahwa bullying non fisik atau verbal meliputi memanggil dengan nama
panggilan jelek, menghina dan mengancam. Bullying psikologis
merupakan jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap
7

mata atau telinga jika tidak cukup awas mendeteksinya. Praktek bullying
ini terjadi diam-diam dan sulit terdeteksi, seperti memandang sinis,
memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat
pesan pendek telepon genggam atau e-mail, memandang yang
merendahkan, memelototi, dan mencibir.18,19
2.2.3 Karakteristik Perilaku Bullying
Umumnya pelaku bullying memiliki fisik besar dan kuat, namun
ada juga yang berbadan kecil namun cenderung memiliki dominasi yang
besar di lingkungan teman-temannya. Pelaku bullying dinilai menjadi
inisiator, agresor dan provokator dalam perilaku bullying. Pelaku
biasanya menganggap dirinya kuat dan punya kedudukan lebih tinggi
sehingga melakukan tindakan bullying pada teman yang dianggap lebih
lemah dan lebih rendah dalam status sosial dibandingkan dirinya. Secara
emosional pelaku bullying memiliki emosi tidak stabil, mudah marah,
impulsif, agresif, moody, pendendam, pencuriga, serta sering berpikiran
negative dan irasional. Pelaku bullying memiliki gangguan dalam
bersosialisasi, tidak dapat menjalin hubungan akrab dengan lingkungan
sekitarnya, anti sosial dan terisolir dari lingkungannya. Karakteristik
pelaku bullying yakni suka mendominasi orang lain, tidak peduli, tidak
memiliki rasa bersalah, tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya,
suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka
inginkan. Dampak yang dirasakan pelaku bullying saat dewasa adalah
menjadi lebih agresif dan lebih mudah terlibat dalam kekerasan rumah
tangga, atau kekerasan di tempat kerja, melakukan tindakan illegal di
masyarakat, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.18,19
Korban bullying adalah target pelaku dalam perilaku bullying.
Korban bullying umumnya memiliki fisik yang lemah dan tidak memiliki
kedudukan dalam status sosialnya. Korban bullying biasanya memiliki
sesuatu yang berbeda dari lingkungannya, misalkan perbedaan ras, suku
bangsa, agama, bakat (terlalu bodoh atau terlalu cerdas), fisik (terlalu
kurus, terlalu gemuk, terlalu tinggi, terlalu pendek) atau keadaan
ekonomi (terlalu miskin atau terlalu kaya). Perubahan emosional dan
perilaku korban akibat perilaku bullying terlihat pada kehidupan sehari-
hari, korban menjadi pemurung, pemalu, depresi, cemas, hilangnya
8

kepercayaan diri, takut untuk bersosialisasi, enggan pergi ke sekolah,


stres, sulit beradaptasi dan mencari teman baru. Korban yang
mendapatkan kekerasan fisik dapat membuatnya cacat seumur hidup.20,21
2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Bullying
1. Demografi
a) Umur
Penelitian (2009) melibatkan anak remaja umur 11-18 tahun
menunjukkan penurunan kejadian perilaku bullying seiring dengan
pertambahan usia.22
b) Jenis kelamin
Penelitian (2007) menyatakan bahwa, perilaku bullying lebih
banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
c) Pendidikan
Penelitian (2007) menyatakan bahwa, perilaku bullying mengalami
peningkatan pada siswa-siswi sekolah dasar (SD) dan mencapai
puncaknya pada siswa-siswi SMP, dan setelah itu mengalami
penurunan.23
d) Urutan dalam keluarga
Penelitian (2010), menunjukkan ada hubungan antara kejadian
perilaku bullying antar saudara dengan perilaku bullying pada
teman. Anak laki-laki yang lebih tua cenderung untuk melakukan
tindakan bullying pada saudaranya yang lebih muda terutama
saudara laki-laki. Perilaku bullying yang diterima saudara laki-laki
itu dapat ditiru dan diterapkan pada teman-temannya. Sedangkan
pada saudara perempuan, kualitas hubungan antar saudara adalah
faktor yang memengaruhi perilaku bullying antar saudara,
contohnya konflik yang sering, kurangnya empati pada saudara
meningkatkan risiko perilaku bullying.24
2. Fisik
a) Tinggi badan
Anak remaja dengan tinggi badan lebih pendek dari ukuran tinggi
badan anak remaja seusianya memiliki risiko lebih besar menjadi
korban bullying.25
b) Berat badan
Anak remaja dengan indeks masa tubuh (BMI) overweight atau
obesitas memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menjadi korban
bullying.26
c) Penyakit fisik kronis
9

Anak remaja yang menderita penyakit kronis memiliki risiko


menjadi korban bullying.27 Studi (2015) menunjukkan anak yang
menderita epilepsi,28 asma lebih sering menjadi korban bully
dibandingkan anak yang tidak menderita penyakit fisik kronis.29
d) Cacat fisik
Anak remaja yang memiliki cacat fisik memiliki risiko tinggi untuk
terlibat dalam perilaku bullying.30 Penelitian (2015), anak remaja
dengan gangguan emosional, cacat pendengaran atau penglihatan,
gangguan intelektual, memiliki risiko tinggi menjadi korban
bullying dan tidak ada perbedaan signifikan antara anak autism
spectrum disorder (ASD) dengan anak normal yang tidak
mengalami ASD yang menjadi korban bullying.31
3. Psikologi
a) Temperamen
Studi (2008) menyatakan bahwa, tidak ada hubungan langsung
antara temperamen dengan perilaku bullying.32 Anak remaja yang
mempunyai masalah perilaku, suka berkelahi, mencuri, membawa
senjata, dan melanggar peraturan cenderung untuk menjadi pelaku
bullying, sedangkan anak remaja yang suka menyendiri, kesulitan
untuk membuat teman, kurang populer dibandingkan dengan anak
remaja lainnya cenderung untuk menjadi korban bullying.25
b) Self esteem
Anak remaja dengan high self esteem memiliki risiko menjadi
seorang pelaku bullying, sedangkan anak remaja low self esteem
memiliki risiko menjadi korban bullying.33
c) Citra diri
Anak remaja yang tidak puas akan citra tubuhnya memiliki risiko
terlibat dalam perilaku bullying baik sebagai pelaku atau korban.34
d) Coping mechanism
Korban bullying cenderung memiliki internalizing coping
strategies, yaitu jarang meminta bantuan orang lain, bercerita
tentang masalah yang sedang dihadapinya, pasif dan tidak mau
menghadapi masalah. Sedangkan pelaku bullying cenderung
memiliki externalizing coping strategies, seperti berperilaku
agresif, suka menyalahkan orang lain dan cenderung mengelak dari
mencari penyelesaian masalah yang dihadapinya.35
4. Sosial
10

a) Keluarga
Anak remaja dari keluarga dengan status ekonomi rendah memiliki
risiko menjadi korban dan atau pelaku bullying. Hubungan orang
tua dengan anak laki-laki terlalu erat dapat meningkatkan risiko
menjadi korban bullying. Sedangkan, orang tua yang bercerai,
otoriter, suka menghukum anak meningkatkan risiko anak remaja
untuk menjadi pelaku bullying. Anak yang mengalami
penganiayaan (abuse) secara fisik dan emosional juga berisiko
tinggi untuk terlibat dalam perilaku bullying. Sedangkan, orang tua
yang responsif, suportif, relasi dan komunikasi dalam keluarga baik
dengan anaknya dapat menurunkan risiko anak remajanya
mengalami perilaku bullying.25
b) Sekolah
Penelitian (2011), menyatakan bahwa bosan yang dirasakan di
sekolah menjadi salah satu faktor terjadinya perilaku bullying.
Selain itu, tidak adanya intervensi dari sekolah mengenai perilaku
bullying (program anti bullying), kepedulian guru yang masih
kurang terhadap perilaku bullying, dan tidak adanya petugas dan
guru sekolah yang mengawasi pada waktu dan tempat dimana
perilaku bullying sering terjadi (istirahat dan di koridor kelas)
meningkatkan risiko terjadinya perilaku bullying.36 Penelitian
(2010), menunjukkan program anti bullying terbukti efektif dalam
menurunkan angka kejadin bullying di sekolah hingga 20-23%.37
c) Masyarakat
Penelitian (2006), yang mengevaluasi program anti bullying yang
dibuat oleh pemerintah, tidak menemukan perubahan signifikan
terhadap frekuensi bullying, akan tetapi terdapat peningkatan yang
signifikan mengenai perspektif siswa-siswi terhadap program anti
bullying sehingga banyak siswa-siswi yang memiliki sikap anti
bullying.38
2.3 Pola Asuh Orang Tua
2.3.1 Pengertian Pola Asuh
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan
anak-anaknya, yang meliputi cara orangtua menerapkan aturan-aturan,
memberikan perhatian, dan membesarkan anak. Pola asuh adalah suatu
11

perlakuan orang tua memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan


mendidik anak dalam kesehariannya.39
Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara orang tua
dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang meliputi cara
berperilaku anak yang diajarkan oleh orang tua sebagai wujud tanggung
jawab dalam pembentukan kedewasaan anak. Orang tua merupakan
faktor yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kepribadian
seseorang, karena hubungan antara anak dan orang tua bersifat
pengasuhan secara langsung. Proses ini terjadi secara terus menerus dan
berkesinambungan sehingga memengaruhi sikap dan perilaku anak
dalam mencapai kedewasaan yang sesuai dengan norma yang
diharapkan.39
Hetherington dan Whiting menyatakan bahwa pola asuh sebagai
proses interaksi total antara orang tua dengan anak, seperti mengasuh,
pemberian makanan, membersihkan, melindungi dan memenuhi proses
sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar. Orang tua akan menerapkan
pola asuh yang terbaik bagi anaknya dan orang tua akan menjadi contoh
bagi anaknya. Selain itu, pola asuh orang tua juga meliputi pengajaran
untuk memahami dan mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakat
agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.39
2.3.2 Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua
Dundu (2004) menyatakan bahwa keluaga memiliki peranan
yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Peran
penting keluarga pada anak untuk mendapat ASUH, ASIH, dan ASAH
yang memadai akan mengalami tumbuh kembang yang optimal seusai
dengan potensi genetik yang dimilikinya. Tumbuh kembang anak
merupakan hasil dari interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan, baik
lingkungan sebelum anak dilahirkan maupun lingkungan setelah anak itu
lahir.12
Dundu (2009) menyatakan anak berkembang dan tumbuh,
sementara peranan orang tua dalam menjalani masa tumbung kembang
anak tidak sama. Orang tua harus melihat perubahan di sekitarnya,
sehingga pola asuh mereka berubah menyesuaikan perkembangan anak.
Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan
membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu
12

keluarga dengan keluarga yang lainnya. Apabila pola yang diterapkan


orang tua keliru, maka yang akan terjadi bukannya perilaku yang baik,
menambah buruk perilaku anak bahkan dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan emosi pada anak.12
Menurut Baumrind terdapat empat macam pola pengasuhan
orang tua :
Pola Asuh Authorative (demokratis) atau tipe A
Pola asuh demokratis merupakan suatu bentuk pola asuh di
mana orang tua menentukan peraturan namun dengan memperhatikan
keadaan dan kebutuhan anak. Pola asuh demokratis adalah suatu
bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan
anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang
penuh pengertian antara orang tua dan anak ( komunikasi dua arah).
Pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak untuk
mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkannya dengan
tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan
orang tua. Orang tua juga selalu memberikan bimbingan dan arahan
dengan penuh pengertian terhadap anak mana yang boleh dilakukan
dan mana yang tidak. Pola asuh demokrasi ini ditandai dengan adanya
sikap terbuka antara orang tua dan anak, seperti membuat aturan-
aturan yang disetujui bersama.
Pola Asuh Authoritarian (otoriter) atau pada tipe B
Pola asuh orang tua yang otoriter adalah suatu bentuk pola
asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua
perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan
untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri. Dengan
kata lain, pola asuh otoriter merupakan cara mengasuh anak yang
dilakukan orang tua dengan menentukan sendiri aturan dan batasan
yang mutlak harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan
memperhitungkan keadaan anak. Pola asuh ini, orang tua menentukan
segala sesuatu untuk anak dan anak hanyalah sebagai objek pelaksana
saja (komunikasi satu arah). Jika anaknya menentang atau
membantah, maka orang tua tak segan memberi hukuman. Hal ini
menjelaskan bahwa kebebasan anak sangatlah dibatasi.
Orang tua yang menjalankan pola asuh otoriter tanpa sikap
keras tersebut anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya.
13

Anak melaksanakan perintah orang tua karena takut, bukan karena


suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakannya itu akan bermanfaat
bagi kehidupannya kelak. Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua
terhadap anak, dapat proses pendidikan anak terutama dalam
pembentukan kepribadiannya. Disiplin yang dinilai efektif oleh orang
tua (sepihak), belum tentu selaras dengan perkembangan anak. Pola
asuh otoriter dapat menunjang perkembangan kemandirian dan
tanggung jawab sosial. Anak menjadi patuh, sopan, rajin mengerjakan
pekerjaan sekolah, tetapi kurang bebas dan kurang percaya diri.
Karakter anak dengan pola asuh otoriter biasanya suka
menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, ragu-ragu di
dalam semua tindakan, serta lambat berinisiatif. Anak yang
dibesarkan di rumah yang bernuansa otoriter akan mengalami
perkembangan yang tidak diharapkan orang tua. Anak akan menjadi
kurang kreatif jika orang tua selalu melarang segala tindakan anak
yang sedikit menyimpang dari yang seharusnya dilakukan.
Pola Asuh Permisif atau Tipe C
Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa
batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya
sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan
kepada anak, semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa
pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah perilakunya benar
atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan ataupun
menyalahkan anak. Akibatnya anak berperilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma
masyarakat atau tidak. Pola asuh ini anak dipandang sebagai subyek
yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Orang tua
yang menganut pola asuh ini cenderung kurang perhatian dan acuh tak
acuh terhadap anaknya. Metode pengelolaan anak ini cenderung
menghasilkan anak nakal, manja, lemah, sangat bergantung pada
orang lain, dan kekanak-kanakan.
Setiap tipe pengasuhan pasti memiliki risiko masing-masing.
Pola asuh otoriter memudahkan orang tua, tidak perlu bersusah payah
untuk bertanggung jawab dengan anak. Anak yang dibesarkan dengan
pola asuh ini cenderung tumbuh menjadi kurang percaya diri, kurang
14

kreatif, kurang dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya, tergantung


pada orang lain,dan memiliki risiko mengalami depresi.
Pola asuh permisif membuat anak merasa boleh berbuat
sekehendak hatinya. Anak memiliki rasa percaya lebih besar,
kemampuan sosial baik, memiliki risiko rendah terjadinya depresi,
lebih mudah terlibat dalam kenakalan remaja dan memiliki prestasi
rendah di sekolah.
Pola asuh yang dinilai lebih tepat membantu anak
mengembangkan kreativitasnya adalah pola asuh demokratis. Pola
asuh ini, orang tua memberi kontrol terhadap anaknya dalam batas-
batas tertentu, aturan untuk hal-hal esensial, tetap menunjukkan
dukungan, cinta dan kehangatan kepada anaknya, anak bebas
mengungkapkan kesulitannya dan kegelisahannya kepada orang
tua.12,21
Pola Asuh Campuran dan Tidak Konsisten atau Tipe D
Keempat pola pengasuhan diatas di bagi dalam dua kategori,
yaitu :
Kategori A :
Pola pengasuhan yang diharapkan adalah pola pengasuhan
orang tua dengan ciri A (demokratis). Pola pengasuhan ini
dikatakan sebagai pola pengasuhan yang diharapkan (non-
exposure).
Kategori B :
Pola pengasuhan yang tidak diharapkan adalah pola
pengasuhan orang tua dengan ciri yang banyak menuntut dan
dominan (ciri B) atau member kebebasan dan campur tangan
minimal (ciri C) dan ciri yang tidak konsisten (ciri D). ketiga ciri
ini dikatakan sebagai pola pengasuhan yang tidak diharapkan
(exposure).12
2.3.3 Pola Asuh pada Remaja (12-16 tahun) dengan Perilaku Bullying
Pola asuh remaja merupakan kelanjutan dari pola asuh yang di
terima sejak kecil. Pola asuh orang tua yang baik dengan selalu
mengekspresikan kasih sayang (memeluk, mencium, memberi pujian),
melatih emosi dan melakukan pengontrolan berdampak anak merasa
diperhatikan, lebih percaya diri, dan dapat membentuk pribadi anak baik.
Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak sejak dini
15

yang meliputi perkembangan personal sosial, bahasa, motorik halus dan


motorik kasar. Anak yang merasa diperhatikan dan disayangi oleh orang
tuanya tidak ada rasa takut untuk bergaul dengan orang lain, anak lebih
berekspresif, kreatif, tidak takut untuk mencoba hal-hal baru sehingga
perkembangan remaja akan maksimal.
Pola asuh orang tua pada remaja harus dapat memfasilitasi
perkembangan remaja dalam menghadapi kesulitan dan hambatannya.
Remaja lebih dapat mengendalikan dan memecahkan masalahnya,
mengatasi masalah kehidupan, mengakui akibat dari kesalahan yang
dilakukan, dan ketahanan secara fisik serta mental yang lebih baik. Anak
akan tumbuh menghormati orang tua dan dapat menangani masalah
dengan cara yang wajar.39,40
Penelitian Tricia K. Neppl (2010) menyatakan bahwa pola asuh
otoriter seperti hukuman yang berat apabila seorang anak bermasalah
dihukum berat sedari kecil dapat menimbulkan perilaku agresif atau
eksternalisasi. Manifestasi masalah perilaku dan emosional tersebut dapat
berisiko pada perilaku bullying.40
2.3.4 Assesment Pola Asuh orang tua
Penelitian ini menggunakan kuesioner pola asuh orang tua, yang
telah divalidasi oleh Irawati Ismail (2009) dengan nilai cronbach alpha
adalah 0,837.12 Kuesioner ini akan diisi oleh remaja, dan terdiri atas 32
pertanyaan yang terbagi atas 26 pertanyaan kelompok A dan 6 pertanyaan
kelompok B. Pertanyaan kelompok A bertujuan untuk mengetahui
hubungan orangtua dengan anak sehari-hari. Pertanyaan ini mempunyai
pilihan jawaban A, B, C dimana penilaiannya berdasarkan interval (A=1,
B=2, C=3). Pertanyaan kelompok B bertujuan untuk mengetahui
penerapan agama dan budaya pada anak. Pertanyaan ini merupakan
pertanyaan tambahan dan dianalisis secara deskriptif. Penilaiannya
berdasarkan nominal (A=ya, B=kadang-kadang, C=tidak).41,42,43
2.4 Relasi Keluarga

2.4.1 Pengertian Relasi Keluarga

Setiadi (2008) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan


orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran
yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
16

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap


anggota keluarga dan relasi adalah hubungan timbal balik antar individu
dan sifatnya saling mempengaruhi. Relasi keluarga merupakan suatu
hubungan sosial timbal balik antara sekumpulan orang yang dihubungkan
oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran untuk mengembangkan diri
dari setiap anggota keluarga.44
Anya TP menyatakan bahwa keluarga merupakan satuan terkecil di
dalam kehidupan bermasyarakat. Keluarga merupakan satuan
biopsikososial dan matriks sosial yang para anggotanya hidup dalam
berbagai aturan yang khas. Perkembangan kepribadian anak bergantung
pada kemampuan ayah dan ibunya dalam mendidik anak. Keluarga adalah
tempat banyak manusia hidup dan berkembang. Apa yang terjadi di
dalamnya akan banyak mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia
yang menjadi anggota keluarga itu. Proses yang terjadi di dalam keluarga
dapat disebut perilaku keluarga, yang merupakan suatu proses di dalam
keluarga dalam usaha memenuhi fungsinya sebagai suatu keluarga.
Sebagian fungsi keluarga ialah menjadi sarana untuk membesarkan dan
mengarahkan anak, memenuhi kebutuhan ekonomi anggota keluarga,
memenuhi kebutuhan emosi dan kasih sayang, serta menjadi sarana bagi
anggota keluarga untuk bersosialisasi.
Proses yang terjadi dalam kehidupan keluarga dapat dilihat dari
bagaimana dan seperti apa individu di dalam keluarga itu melaksanakan
fungsinya sebagai suatu kesatuan keluarga. Proses itu antara lain,
bagaimana orang tua memberikan supervisi kepada anak remajanya
dalam usaha memenuhi fungsi sosialisasi serta bagaimana setiap anggota
keluarga melakukan kegiatan bersama yang mencerminkan pemenuhan
kebutuhan mereka akan rasa aman secara emosional, seperti perilaku
tolong menolong dan memberikan dukungan. Apabila tidak tercapai
proses yang seimbang karena satu atau beberapa anggota keluarga gagal
menjalankan upaya pemenuhan fungsi-fungsi tersebut, akan terjadi
disharmoni dalam keluarga. Disharmoni keluarga ini pada akhirnya dapat
memengaruhi perkembangan anak atau remaja, misalnya menyebabkan
timbulnya psikopatologi.45,46
17

Keluarga mempunyai keunikan dalam corak dan kecepatan


perkembangannya. Keluarga yang mengalami saat kritis jika sedang
dalam masa transisi menuju tahap perkembangan selanjutnya. Saat kritis
tersebut merupakan tanda bagi adanya peran baru yang mesti diadaptasi.
Salah satu tahap perkembangan yang kritis ialah tahap kelurga ketika
menghadapi anak remaja. Interaksi orang tua dan remaja sangat penting
bagi perkembangan kepribadian remaja. Interaksi yang baik orang tua dan
remaja ialah interaksi yang terbuka, yakni orang tua bisa menerima anak
remajanya sebagaimana adanya, menghargainya sebagai seorang individu
yang pantas untuk dihargai, mencoba mengerti dan memahami anak
remajanya, serta harus selalu siap membantu tanpa memaksakan pikiran
dan kehendaknya pada anak remajanya.45,46
2.4.2 Assesment Relasi Keluarga
Penilaian relasi keluarga memakai Family Adaptability Cohesion
Evaluation Scale III (FACES III) dari Olson et al dari Universitas
Minesota, Amerika Serikat yang digunakan dalam penelitian ini untuk
mengkategorikan keluarga seimbang dan tidak seimbang. FACES III
merupakan skala yang berbentuk self report inventory mengukur situasi
keluarga dari sudut pandang satu anggota keluarga atau lebih. Alat itu
didasarkan pada penyimpulan terhadap sejumlah model-teoritis tentang
keluarga dan perkawinan, yang disebut model sirkumpleks. Model itu
mengelompokkan perilaku berkeluarga dalam tiga dimensi, yaitu
adaptibilitas keluarga, kedekatan keluarga, dan komunikasi. Ada dua
dimensi utama yang dapat diukur oleh FACES III, yaitu adaptibilitas dan
kohesi (kedekatan) keluarga. Untuk dimensi komunikasi, Olson
menciptakan alat lain, yaitu parent-adolescent communication (PAC).46,47
Adaptabilitas keluarga adalah kemampuan keluarga atau
perkawinan di dalam menyesuaikan struktur, aturan, dan peran anggota
keluarganya dalam menghadapi tantangan yang timbul sebagai akibat
adanya kebutuhan keluarga dan anggotanya untuk berubah struktur
kekuasaan dalam keluarga, hubungan antar peran, aturan-aturan dalam
berhubungan dan umpan balik positif ataupun negatif. Kohesi atau
kedekatan keluarga adalah derajat sejauh mana anggota keluarga terpisah
atau terhubungkan dengan keluarganya secara emosional.46,47
18

Di AS lebih dari 200 penelitian telah menggunakan FACES III dan


di Indonesia FACES III telah diterjemahkan, diuji validitas dan
reliabilitas serta diukur nilai potong (cut off score) dengan nilai cronbach
alpha 0,698 untuk setiap item oleh anya T.P (1990).46
Pada FACES III terdapat sepuluh pertanyaan tentang kohesi
keluarga yang dinilai dan setiap pertanyaan mempunyai jawaban dengan
skor 1,2,3,4,5. Pertanyaan itu berisi hal-hal berikut:
1. Ikatan emosional (emotional bounding) : item 11,19.
2. Batas-batas keluarga (family bounding) : item 5,7.
3. Kesepakatan berkumpul bersama : item 9.
4. Keterlibatan teman dalam keluarga : item 3.
5. Pemberian dukungan (supprotiveness) : item 1,17.
6. Reaksi dan ketertarikan bersama (interest and recreation) : item 13,15.
Dari sepuluh pertanyaan ini akan didapatkan skor 10-50, yang
dibagi dalam 4 kriteria, yaitu :
Disengaged (skor : 10 - 17)
Separated (skor : 18 24)
Connected (25 31)
Enmeshed (32 50)
Dalam FACES III terdapat sepuluh pertanyaan yang dinilai
mengenai adaptibilitas keluarga, yaitu :
1. Kepemimpinan dalam keluarga (leadership) : item 6,8.
2. kontrol dalam keluarga : item 2,12.
3. Disiplin atau struktur kekuasaan dalam keluarga : item 4,10.
4. Peranan dan aturan (role and rule) : item 8,14,16,20.
Dari sepuluh pertanyaan tersebut akan didapatkan skor 10 50,
yang dijadikan 4 kriteria, yaitu :
o Rigid (skor : 10 24)
o Structured (skor : 25 33)
o Flexible (skor : 34 42)
o Chaotic ( skor : 43 50)
Dalam penelitian ini, keluarga diklasifikasikan ke dalam tipe
seimbang, mid-range, dan tidak seimbang. Tipe relasi keluarga seimbang
adalah keluarga dengan dimensi kedekatan dan fleksibilitas yang jatuh
pada kategori :
o Flexibly separated
o Flexibly connected
o Structurally separated
o Structurally connected.
Sedangkan tipe relasi keluarga yang tergolong mid-range adalah
yang berada pada kategori :
o Chaotically separated
o Chaotically connected
19

o Flexibility enmeshed
o Flexibility disengange
o Structurally enmeshed
o Structurally disanged
o Rigidly connected

Sedangkan tipe relasi keluarga kategori tidak seimbang adalah yang


berada pada kategori :
o
Rigidly disenganged
o
Rigidly enmeshed
o
Chaotically enmeshed
o
Chaotically disenganged 46,47
2.5 Kerangka Teori Faktor Sosial

- Keluarga

Demograf Faktor Fisik Dukungan Keluarga


Sosial ekonomi Keluarga
- Umur - Berat Badan Psikopatologi Orang Tua
- Tinggi badan Relasi Keluarga
- Jenis Kelamin Pola Asuh Orang Tua
- Pendidikan - Cacat Fisik
- Suku - Cacat - Sekolah
- Urutan anak dalam keluarga Kongenital Interaksi dengan Teman Sebaya
- Penyakit Fisik Sikap Guru
Peraturan Sekolah
Akut Situasi Sekolah
- Penyakit Fisik Media Sosial
Kronis Fasilitas Sekolah
Perilaku Bullying
- Masyarakat
Peraturan Daerah / Undang-Undang
Sikap Masyarakat Terhadap perilaku bullying
Siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Faktor Psikologis
Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara Pelaku Korban pengamat
- Temperamen
- Self esteem
Pelaku dan Korban

21
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Demograf:

- Umur
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Suku
- Urutan anak dalam keluarga

Pola Asuh Orang Tua

Perilaku Bullying

Tipe Relasi Keluarga

Pelaku Korban Korban sekaligus


pelaku

Siswa-siswi SMP negeri dan swasta di


Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara

22
23

3.2 Definisi Operasional

Variabel Defnisi Alat Ukur Skala


Umur Lama waktu hidup sejak dilahirkan. (diisi dalam tahun) Rasio
Jenis Kelamin Ciri khas biologis responden yang dibagi atas laki- 1. Laki-laki Nominal
2. Perempuan
laki atau perempuan.
Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang sedang dijalani. 1. Kelas 1 SMP Ordinal
2. Kelas 2 SMP
3. Kelas 3 SMP
Suku Golongan manusia yang terikat oleh kesadaran 1. Jawa Ordinal
2. Betawi
dan identitas akan kesatuan kebudayaan.
3. Batak
4. Tionghoa
5. Minang
6. Lainnya
Urutan anak Urutan kelahiran di keluarga. 1. Sulung Ordinal
2. Tengah
dalam keluarga
3. Bungsu
Pola Asuh Orang Pola asuh orang tua berdasarkan kuesioner pola 1. Pola asuh non Nominal
Tua asuh orang tua. Keempat pola pengasuhan dibagi exposure /
dalam 2 kategori. diharapkan (Pola
asuh ciri A) : Skor <
52
2. Pola asuh
exposure / tidak
diharapkan (Pola
asuh ciri B,C,D) :
Skor >= 52
Relasi Keluarga Relasi keluarga berdasarkan kuesioner Family 1. seimbang Ordinal
Adaptability Cohesion Evaluation Scale III (FACES (balanced)
2. kisaran tengah (mid
III). Terdapat 2 dimensi yang dapat diukur oleh
range)
FACES III, yaitu :
3. ekstrem (extreme).
Dimensi Kohesi
Disanged: 10-24
Separated: 25-33
Connected: 34-42
Enmeshed: 43-50
Dimensi Fleksibilitas
Rigid: 10-17
Structured: 18-24
Flexible: 25-31
Chaotic: 32-50
Dari kedua dimensi selanjutnya diklasifkasikan
menjadi situasi dalam 3 tipe relasi keluarga, yaitu :
Balanced
Mid range
Extreme
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional untuk
mengetahui pola asuh dan relasi keluarga pada siswa-siswi SMP dengan
perilaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Penelitian berlangsung mulai Juni 2015
November 2016.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama


Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Menengah
Pertama dengan perilaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
pada bulan Januari November 2016.
Sampel penelitian ini adalah adalah siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama
dengan perilaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara pada bulan
Januari November 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.4 Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel


Jumlah siswa-siswi SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara antara lain:
SMPN 21 841
SMP Pluit Raya 203
SMP Genesareth 189
SMP Wijaya Kusuma 91
Total 1324

Dari jumlah total tersebut akan discreening adanya perilaku bullying yang
telah dilakukan oleh Gracelia (2013-060-109) dalam penelitian yang berjudul
Gambaran Perilaku Bullying pada Siswa-Siswi Sekolah Menengah Pertama di
Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi
SMP di Kelurahan penjaringan dengan Perilaku Bullying yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi dan sampel penelitian diambil secara consecutive sampling.

24
25

4.5 Kriteria Responden


4.5.1 Kriteria Inklusi
Orang tua (ayah dan ibu / ayah atau ibu) Siswa-siswi sekolah SMP
negeri (SMPN 21) dan swasta (SMP Pluit Raya, SMP Genesareth,
SMP Wijaya Kusuma) yang anaknya sudah di skrining dengan
perilaku positif bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
Laki-laki atau perempuan
4.5.2 Kriteria Eksklusi
Tidak bersedia menjadi responden penelitian dan tidak bersedia
menandatangani informed consent.
Tidak tinggal bersama kedua orang tuanya

4.6 Instrumen Penelitian


4.6.1 Kuesioner Demografi
Kuesioner demografi terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan,
urutan anak dalam keluarga, jumlah anak dalam keluarga, dan suku.
4.6.2 Kuesioner Pola Asuh
Kuesioner pola asuh akan memakai kuesioner pola asuh, Kuesioner
ini digunakan untuk mengidentifikasi tipe dari pola asuh orang tua.
Kuesioner ini akan diisi oleh remaja, dan terdiri atas 32 pertanyaan yang
terbagi atas 26 pertanyaan kelompok A dan 6 pertanyaan kelompok B.
Pertanyaan kelompok A bertujuan untuk mengetahui hubungan orangtua
dengan anak sehari-hari. Pertanyaan ini mempunyai pilihan jawaban A, B,
C dimana penilaiannya berdasarkan interval (A=1, B=2, C=3). Pertanyaan
kelompok B bertujuan untuk mengetahui penerapan agama dan budaya
pada anak. Penilaian pola asuh dibagi menjadi pola asuh exposure (B,C,D)
dengan >= 52 dan pola asuh non exposure (A) dengan < 52. Kuesioner ini
telah divalidasi oleh Irawati Ismail (2009) dengan nilai cronbach alpha
0,837 dan diisi oleh orang tua.
4.6.3 Kuesioner Relasi Keluarga
Penilaian relasi keluarga memakai Family Adaptability Cohesion
Evaluation Scale III (FACES III) dari Olson et al dari Universitas
Minesota, Amerika Serikat. Di AS lebih dari 200 penelitian telah
menggunakan FACES III dan di Indonesia FACES III telah divalidasi oleh
26

Anya T.P (1990) dengan nilai cronbach alpha 0,698 dan diisi oleh orang
tua.
Tipe relasi keluarga diklasifikasikan ke dalam seimbang (balanced),
kisaran tengah (mid-range), dan ekstrem (extreme). Tipe relasi keluarga
seimbang adalah keluarga dengan dimensi kedekatan dan fleksibilitas yang
jatuh pada kategori flexibly separated, flexibly connected, structurally
separated, dan structurally connected. Sedangkan tipe relasi keluarga yang
tergolong mid-range adalah yang berada pada kategori chaotically
separated, chaotically connected, flexibility enmeshed, flexibility
disengange, structurally enmeshed, structurally disanged, rigidly
connected. Sedangkan tipe relasi keluarga kategori tidak seimbang adalah
yang berada pada kategori rigidly disenganged, rigidly enmeshed,
chaotically enmeshed, dan chaotically disenganged.
4.7 Analisis Data
Data dikumpulkan dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan SPSS
versi 17. Karakteristik responden, pola asuh dan relasi keluarga dianalisis
dengan univariat, bivariat, multivariat dengan analisis regresi logistik.
27

4.8 Kerangka Kerja

Dekan Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya


Kaji etik dari panitia tetap Etika Penelitian FKUAJ
Kepala Sekolah SMPN 21, SMP Pluit Raya, SMP
Genesareth, SMP Wijaya Kusuma

Kriteria Inklusi Populasi


Kriteria Eksklusi Informed Consent

Kuesioner Pola Asuh Sampel Kuesioner Demografi


Kuesioner FACES III

Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada siswa-


siswi SMP dengan Perilaku Bullying di
Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara

Hasil
(entry, editing, coding, Penelitian
cleaning, analyzing data)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional diSMP di Kelurahan


Penjaringan, Jakarta Utara (SMPN 21, SMP Pluit Raya, SMP Genesareth, dan SMP
wijaya Kusuma). Responden penelitian ini seharusnya berjumlah 1.324 siswa siswi
SMP, namun hanya 1224 responden yang mengikuti penelitian (87 responden tidak
hadir saat pengambilan data dan 13 responden tidak mengisi kuesioner dengan
lengkap). Tujuan umum penelitian untuk mengetahui hubungan antara pola asuh dan
28

tipe relasi keluarga dengan perilaku bullying siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama
di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.

5.1 Gambaran karakteristik demografi dan peran perilaku bullying pada siswa
SMP Penjaringan, Jakarta Utara
Responden penelitian ini sebanyak 1.224 orang dengan range usia 11-17 tahun,
dan terbanyak dijumpai pada usia 14 tahun (32%), perempuan (54.7%), siswa-siswi
kelas I SMP (33.7%). Anak sulung (45.5%), dan suku Jawa (47.9%). (Tabel 5.1)

Tabel 5.1 Tabel karakteristik demografi dan peran perilaku bullying pada siswa
SMP Penjaringan, Jakarta Utara

Variabel N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 555 45,3
Perempuan 669* 54,7*
Usia
11 7 0,6
12 140 11,4
13 365 29,8
14 392* 32,0*
15 269 22,0
16 40 3,3
29

17 11 0,9
Pendidikan
SMP I 412* 33,7*
SMP II 409 33,4
SMP III 403 32,9
Urutan Anak dalam keluarga
Anak Sulung 557* 45,5*
Anak Tengah 304 24,8
Anak Bungsu 363 29,7
Suku
Jawa 586* 47,9*
Sunda 131 10,7
Betawi 267 21,8
Batak 9 0,7
Tionghoa 115 9,4
Minang 19 1,6
Lain-lain 97 7,9
Peran PerilakuBullying
Korban 206* 46,9*
Pelaku 100 22,8
Korban sekaligus pelaku 133 30,3
Total perilaku bullying 439 35,9
Pengamat 785* 64,1

Note : *Presentase terbanyak

5.2 Gambaran Perilaku Bullying berdasarkan karakteristik demografi Siswa-


Siswi SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
Hasil penelitian ini menunjukkan siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan
Jakarta Utara dengan perilaku bullying sebanyak (35.9%), diantaranya (46.9%)
terlibat sebagai korban, (30,3%) sebagai korban sekaligus pelaku, (22.8%) sebagai
pelaku. Responden yang terlibat sebagai pengamat sebanyak (64.1%). Responden
dengan perilaku bullyingpada laki-laki (51.2%) dan pada perempuan (48.8%). (Tabel
5.1)

Responden yang terlibat sebagai korban bullying


Responden penelitian ini yang terlibat sebagai korban lebih banyak dijumpai
pada perempuan (25,2%) dan (21,4%) pada laki-laki, (15.5%) pada usia 14 tahun,
30

(16.6%) dijumpai pada siswa-siswi kelas I SMP, (23%) anak sulung, dan berasal dari
suku Jawa (22.3%). (Tabel 5.2)

Responden yang terlibat sebagai pelaku bullying:


Responden penelitian ini yang terlibat sebagai pelaku lebih banyak dijumpai
pada laki-laki (13%) dan (9.8%) pada perempuan, (8.9%) pada usia 14 tahun, (9.6%)
dijumpai pada siswa-siswi kelas II SMP, (8.7%) anak sulung, dan berasal dari suku
Jawa (8.7%). (Tabel 5.2)

Responden yang terlibat sebagai korban sekaligus pelaku bullying:


Responden penelitian ini yang terlibat sebagai korban sekaligus pelaku
dijumpai pada laki-laki (16.8%) dan (13.8%) pada perempuan, (10%) pada usia 14
tahun, (10.9%) dijumpai pada siswa-siswi kelas III SMP, (13.2%) anak sulung, dan
berasal dari suku Jawa (13.4%). (Tabel 5.2)

Responden yang terlibat sebagai pengamat bullying:


Responden penelitian ini terdapat 785 responden (64.1%) yang terlibat
sebagai pengamat bullying. Terbanyak dijumpai pada perempuan (58.1%) dan
(41.9%) pada laki-laki, (30.7) pada usia 13 dan 14 tahun, (34.3%) pada siswa-siswi
kelas I SMP, (45.9%) anak sulung, dan berasal dari suku Jawa (49.8%). (Tabel 5.2)

Tabel 5.2 Gambaran Perilaku Bullying berdasarkan karakteristik


demografi Siswa-Siswi SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta
Utara

Variabel Korban Pelaku Korban + Total Pengamat


pelaku
N % N % N % N % N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 94 21,4 57 13* 74 16,8* 225 51,2* 329 41,9
Perempuan 110 25,2* 43 9,8 60 13,8 214 48,8 456 58,1*
Usia
11 2 0,4 0 0,0 1 0,3 3 0,7 4 0,5
12 26 5,9 11 2,5 10 2,2 47 10,6 93 11,8
13 61 13,9 27 6,2 36 8,1 124 28,2 241 30,7*
14 68 15,5* 39 8,9* 44 10* 151 34,4* 241 30,7*
15 43 9,8 20 4,6 35 8 98 22,4 171 21,8
16 5 1,1 1 0,3 7 1,6 13 3 27 3,5
17 0 0,0 2 0,4 1 0,3 3 0,7 8 1
Pendidikan
31

SMP I 73 16,6* 25 5,7 45 10,3 143 32,6 269 34,3*


SMP II 63 14,4 42 9,6* 41 9,3 146 33,3 263 33,5
SMP III 69 15,7 33 7,5 48 10,9* 150 34,1* 253 32,2
Urutan Anak dalam
keluarga
Anak Sulung 101 23* 38 8,7* 58 13,2* 197 44,9* 360 45,9*
Anak Tengah 48 10,9 29 6,6 33 7,6 110 25,1 194 24,7
Anak Bungsu 56 12,8 33 7,5 43 9,7 132 30 231 29,4
Suku
Jawa 98 22,3* 38 8,7* 59 13,4* 195 44,4* 391 49,8*
Sunda 16 3,5 5 1,1 13 3 34 7,6 97 12,4
Betawi 39 8,9 31 7,1 37 8,4 107 24,4 160 20,4
Batak 2 0,4 0 0,0 1 0,3 3 0,7 6 0,8
Tionghoa 26 6 16 3,6 12 2,7 54 12,3 61 7,8
Minang 5 1,2 0 0,0 2 0,5 7 1,7 12 1,5
Lain-lain 19 3,3 10 2,8 10 2,8 39 8,9 58 7,3

5.3 Gambaran Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1193 dari 1224 (97.5%) responden
memiliki pola asuh Exposure (Pola asuh yang tidak diharapkan; pola asuh otoriter,
pola asuh permisif dan pola asuh campuran). Penelitian ini juga menunjukkan tipe
relasi keluarga terbanyak pada responden adalah tipe mid range (66.7%) sedangkan
tipe relasi keluarga yang ekstrem (yang tidak diharapkan) (14.4%). (Tabel 5.3)

Tabel 5.3 Gambaran Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-
Siswi dengan Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara

Karakteristik N %
Pola Asuh
Non-Exposure 31 2,5
Exposure 1193 97,5*
Relasi Keluarga
Seimbang 234 18,9
(Balanced)
Kisaran Tengah 811 66,7*
(Mid Range)
Ekstrem (Extreme) 179 14,4
* responden terbanyak
32

5.4 Hubungan antara Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
Uji analisis bivariat ( uji chi-square) menunjukkan terdapat hubungan signifikan
(p<0.05) antara peran perilaku bullying terlibat sebagai korban dan terlibat sebagai
korban sekaligus pelaku dengan pola asuh orang tua. (Tabel 5.4)

Tabel 5.4 Hubungan antara Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada
Siswa-Siswi dengan Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara

Variabel Korban Pelaku Korban Pengamat


+
pelaku
Pola 0,02* 0,07 0,04* 0,08
Asuh
Non-
Exposure
Exposure
Relasi 0,09 0,28 0,51 0,41
Keluarga
Seimbang
Kisaran
Tengah
Ekstrem

5.5 Uji Analisis Regresi Logistik Pola Asuh Exposure dan Perilaku Bullying
positif (korban dan korban sekaligus pelaku) pada SMP di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara
Uji analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik tidak menunjukkan
hubungan signifikan (p<0.05) antara peran perilaku bullying yang terlibat sebagai
korban dan korban sekaligus dengan tipe pola asuh orang tua. (Tabel 5.5)

Tabel 5.5 Uji Analisis Regresi Logistik Pola Asuh Exposure dan Perilaku
Bullying positif (korban dan korban sekaligus pelaku) pada SMP di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara
Variabel OR p CI 95%
Min Maks
Korban 0,963 0,94 0,36 2,574

Korban 0,912 0,882 0,269 3,09


sekaligus
33

pelaku
BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional di SMP di Kelurahan


Penjaringan, Jakarta Utara (SMPN 21, SMP Pluit Raya, SMP Genesareth, dan SMP
wijaya Kusuma). Responden penelitian ini seharusnya berjumlah 1.324 siswa siswi
SMP, namun hanya 1224 responden yang mengikuti penelitian (87 responden tidak
hadir saat pengambilan data dan 13 responden tidak mengisi kuesioner dengan
lengkap).

6.1 Gambaran Karakteristik Demografi Responden


Range usia responden penelitian ini dijumpai pada usia 11-17 tahun, terbanyak
pada usia 14 tahun (32%), lebih banyak responden perempuan (54.7%), dengan
tingkat pendidikan terbanyak adalah kelas SMP I (33.7%). Responden lebih banyak
dijumpai anak sulung (45.5%), dan suku Jawa (47.9%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Steven yang dilakukan pada murid SMP Permai dengan usia
terbanyak 14 tahun (40%), murid SMP kelas I (42.9%), anak sulung (43.1%) dan
(51.6%) suku Jawa.48

6.2 Gambaran Perilaku Bullyingberdasarkan karakteristik demografi pada


Siswa-Siswi SMP di Kelurahan Penjaringan
Jumlah siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan Jakarta Utara dengan perilaku
bullying (korban, pelaku, korban sekaligus pelaku) sebanyak (35.9%), diantaranya
(46.9%) terlibat sebagai korban, (30.3%) sebagai korban sekaligus pelaku, (22.8%)
sebagai pelaku. Responden dengan perilaku bullying terbanyak adalah laki-laki
(51.2%). Sedangkan responden yang terlibat sebagai pengamat dalam perilaku
bullying adalah (64.1%). Dari data tersebut diantaranya (51.2%) laki-laki dan
(48.8%) perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Khairiah (2012) di
Surabaya menunjukkan perilaku bullying sebanyak (36.9%), dintaranya (43,3%)
terlibat sebagai korban, (38,8%) sebagai korban sekaligus pelaku, (24,1%) sebagai
pelaku. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Wen-Chi (2013) pada
siswa-siswi SMP di Taiwan menunjukkan sebanyak (18.6%) remaja dengan perilaku
bullying, diantaranya (28.8%) korban, (18.2%) korban sekaligus pelaku, (43%)
pelaku dan (81.4%) sebagai pengamat. Perbedaan hasil tersebut mungkin disebabkan
oleh karena perbedaan karakteristik, jumlah responden, budaya, dan metode
penelitiannya .49
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden perempuan lebih berisiko
menjadi korban yaitu sebanyak (25.2%) dan laki-laki sebanyak (21.4%). Penelitian
ini sesuai dengan penelitian Sunnu yaitu lebih banyak perempuan terlibat sebagai
korban (24%) dan (23%) laki-laki. Perbedaan hal tersebut sesuai dengan teori
hierarki gender menurut Evans, yaitu perempuan dinilai memiliki kekuatan dan
peranan lebih lemah. Penelitian ini menunjukkan responden laki-laki lebih banyak
terlibat sebagai pelaku bullying (13%) karena laki-laki cenderung lebih ekspresif
dalam mengungkapkan perasaan dan apabila remaja baik laki-laki dan perempuan
dengan masalah perilaku emosi seperti ADHD, conduct disorder, dan hiperaktivitas
memiliki resiko tinggi terlibat perilaku bullying sehingga pelaku dan korban lebih
mudah terlibat kontak fisik. Seseorang yang terlibat sebagai korban dalam peran
perilaku bullying berulang memiliki resiko menjadi pelaku sekaligus pelaku, yang
lebih banyak dijumpai pada laki-laki (16.8%). Penelitian lainnya oleh Strm (2014)
menyatakan hal berbeda, penelitiannya menyatakan korban sekaligus pelaku lebih
banyak dilakukan oleh perempuan. Hal tersebut kemungkinan karena adanya
perbedaan jumlah sampel yang cukup besar dengan penelitian ini. Sedangkan
responden perempuan lebih banyak dijumpai terlibat sebagai pengamat lebih banyak
sesuai dengan teori hierarki gender dimana perempuan cenderung menghindari
masalah dan konflik.50,51,52
Usia responden yang terlibat menjadi korban pada penelitian ini lebih banyak
dijumpai pada usia 13 tahun (13.9%) dan 14 tahun (15.5%), murid SMP kelas I
(16.6%). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Steinman (2007) menyatakan korban
paling banyak dialami pada kelas VII (usia 11-14 tahun), hal tersebut kemungkinan
karena faktor umur dan kelas yang lebih kecil, yang memungkinkan perilaku
bullying lebih mudah dilakukan oleh umur yang lebih tua dan kelas yang lebih tinggi.
Erikson menyatakan bahwa remaja (usia 12-18 tahun) kurang atau tidak berhasil
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan kurang mampu berinteraksi dengan
teman sebayanya akan cenderung menjadi inferior dan berisiko menjadi korban
bullying.16,53
Penelitian ini menunjukkan bahwa anak sulung lebih banyak terlibat sebagai
korban bullying (23%). Hal ini berbeda dengan penelitian Sunnu yang menyatakan
korban bullying lebih banyak dijumpai pada anak bungsu (26.1%), Perbedaan ini
mungkin karena perbedaan karakteristik pada kedua penelitian. Perbandingan jumlah
anak sulung dengan anak bungsu pada penelitian ini tidak merata, sementara pada
penelitian Sunnu hampir seimbang. Tochigi (2012) menyatakan anak bungsu
cenderung menjadi korban perilaku bullying karena fisik dan psikisnya yang dinilai
lebih lemah dan tidak berdaya untuk melawan jika diperlakukan tidak baik serta
didominasi oleh saudaranya yang lebih tua di rumah.50,54
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terlibat sebagai
pelaku (13%) dan perempuan (9.8%). Hal ini sesuai dengan penelitian Olweus yang
menyatakan bahwa lebih banyak responden laki-laki cenderung menjadi pelaku
bullying. Hal ini mungkin karena pengaruh hormonal masa pubertas (usia 12-17),
terjadi peningkatan tinggi hormon testoteron yang dapat menyebabkan perilaku
agresi pada laki-laki (resiko tinggi perilaku bullying). Selain itu, budaya Asia yang
menyatakan bahwa laki-laki harus lebih kuat dan berwibawa sedangkan
perempuan harus lebih tunduk pada laki-laki.21
Responden penelitian ini yang terlibat sebagai pelaku bullying lebih banyak
dijumpai pada responden kelas II SMP (9.6%), kelas III SMP (7.5%) dan paling
sedikit kelas I SMP (5.7%). Penelitian Gofin menyatakan pelaku bullying lebih
banyak ditemukan pada murid senior di sekolah, karena remaja berusia lebih tua
cenderung merasa lebih senior dan berhak memerintah adik kelasnya. Saat
memasuki SMP, kakak kelas juga sering melakukan bullying saat acara Ospek yang
merupakan acara tetap dari tahun ke tahun, senior sering menganggap Ospek sebagai
ajang balas dendam kepada junior. Hal ini sesuai dengan teori Erikson bahwa
identitas seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya.16,54
Seorang remaja yang terlibat sebagai pengamat perilaku bullying adalah orang
yang melihat secara langsung atau monoton secara langsung kejadian atau aktivitas
perilaku bullying. Terdapat tiga jenis pengamat dalam perilaku bullying yaitu
pengamat apatis, pengamat yang menjadi provokator pelaku, dan pengamat yang
membela korban. Byard menyatakan bahwa tujuan dari pelaku bullying adalah
membuat mereka terlihat kuat, dominan dan tangguh dengan membuat korban
terlihat lemah dan menderita. Pelaku menjadi lebih kuat jika orang-orang lain di
sekitarnya (pengamat) mendukung perbuatannya, misalkan dengan menonton
perilaku bullying dan menertawakan korban. Fonagy menyatakan bahwa pengamat
yang hadir pada peristiwa bullying berperan sebagai audiens pertunjukkan pelaku
yang menindas korban. Perilaku pelaku bullying seringkali bergantung pada reaksi
pengamat, jika pengamat bertindak pasif atau mendukung pelaku dengan ikut
menertawakan korban, pelaku akan menjadi lebih bangga dan merasa lebih berkuasa
untuk melakukan perilaku bullying, sedangkan jika pengamat bertindak membela
korban, misalkan dengan melapor ke guru, pelaku akan menjadi takut untuk
melakukan perilaku bullying di kemudian hari.55
6.3 Gambaran Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1193 dari 1224 (97.5%) responden
memiliki pola asuh Exposure (Pola asuh yang tidak diharapkan; pola asuh otoriter,
pola asuh permisif dan pola asuh campuran) (97.5%).Pola asuh exposure (otoriter,
permisif, dan campuran) memiliki resiko untuk terlibat dalam peran perilaku
bullying. Pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar
patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua
tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri. Pola
asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Sedangkan pola asuh campuran
merupakan pola asuh campuran dari pola asuh demokratis, otoriter, dan permisif.
Pola asuh exposure memiliki karakteristik cenderung impulsif, menentang, labil
dan beresiko mengulangi masalah kesehatan mental emosional. Penelitian ini juga
menunjukkan relasi keluarga terbanyak pada responden adalah tipe mid range
(66.7%) dan tipe relasi keluarga yang ekstrem (yang tidak diharapkan) (14.4%).
Penelitian Cross menunjukkan pola asuh non-Exposure (32.8%) dan pola asuh
Exposure (72.1%), dan tipe relasi keluarga pada responden terbanyak mid range
(54.4%) diikuti relasi keluarga seimbang (relasi keluarga yang diharapkan)
(30.2%).29,40,50

6.4 Hubungan antara Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
Hasil uji analisis bivariat dengan chi-square menunjukkan terdapat hubungan
bermakna antara perilaku bullying (korban dengan p=0,02 dan korban sekaligus
pelaku dengan p=0,04) dengan tipe pola asuh exposure. Penelitian Annisa
menyatakan terdapat hubungan bermakna antara tipe pola asuh orangtua terhadap
perilaku bullying (p=0,002). Rigby menyatakan bahwa pola asuh orang tua memiliki
hubungan terhadap perilaku bullying anaknya di sekolah, kemampuan interaksi anak,
perilaku agresif, dan harga diri anak. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara tipe relasi keluarga dengan perilaku bullying
(p=>0,05).57,58

6.5 Uji Analisis Regresi Logistik Pola Asuh Exposure dan Perilaku Bullying
positif (korban dan korban sekaligus pelaku) pada SMP di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara
Berdasarkan studi sebelumnya diperoleh, bahwa terdapat hubungan bermakna
antara pola asuh exposure dan perilaku bullying (korban dan korban sekaligus
pelaku). Berdasarkan uji multivariat regresi logistik diperoleh tidak ada hubungan
antara pola asuh exposure dengan perilaku bullying (korban dan korban sekaligus
pelaku) (p=>0.05). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Georgiou
(2008) yang menyatakan pola asuh exposure memiliki resiko 2,3 kali dan penelitian
Ahmed (2014) yang menyatakan pola asuh exposure memiliki resiko 3,4 kali
dibandingkan pola asuh non-exposure. Hal ini kemungkinan disebabkan Karena
karakteristik responden yang berbeda dan 97.5% diasuh dengan pola asuh yang tidak
diharapkan.59,60,61
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Perilaku bullying pada siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan Jakarta Utara
adalah (35.9%) diantaranya (46.9%) korban, (30.3%) korban sekaligus
pelaku, (22.8%) pelaku, dan pengamat dalam perilaku bullying adalah
(64.1%).
Terdapat (97.5%) siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan memiliki pola asuh
exposure, sebanyak (66.7%) dengan tiperelasi keluarga mid range, dan
(14.4%) dengan tipe relasi keluarga ekstrem.
Terdapat hubungan yang bermakna antara peran perilaku bullying (korban
p=0.02 dan korban sekaligus pelaku p=0.04) dengan pola asuh exposure.
Hasil analisis multivariat regresi logistik menemukan tidak ada hubungan
antara peran perilaku bullying (korban dan korban sekaligus pelaku) dan pola
asuh exposure (p=>0,05).

7.2. Saran
Fenomena perilaku bullying di seluruh dunia termasuk Indonesia
memiliki dampak yang luas, bukan hanya pada remaja tersebut, namun juga
berdampak pada orang tua dan keluarganya. Pada penelitian ini perilaku
bullying pada siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan Jakarta Utara cukup
tinggi, yaitu sekitar 35.9%. Sedangkan pola asuh exposure sebanyak 97.5% dan
relasi keluarga ekstrem 14.4%.
Siswa dengan perilaku bullying yang disertai pola asuh exposure (pola
asuh tidak diharapkan) dan relasi keluarga ekstrem dapat memberikan dampak
yang kompleks dan jangka panjang bagi perkembangan siswa serta pendidikan
yang dijalaninya. Kondisi tersebut juga berdampak pada keluarga, masyarakat,
dan negara. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama dengan orang tua dan guru
dalam mengawasi tumbuh kembang anaknya sejak kecil sehingga perilaku
bullying (terutama korban dan korban sekaligus pelaku) dapat dihindari.
Meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan antara pola asuh dengan
perilaku bullying pelaku dan relasi keluarga dengan perilaku bullying, bukan
berarti faktor resiko tersebut tidak ada.
Oleh karena itu perlu adanya :
1. Upaya skrining adanya perilaku bullying dan masalah perilaku emosi pada
anak-anak sekolah yang dapat dimulai dari pendidikan SD, SMP, SMA
hingga universitas agar dapat segera diintervensi sedini mungkin dan
dampaknya khusus bagi siswa dapat dicegah secara dini.
2. Upaya pencegahan perilaku bullying di sekolah antara lain, membuat
program anti bullying, memasukkan sebagai salah satu topik pembelajaran
tentang perilaku bullying, dampak dan cara pencegahannya, serta
memberikan wadah pada siswa yang menjadi korban untuk melapor.
3. Upaya pencegahan perilaku bullying di keluarga dengan menerapkan
polaasuh non-exposure (pola asuh demokratis) dan relasi keluarga yang
seimbang.
4. Upaya pencegahan perilaku bullying di Negara dengan menggunakan media-
media yang ada untuk mengajari pentingnya menghindari tindakan bullying.
5. Upaya kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua dalam rangka mencegah
terjadinya perilaku bullying.
6. Upaya koreksi perilaku bullying yang sudah ada dengan bantuan ahlinya
(psikiater dan psikolog)
7. Untuk penelitian yang akan datang, disarankan untuk mengambil sampel
melalui penelitian yang sudah ada dengan melakukan penyaringan responden
dengan perilaku bullying terlebih dahulu. Hal ini untuk mengurangi mayoritas
responden pada kategori tertentu yang membuat persebaran karakteristik
tidak merata.

DAFTARPUSTAKA

1. Marcell AV. Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.


Chapter 12.
2. Goth K, Foelsch P, Schlter-Mller S, Birkhlzer M, Jung, E, Schmeck K.
Assessment of identity development and identity diffusion in adolescence -
theoretical basis and psychometric properties of the self-report questionnaire
AIDA. Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health.Child Adolesc
Psychiatry Ment Health.2012 Jul 19;6(1):27
3. Krishnamurti, J. Erik Erikson's Theory of Development: A Teacher's
Observations. [cited February 26, 2015] Diunduhdari: journal.kfionline.org/issue-
6/erik-eriksons-theory-of-development-a-teachers-observations

4. McKay M. Parenting practices in emerging adulthood: Development of a new


measure. [tesis]. Brigham Young University. Retrieved 2015-04-01. 2006
5. Koons S. Researchers seek ideal parenting style for teen online safety. Penn State.
2015

6. Bakhla, A., Sinha, P., Sharan, R., Binay, Y., Verma, V., &Chaudhury, S. (2013).
Anxiety in school students: Role of parenting and gender. Industrial Psychiatry
Journal, 22(2), 131-137.

7. Castellanos N. Conrod PJ. Personality correlates of the common and unique


variance across conduct disorder and substance misuse symptoms in adolescence.
Journal of Abnormal Child Psycholog. 2011;39(4), 563-76.

8. Nansel TR, Overpeck M, Pilla RS, Ruan WJ. Bullying behaviors among US
youth: Prevalence and association with psychosocial adjustment. JAMA. 2001 Apr
25;285(16):2094-100.

9. Esch G. Children's Literature: Perceptions of Bullying. Childhood Education.


2008;84(6):379-82

10. Alikasifoglu M, Erginoz E, Ercan O, Uysal O, Albayrak-Kaymak D. Bullying


behaviours and psychosocial health: results from a cross-sectional survey among
high school students in Istanbul, Turkey. Eur J Pediatry. 2007 12;166(12):1253-
60.
11. Politis S, Bellou V, Belbasis L, Skapinakis P. The association between bullying-
related behaviours and subjective health complaints in late adolescence: cross-
sectional study in Greece.BMC Res Notes. 2014 Aug 12;7:523
12. Surilena. Pola Pengasuhan Orang dengan Infeksi HIV/AIDS Pengguna Jarum
Suntik (ODHA Penahun) pada Anak Usia 6-12 Tahun yang Terdampak
HIV/AIDS. [disertasi] Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.
13. Fortenberry JD. Puberty and adolescence.HormBehav. 2013 Jul;64(2):280-7
14. Krebs M. Ages in Stages: An Exploration of the Life Cycle based on Erik
Eriksons Eight Stages of Human Development [cited 2015 March 22].
Diunduhdari:http://www.yale.edu/ynhti/curriculum/units/1980/1/80.01.04.x.html
15. Gofin R, Avitzour M. Traditional Versus Internet Bullying in Junior High School
Students. Matern Child Health J. 2012 Nov;16(8):1625-35.

16. Nansel TR, Overpeck M, Pilla RS, Ruan WJ, al e. Bullying behaviors among US
youth: Prevalence and association with psychosocial adjustment. JAMA 2001
Apr 25;285(16):2094-100.

17. Esch G. Children's Literature: Perceptions of Bullying. Childhood Education


2008;84(6):379-382.

18. Alikasifoglu M, Erginoz E, Ercan O, Uysal O, Albayrak-Kaymak D. Bullying


behaviours and psychosocial health: results from a cross-sectional survey among
high school students in Istanbul, Turkey.Eur J Pediatr. 2007 12;166(12):1253-
60.

19. UsmanI.PerilakuBullyingDitinjaudariPeranKelompokTemanSebayadanIklimSek
olahPadaSiswa SMA di Kota Gorontalo. UniversitasNegeri Gorontalo. 2010.

20. Danny I. Irwanto Y. KepribadianKeluargaNarkotika. Jakarta: Arcan; 1986. Page


97

21. Hauck, Paul. PsikologiPopuler (MendidikAnakdenganBerhasil). Jakarta: Arcan;


1993. Page 50-52
22. Wang J, Iannotti RJ, Luk JW. Patterns of adolescent bullying behaviors:
physical, verbal, exclusion, rumor, and cyber. J Sch Psychol. 2012
Aug;50(4):52134.
23. Carlyle KE, Steinman KJ. Demographic differences in the prevalence, co-
occurrence, and correlates of adolescent bullying at school. J Sch Health. 2007
Nov;77(9):6239.
24. Dake JA, Price JH, Telljohann SK. The nature and extent of bullying at school. J
Sch Health. 2003 May;73(5):17380.
25. Lemstra ME, Nielsen G, Rogers MR, Thompson AT, Moraros JS. Risk indicators
and outcomes associated with bullying in youth aged 9-15 years. Can J Public
Health. 2012 Feb;103(1):913.
26. Pittet I, Berchtold A, Akr C, Michaud P-A, Surs J-C. Are adolescents with
chronic conditions particularly at risk for bullying?. Arch Dis Child. 2010
Sep;95(9):7116.
27. Teyhan A, Galobardes B, Henderson J. Child allergic symptoms and well-being
at school: findings from ALSPAC, a UK cohort study: e0135271. PLoS One.
2015Aug;10(8).Available.from:http://search.proquest.com/docview/1705068877
/abstract/3661B372D0A54BE6PQ/2?
28. Bradshaw CPS, Anne L.OBrennan, Lindsey M. Bullying and peer victimization
at school: perceptual differences between students and school staff. SchPsychol
Rev. 2007 Sep;36(3):36182.
29. Rose CA, Espelage DL. Risk and protective factors associated with the bullying
involvement of students with emotional and behavioral disorders. BehavDisord.
2012 May;37(3):13348.
30. Bear GG, Mantz LS, Glutting JJ, Yang C, Boyer DE. Differences in bullying
victimization between students with and without disabilities. SchPsychol Rev.
2015 Mar;44(1):98116.
31. Gini G, Pozzoli T, Lenzi M, Vieno A. Bullying victimization at school and
headache: a meta-analysis of observational studies. Headache. 2014
Jun;54(6):97686.
32. Matthiesen SB, Einarsen S. Perpetrators and targets of bullying at work: role
stress and individual differences. Violence Vict. 2007;22(6):73553.
33. Rech RR, Halpern R, Tedesco A, Santos DF. Prevalence and characteristics of
victims and perpetrators of bullying. J Pediatr. 2013 Apr 3;89(2):16470.
34. Baldry AC, Farrington DP. Protective factors as moderators of risk factors in
adolescence bullying. SocPsycholEducInt J. 2005;8(3):26384.
35. Thornberg R, Knutsen S. Teenagers explanations of bullying. Child Youth Care
Forum. 2011 Jun;40(3):17792.
36. Ttofi MM, Farrington DP. Effectiveness of school-based programs to reduce
bullying: a systematic and meta-analytic review. J ExpCriminol. 2011
Mar;7(1):2756.
37. Hallford A, Borntrager C, Davis JL. Evaluation of a bullying prevention
program. J Res Child Educ. 2006 Fall;21(1):91101.
38. Gini G, Pozzoli T. Association Between Bullying and Psychosomatic Problems:
A Meta-analysis. Pediatrics. 2009 Mar 1;123(3):105965.
39. Rankin WL, Degnan KA, Perez E. Impact of behavioural Inhibition and Parnting
style on Internalizing and Externalizing problems from early childhood through
adolescent. J Abnorm Child Phsycol. 2009 Nov; 37(8):1063-75.
40. Fatimah L. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak di R.A
Darussalam Desa SumberMulyo, Jogoroto, Jombang. [skripsi] Jombang:
Fakultas Ilmu KebidananUniversitas Pesantren Tinggi Darul Ulum. 2012.
41. Nurhayanti R, Novotasari D, Natalia. Tipo Pola Asuh Orang Tua yang
Berhubungan dengan Perilaku Bullying di SMA Kabupaten Semarang. [skripsi]
Semarang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran. 2013.
42. FitriY.Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tuadan Tipe Kepribadian dengan
Perilaku Bullying Pada Siswa di SMP. [skripsi] Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Negeri Malang. 2012.
43. Yulianti J. Peran Pola Asuh Ibu pada Anak Sekolah Dasar (usia 6-12 tahun) yang
Mengalami Masalah Perilaku dan Emosi di SDK I BPK Penabur, Jakarta Pusat.
[skripsi] Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. 2014.
44. Kim DH, Kim JH. Social Relatioin and School Life Satisfaction in South Korea.
Soc Indicator Res.2013 Mei;112(1):105-27
45. Indra D, Ratri FD. Hubungan Relasi Keluarga dalam Pembentukan Karakter
Anggota Keluarga. [skripsi] Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadja Mada; 2015.
46. Surilena, Hubungan Antara Relasi Keluarga dengan Psikopatologi Berdasarkan
SCL-90 pada Remaja Penderita Talasemia. [tesis] Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2001.
47. Hafen CA, Laursen B, Nurmi J, Salmela-aro K. Bullies, Victims, and Antipathy:
The Feeling is Mutual. J Abnorm Child Psychol. 2013 Juli;41(5):801-9
48. Steven A. Perbedaan Pengetahuan Gizi Anak dan Karakteristik Orang Tua pada
Remaja yang Obesitas dan Non-Obesitas di SMA Permai Pluit. [skripsi] Jakarta:
Fakultas Kedokteran UnikaAtma Jaya. 2015.
49. Wen-Chi, W., Luu, S., &Dih-Ling Luh. (2016). Defending behaviors, bullying
roles, and their associations with mental health in junior high school students: A
population-based study. BMC Public Health,
16doi:http://dx.doi.org/10.1186/s12889-016-3721-6
50. Sunnu C. Gambaranperilaku Bullying Siswa-Siswi SMP Tarakanita 2,v Jakartta
Utara. [skripsi] Jakarta: FakultasKedokteranUnikaAtma Jaya 2015.
51. Evans C. Theoretical Explanations for Bullying in School: How Ecological
Processes Propagate Perpetration and Victimization. Child Adolesc Soc Work J.
2015.
52. Strm, I. F., Thoresen, S., Wentzel-larsen, T., Sagatun, ., &Dyb, G. (2014). A
prospective study of the potential moderating role of social support in
preventing marginalization among individuals exposed to bullying and abuse in
junior high school. Journal of Youth and Adolescence, 43(10), 1642-57.
doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10964-014-0145-4
53. Carlyce KE, Steinman KJ. Demographic Differences in the Prevalence, Co-
Occurence, and Correlates of Adolescent Bulyying at School. J Sch Health.
2007 Nov;77(9):623-9.
54. Tochigi, M., Nishida, A., Shimodera, S., Oshima, N., Inoue, K., Okazaki, Y., &
Sasaki, T. (2012). Irregular bedtime and nocturnal cellular phone usage as risk
factors for being involved in bullying: A cross-sectional survey of japanese
adolescents.PLoS One, 7(9) doi:http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0045736
55. Carney, Hazler. Study shows bullying affects both bystanders and target. US
Fed News Service, Including US State News. 2011.
56. Cross, J. E., PhD., &Peisner, W., M.Ed. (2009). RECOGNIZE: A social norms
campaign to reduce rumor spreading in a junior high school. Professional
School Counseling, 12(5), 365-377. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/213449955?accountid=48149
57. Bryand, SKM, Hui EKP, Law BCM. Bystander position-taking in school
bullying: The role of positive identity, self-efficacy and self-determination. J of
Child Health and Human Development. 2012;5(1):103-110.
58. Annisa. Hubungan Antara Pola AsuhdenganPerilaku Bullying [skripsi]. Depok:
Universitas Indonesia; 2012.
59. Rigby K. Bullying in schools and its relation to parenting and family life. Fam
Matters. 2013;92.
60. Georgiou SN. Parental style and child bullying and victimization experiences at
school. SocpsycholEducInt J. 2008 Aug; 11(3):213-27.
61. Ahmed E, Braithwaite V. Bullying and Victimixation: Cause for Concernfor
Both Families and Schools. SocPsycholEducInt J. 2014 Mar;7(1);35-54.
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)

Saya Vito Masagus Junaidy, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik


Atma Jaya angkatan 2013 sedang menyelesaikan tugas akhir dengan judul
Hubungan pola asuh dan relasi keluarga siswa-siswi sekolah menengah pertama
dengan perilaku bullyingdi jakarta utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran masalah perilaku dan emosi pada siswa-siswi SMP dengan
perilaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Semua jawaban yang
diberikan bersifat rahasia dan tidak akan disebarkan. Jika setelah diberikan
penjelasan responden setuju untuk mengisi kusioner ini, harap menandatangani
kolom dibawah, setelah itu dilanjutkan dengan mengisi kuisoner di lembar-lembar
berikutnya. Atas perhatian dan kesediaan mengisi kuisoner ini, saya ucapkan terima
kasih.

Responden,
Jakarta, ............................. 2016

(.................................................)
Kuesioner Demografi

Nama :
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
Usia :
Tempat, Tanggal Lahir :
Alamat :

Sekolah :
Kelas : 1. Kelas I
2. Kelas II
3. Kelas III
Urutan Anak dalam Keluarga : 1. Sulung
2. Tengah
3. Bungsu
Suku : 1. Jawa
2. Sunda
3. Betawi
4. Batak
5. Tionghua
6. Minang
7. Lainnya

POLA ASUH ORANG TUA


IDENTITAS ANAK
Nama anak :
Nomor responden :
Tanggal pengisian :
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Nama Ibu :
Umur Ayah : Umur Ibu :
Pekerjaan Ayah : Pekerjaan Ibu :
Pendidikan Ayah : Pendidikan Ibu :
Petunjuk

Di halaman berikut ada pertanyaan tentang hubungan orang tua anak dalam bentuk
pengasuhan anak sehari-hari.
Tidak ada penilaian benar atau salah.
Jawablah semua pertanyaan, jangan ada pertanyaan yang dibiarkan kosong.

Cara Mengisi Jawaban


Lingkari satu jawaban yang paling sesuai dengan kehidupan anda sehari-hari.
Kemudian anda jelaskan alasannya secara singkat.
Contoh pertanyaan :
Bila anda bertemu dengan teman, anda akan bersalaman dan bicara sebentar.
A. Ya/selalu B. Kadang-kadang C. Tidak/tidak pernah
Alasan :
------------------------------------------------------------------------------------------------------
A P E R TA N YAA N

1. Apakah anda diperbolehkan membantu di rumah ?


A. Ya B. Tidak C. Kadang-kadang

2. Apakah orang tua anda marah bila anda lalai bantu-bantu di rumah ?
A. Kadang-kadang B. Selalu C. Tidak

3. Apakah orang tua anda marah bila anda dipanggil tidak segera datang ?
A. Kadang-kadang B. Tidak C. Tidak pernah

4. Apakah anda masih disuapi ?


A. Tidak B. Selalu C. Kadang-kadang

5. Apakah anda boleh menentukan sendiri waktu makan anda ?


A. Kadang-kadang B. Tidak C. Ya

6. Apakah anda masih di mandikan ?


A. Tidak B. Ya C. Kadang-kadang

7. Apakah anda boleh menentukan sendiri waktu mandi anda ?


A. Kadang-kadang B. Tidak C. Ya

8. Apakah orang tua masih membantu anda memakai baju (sepatu) ?


A. Tidak B. Selalu C. Kadang-kadang

9. Apakah orang tua memaksa anda tidur siang ?


A. Tidak pernah B. Ya C. Kadang-kadang

10. Apakah orang tua anda sering ngobrol dengan anda ini ?
A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak
11. Apakah orang tua perhatian bila anda bicara ?
A. Selalu B. Tidak C. Kadang-kadang

12. Apakah orang tua yang merapikan tas dan buku sekolah anda ?
A. Kadang-kadang B. Selalu C. Tidak pernah

13. Apakah orang tua membantu anda belajar di rumah ?


A. Kadang-kadang B. Selalu C. Tidak pernah

14. Apakah orang tua menekankan agar anda menjadi juara kelas ?
A. Tidak pernah B. Ya C. Kadang-kadang

15. Apakah orang tua menekankan anda untuk dapat ranking di kelas ?
A. Tidak pernah B. Ya C. Kadang-kadang

16. Apakah orang tua mau mengerti bila anda tidak dapat memenuhi harapan
orang tua ?
A. Kadang-kadang B. Tidak C. Selalu

17. Apakah orang tua menekankan pada anda, belajar keras agar berhasil jadi
dokter atau insinyur atau polisi atau ABRI sesuai keinginan orang tua ?
A. Tidak pernah B. Selalu C. Kadang-kadang

18. Apakah orang tua sering membandingkan anda ini dengan kakak atau adik
atau teman anda?
A. Tidak B. Ya C. Kadang-kadang

19. Apakah perlakuan orang tua pada anda berbeda dengan kakak atau adiknya ?
A. Tidak B. Ya C. Sering sekali

20. Apakah orang tua mendidik anda dengan keras ?


A. Tidak B. Ya C. Sering sekali

21. Apakah orang tua mendidik anda dengan sabar ?


A. Ya B. Tidak C. Sering sekali

22. Apakah orang tua mengatakan pada anda, jangan suka melawan nanti dosa ?
A. Tidak pernah B. Ya C. Sering sekali

23. Apakah orang tua marah bila anda terus memaksa minta dibelikan mainan /
jajan ?
A. Sering kali B. Ya C. Tidak pernah
24. Apakah anda boleh main ke rumah teman ?
A. Kadang-kadang B. Tidak C. Selalu

25. Apakah orang tua menekan, anda tidak boleh pulang terlambat dari sekolah ?
A. Kadang-kadang B. Selalu C. Tidak pernah

26. Apakah anda takut kepada orang tua ?


A. Kadang-kadang B. Ya C. Tidak

B
1. Apakah anda diingatkan oang tua untuk ibadah ?
A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

2. Apakah orang tua mau mengerti bila anda lalai ibadah ?


A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

3. Apakah anda harus hafal ayat-ayat dalam kitab suci yang telah diajarkan,
walaupun anda belum memahami maknanya ?
A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

4. Sesuai budaya daerah anda apakah anak laki-laki dan perempuan


diperlakukan sama ?
A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

5. Sesuai budaya deaerah anda, apakah pendidikan anak laki-laki dan anak
perempuan sama tinggi ?
A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

6. Apakah dalam ajaran agama anda anak laki-laki dan perempuan diperlakukan
sama ?
A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

Kuesioner FACES III dan Dimensi FACES III


1 2 3 5 4
Hampir Tidak Kadang-Kadang
Jarang Hampir Selalu
Sering
Pernah
1. Dalam kehidupan sehari-hari, sesama anggota 1 2 3 4 5
keluarga saling bantu-membantu
2. Dalam memecahkan masalah keluarga, usulan 1 2 3 4 5
dari anak diikut-sertakan sebagai keputusan
bersama
3. Anggota keluarga melibatkan temannya dalam 1 2 3 4 5
pergaulan dengan keluarga
4. Anak turut mengajukan pendapat dalam 1 2 3 4 5
penetapan disiplin mereka
5. Keluarga anda senang melakukan kegiatan- 1 2 3 4 5
kegiatan bersama yang hanya melibatkan
anggota kerluarga dekat saja
6. Dalam keluarga kami, ada lebih dari satu orang 1 2 3 4 5
yang bertindak sebagai pemimpin keluarga
7. Anggota keluarga kami senang melewatkan 1 2 3 4 5
waktu luang bersama-sama
8. Dalam keluarga cara pelaksanaan dan 1 2 3 4 5
menyelesaikan tugas-tugas dalam keluarga
berbeda dari hari ke hari
9. Setiap anggota keluarga merasa dekat satu 1 2 3 4 5
sama lain
10. Orangtua dan anak-anak merundingkan 1 2 3 4 5
bersama-sama hukuman-hukuman yang berlaku
dalam keluarga
11. Jika keluarga kami mengadakan acara keluarga, 1 2 3 4 5
setiap anggota keluarga hadir
12. Dalam keluarga kami, anak-anak dapat 1 2 3 4 5
membuatkan keputusan untuk keluarga
13. Mudah rasanya menemukan kegiatan yang dapat 1 2 3 4 5
dilakukan sekeluarga
14. Peraturan-peraturan yang berlaku dalam 1 2 3 4 5
keluarga kami berubah-ubah
15. Anggota keluarga meminta pendapat anggota 1 2 3 4 5
keluarga lainnya sebelum membuat keputusan
pribadi
16. Tanggung-jawab atas kelangsungan tugas-tugas 1 2 3 4 5
rumah-tangga diberikan bergiliran pada setiap
anggota keluarga
17. Anggota keluarga meminta pendapat anggota 1 2 3 4 5
keluarga lainnya sebelum membuat keputusan
pribadi
18. Sulit menentukan siapa pemimpin dalam 1 2 3 4 5
keluaga kami
19. Kebersamaan dalam keluarga adalah hal yang 1 2 3 4 5
penting dalam keluarga
20. Sulit mengatakan siapa yang bertanggung jawab 1 2 3 4 5
atas tugas tertentu dalam pekerjaan rumah tangga

Artikel Karya Tulis Ilmiah

HUBUNGAN POLA ASUH DAN RELASI KELUARGA PADA SISWA-SISWI


SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN PERILAKU BULLYING
KELURAHAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA
RELATION BETWEEN PARENTING STYLE AND FAMILY RELATIONSHIP
AMONG JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS WITH BULLYING IN
PENJARINGAN NORTH JAKARTA

Vito, Surilena

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta

Jl. Pluit Raya Nomor 2, Jakarta 14440

Telepon : 021-6693168

vitomasagus77@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Perilaku bullying merupakan masalah kesehatan di dunia yang


prevalensi dan dampaknya semakin meningkat. Pencegahan perilaku bullying sangat
membutuhkan pendekatan dan peranan orang tua. Pola asuh exposure (tidak
diharapkan) dan relasi keluarga buruk berdampak timbulnya masalah seperti perilaku
bullying.
Tujuan : Mengetahui hubungan pola asuh dan relasi keluarga pada siswa-siswi SMP
dengan perilaku bullying Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara.
Metode : Penelitian ini potong lintang pada 1.224 siswa-siswi SMP Kelurahan
Penjaringan Jakarta Utara. Responden mengisi kuesioner demografi, pola asuh, dan
family cohesion and adaptation scale (FACES III). Analisis data secara univariat dan
multivariat.
Hasil :Prevalensi perilaku bullying pada siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan
Jakarta Utara (35.9%) diantaranya (46.9%), korban, (30.3%) korban sekaligus
pelaku, (22.8%) pelaku, (64.1%) pengamat. Terdapat (97.5%) responden dengan
perilaku bullying memiliki pola asuh exposure dan (14.4) relasi keluarga
ekstrem.Hasil uji bivariat menggunakan chi-square menunjukkan terdapat hubungan
yang bermakna antara pola asuh exposure dengan peran perilaku bullying koban
(p=0.02) dan korban sekaligus pelaku (p=0.04). Hasil uji multivariat regresi logistik
tidak menunjukkan hubungan yang bermakna antara pola asuh exposure dan peran
perilaku bullying positif (korban dan korban sekaligus pelaku).
Kesimpulan : Hasil uji bivariat menggunakan chi-square menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara pola asuh exposure dengan peran perilaku bullying
koban dan korban sekaligus pelaku. Pola asuh exposure (otoriter, permisif, konsisten)
berperan dalam terjadinya seseorang remaja terlibat peran perilaku bullying.
Kata Kunci :Perilaku bullying, pola asuh, relasi keluarga, siswa-siswi, remaja

ABSTRACT
Background : Bullying is a health issue around the world which the prevalence and
the impact is increasing. Emotional and behavioral problems as a result of bullying
behavior impact on adolescent development, family, school and community.
Purposes : To know relation between parenting style and family relationship among
junior high school students with bullying in Penjaringan North Jakarta.
Methods : This cross sectional research was done on 1.224 students of junior high
school in Penjaringan North Jakarta. Respondents filled out a questionnaire on
demographic, parenting style, and family cohesicon and adaption scale (FACES III).
Analysis of this data is univariate and multivariate.
Results : The prevalence of bullying in junior high school students in Penjaringan is
(35.9%) including (46.9%) involved as victims, (30.3%) as a victim and perpetrator,
(22.8%) as a perpetrator, (64.1%) as an observer. There is (97.5%) of respondents
with exposure parenting sytle and (14.4) extreme family relationship. Analysis using
bivariate; chi-square revealed that exposure parenting style affected bullying
behaviour as victim (p=0.02) and as victim and perpetrator (p=0.04). Analysis using
multivariate; logistic regression revealed that exposure parenting style not affected
positive bullying behaviour (victim and victim and perpetrator).
Conlusions : Analysis using bivariate; chi-square revealed that exposure parenting
style affected bullying behaviour as victim and as victim and perpetrator. Exposure
parenting style (authoritarian, permissive, mixed) had a role in the occurrence of
bullying behaviour among adolescence.

Key Word : bullying behaviour, Parenting style, family relationship, adolescence

PENDAHULUAN

Remaja merupakan fase transisi dari masa anak menuju dewasa (yaitu sekitar
1,2
umur 13 19 tahun). Erikson menyatakan bahwa remaja berada dalam tahap
kebingungan dan pencarian identitas yang disertai adanya perubahan diri, seperti
perubahan fisik, kematangan usia, perubahan hormonal, membentuk identitas atau
jati dirinya.3Masa remaja adalah masa mengekspolarasi diri lebih dalam untuk
memupuk kepercayaan diri dan merasa lebih nyaman jika berkelompok bersama
peer groupnya. Remaja seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit seperti
tugas sekolah, seksualitas, narkoba, alkohol, dan kehidupan sosial yang dapat
berdampak pada masalah perilaku dan emosi.1,2
Keluarga, terutama orang tua sangat berperan dalam proses perkembangan
anak remajanya. Orang tua dalam mengarahkan dan membimbing anak remajanya
memerlukan relasi keluarga yang seimbang dan pola asuh yang disesuaikan dengan
perilaku anak remajanya. Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh demokrasi dan
relasi keluarga balanced dapat membantu pertumbuhan anak yang optimal.4Pola asuh
demokratis adalah pola asuh yang ideal bagi remaja, mampu memberikan arahan
dan batasan secara jelas apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan, tanpa terlalu membatasi serta bersikap reaktif saat remaja mengambil
keputusan.
Penelitian pada 588 remaja di USA menunjukkan bahwa remaja dengan pola
asuh demokratis memiliki tingkat cemas lebih rendah dan relasi keluarga balanced
dibandingkan dengan tipe pola asuh lainnya.5,6 Pola asuh otoriter (extreme) dan relasi
keluarga buruk dapat membentuk hubungan orang tua dan anak yang tidak kondusif,
sehingga dapat berdampak timbulnya masalah perilaku dan emosional pada anak
remaja seperti depresi, conduct disorder, masalah teman sebaya, dan gangguan
interaksi sosial yang dapat berpotensi mengarah pada mengarah pada
perilakubullying.6,7
Bullying merupakan perilaku agresif yang bermaksud melukai, yang dilakukan
berulang kali dan sepanjang waktu setiap ada kesempatan, dan muncul pada
komunitas dimana dapat ditemukan ketidakseimbangan antara kekuasaan atau
kekuatan.8,9Perilaku bullying merupakan salah satu manifestasi perilaku kekerasan
yang menjadi masalah besar. Beberapa dekade ini cenderung meningkat
prevalensinya, khusunya usia 12-15 tahun. Dampak perilaku bullying pada remaja
sangat kompleks dan dapat berlanjut sampai dewasa bahkan lansia. Dampak perilaku
bullying pada korban maupun pelaku antara lain depresi, cemas, gangguan tingkah
laku, penolakan sekolah, penurunan prestasi akademik, bahkan seperti drop out dari
sekolah dan bunuh diri.Oleh karenanya, upaya pencegahan perilaku bullying di
sekolah memerlukan kerja sama antara pihak sekolah dengan orang tua.8,9,10,11
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional untuk
mengetahui hubungan pola asuh dan relasi keluarga emosi pada siswa-siswi Sekolah
Menegah Pertama dengan perilaku bullying Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelurahan
Penjaringan Jakarta Utara. Penelitian berlangsung mulai Juni 2015 November
2016. Sampel penelitian ini adalah adalah 1.224 siswa-siswi Sekolah Menengah
Pertama dengan perilaku bullying di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, bulan
Maret 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi penelitian
ini antara lain siswa-siswi sekolah SMP di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara
(SMPN 21, SMP Pluit Raya, SMP Genesareth, SMP Wijaya Kusuma) kelas VII,
VIII, IX, usia 12-16 tahun, laki-laki atau perempuan. Kriteria eksklusi penelitian ini
adalah siswa-siswi yang tidak bersedia menjadi responden penelitian, tidak tinggal
bersama kedua orangtuanya, dan tidak bersedia menandatangani informed consent.
Penelitian ini menggunakan tiga kuesioner yaitu Kuesioner demografi, kuesioner
Pola Asuh dan kuesioner Family Adaptability Cohesion Evaluation Scale III (FACES
III). Data akan diolah dengan Spss versi 17 kemudian dimasukan dalam tabel dan
dijabarkan secara deskriptif dan analitik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL

Tabel 1 Gambaran Karakteristik Demografi Siswa-siswi SMP


Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara

Variabel N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 555 45,3
Perempuan 669* 54,7*
Usia
11 7 0,6
12 140 11,4
13 365 29,8
14 392* 32,0*
15 269 22,0
16 40 3,3
17 11 0,9
Pendidikan
SMP I 412* 33,7*
SMP II 409 33,4
SMP III 403 32,9
Urutan Anak dalam keluarga
Anak Sulung 557* 45,5*
Anak Tengah 304 24,8
Anak Bungsu 363 29,7
Suku
Jawa 586* 47,9*
Sunda 131 10,7
Betawi 267 21,8
Batak 9 0,7
Tionghoa 115 9,4
Minang 19 1,6
Lain-lain 97 7,9
Peran PerilakuBullying
Korban 206* 46,9*
Pelaku 100 22,8
Korban sekaligus pelaku 133 30,3
Total perilaku bullying 439 35,9
Pengamat 785* 64,1
Note : *Presentase terbanyak
Pada tabel 1 didapatkan hasil responden penelitian ini sebanyak 1.224 orang
dengan range usia 11-17 tahun, dan terbanyak dijumpai pada usia 14 tahun
(32%), perempuan (54.7%), siswa-siswi kelas I SMP (33.7%). Anak sulung
(45.5%), dan suku Jawa (47.9%).

Tabel 2 Gambaran Perilaku Bullying berdasarkan karakteristik demografi


Siswa-Siswi SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara
Variabel Korban Pelaku Korban + pelaku Total Pengamat

N % N % N % N % N %

JenisKelamin

Laki-laki 94 21,4 57 13* 74 16,8* 225 51,2* 329 41,9

Perempuan 110 25,2* 43 9,8 60 13,8 214 48,8 456 58,1*

Usia

11 2 0,4 0 0,0 1 0,3 3 0,7 4 0,5

12 26 5,9 11 2,5 10 2,2 47 10,6 93 11,8

13 61 13,9 27 6,2 36 8,1 124 28,2 241 30,7*

14 68 15,5* 39 8,9* 44 10* 151 34,4* 241 30,7*

15 43 9,8 20 4,6 35 8 98 22,4 171 21,8

16 5 1,1 1 0,3 7 1,6 13 3 27 3,5

17 0 0,0 2 0,4 1 0,3 3 0,7 8 1

Pendidikan

SMP I 73 16,6* 25 5,7 45 10,3 143 32,6 269 34,3*

SMP II 63 14,4 42 9,6* 41 9,3 146 33,3 263 33,5

SMP III 69 15,7 33 7,5 48 10,9* 150 34,1* 253 32,2

Urutan Anak dalam keluarga

Anak Sulung 101 23* 38 8,7* 58 13,2* 197 44,9* 360 45,9*

Anak Tengah 48 10,9 29 6,6 33 7,6 110 25,1 194 24,7

Anak Bungsu 56 12,8 33 7,5 43 9,7 132 30 231 29,4

Suku

Jawa 98 22,3* 38 8,7* 59 13,4* 195 44,4* 391 49,8*

Sunda 16 3,5 5 1,1 13 3 34 7,6 97 12,4

Betawi 39 8,9 31 7,1 37 8,4 107 24,4 160 20,4

Batak 2 0,4 0 0,0 1 0,3 3 0,7 6 0,8

Tionghoa 26 6 16 3,6 12 2,7 54 12,3 61 7,8


Minang 5 1,2 0 0,0 2 0,5 7 1,7 12 1,5

Lain-lain 19 3,3 10 2,8 10 2,8 39 8,9 58 7,3

* responden terbanyak

Tabel 2 menunjukkan hasil responden dengan perilaku bullying adalah


sebanyak (35.9%), diantaranya (46.9%) terlibat sebagai korban, (30,3%) sebagai
korban sekaligus pelaku, (22.8%) sebagai pelaku. Responden yang terlibat sebagai
pengamat sebanyak (64.1%). Responden dengan perilaku bullying pada laki-laki
(51.2%) dan pada perempuan (48.8%)

Tabel 3 Gambaran Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada Siswa-Siswi dengan
Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara

Karakteristik N %

Pola Asuh

Non-Exposure 31 2,5

Exposure 1193 97,5*

Relasi Keluarga

Seimbang (Balanced) 234 18,9

Kisaran Tengah (Mid Range) 811 66,7*

Ekstrem (Extreme) 179 14,4

* responden terbanyak

Pada tabel 3 penelitian menunjukkan bahwa 1193 dari 1224 (97.5%)


responden memiliki pola asuh Exposure (Pola asuh yang tidak diharapkan; pola asuh
otoriter, pola asuh permisif dan pola asuh campuran). Penelitian ini juga
menunjukkan tipe relasi keluarga terbanyak pada responden adalah tipe mid range
(66.7%) sedangkan tipe relasi keluarga yang ekstrem (yang tidak diharapkan)
(14.4%).
Tabel 4 Hubungan antara Pola Asuh dan Relasi Keluarga pada
Siswa-Siswi dengan Perilaku Bullying pada SMP di Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara

Variabel Korban Pelaku Korban + Pengamat


pelaku

Pola Asuh 0,02* 0,07 0,04* 0,08

Non Exposure

Exposure

Relasi Keluarga 0,09 0,28 0,51 0,41

Seimbang

Kisaran
Tengah

Ekstrem

* bermakna secara statistik

Pada tabel 4 menunjukkan hubungan signifikan (p<0.05) antara peran


perilaku bullying terlibat sebagai korban dan terlibat sebagai korban sekaligus pelaku
dengan pola asuh orang tua.

Tabel 5 Uji Analisis Regresi Logistik Pola Asuh Exposure dan Perilaku Bullying
positif (korban dan korban sekaligus pelaku) pada SMP di Kelurahan Penjaringan,
Jakarta Utara

Variabel OR p CI 95%

Min Maks

Korban 0,963 0,94 0,36 2,574

Korban sekaligus 0,912 0,882 0,269 3,09


pelaku

Pada tabel 5 tidak menunjukkan hubungan signifikan (p<0.05) antara peran


perilaku bullying yang terlibat sebagai korban dan korban sekaligus dengan tipe pola
asuh orang tua.

PEMBAHASAN
Responden penelitian ini adalah 1.224 siswa-siswi SMP Kelurahan Penjaringan,
didapatkan (35.9%) terlibat secara langsung dalam perilaku bullying, diantaranya
(46.9%) terlibat sebagai korban, (30.3%) sebagai korban sekaligus pelaku, (22.8%)
sebagai pelaku. Sedangkan responden yang terlibat sebagai pengamat dalam perilaku
bullying adalah (64.1%). Dari data tersebut diantaranya (51.2%) laki-laki dan
(48.8%) perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Khairiah (2012) di
Surabaya menunjukkan perilaku bullying sebanyak (36.9%), dintaranya (43,3%)
terlibat sebagai korban, (38,8%) sebagai korban sekaligus pelaku, (24,1%) sebagai
pelaku. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Wen-Chi (2013) pada siswa-
siswi SMP di Taiwan menunjukkan sebanyak (18.6%) remaja dengan perilaku
bullying, diantaranya (28.8%) korban, (18.2%) korban sekaligus pelaku, (43%)
pelaku dan (81.4%) sebagai pengamat. Perbedaan hasil tersebut mungkin disebabkan
oleh karena perbedaan karakteristik, jumlah responden, budaya, dan metode
penelitiannya .12
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1193 dari 1224 (97.5%) responden
memiliki pola asuh Exposure (Pola asuh yang tidak diharapkan; pola asuh otoriter,
pola asuh permisif dan pola asuh campuran) (97.5%). Pola asuh exposure (otoriter,
permisif, dan campuran) memiliki resiko untuk terlibat dalam peran perilaku
bullying. Pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar
patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua
tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri. Pola
asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Sedangkan pola asuh campuran
merupakan pola asuh campuran dari pola asuh demokratis, otoriter, dan permisif.
Pola asuh exposure memiliki karakteristik cenderung impulsif, menentang, labil
dan beresiko mengulangi masalah kesehatan mental emosional. Penelitian ini juga
menunjukkan relasi keluarga terbanyak pada responden adalah tipe mid range
(66.7%) dan tipe relasi keluarga yang ekstrem (yang tidak diharapkan) (14.4%).
Penelitian Cross menunjukkan pola asuh non-Exposure (32.8%) dan pola asuh
Exposure (72.1%), sedangkan tipe relasi keluarga pada responden terbanyak mid
range (54.4%) diikuti relasi keluarga seimbang (relasi keluarga yang diharapkan)
(30.2%). 13,14,15
Hasil uji analisis bivariat dengan chi-square menunjukkan terdapat hubungan
bermakna antara perilaku bullying (korban dengan p=0,02 dan korban sekaligus
pelaku dengan p=0,04) dengan tipe pola asuh exposure. Penelitian Annisa
menyatakan terdapat hubungan bermakna antara tipe pola asuh orang tua terhadap
perilaku bullying (p=0,002). Rigby menyatakan bahwa pola asuh orang tua memiliki
hubungan terhadap perilaku bullying anaknya di sekolah, kemampuan interaksi anak,
perilaku agresif, dan harga diri anak. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara tipe relasi keluarga dengan perilaku bullying
(p=>0,05).16,17
Berdasarkan uji multivariat regresi logistik diperoleh tidak ada hubungan antara
pola asuh exposure dengan perilaku bullying (korban dan korban sekaligus pelaku)
(p=>0.05). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Georgiou (2008) yang
menyatakan pola asuh exposure memiliki resiko 2,3 kali dan penelitian Ahmed
(2014) yang menyatakan pola asuh exposure memiliki resiko 3,4 kali dibandingkan
pola asuh non-exposure. Hal ini kemungkinan disebabkan Karena karakteristik
responden yang berbeda dan 97.5% diasuh dengan pola asuh yang tidak
diharapkan.18,19,20

KESIMPULAN
Perilaku bullying pada siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan Jakarta
Perilaku bullying pada siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan Jakarta Utara adalah
(35.9%) diantaranya (46.9%) korban, (30.3%) korban sekaligus pelaku, (22.8%)
pelaku, dan pengamat dalam perilaku bullying adalah (64.1%).
Terdapat (97.5%) siswa-siswi SMP kelurahan Penjaringan memiliki pola asuh
exposure, sebanyak (66.7%) dengan tipe relasi keluarga mid range, dan (14.4%)
dengan tipe relasi keluarga ekstrem.Terdapat hubungan yang bermakna antara peran
perilaku bullying (korban p=0.02 dan korban sekaligus pelaku p=0.04) dengan pola
asuh exposure. Hasil analisis multivariat regresi logistik menemukan tidak ada
hubungan antara peran perilaku bullying (korban dan korban sekaligus pelaku) dan
pola asuh exposure (p=>0,05).

DAFTAR PUSTAKA
1. Marcell AV. Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007. Chapter 12.
2. Goth K, Foelsch P, Schlter-Mller S, Birkhlzer M, Jung, E, Schmeck K.
Assessment of identity development and identity diffusion in adolescence -
theoretical basis and psychometric properties of the self-report questionnaire
AIDA. Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health.Child Adolesc
Psychiatry Ment Health.2012 Jul 19;6(1):27
3. Krishnamurti, J. Erik Erikson's Theory of Development: A Teacher's
Observations. [cited February 26, 2015] Diunduh dari:
journal.kfionline.org/issue-6/erik-eriksons-theory-of-development-a-teachers-
observations

4. McKay M. Parenting practices in emerging adulthood: Development of a new


measure. [tesis]. Brigham Young University. Retrieved 2015-04-01. 2006
5. Koons S. Researchers seek ideal parenting style for teen online safety. Penn
State. 2015

6. Bakhla, A., Sinha, P., Sharan, R., Binay, Y., Verma, V., & Chaudhury, S. (2013).
Anxiety in school students: Role of parenting and gender. Industrial Psychiatry
Journal, 22(2), 131-137.

7. Castellanos N. Conrod PJ. Personality correlates of the common and unique


variance across conduct disorder and substance misuse symptoms in
adolescence. Journal of Abnormal Child Psycholog. 2011;39(4), 563-76.

8. Nansel TR, Overpeck M, Pilla RS, Ruan WJ. Bullying behaviors among US
youth: Prevalence and association with psychosocial adjustment. JAMA. 2001
Apr 25;285(16):2094-100.

9. Esch G. Children's Literature: Perceptions of Bullying. Childhood Education.


2008;84(6):379-82

10 Alikasifoglu M, Erginoz E, Ercan O, Uysal O, Albayrak-Kaymak D. Bullying


behaviours and psychosocial health: results from a cross-sectional survey among
high school students in Istanbul, Turkey. Eur J Pediatry. 2007 12;166(12):1253-
60.
11. Politis S, Bellou V, Belbasis L, Skapinakis P. The association between bullying-
related behaviours and subjective health complaints in late adolescence: cross-
sectional study in Greece.BMC Res Notes. 2014 Aug 12;7:523

12. Wen-Chi, W., Luu, S., & Dih-Ling Luh. (2016). Defending behaviors, bullying
roles, and their associations with mental health in junior high school students: A
population-based study. BMC Public Health, 16
doi:http://dx.doi.org/10.1186/s12889-016-3721-6
13. Rose CA, Espelage DL. Risk and protective factors associated with the bullying
involvement of students with emotional and behavioral disorders. Behav Disord.
2012 May;37(3):13348.
14. Fatimah L. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak di R.A
Darussalam Desa Sumber Mulyo, Jogoroto, Jombang. [skripsi] Jombang:
Fakultas Ilmu Kebidanan Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum. 2012.
15. Sunnu C. Gambaran perilaku Bullying Siswa-Siswi SMP Tarakanita 2,v Jakartta
Utara. [skripsi] Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya 2015.
16. Bryand, SKM, Hui EKP, Law BCM. Bystander position-taking in school
bullying: The role of positive identity, self-efficacy and self-determination. J of
Child Health and Human Development. 2012;5(1):103-110.
17. Annisa. Hubungan Antara Pola Asuh dengan Perilaku Bullying [skripsi]. Depok:
Universitas Indonesia; 2012.
18. Rigby K. Bullying in schools and its relation to parenting and family life. Fam
Matters. 2013;92.
19. Georgiou SN. Parental style and child bullying and victimization experiences at
school. Soc psychol Educ Int J. 2008 Aug; 11(3):213-27.
20. Ahmed E, Braithwaite V. Bullying and Victimixation: Cause for Concernfor
Both Families and Schools. Soc Psychol Educ Int J. 2014 Mar;7(1);35-54.

Anda mungkin juga menyukai