Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

PENGGUNAAN DAN PEMILIHAN


OBAT PSIKOTROPIKA PADA IBU
HAMIL

Pembimbing:
Dr. dr. Surilena, Sp.KJ (K)
Oleh:
Vito Masagus Junaidy / 2016-061-061

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA
ATMA JAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala hikmat dan
pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Pemilihan dan
Penggunaan Obat Psikotropika pada Ibu Hamil. Penulisan referat ini dibuat sebagai salah satu
syarat kelulusan pada kepaniteraan klinik departemen ilmu kedokteran jiwa dan perilaku di
Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Penulis menyadari referat ini mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membimbing dan memberikan dukungan dengan segala cara
dalam proses penulisan sampai penyelesaian referat ini, terutama kepada:
1. Dr. dr. Surilena, Sp.KJ (K), selaku dosen pembimbing referat yang ikut serta membantu
memberikan masukan dan dukungan kepada penulis selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua penulis yang memberikan dukungan moral dan spiritual.
3. Serta seluruh rekan sejawat yang menjalani program Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Perilaku di Rumah Sakit Atma Jaya pada periode ini.
Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaiki kekurangan referat ini di kemudian hari. Penulis juga memohon maaf jika
terdapat kata-kata penulis yang kurang berkenan. Akhir kata, penulis berharap agar referat ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Atas perhatian yang diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih.

Penulis

i
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
Jakarta, 23 Desember 2017
ABSTRAK
Penggunaan dan Pemilihan Obat Psikotropika pada Ibu Hamil
Oleh : Vito Masagus Junaidy

Latar Belakang: Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu
dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman.. Kesehatan ibu
hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit
tersebut. Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa
kehamilan. Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau
gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen
pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar.
Gangguan kejiwaan dapat terjadi selama periode kehamilan, dan merupakan keadaan yang
berpotensi mengancam jiwa, yang dapat diobati dengan obat psikotropika Beberapa obat, seperti
obat psikotropika, selain dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu, dapat memberi efek buruk pada
janin juga.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mencari sumber literatur
melalui source ProQuest, Google Scholar, dan Pubmed. Literatur dipilih dari tahun 2007-2017.
Kesimpulan: Gangguan kejiwaan dapat terjadi selama periode kehamilan, dan merupakan
keadaan yang berpotensi mengancam jiwa, yang dapat diobati dengan obat psikotropika.
Kebanyakan obat psikotropika saat ini diberi peringkat kategori C, yang berarti ada beberapa bukti
potensi risiko bagi janin. Walaupun demikian, pengobatan menggunakan obat psikotropika ini
penting, menimbang manfaatnya yang memberikan stabilitas psikiatri pada pasien dengan
pengobatan lanjutan dan bahaya dari penghentian penggunaan obat tersebut. Penelitian akhir
menemukan kebanyakan obat psikotropika relatif aman untuk digunakan pada kehamilan dan pada
kasus dengan gangguan kejiwaan yang serius, dapat mengancam keselamatan nyawa ibu dan janin
(bunuh diri dan aborsi) apabila tidak diberikan obat psikotropika sesuai yang diindikasikan.

Kata kunci : Obat psikotropika, ibu hamil

ii
FACULTY OF MEDICINE
ATMA JAYA CATHOLIC UNIVERSITY OF INDONESIA
Jakarta, 23th of Desember 2017
ABSTRACT
Use and Selection of Psychotropic Drugs on Pregnant Women
By : Vito Masagus Junaidy

Background: Pregnancy, labor and breastfeeding is a physiological process that needs to be


prepared by women of the fertile couple to be passed safely. Maternal health is an essential
requirement for optimal functioning and the development of both parts of the unit. Drugs can cause
undesirable effects on the fetus during pregnancy. During pregnancy and breastfeeding, a mother
may experience various health problems or complaints that require medication. Many pregnant
women use drugs and supplements during the period of ongoing organogenesis so that the risk of
fetal defects is greater. Psychiatric disorders may occur during pregnancy, and are potentially
life-threatening conditions, which can be treated with psychotropic drugs. Some drugs, such as
psychotropic drugs, in addition to risking maternal health, can adversely affect the fetus as well.
Method: This research uses literature review method by searching source of literature through
source ProQuest, Google Scholar, and Pubmed. Literature selected from 2007-2017.
Conclusions: Psychological disorders can occur during the period of pregnancy, and are
potentially life-threatening conditions, which can be treated with psychotropic drugs. Most
psychotropic drugs are currently ranked Category C, which means there is some evidence of
potential risks to the fetus. However, treatment with these psychotropic drugs is important,
weighing the benefits that provide psychiatric stability in patients with advanced treatment and
the dangers of discontinuing drug use. The final study found that most psychotropic drugs are
relatively safe for use in pregnancy and in cases with serious psychiatric disorders, it can threaten
the safety of maternal and fetal life (suicide and abortion) if no psychotropic drugs are indicated.

Keywords: Psychotropic drugs, pregnant women

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………………..i
Abstrak…………………………………………………………………………………………….ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………….iv
Lampiran Tabel…………………………………………………………………………………...vi
Bab I …………….………………………………………………………………………………...1
1.1 Latar belakang ……………………………………………………………...…………………1
1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………………2
1.3 Manfaat Penulisan……………………………………………………………………………..2
Bab II……………………………………………………………………………………………...3
2.1 Kehamilan……………………………………………………………………………………..3
2.1.1 Pengertian Kehamilan……………………………………………………………………….3
2.1.2 Fisiologi Kehamilan…………………………………………………………………………5
2.1.3 Epidemiologi Ibu Hamil yang Mengalami Gangguan Mental………………………………6
2.2 Obat Psikotropika Pada Kehamilan…………………………………………………………...7
2.2.1 Antipsikotik Terhadap Kehamilan…………....……………………………………………..9
2.2.1.1 Antipsikotik Generasi Pertama (Tipikal)……………………………………………….....9
2.2.1.2 Antipsikotik Generasi Kedua (Atipikal)…………………………………………………10
2.2.1.3 Clozapine………………………………………………………………………………...11
2.2.2 Antidepresi Terhadap Kehamilan………………………………………………………….11
2.2.2.1 Antidepresan Trisiklik (TCA)……………………………………………………………11
2.2.2.2 Selective Serotonine Uptake Inhibitor…………………………………………………...12
2.2.2.3 Monoaminase Oxidase Inhibitor (MAOI)……………………………………………….15
2.2.2.4 Antidepresan yang Lebih Baru…………………………………………………………..15
2.2.2.4.1 Venlafaxine…………………………………………………………………………….15
2.2.2.4.2 Mirtazapine…………………………………………………………………………….16
2.2.2.4.3 Nefazodon, Trazodone, dan Vilazodon………………………………………………..16
2.2.2.4.4 Bupropion……………………………………………………………………………...16
2.2.3 Anticemas Terhadap Kehamilan…………………………………………………………..18
2.2.3.1 Benzodiazepin…………………………………………………………………………...18
2.2.3.2 Gabapentin………………………………………………………………………………19

iv
2.2.3.3 Pregabalin……………………………………………………………………………….19
2.2.3.4 Buspirone………………………………………………………………………………..19
Bab III……………………………………………………………………………………………20
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………21

v
Lampiran Tabel

Tabel 1. Tabel Perkembangan Janin……………………………………………………………....5


Tabel 2. Klasifikasi Obat FDA……………………………………………………………………8
Tabel 3. Rekomendasi Mayor Obat Psikotropika ACOG…………………………………………9
Tabel 4. Komplikasi Potensial Obat Psikotik……………………………………………………11
Tabel 5. Komplikasi Potensial Obat Antidepresan……….……….......…………………………17
Tabel 6. Komplikasi Potensial Obat Anticemas…………………………………………………19

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu
dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa
kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah
persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut. Obat
dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan. Selama
kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan
kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada
periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar.1
Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada
wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi,
mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang
bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat
menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat mengganggu pertumbuhan janin.
Beberapa obat, seperti obat psikotropika, selain dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu,
dapat memberi efek buruk pada janin juga. Selama trimester pertama, obat tersebut dapat
menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu.
Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta.1,2,3
Gangguan kejiwaan dapat terjadi selama periode kehamilan, dan merupakan
keadaan yang berpotensi mengancam jiwa, yang dapat diobati dengan obat psikotropika.
Terdapat beberapa penelitian prospektif yang memeriksa keamanan obat-obat ini selama
kehamilan, dan memiliki hasil klinis yang merekomendasikan bahwa penggunaan beberapa
obat psikotropika dihentikan, terutama pada trimester pertama kehamilan. Resiko terhadap
janin setelah terpapar obat termasuk teratogenesis, komplikasi obstetris, intoksikasi dan
withdrawal pada neonatal, dan sekueledari gangguan perkembangan neurologis jangka
panjang. Food and Drug Administration (FDA) menyatakan kebanyakan psikotropika saat

1
ini diberi peringkat kategori C, yang berarti ada beberapa bukti potensi risiko bagi janin.
Walaupun tingkat resikonya tidak cukup tinggi untuk mencegah penggunaannya bagi wanita
hamil, beberapa obat, bagaimanapun memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi terhadap janin
daripada yang lain. Beberapa obat psikotropika digolongkan dalam kategori X menurut FDA
yang merupakan dikontraindikasikan pengunaannya pada masa kehamilan.2,3
Walaupun demikian, penelitian ini menyatakan bahwa pengobatan menggunakan obat
psikotropika ini penting, menimbang manfaatnya yang memberikan stabilitas psikiatri pada
pasien dengan pengobatan lanjutan dan bahaya dari penghentian penggunaan obat tersebut,
sehingga penggunaan obat psikotropika pada ibu hamil memerukan pertimbangan yang lebih
menyeluruh untuk mempertimbangkan resiko dan manfaat.2,3
Berdasarkan semakin banyaknya bukti yang terkumpul dalam dekade terakhir, penelitian
menemukan kebanyakan obat psikotropika relatif aman untuk digunakan pada kehamilan dan
pada kasus dengan gangguan kejiwaan yang serius, dapat mengancam keselamatan nyawa ibu
dan janin (bunuh diri dan aborsi) apabila tidak diberikan obat psikotropika sesuai yang
diindikasikan. Referat ini menyajikan penelitian terbaru mengenai penelitian ilmiah yang
mengenai efek obat psikotropika pada kehamilan.2,4
1.2.Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dan
pemilihan obat psikotropika (antidepresan, anticemas, dan antipsikotik) yang aman
pada ibu hamil
1.3.Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data terbaru
mengenai penggunaan dan pemilihan obat psikotropika (antidepresan, anticemas,
dan antipsikotik) yang aman pada ibu hamil. Selain itu, referat ini juga diharapkan
dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya yang berkaitan
dengan pemilihan obat psikotropika pada ibu hamil.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan
2.1.1 Pengertian Kehamilan
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan sel
spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi dua
sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi
segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim
(endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan
tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi
sekelompok sel di bagian dalamnya.1
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan
tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu disebut
kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm. Menurut
usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 – 14 minggu,
kehamilan trimester kedua 14 – 28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 – 42 minggu.1,5

3
4
Tabel 1. Tabel Perkembangan Janin
2.1.2 Fisiologi Kehamilan
Perubahan fisiologis terutama terjadi pada sistem gastrointestinal, sistem
kardiovaskular, sistem ginjal, dan sistem lainnya selama kehamilan. Perubahan ini sangat
mempengaruhi proses farmakokinetik penyerapan, distribusi, metabolisme, dan eksresi
obat. Perubahan mulai awal dan terus berfluktuasi sepanjang trimester ketiga,
menghasilkan sekitar 50% peningkatan volume plasma, peningkatan lemak tubuh, dan
peningkatan volume distribusi obat. Aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan
eliminasi obat juga meningkat, dan perubahan aktivasi enzim hati terjadi (misalnya,
aktivitas CYP1A2 menurun; aktivitas CYP2D6 dan peningkatan aktivitas CYP3A).6
Perubahan enzim hati ini, yang sebagian besar tergantung pada hormon, dapat
meningkatkan atau mengurangi pembersihan obat-obatan, dan sangat relevan dengan obat-
obatan psikotropika, termasuk fluoxetine (dimetabolisme oleh CYP2D6) dan metadon
(CYP3A). Semua obat psikotropika dapat berpindah dari ibu ke sistem plasenta, dan
distribusi obat dari ibu ke janin sangat dipengaruhi oleh keputusan klinis mengenai dosis
obat psikotropika pada kehamilan.7,8

5
Sampai sekarang, data untuk membantu memandu keputusan dokter tentang dosis
obat pada kehamilan masih kurang. Bukti yang ada didasarkan terutama pada penelitian
observasional dan, dengan variabilitas antar individu yang tinggi, sehingga harus
diinterpretasikan dengan hati-hati. Dokter dapat bergantung pada perubahan
farmakokinetik pada kehamilan dan beberapa prinsip dasar, termasuk penggunaan dosis
obat yang menguntungkan terendah (dosis yang memberikan manfaat ibu yang memadai
sambil meminimalkan paparan janin), memantau kondisi mental wanita, dan
menyesuaikan dosis obat sesuai kebutuhan.7,8
2.1.3 Epidemiologi Ibu Hamil yang Mengalami Gangguan Mental
Penelitian menyatakan bahwa angka kejadian ibu hamil yang mengalami gangguan
mental sangat beragam, tergantung dengan lingkungan, faktor internal, dan stressor yang
ada. Goebert et al melakukan penelitian yang membandingkan prevalensi gangguan mental
pada ibu hamil dengan ras asia, kauskasia, dan Hawaii asli. Penelitian menyatakan bahwa
skrining yang dilakukan menemukan 35 persen ibu hamil memenuhi kriteria setidaknya
satu gangguan dari ketergantungan alcohol, depresi, dan atau kecemasan. Sebanyak 26
persen berisiko untuk terkena satu kategori gangguan mental. Prevalensi gangguan pada
mental pada ibu hamil menunjukkan angka 5% untuk ketergantungan alkohol, 5% untuk
depresi, dan 13% untuk kecemasan. Selain itu, penelitian menemukan wanita hamil yang
di skrining positif pada kategori berisiko menunjukkan angka 18% untuk ketergantungan
alkohol, 31% untuk depresi, dan 14% untuk kecemasan. Tidak ada perbedaan yang
signifikan secara statistik oleh kelompok etnis untuk masalah kesehatan mental atau
ketergantungan alkohol, depresi, dan kecemasan. Wanita Hawaii asli
melaporkan secara signifikan merokok lebih banyak selama kehamilan bila dibandingkan
dengan wanita Asia dan Kaukasia. Di Indonesia, belum ada penelitian yang menemukan
angka kejadian ibu hami yang mengalami gangguan mental.9,10
Obat Psikotropika
Obat psikotropika adalah zat-zat kimia yang menekan kerja susunan saraf pusat dan
memberikan efek mengkhayal (halusinasi), gangguan cara berpikir, perubahan
emosi/perasaan, dan juga memberikan efek stimulasi (merangsang). Obat psitropika
sendiri dibagi berdasarkan kegunaannya, mencangkup antipsikotik, antidepresi, anticemas.
Antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik, yang mencangkup

6
golongan antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal. Contoh antipsikotik atipikal
meliputi chlorpromazine, haloperidol, fluphenazine, trifluopherazine, dll. Contoh
antipsikotik tipikal meliputi risperidone, olanzapine, quetiapine, aripripazole, clozapine,
dll.
Antidepresi digunakan untuk mengatasi gejala depresi. Obat antidepresi
mencangkup golongan SSRI, SNRI, antidepresan trisiklik, dan MAOi. Contoh obat SSRI
adalah fluoxetine, citalopram, sertraline. Contoh obat SNRI adalah Venlavaxine,
Duloxetine, desvenlavaxine. Contoh obat antidepresan trisiklik meliputi amitriptyline,
desparamine, dll. Contoh obat MAOi mencangkup selegiline, phenalzine, dll.
Anticemas digunakan untuk mengatasi gejala cemas. Anticemas mencangkup
benzodiazepine, gabapentin, pregabalin. Benzodiazepine mencangkup alprazolam,
clonazepam, diazepam, lorazepam, dll.1,2,3,4
2.2 Obat Psikotropika pada kehamilan
Pemilihan obat selama kehamilan adalah hal yang sulit dilakukan karena harus
memperhitungkan risiko dan manfaat pengobatan terhadap ibu dan janin. Risiko dan manfaat ini
kemudian harus dibandingkan lagi dengan penyakit yang sedang diderita pada ibu dan janin . Bila
ibu didiagnosis memiliki penyakit yang mengancam jiwa, pilihan apakah akan meresepkan obat
atau tidak mungkin sudah jelas. Namun, bila ibu memiliki penyakit yang tidak mengancam nyawa,
seperti gangguan kejiwaan, keputusan untuk meresepkan menjadi lebih rumit.1,3,4
Pada bulan Desember 2014, Federal Drug Administration menerbitkan versi terakhir dari
"aturan pelabelan obat pada kehamilan dan laktasi" yang mewajibkan perubahan pada konten dan
format label obat resep selama kehamilan dan menyusui. FDA membagi kategori obat menjadi
beberapa kategori, yang meliputi A, B, C, D, dan X. Penempatan kategori itu dibuat bedasarkan
penelitian-penelitian yang sudah diuji kebasahannya. Kategori A dikategorikan sebagai yang
paling aman, diiukti B, C, D, dan X. N merupakan obat yang belum diklasifikasikan oleh FDA
sampai saat ini. (atau di C, D, atau X tergantung pada faktor risikonya). Selain itu American
College of Obstetrician and Gynecologist (ACOG) juga membagi obat-obat psikotropika yang
aman digunakan atau tidak berdasarkan kuat level penelitiannya. Penelitian paling kuat di labeli
dengan level A, diikuti B, dan C.2

7
Tabel 2. Penjelasan Klasifikasi Obat FDA

8
Tabel 3. Rekomendasi Mayor Obat Psikotropika Oleh ACOG berdasarkan level kekuatan

2.2.1 Antipsikotik terhadap kehamilan

2.2.1.1 Antipsikotik Generasi Pertama (Tipikal)

Antipsikotik tipikal antipsikotik telah tersedia dan sudah digunakan selama lebih
dari 45 tahun. Meskipun penelitian terkontrol terbatas, Antipsikotik Tipikal telah lama
digunakan tanpa efek teratogenik atau efek buruk lainnya pada janin, sehingga obat ini
diperkirakan memiliki profil keselamatan yang lebih baik pada kehamilan
dibandingkan antipsikotik generasi kedua (Atipikal). Meskipun beberapa penelitian

9
terkontrol menyatakan adanya risiko malformasi kongenital minimal terkait dengan
penggunaan antipsikotik tipikal, konsensusnya memiiki data bahwa risikonya
minimal.11,12,13 American College of Obstetricians and gynecologist menyatakan tidak
ada efek teratogenik yang signifikan pada penggunaan klorpromazin, haloperidol, dan
perphenazine. American College of Obstetricians and gynecologist juga berpendapat
bahwa penggunaan trifluoperazine dan perphenazine mungkin memiliki potensi
teratogenik yang terbatas. Dewasa ini, paparan antipsikotik tipikal terhadap janin
dikaitkan dengan peningkatan risiko persalinan prematur, dibandingkan dengan
antipsikotik atipikal pada penelitan kohort yang melibatkan kedua kelompok wanita.
(0,54, 0,33 sampai 0,87). Paparan pada trimester ketiga telah dikaitkan dengan gejala
ekstrapiramidal sementara dan gejala withdrawal.13,14
Pada tahun 2011 FDA mengeluarkan panduan obat untuk semua antipsikotik terkait
potensi risiko pergerakan otot abnormal dan gejala withdrawal pada bayi yang terpapar.
Pedoman dari American Academy of Pediatrics merekomendasikan penggunaan
antipsikotik atipikal potensi tinggi untuk meminimalkan efek antikolinergik, hipotensi,
dan antihistaminergik. Sebagai contoh, hipotensi postural dapat terjadi dengan
antipsikotik potensial rendah, terutama selama pertengahan kehamilan, yang
memerlukan pemantauan tekanan darah secara ketat. Pedoman ini juga
merekomendasikan penggunaan antipsikotik injeksi karena tidak fleksibel dalam
pengaturan dosis dan untuk membatasi paparan berkepanjangan obat-obatan dengan
efek toksik potensial terhadap janin.15
2.2.1.2 Antipsikotik Generasi Kedua (Atipikal)
Penelitian menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal tidak lebih aman digunakan
pada kehamilan daripada antipsikotik tipikal. antipsikotik tipikal yang dipelajari
dengan baik adalah olanzapine. Data surveilans kehamilan keselamatan global pada
olanzapine tidak menunjukkan perbedaan hasil dibandingkan dengan populasi umum.
Meskipun begitu, ada kekhawatiran bahwa paparan obat atipikal yang lebih baru
terhadap janin dapat meningkatkan berat badan lahir bayi dan risiko lahir besar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat atipikal selama kehamilan
berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya hipoglikemia.15,16

10
2.2.1.3 Clozapine
Clozapine telah dikaitkan dengan floppy baby syndrome dan dianjurkan
agar bayi yang terpapar dengan clozapine dipantau secara mingguan untuk melihat
ada atau tidaknya agranulositosis selama 6 bulan pertama kehidupan.15

Tabel 4. Komplikasi Potensial Obat Psikotik

2.2.2 Antidepresi terhadap kehamilan

2.2.2.1 Antidepresan Trisiklik (TCA)


Antidepresan trisiklik dikaitkan dengan resiko terjadinya keguguran
kandungan. Secara umum, kebanyakan laporan kasus. tidak mendukung
peningkatan risiko keguguran setelah penggunaan antidepresan, melainkan untuk
menilai risiko SSRI dibandingkan dengan TCA.
Penelitian-penelitian prospektif telah memeriksa risiko malformasi organ pada

11
lebih dari 400 kasus trimester pertama yang terpapar dengan TCA. Data gabungan
dari penelitian ini menentang temuan penelitian terdahulu yang menunjukkan
terdapat hubungan antara paparan TCA pada trimester pertama memungkinkan
terjadinya malformasi anggota badan. Di antara TCA, desipramine dan
nortriptyline lebih disukai karena efeknya yang kurang antikolinergik dan paling
tidak menginduksi hipotensi ortostatik yang terjadi selama kehamilan.17,18
Penelitian lainnya juga menunjukkan hubungan toksik TCA pada
kehamilan. Efek toksisitas TCA pada neonatal seperti withdrawal syndrome
dengan gejala khas jitteriness, iritabel, dan yang kurang umum, kejang juga di
teliti. Withdrawal Kejang hanya dilaporkan pada penggunaan clomipramine.
Gejala ini dinamai dengan sindrom adaptasi pasca kelahiran (PNAS). Laporan yang
lebih baru menunjukkan bahwa dari semua bayi yang terpapar TCA selama masa
kehamilan, 20-50% mengembangkan PNAS, Selain itu, efek toksisitas TCA pada
neonatal juga dikaitkan dengan efek antikolinergik TCA, seperti gejala obstruksi
usus, obstruksi dan retensi saluran kemih juga telah dilaporkan.2
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa terdapat perubahan fungsi
neurotransmiter setelah terpapar TCA. Akan tetapi, Temuan ini masih belum
dapat untuk diekstrapolasikan ke manusia. Data penelitian mengenai kelainan
saraf setelah terpapar fluoxetine atau TCA selama kehamilan terbatas namun
meyakinkan. Penelitian Nulman et al. menyimpulkan tidak ada perbedaan
signifikan dalam IQ, temperamen, perilaku, reaktivitas, mood, distractibility, atau
tingkat aktivitas antara anak yang terpapar TCA dan tidak. Penelitian yang lebih
baru dari kelompok yang sama, pada anak yang selama masa kehamilannya
terpapar fluoxetine atau TCA menghasilkan hasil yang serupa.2,17,18
2.2.2.2 Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
Penelitian mengenai keamanan SSRI pada kehamilan telah menunjukkan
perubahan pada temuan dalam literatur yang dilaporkan sebelum dan sesudah
tahun 2005. Sebagian besar penelitian yang dilakukan sebelum tahun 2005
melaporkan tidak ada hubungan signifikan antara penggunaan SSRI (terutama

12
fluoxetine) dengan kehamilan yang terganggu.18 Literatur yang dilaporkan setelah
tahun 2005 telah menemukan beberapa hubungannya. Namun, beberapa
penelitian menjelaskan kenaikan kecil aborsi spontan di pada wanita yang diobati
selama trimester pertama kehamilan dengan SSRI atau dengan inhibitor reuptake
norepinephrine selektif (SNRI).19
Selain itu, penelitian juga menemukan efek potensi teratogenik pada
penggunaan SSRI. Penelitian telah mengevaluasi tingkat malformasi kongenital
pada sekitar 1100 bayi yang terpapar fluoxetine. Hasilnya menyatakan tidak
terdapat peningkatan risiko malformasi kongenital pada penggunaan SSRI selama
kehamilan. Chambers et al. mencatat peningkatan risiko terjadinya malformasi
ringan pada bayi yang selama masa kandungannya terpajan fluoxetine. Tetapi,
penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan metodologis seperti usia dan
paparan terhadap obat lain pada kelompok wanita dan kontrol yang terpapar
fluoxetine. Data yang dikumpulkan dari lebih dari 2.500 kasus mengindikasikan
tidak ada peningkatan risiko malformasi kongenital mayor pada janin yang
terpapar fluoxetine. Selain itu, sebuah meta-analisis menggabungkan studi
paparan TCA dan SSRI pada janin juga tidak menunjukkan peningkatan risiko
malformasi kongenital. Satu studi prospektif dari 531 bayi dengan paparan
trimester pertama terhadap SSRI (sebagian besar citalopram, n = 375) tidak
menunjukkan peningkatan risiko malformasi organ. Kulin dkk melaporkan hasil
penelitian pada janin yang terpapar fluvoxamine (n = 26), paroxetine (n = 97), dan
sertraline (n = 147) bahwa Hasil kehamilan tidak terdapat perbedaan pada
kelompok yang terpapar maupun tidak terpapar dalam konteks terjadinya resiko
malformasi. Berat lahir dan usia kehamilan sama pada kedua kelompok. Data
terbaru melaporkan temuan yang tidak konsisten pada penggunaan SSRI dan
risiko malformasi kongenital. Dua studi Alwan dkk. dan Louik dkk. telah
menghubungkan penggunaan obat SSRI dengan malformasi yang langka,
namun kedua penelitian tersebut memiliki batasan recall bias yang tinggi.3,18,19,20
Paroxetine telah muncul sebagai salah satu SSRI yang paling terkenal

13
dalam hal risiko malformasi selama kehamilan. Beberapa penelitian walaupun
tidak semua telah menemukan hubungan antara paparan paroxetine prenatal dan
peningkatan risiko malformasi kongenital (defek septum atrium dan ventrikel ),
namun kausalitas dan besarnya risiko itu tidak jelas. Sebuah meta-analisis baru-
baru ini menemukan bahwa paroxetine dikaitkan dengan peningkatan risiko
kelainan jantung 1,7 kali lipat. Temuan ini menuai kritik karena keterbatasan
metodologi penelitian yang dipublikasikan.3,4,21
Laporan kasus dan studi prospektif telah menggambarkan komplikasi
perinatal pada janin yang terpapar fluoxetine, seperti adaptasi neonatal yang
buruk, gangguan pernapasan, masalah akan, dan kegelisahan. Dalam sampel
prospektif yang dipastikan paparan paroxetine secara langsung terhadap
persalinan (kisaran dosis 10-60 mg, median 20 mg), 22% (n = 12) mengalami
komplikasi yang memerlukan perawatan intensif. Gejala yang paling umum
termasuk distres pernapasan (n = 9), hipoglikemia (n = 2), dan ikterus (n = 1),
semuanya diselesaikan selama 1-2 minggu tanpa intervensi spesifik. Meskipun
terjadi pertentangan dalam beberapa penelitian, data secara keseluruhan
menunjukkan bahwa PNAS dapat terjadi pada neonatus yang terpapar SSRI dan
SNRI, namun paling sering dilaporkan setelah terpapar paroxetine, fluoxetine, dan
venlafaxine.3,4,21
Hubungan utama lainnya dengan paparan SSRI adalah risiko hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (PPHN). Berbagai studi prospektif dan
studi kasus kontrol menemukan bahwa beberapa SSRI berperan dalam risiko
pengembangan PPHN, termasuk fluoxetine, paroxetine, TCA, monoamine oxidase
inhibitor (MAOI) dan SNRI. Pada tahun 2006, berdasarkan data yang dilaporkan
saat itu, FDA menerbitkan panduan mengenai peningkatan risiko PPHN terkait
dengan penggunaan SSRI setelah minggu ke 20 kehamilan. Hal Ini dicabut pada
bulan Desember 2011 karena tidak cukup bukti bahwa paparan antidepresan
selama kehamilan menyebabkan PPHN.3,4,21

14
Penelitian lain mengevaluasi sekuele neurologis jangka panjang dari
paparan fluoxetine selama kehamilan dan tidak menemukan efeknya pada kognisi
dan perkembangan bahasa. Penelitian lainnya menindaklanjuti 31 bayi yang
terpapar SSRI selama masa kandungan. Hasilnya menunjukkan pada rentang usia
6-40 bulan memiliki skor yang lebih rendah pada indeks pengembangan
psikomotor Bayley. Studi yang lebih baru menghubungkan paparan SSRI dan MAOI
terhadap janin mengenai peningkatan risiko gangguan spektrum autisme,
terutama tanpa disabilitas intelektual. Data ini berasal dari studi kasus-kontrol
berbasis populasi Swedia dengan kasus kelainan spektrum autisme. Hasil serupa
diperoleh pada penelitian hewan pengerat baru-baru ini.16
2.2.2.3 Monoamine oxidase inhibitor (MAOI)
Penelitian paparan MAOI pada janin menemukan risiko relatif 3,4x lebih
bsesar untuk terjadi malformasi kongenital. Sebaliknya, laporan kasus
penggunaan fenelzine selama kehamilan menemukan hasil yang baik bagi ibu dan
bayinya. Dalam beberapa studi yang lebih baru, MAOI telah dipelajari bersama
dengan SSRI dan SNRI. Salah satu studi kasus kontrol retrospektif tidak
melaporkan kelainan ataupun sesuatu yang buruk pada janin dengan penggunaan
MAOI. Namun, dalam penelitian kohort prospektif berbasis populasi lainnya,
MAOI bersama dengan SSRI lainnya telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
PPHN pada paparan dini masa. Meskipun demikian, MAOI sebaiknya dihindari
pada wanita hamil karena risiko krisis hipertensi.22
2.2.2.4 Antidepresan yang lebih baru
2.2.2.4.1 Venlafaxine
Hanya dua penelitian yang telah mengevaluasi penggunaan
venlafaxin pada kehamilan. Dalam satu penelitian, venlafaxin digunakan
pada 150 wanita, dan kejadian malformasi mayor sebesar 1-3%. Pada
penelitian kedua, 10 subjek yang menerima venlafaxin selama kehamilan
melahirkan bayi yang sehat. Sebuah studi kohort prospektif besar yang
mencakup venlafaxine dan antidepresan non-SSRI lainnya menemukan

15
bahwa prevalensi malformasi jantung jauh di bawah tingkat 0,6%. Pada
kelompok obat antidepresan. Data yang diperoleh dari Swedish Medical
Birth Registry juga tidak menemukan peningkatan risiko malformasi
kongenital setelah terpapar SNRI / SNRI.23,24
2.2.2.4.2 Mirtazapine
Penggunaan mirtazipine pada kehamilan tidak menemukan
komplikasi perinatal atau malformasi kongenital pada bayi. Dalam studi
komparatif prospektif lain, yang bertujuan untuk mengeksplorasi potensi
teratogenik mirtazapine menemukan bahwa hal itu tidak terkait dengan
risiko terjadinya malformasi mayor.23,24
2.2.2.4.3 Nefazodon, Trazodone, dan Vilazodon
Einarson dkk. [119] mengevaluasi efek paparan nefazodon dan
trazodone, terhadap janin dan tidak menemukan perbedaan bermakna
pada jumlah malformasi kongenital mayor. Tidak ada data tentang
vilazodon yang dapat ditemukan.25
2.2.2.4.4 Bupropion
Dalam sebuah penelitian, 136 wanita yang terpapar bupropion
selama trimester pertama kehamilan diteliti dan terdapat 105 kelahiran
hidup tanpa malformasi mayor. Namun, penelitian lainnya dengan sampel
yang kecil memiliki hasil yang berbeda. Data terbaru telah muncul untuk
keamanan bupropion. Penelitian oleh GlaxoSmithKilne melaporkan 3,6%
dan 1,3% bayi yang terpapar bupropion dilaporkan memiliki kelainan
bawaan dan cacat jantung bawaan, masing-masing, dari 1997 sampai
2008. Studi kontrol kasus retrospektif bahwa memeriksa risiko paparan
bupropion 1 bulan sebelum pembuahan sampai 3 bulan setelah
pembuahan menemukan bahwa bayi yang terpapar lebih mungkin
mengalami defek jantung kiri tapi tidak kelainan lainnya (rasio odds [OR] =
2.6; 95% CI: 1.2 -5,7). Sebuah tinjauan baru-baru ini menunjukkan bahwa
bahkan dengan kemungkinan peningkatan kelainan jantung kongenital,

16
risiko absolut dari defek jantung bawaan tetap rendah pada 2,1 / 1000
kelahiran pada bayi yang terpajan bila dibandingkan dengan perkiraan
prevalensi 0,82 / 1000 kelahiran pada populasi umum.23,25

17
Tabel 5. Komplikasi Potensial Obat Antidepresan

2.2.3 Anticemas Terhadap Kehamilan

2.2.3.1 Benzodiazepin
Studi penggunaan benzodiazepin selama kehamilan telah menghasilkan hasil yang
kontradiktif dan kontroversial. Penggunaan Benzodiazepin selama kehamilan dikaitkan
dengan laporan kasus toksisitas perinatal, termasuk disregulasi suhu, apnea, penurunan
skor Apgar, hipotonia, dan poor feeding. Selain itu, penelitian tedahulu mengidentifikasi
peningkatan risiko terjadinya cacat mulut sumbing. Namun, penelitian prospektif dan
retrospektif yang lebih baru menunjukkan tidak ada peningkatan risiko bibir sumbing
dengan penggunaan benzodiazepin pada kehamilan. Berdasarkan data kesehatan berbasis
populasi, bayi yang terpapar SSRI kombinasi dengan benzodiazepin mungkin memiliki
kejadian lebih tinggi terjadinya kelainan jantung bawaan, bahkan ketika telah
mengendalikan karakteristik penyakit ibu (rasio odds yang disesuaikan 1.18, 0,18-2,18).
Bila mempertimbangkan risiko dan manfaat benzodiazepin, dokter juga harus
mempertimbangkan risiko insomnia dan kecemasan pada kehamilan, yang dapat
menyebabkan efek fisiologis seperti penurunan tingkat perawatan diri, mood yang
memburuk, dan gangguan fungsi. Mengingat konsekuensi gejala psikiatri yang tidak
diobati dan risiko terbatas dan kontroversial yang terkait dengan penggunaan

18
benzodiazepin, beberapa wanita dengan gejala kecemasan yang berlebihan atau gangguan
tidur mungkin mendapati bahwa manfaatnya lebih besar daripada risiko teoritis lainnya.25
2.2.3.2 Gabapentin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan risiko malformasi
kongenital mayor dengan penggunaan gabapentin. Studi yang lebih baru yang diterbitkan
pada tahun 2013 juga menemukan tidak ada peningkatan risiko malformasi namun
menemukan tingkat kelahiran prematur yang lebih tinggi, berat lahir rendah, dan resiko
penggunaan NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Secara umum, walaupun tidak disetujui
untuk pengobatan kecemasan, gabapentin dianggap sebagai alternatif yang aman untuk
penanganan gejala kecemasan selama kehamilan.22,23
2.2.3.3 Pregabalin
Seperti gabapentin, pregabalin tidak disetujui untuk pengobatan kecemasan namun
bermanfaat secara klinis dalam mengurangi gejala kecemasan. Penelitian mengenai obat
ini masih sangat terbatas, akan tetapi sampai sekarang belum ditemukan bahwa
penggunaan obat ini dapat meningkatkan resiko malformasi.22,23
2.2.3.3 Buspirone
Penelitian pada reproduksi hewan menunjukkan tidak terdapat resiko teratogenesis, tetapi
belum ada data untuk penelitian pada manusia.22,23

Tabel 6. Komplikasi Potensial Obat Anticemas

19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Gangguan kejiwaan dapat terjadi selama periode kehamilan, dan merupakan keadaan yang
berpotensi mengancam jiwa, yang dapat diobati dengan obat psikotropika. Food and Drug
Administration (FDA) menyatakan kebanyakan psikotropika saat ini diberi peringkat kategori C,
yang berarti ada beberapa bukti potensi risiko bagi janin. Walaupun tingkat resikonya tidak cukup
tinggi untuk mencegah penggunaannya bagi wanita hamil, beberapa obat, bagaimanapun memiliki
tingkat risiko yang lebih tinggi terhadap janin daripada yang lain.
Walaupun demikian, pengobatan menggunakan obat psikotropika ini penting, menimbang
manfaatnya yang memberikan stabilitas psikiatri pada pasien dengan pengobatan lanjutan dan
bahaya dari penghentian penggunaan obat tersebut. Berdasarkan semakin banyaknya bukti yang
terkumpul dalam dekade terakhir, penelitian menemukan kebanyakan obat psikotropika relatif
aman untuk digunakan pada kehamilan dan pada kasus dengan gangguan kejiwaan yang serius,
dapat mengancam keselamatan nyawa ibu dan janin (bunuh diri dan aborsi) apabila tidak diberikan
obat psikotropika sesuai yang diindikasikan.

3.2 Saran

Diharapkan sebagai dokter umum dapat mempertimbangkan apakah manfaat obat yang
diberikan lebih besar daripada resiko yang ada. Sebaiknya dokter menguasai efek samping
potensial dari obat psikotropika yang digunakan pada ibu hamil dengan gangguan jiwa, dan
memberikan pilihan yang tepat berdasarkan fakor resiko pasien., dan dapat mengedukasi pada
keluarga atau pasien mengenai manfaat dan risiko terkait obat tersebut, dan efek samping yang
mungkin muncul.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Pedoman Pelayanan farmasi untuk ibu hamil dan menyusui. Bina Husada. 2008.
2. Chisolm, M. S., & Payne, J. L. (2016). Management of psychotropic drugs during
pregnancy. BMJ : British Medical Journal (Online), 352
3. Shah, A. A., Khawaja, I. S., & Aftab, A. (2015). Are psychotropic drugs safe to use during
pregnancy? Psychiatric Annals, 45(2), 71-76.
4. Stevenson, F., Hamilton, S., Pinfold, V., Walker, C., Dare, C. R. J., Kaur, H., Petersen, I.
(2016). Decisions about the use of psychotropic medication during pregnancy: A
qualitative study. BMJ Open
5. Seeman MV. Gender differences in the prescribing of antipsychotic drugs. Am J Psychiatry
2007;161:1324-33.
6. Pavek P, Ceckova M, Staud F. Variation of drug kinetics in pregnancy. Curr Drug Metab
2009;10:520-9.
7. DeVane CL, Stowe ZN, Donovan JL, et al. Therapeutic drug monitoring of psychoactive
drugs during pregnancy in the genomic era: challenges and opportunities. J
Psychopharmacol 2006;20:54-9.
8. Pearlstein T. Use of psychotropic medication during pregnancy and the postpartum period.
Womens Health (Lond Engl) 2013;9:605-15.
9. Goebert, D., Morland, L., Frattarelli, L., Onoye, J., & Matsu, C. (2007). Mental health
during pregnancy: A study comparing asian, caucasian and native hawaiian women.
Maternal and Child Health Journal, 11(3), 249-55.
10. Prandl, K. J., Rooney, R., & Bishop, B. J. (2012). Mental health of australian women during
pregnancy: Identifying the gaps. Archives of Women's Mental Health, 15(3), 149-54.
11. Gentile S. Antipsychotic therapy during early and late pregnancy. A systematic review.
Schizophr Bull 2010;36:518-44.
12. American College of Obstetricians and Gynecologists. Practice bulletin: clinical
management guidelines for obstetrician-gynecologists number 92, April 2008 (replaces
practice bulletin number 87, November 2007). Use of psychotropic medications during
pregnancy and lactation. Obstet Gynecol 2008;111:1001-20.

21
13. Habermann F, Fritzsche J, Fuhlbruck F, et al. Atypical antipsychotic drugs and pregnancy
outcome: a prospective, cohort study. J Clin Psychopharmacol 2013;33:453-62.
14. Seeman MV. Clinical interventions for women with schizophrenia: pregnancy. Acta
Psychiatr Scand 2013;127:12-22.
15. Brunner E, Falk DM, Jones M, et al. Olanzapine in pregnancy and breastfeeding: a review
of data from global safety surveillance. BMC Pharmacol Toxicol 2013;14:38.
16. Pavek P, Ceckova M, Staud F. Variation of drug kinetics in pregnancy. Curr Drug Metab
2009;10:520-9.
17. Hanley GE, Oberlander TF. The effect of perinatal exposures on the infant: antidepressants
and depression. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2014;28:37-48
18. Byatt N, Deligiannidis KM, Freeman MP. Antidepressant use in pregnancy: a critical
review focused on risks and controversies. Acta Psychiatr Scand 2013;127:94-114. 49
Yonkers KA, Blackwell KA, Glover J, et al. Antidepressant use in pregnant and postpartum
women. Annu Rev Clin Psychol 2014;10:369-92
19. Jimenez-Solem E, Andersen JT, et al. Exposure to selective serotonin reuptake inhibitors
and the risk of congenital malformations: a nationwide cohort study. BMJ Open
2012;2:e00114
20. Dolk H, Jentink J, Loane M, et al; EUROCAT Antiepileptic Drug Working Group. Does
lamotrigine use in pregnancy increase orofacial cleft risk relative to other malformations?
Neurology 2008;71:714-22.
21. Holmes LB, Hernandez-Diaz S. Newer anticonvulsants: lamotrigine, topiramate and
gabapentin. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol 2012;94:599-606.
22. Fujii H, Goel A, Bernard N, et al. Pregnancy outcomes following gabapentin use: results
of a prospective comparative cohort study. Neurology 2013;80:1565-70.
23. American College of Obstetricians and Gynecologists Committee on Health Care for
Underserved Women, American Society of Addiction Medicine. ACOG committee
opinion no. 524: opioid abuse, dependence, and addiction in pregnancy. Obstet Gynecol
2012;119:1070-6.
24. Jones HE, O’Grady KE, Malfi D, et al. Methadone maintenance vs. methadone taper during
pregnancy: maternal and neonatal outcomes. Am J Addict 2008;17:372-86

22
25. Oberlander TF, Warburton W, Misri S, et al. Major congenital malformations following
prenatal exposure to serotonin reuptake inhibitors and benzodiazepines using population-
based health data. Birth Defects Res B Dev Reprod Toxicol 2008;83:68-76.

23

Anda mungkin juga menyukai