Anda di halaman 1dari 3

www.cerpenmu.

com
www.indonesiancupid.com
Embunku di Atas Karya Tuhan
Cerpen Karangan: Fadli Anas
Kategori: Cerpen Motivasi, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 24 May 2017
Sudut ini membuatku sempit untuk melakukan gerakan-gerakan indahku, arrrgh, kenapa, hanya
aku Tuhan! Hanya aku yang berbeda dengan mereka, lincah, tanpa sadar mereka sekarang
berbicara seenaknya di depanku, aku hanya bisa memaksakan diriku untuk berbaik sangka
terhadap mereka, mencoba selalu menenangkan pikiran dan hatiku saat mereka menginjak batinku
dengan nyaman, apa aku tak berhak seperti mereka Tuhan dengan sudut yang lebih luas yang
bisa membuatku bebas sedikit saja, bukan sudut yang seperti ini, sudut yang sangat sempit ini,
sudut kegagalan yang membuatku lemah dengan keadaan ini aku yang menangis dengan kecewa
yang besar karena kegagalanku, kegagalan yang tak sama dengan kegagalan-kegagalanku yang
pernah aku dapatkan, kali ini aku sendiri, dan detik ini juga aku tak bisa menahan langkah kakiku
yang terus saja mencari kebebasan, mencari damai, tenangnya bagaimana agar bisa sejajar dengan
mereka.
Hari-hariku terasa lebih resah, terpikir kenapa aku tak bisa melangkah sedikit saja lebih jauh dari
mereka, mereka terlalu jauh untuk aku gapai, dan mereka terlalu laju untuk aku kejar, beberapa
minggu ini aku selalu terpikir, kanapa Tuhan tak memberiku izin untuk melanjutkan belajar ke
perguruan tinggi yang besar, hendak ku memasuki jurusan yang aku inginkan terus saja gagal,
walaupun aku sudah beberapa kali mengikuti tes, bahkan bayak perguruan tinggi yang gagal aku
masuki, aku bingung dengan semua ini, hampir semua teman seangkatanku berhasil dalam tes
yang mereka lalui, sejak kegagalanku ini membuatku sangat sedih, sudah 3 bulan lebih aku
terpisah dengan mereka, mereka pantas di sana, di tempat yang mereka inginkan, namun sayang
sifat mereka berubah kepadaku, aku terpojokan saat ini, sedangkan aku yang sudah berada di
perguruan tinggi ini masih ingin pergi mengikuti langkah mereka. Minderku sangat kuat terhadap
teman-temanku yang berada di perguruan tinggi lainnya, mereka selalu merendahkanku ketika
kami berbicara atau reuni di grup sosial media, aku tau aku sekarang di mana dan tak sejajar dengan
mereka, entah kenapa seperti ini, seharusnya ini bisa kuanggap wajar saja, apa memang hatiku
tak bisa terima ini Tuhan keluhku.
Embun yang sejuk namun tanpa warna yang aku kehendaki, Sudah tiga hari aku berada di bumi
perkemahan dengan teman-teman baruku, teman-teman kuliahku, heii.. Ali, kenapa kau murung
saja, rindu dengan kamungmu? Tanya teman akrabku yang baru aku kenal di fakultasku,
Namanya wingga, dia anak yang pertama kali kukenal di fakultasku, walaupun aku menemukan
warna-warna baru bersama teman-teman baruku di sini, namum aku masuh sangat kecewa dengan
sifat teman-teman lamaku, hanya mungkin aku terlalu iri dengan mereka, membuat aku menjadi
sedikit bawa perasaan, sudah selesai sarapan? tanyaku kepada Dewingga yang menghampiriku
tadi, aku tidak ikut sarapan dengan mereka, sama sepertimu banyak yang aku pikirkan entah
kenapa wingga langsung berkata demikian kepadaku, aku bingung melihatnya, bersyukurlah li
kau mesih diberikan banyak kesempatan seperti ini, tidak seperti aku, maksudmu apa wing
berkata demikian? tanyaku kepada wingga, aku mungkin tak bisa melanjutkan belajarku
bersama kalian lagi, tak bisa selesakan ini sampai akhir, dan mungkin ini adalah terakhir buatku
bercerita kepadamu, karena setelah pulang dari bumi perkemahan ini aku akan segera
diberhentikan dari sini, karena aku ingin membantu orangtuaku yang berada di kampung sekarang,
keadaan ekonomi kami sangat kritis, aku sangat sedih, dan ini bukan keputusan orangtuaku di
kampung untuk berhenti ini adalah keputusanku sendiri, karena aku harus membantu mereka di
sana. Wingga adalah temanku bercerita dalam beberapa hari ini, sedikit banyak wingga sudah
kenal denganku dan dengan ceritaku, aku banyak cerita kepadanya tentang sifat teman-teman yang
sudah kuanggap sahabatku yang sangat jauh berubah setelah kami terpisah, kau tau, Tuhan
berikanmu jalan di sini!, bukan di tempat yang kau bayangkan, ini rumahmu sekarang, segala
kemungkinan bisa terjadi di sini, walaupun kau selalu minder dengan sifat sahabat-sahabatmu
sekarang, aku yakin Tuhan ada alasan lain dengan semua ini, begitu juga yang aku alami saat ini,
aku yakin aku bisa menjadi yang terbaik walaupun aku tak disini lagi, walaupun aku berhenti
melangkahkan tujuku untuk sarjana yang aku impikan, namun jika suatu saat Tuhan beri aku
kesempatan seperti ini lagi aku sangat bersyukur dan tak akan kusia-siakan, kau tak boleh berkecil
hati, kau tak perlu kecewa terlalu berlebihan, kau tak boleh hilang semangat, tak akan pernah ada
yang bisa menjamin masa depanmu selain Tuhan, kau milik Tuhan dan kau memiliki Tuhan yang
selalu ada disaat kau membutuhkanNya Sadarkanku dari segala kesah ini, terimakasih wing,
sudah beri aku semangat, entah kapan aku akan berdamai dengan hati, benar katamu, aku harus
segera bersyukur dengan ini semua.
Dua hari setelah kami pulang dari bumi perkemahan itu memang tak pernah lagi kuliat sosok orang
yang selalu memberikanku nasehat itu, dari hati ini terasa sangat sedih, dia tidak berbohong
kepadaku, aku merasa kehilangan teman yang bisa membuatku lebih nyaman, Tuhan maafkan
hambamu yang tak bersyukur dengan yang engkau berikan, Tuhan pertemukan hamba dengan
orang itu lagi, yang membuatku sadar dengan jalan yang sekarang aku jalani ini adalah jalanmu,
dan aku sadar aku sekarang sedang berusaha bergerak di sebuah sudut yang harus kuperluas
ruangnya, aku yang harus berlari di kerimbunan mereka, di duniamu dan di atas semua karyaMu
ini Tuhan, aku akan turus bergerak, terus belajar untuk lebih bersukur hingga kutorehkan sebuah
torehan yang sangat indah di atas karyaMu Tuhan, terimakasih Tuhan kau berikan Embunku lagi
melalui dia sahabatku, salam bagi sahabat.

Anda mungkin juga menyukai