Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BIOANORGANIK

Cu SEBAGAI PUSAT DALAM MENGAKTIFKAN PROTEIN OKSIGEN

Makalah ini disusun sebagai syarat menyelesaikan Mata Kuliah Kimia Bio
Anorganik yang diampu oleh Drs. Suhartana, M.Si

Oleh :

Juli Sartika (24030113140117)

Erni Wulandari (24030113140134)

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Cu sebagai Pusat dalam Mengaktifkan Protein Oksigen.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang Cu sebagai Pusat dalam Mengaktifkan
Protein Oksigen. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat
dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya.

Semarang, 11 Mei 2017

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Protein merupakan salah satu bio-makromolekul yang penting
perananya dalammakhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis
besar dapat dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan
struktural dan sebagai mesin yangbekerja pada tingkat molekular. Beberapa
protein struktural, fibrous protein,berfungsi sebagai pelindung, sebagai
contoh a dan b-keratin yang terdapat padakulit, rambut, dan kuku. Sedangkan
protein struktural lain ada juga yang berfungsisebagai perekat, seperti kolagen
Mineral merupakan zat makanan yang jumlahnya relatif sedikit dalam
tubuh, namun demikian zat tersebut merupakan mikronutrien penting dalam
kehidupan. Mineral untuk ternak terdiri dari 15 macam, klasifikasi mineral
secara umum biasanya dibagi dalam tiga golongan, yaitu mineral makro,
mikro dan trace elemen. Yang termasuk golongan mineral-mineral makro
adalah : Kalsium (Ca), Phospor (P), Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium
(Na), Chlorida (Cl) dan Sulfur (S). Mineral-mineral mikro antara lain : Besi
(Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Yodium (I) dan Molibdenum
(Mo). Mineral-mineral yang termasuk trace elemen antara lain : Selenium
(Se) dan Kobalt (Co).
Funsi Cu sebagai bagian dari enzim, mungkin sebagai gugus redoks
(misalnya laktase, fenol oksidase, askorbat oksidase), ikut ambil bagian
dalam proses pengubahan nitrit menjadi hydroxylamine (reduksi nitrit)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakng di atas, adapun rumusan masalahnya sebagai
berikut:
1. Bagaimana peran Cu dalam mengaktifkan protein oksigen?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuannya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peran Cu sebagai pengaktif protein oksigen.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. Tembaga (Cu)
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan
liat. Ia melebur pada 1038C. Karena potensial elektrode standarnya positif
(+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam
sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Ada dua
deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari
tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+.
Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut
dalam air, perilakunya mirip senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasi
menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida,
CuO, hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam
bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam tembaga(II)
anhidrat, seperti tembaga(II) sulfat anhidrat CuSO 4, berwarna putih (atau
sedikit kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo
Cu ada dalam bentuk ion Cu2+ dalam larutan tanah dan diserap tanaman
dalam bentuk tersebut. Cu2+ mudah tereduksi menjadi Cu+ dan bentuk ini
mudah terikat dengan oksigen. Jadi Cu berasusiasi dengan enzim ketika
oksigen digunakan langsung untuk mengoksidasi substrat (misalnya ensim
asam askorbat oksidase). Cu merupakan komponan plastosianin, suatu protein
yang terlibat dalam transfer elektron pada fotosintesis. Cu mudah berkelasi
membentuk komplek protein dan terlibat dengan enzim yang mensitesis lignin.
Secara tidak langsung, Cu berperan penting dalam fiksasi nitrogen berperan
penting dalam mempelihara sitokrom oksidase dan ketika aktivitas sitokrom
oksidase ini menurun, kadar oksigen meningkat dalam bintil dan menghambat
fiksasi nitrogen. Kelebihan kadar Cu menghambat fotosinteis. Ini dapat diatasi
dengan penambahan mangan.
Tembaga memiliki peran penting dalam sejumlah enzim tumbuhan dan
hewan, termasuk sitokrom c oksidase yang berpusatkan tembaga dan
enzim superoksida dismutase (mengandungi tembaga dan zink). Terutama
mereka yang terlibat dalam katalisis transfer elektron dan dalam transportasi
dioksigen dan katalisis reaksinya. Protein tembaga biru yang terlibat dalam
pengangkutan elektron termasuklah azurin dan plastosianin. Nama tembaga
biru berasal daripada warna biru kuat yang terhasil akibat jalur penyerapan
pengangkutan cas ligan ke logam sekitar 600 nm. Dalam reaksi oksigenasi
yaitu tirosinase, oksidase askorbat, dan untuk transportasi oksigen
(hemocyanin). Sebagian besar pusat tembaga aktif biologis ditemukan dalam
protein luar sel atau vesikel.

B. Protein
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling
utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadangkala sulfur serta fosfor. Protein
berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein
lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein
yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem
kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon,
sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara.
Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino
bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut
(heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain
poliskarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama
makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling
banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jons Jakob berzelius
pada tahun 1838.

Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik


yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan
bagi translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih
mentah, hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme
pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.

C. Enzim

Enzim adalah biomolekul berupa protein berbentuk bulat (globular),


yang terdiri atas satu rantai polipeptida atau lebih dari satu rantai polipeptida
(Wirahadikusumah, 1989). Enzim berfungsi sebagai katalis atau senyawa
yang dapat mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi. Dengan adanya
enzim, molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya
menjadi molekul lain yang disebut produk (Smith, 1997; Grisham et al.,
1999). Keunggulan enzim sebagai biokatalisator antara lain memiliki
spesifitas tinggi, mempercepat reaksi kimia tanpa pembentukkan produk
samping, produktivitas tinggi dan dapat menghasilkan produk akhir yang
tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi dan efek
kerusakan lingkungan (Chaplin and Bucke, 1990).

1. Klasifikasi enzim
Klasifikasi enzim dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Endoenzim, disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang
bekerja di dalam sel.
2) Eksoenzim, disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang
bekerja di luar sel.

b) Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu:


1) Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi
kadar substratnya, misalnya enzim amilase.
2) Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang
oleh adanya substrat, contohnya enzim -galaktosidase yang
dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam
medium yang mengandung laktosa (Lehninger, 1982).

2. Sifat katalitik enzim


Sifat-sifat katalitik dari enzim ialah sebagai berikut:
a) Enzim mampu meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa
(fisiologik) dari tekanan, suhu dan pH.
b) Enzim mempunyai selektifitas tinggi terhadap substrat (substansi
yang mengalami perubahan kimia setelah bercampur dengan
enzim) dan jenis reaksi yang dikatalisis.
c) Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang tinggi dibanding
dengan katalis biasa (Page, 1989).
3. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai
berikut:
a) Suhu
Enzim dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel
hidup. Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis
enzim akan meningkat seiring dengan naiknya suhu. Reaksi yang paling
cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 1987). Suhu yang terlalu tinggi
akan menyebabkan enzim terdenaturasi (Poedjiadi, 1994). Pada suhu 0 oC,
enzim menjadi tidak aktif dan dapat kembali aktif pada suhu normal (Lay
dan Sugyo, 1992).
Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu (Rodwell, 1987).

b) pH
Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai
konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama gugus terminal
karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan
merupakan akibat dari perubahan pH lingkungan (Winarno, 1989). Hubungan
kecepatan reaksi dengan pH ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH (Winarno, 1989)

c) Konsentrasi enzim
Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan meningkat hingga
batas konsentrasi tertentu. Namun, hasil hidrolisis substrat akan konstan dengan
naiknya konsentrasi enzim. Hal ini disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif
lagi (Reed, 1975). Hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi enzim
ditunjukkan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi enzim (Reed, 1975).

d) Konsentrasi substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat.
Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat.
Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas
yang pada akhirnya penambahan konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan
kecepatan reaksi (Lehninger, 1982).

e) Aktivator dan inhibitor


Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah
senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen
kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa
ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula sebagai molekul
organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 1997).
Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu
yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah
dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan
substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989).

D. Sitikrom Oksidase

Sitokrom oksidasi (kompleks IV) adalah kompleks protein yang mengkatalisis 4


elektron reduksi O2 membentuk H2O.Kompleks spanning membran pada mammalia
biasanya mengandung 6 dan 13 sub units tergantung pada spesienya.Dan juga
mengandung dua atom tembaga disamping atom besi heme pada sitokrom a dan a 3.
Atom dari sitokrom a dan a3. ( Atom tembaga bergantian antara biloks +1 dan +2 , Cu +
dan Cu2+.) Atom besi pada cyt a3 yang erat terkait dengan atom tembaga disebut
sebagai CuB . Atom tembaga lainnya (CuA) dekat jaraknya dari heme pada cyt a.
Sitokrom c, sebuah protein yang secra longgar melekat pada membran bagian dalam
di permukaan luarnya, mentransfer elektron satu per satu ke cyt a dan Cu A. Elektron
tersebut kemudian disumbangkan untuk cyt a3 dan CuB, yang terjadi pada matriks
(dalam) sisi membran. Shuttle elektron ini memungkinkan 4 elektron dan 4 proton
dikirimkan ke molekul dioksigen terikat ke cyt a 3-Fe2 +. Dua molekul air terbentuk
dan meninggalkan sisi tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Peran Cu dalam Mengaktifkan Protein Oksigen


Dalam beberapa penelitian telah menghasilkan kombinasi seperti Cu-center
lainnya seperti CuAdan CuB pada sitokrom oksidase . Cu center dalam center
nonenzim, transport dan penyerapan protein lebih banyak terkoordinasi oleh
residu sistein yang memiliki beragam peran dalam transportasi elektron biologis
dan transportasi oksigen,
Cu sebagai pusat dalam protein ada tiga tipe, yaitu tembaga pusat blue,
Tembaga pusat tipe 2 dan tipe 3 dalam protein pengaktif O 2: Transport oksigen
dan Oksigenasi, tembaga protein sebagai reduktor dan oksidator.
Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan
dari tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu +.
Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut
dalam air, perilakunya mirip senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasi menjadi
senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO,
hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk
hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam tembaga(II) anhidrat,
seperti tembaga(II) sulfat anhidrat CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning).
Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo.
Tembaga memiliki elektron s tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini agak
kurang umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat
oksidasi +1. Kulit d yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam
melindungi elektron s dalam muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama
Cu lebih tinggi daripada golongan alkali. Karena elektron-elektron pada kulit d
juga dilibatkan dalam ikatan logam, panas penyubliman dan titik leleh tembaga
juga jauh lebih tinggi daripada alkali. Faktor-faktor ini bertanggung jawab bagi
sifat lebih mulia tembaga. Pengaruhnya adalah membuat lebih kovalen dan
memberi energi kisi yang lebih tinggi.Logam tembaga termasuk golongan transisi
yang mempunyai kemampuan untuk membentuk senyawa kompleks dengan
anion atau molekul netral yang memiliki pasangan elektron bebas.

Dalam hal kompleks dari logam Cu, terdapat beberapa macam bilangan koordinasi
yang dapat dibentuk oleh logam ini dengan ligan, yaitu:
1. Bilangan Koordinasi 2 dimana struktur molekulnya yang lazim adalah linear,
contoh: ion diklorokuprat(I) [CuCl2]-, ion dibromokuprat(I) [CuBr2]-,
karbonilklorotembaga(I) [Cu(CO)Cl], Kalium disianokuprat(I) K[Cu(CN) 2], ion
diaminatembaga(I) [Cu(NH3)2]+.
2. Bilangan Koordinasi 3 dengan struktur molekulnya yang lazim adalah trigonal
planar, contoh: ion triklorokuprat(I) [CuCl3]2-, ion trinitratokuprat(II) [Cu(NO3)3]-,
klorobis(trisikloheksilfosfina)tembaga(I) [CuCl(Pcy3)2].
3. Bilangan Koordinasi 4 dengan struktur molekulnya yang lazim adalah tetrahedral
atau bujur sangkar, contoh: ion tetrasianokuprat(I) [Cu(CN)4]3-, amonium
tetraklorokuprat(II) (NH4)2[CuCl4], cesium tetraklorokuprat(II) Cs2[CuCl4],
cesium tetrabromokuprat(II) Cs2[CuBr4], ion tetraaminatembaga(II) [Cu(NH3)4]2+
4. Bilangan Koordinasi 5 dengan struktur molekulnya yang lazim adalah trigonal
bipiramidal, contoh: ion pentaklorokuprat(II) [CuCl5]3-
5. Bilangan Koordinasi 6 dengan struktur molekulnya yang lazim adalah oktahedral,
contoh: ion heksaakuotembaga(II) [Cu(H2O)6]2+, ion heksaaminatembaga (II)
[Cu(NH3)6]2+, ion tris(etilenadiamina)tembaga(II) [Cu(en)3]2+, kalium
heksafluorokuprat(III) K3[CuF6], dan cesium heksafluorokuprat(IV) Cs2[CuF6].

Pusat tembaga di oksidase biru multicopper telah diklasifikasikan menjadi tiga


kelompok. Klasifikasi ini dapat diperluas dengan mencakup protein tembaga lainnya.
1. Tipe I
Merupakan pusat tembaga yang bertanggung jawab untuk warna biru
dari oksidase biru dan transfer electron pada protein. Tembaga tipe ini
memiliki sebuahband penyerapan yang intens didekat 600 nm dengan koefisien
serapannya sekitar 100 kali lebih besar dari yang biasa koordinasi
kompleks CuII, bersama dengan serapan lain sekitar 450 dan750nm.
2. Tipe II
Pusat ini, hadir dalam oksidase biru multicopper, mirip dengan bentuk
geometri tetragonal yang ditemukan di kompleks koordinasi sederhana dari
tembaga. Ini adalah ESR-aktif dan memiliki sebuah spectra d-d normal,
yang sulit diukur dengan adanya tipe I karena serapannya yang
intens. Tembaga non-biru dioksidase sering dianggap sebagai tipe 2 tembaga,
walaupun hal ini tidak ditunjukkan oleh definisi aslinya.
Cu ada dalam bentuk ion Cu2+ dalam larutan tanah dan diserap tanaman dalam
bentuk tersebut. Cu2+ mudah tereduksi menjadi Cu+ dan bentuk ini mudah terikat
dengan oksigen. Jadi Cu berasusiasi dengan ensim ketika oksigen digunakan
langsung untuk mengoksidasi substrat (misalnya ensim asam askorbat oksidase).
Cu merupakan komponan plastosianin, suatu protein yang terlibat dalam transfer
elektron pada fotosintesis. Cu mudah berkelasi membentuk komplek protein dan
terlibat dengan ensim yang mensitesis lignin. Secara tidak langsung, , kadar
oksigen meningkat dalam bintil dan menghambat fiksasi nitrogen.
Kelebihan kadar Cu menghambat fotosinteis. Ini dapat diatasi dengan
penambahan mangan. Cu berperan penting dalam fiksasi nitrogen berperan
penting dalam mempelihara sitokrom oksidase dan ketika aktivitas sitokrom
oksidase ini menurun

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.

B. Saran

1. Kelebihan kadar Cu menghambat fotosinteis. Ini dapat diatasi dengan


penambahan mangan. Cu berperan penting dalam fiksasi nitrogen
berperan penting dalam mempelihara sitokrom oksidase dan ketika
aktivitas sitokrom oksidase ini menurun

Anda mungkin juga menyukai