Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

DISUSUN OLEH :
Puguh Dadi Dwi pantara
1611040098

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NES
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2016
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai


akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu
meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso, 2004).
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Ngastiyah, 2007).
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan
fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga
mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. ETIOLOGI
Bangkitan kejang pada anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya :
1. Demam tinggi, dapat disebabkan oleh karena tonsilitis
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak)
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal
4. tonsilitis ostitis media akut,
5. bronchitis,
6. infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas.
7. Faktor presdiposisi kejang demam antara lain riwayat keluarga.

C. TANDA dan GEJALA


1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda tanda motoris: kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh,
umumnya gerakan setipa kejang sama.
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan ajtuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh
b. Kejang mioklonik
Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1
menit
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
D. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 2007), klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman
untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria
Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks
diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple (
lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai
kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat
keluarga.

E. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15
menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate )
yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel
neuoran secara irreversible.
2. Aspirasi
3. Asfiksia

4. Retardasi mentaL
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
F. PATOFISIOLGI

Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel


neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang.

Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit )
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan


hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi.

G. PATHWAYS
Infeksi bakteri rangsang mekanik dan biokimia.
Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

Reaksi inflamasi perubahan konsentrasi ion


di ruang ekstraseluler
Proses demam
Ketidakseimbangan kelainan neurologis
Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal
ATP ASE
Resiko kejang berulang
difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera
Dan diit

Kurang informasi, kondisi kurang dari lebih dari 15 menit


Prognosis/pengobatan 15 menit
Dan perawatan perubahan suplay
Tidak menimbulkan Darah ke otak
Kurang pengetahuan/ gejala sisa
Inefektif
Penatalaksanaan kejang resiko kerusakan sel
Cemas Neuron otak
Cemas

Perfusi jaringan cerebral tidak efektif

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.Magneti resonance imaging
( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
3. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau alirann darah dalam otak.
4. Uji laboratorium
Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
GDA
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah

H. PENATALAKSANAAN
1. Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan
kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan
ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi
melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.

2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan
penunjang

Semua pakaian ketat dibuka


Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu
dilakukan intubasi atau trakeostomi.
Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan
antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak
mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.

Profilaksis jangka panjang


Diberikan pada keadaan :

Epilepsi yang diprovokasi oleh demam


Kejang demam yang mempunyai ciri :
- Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi
perkembangan dan mikrosefali
- Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau diikiuti kelainan
saraf yang sementara atau menetap
- Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
- Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2. Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

II. FOKUS INTERVENSI


1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan

keperawatan
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 37, membran mukosa basah, ndi dalam

batas normal (80-100 x / mnt), nyeri otot hilang.


Intervensi :
a. Berikan kompres (air biasa / kran)
Rsional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan pemindahan panas secara

konduksi.
b. Berikan / anjuran pasien untuk banyak minum 1500 2000 cc/hari (sesuai

toleransi)
Rasional : untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
c. Anjuran keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap

keringat pada klien


Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap

keringan dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.


d. Observasi ntake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam

sekali atau lebih sering.


Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keeimbangan

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan cairan untuk

mengetahui keadaan umum pasien.


e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antiseptik sesuai

program.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh

tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan suhu tubuh pasien.

2. Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang


Tujuan : Perawat mampu mengontrol dan mencegah terjadinya kejang.
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 37,5 C (bayi), 36 37,5 C (anak)
3. Nadi 110 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30 40 x/menit (bayi)
24 28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Intervensi :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak
menyerap keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai profilaksis
3. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbatasan informasi
Tujuan : Pengetahuan: Proses penyakit
Kriteria:
Familiar dengan nama penyakit

Mendeskripsikan proses penyakit

Mendeskripsikan faktor penyebab

Mendeskripsikan faktor resiko

Rencana Tindakan : NIC : Ajarkan proses penyakit


1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran
informasi yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah
wawasan keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang
demam, antara lain :
a. Jangan panik saat kejang
b. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
c. Kepala dimiringkan.
d. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke
mulut.
e. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai
keadaan tenang.
f. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
g. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan health education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari
orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan
kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan
kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan
kejang demam

DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F.
Jakarta : EGC.
Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica
Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,
EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai