Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN MINI PROJECT

Hubungan ASI Eksklusif Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-12
Bulan Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Woha
Tahun 2016

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dokter Internship

OLEH
dr. Rizky Dimasaputra
dr. RR Putri Ayu Hapsari
dr. Riska Adekayanti
dr. Nugraha Arief Pratama

Pembimbing
Dr Ganis

PUSKESMAS WOHA
KABUPATEN BIMA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN 2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu penyebab utama kematian di Indonesia menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1995 adalah kejadian diare. Demikian juga pada tahun 2001,
kejadian diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi seperti pada periode
sebelumnya. Kejadian diare pada bayi dapat disebabkan karena kesalahan dalam
pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan selain ASI ( Air Susu Ibu )
sebelum berusia 4 bulan (Susanti, 2004).
Perilaku tersebut sangat beresiko bagi bayi untuk terkena diare karena alasan
sebagai berikut; (1) pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI,(2)
bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat
diperoleh dari ASI ,(3) adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi sudah
terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan
atau minuman kepada bayi tidak steril. Berbeda dengan makanan padat ataupun susu
formula, ASI bagi bayi merupakan makanan yang paling sempurna. Pemberian ASI
secara dini dan eksklusif sekurang-kurangnya 4-6 bulan akan membantu mencegah
penyakit pada bayi. Hal ini disebabkan karena adanya antibodi penting yang ada
dalam kolostrum dan ASI (dalam jumlah yang sedikit). Selain itu ASI juga selalu
aman dan bersih sehingga sangat kecil kemungkinan bagi kuman penyakit untuk
dapat masuk ke dalam tubuh bayi (Depkes, 2001).
Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pajanan mikroorganisme
patogen maupun zat alergen lainnya masih merupakan masalah. Infeksi
gastrointestinal maupun non gastrointestinal lebih sering ditemukan pada bayi yang
mendapat pengganti air susu ibu (PASI) dibanding dengan yang mendapat air susu
ibu (ASI). Hal ini menandakan bahwa ASI merupakan komponen penting pada sistem
imun mukosa gastrointestinal maupun mukosa lain, karena sebagian besar
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh melalui mukosa (Matondang, dkk, 2008)
Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan para ahli di India dengan
menggunakan ASI donor dari manusia, didapatkan kejadian infeksi lebih sedikit

2
secara bermakna dan tidak terdapat infeksi berat pada kelompok yang diberi ASI
manusia, sedangkan bayi pada kelompok yang tidak mendapat ASI (kontrol) banyak
mengalami diare, pneumonia, sepsis, dan meningitis (Tumbelaka, dkk, 2008).
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi
lebih lanjut mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka
kejadian diare pada bayi umur 0-12 bulan.

1.2 Rumusan Masalah


Adakah hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada
bayi umur 0-12 bulan di Puskesmas Kecamatan Woha?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui adakah hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka
kejadian diare pada bayi umur 0-12 bulan di Puskesmas Kecamatan Woha.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0-12 bulan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini untuk menjadi satu pertimbangan dalam penatalaksanaan hubungan
antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0-12
bulan

3
BAB II
ANALISIS SITUASI

2.1 Keadaan Geografi dan Demografi UPTD Puskesmas Woha


2.1.1 Keadaan Geografi
Puskesmas Woha merupakan salah satu puskesmas yang ada di
Kecamatan Woha merupakan salah satu kecamatan di Wilayah Kabupaten
Bima yang letaknya di Persimpangan kota Bima bagian selatan dengan
luas wilayah 75,25 km2 terdiri dari 15 desa yaitu
a) Desa Tente
b) Desa Naru
c) Desa Nisa
d) Desa Samili
e) Desa Dadibou
f) Desa Risa
g) Desa Kalampa
h) Desa Pandai
i) Desa Waduwani
j) Desa Rabakodo
k) Desa Talabiu
l) Desa Keli
m) Desa Penapali
n) Desa Godo
o) Desa Donggo Bolo

2.1.1.1 Kependudukan
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Woha adalah 89.365
jiwa yang terdiri dari laki-laki 43.866 jiwa, dan perempuan 45.499
jiwa dengan jumlah KK adalah 2.883 secara umum di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Woha menunjukkan bahwa penduduk
perempuan lebih banyak daripada laki-laki

4
2.1.1.2 Keadaan social ekonomi dan tingkat pendidikan
Status social ekonomi penduduk di wilayah UPTD Puskesmas
Woha sebagian sudah cukup baik. Tapi pada umumnya masih
dalam kategori miskin. Untuk pendidikan, pada umumnya
penduduk dalam wilayah UPTD Puskesmas Woha telah
mengenyam pendidikan mulai dari tingkat terendah sampai tingkat
yang lebih tinggi, namun masih ada beberapa orang yang buta
huruf.
2.1.1.3 Batas wilayah kerja UPTD Puskesmas Woha
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Belo
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Monta
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sanggar
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bolo

2.1.2 Keadaan Demografi


Jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Woha sebanyak
sekitar 89.365 jiwa, yang terdiri dari:
2.1.2.1 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
N DESA LAKI PEREMPUAN JUMLAH
O
1 TENTE 1882 3600
2 RABAKODO 1900 3290
3 TALABIU 4041 4765
4 SAMILI 3874 5004
5 KALAMPA 4392 4192
6 DADIBOU 2399 2296
DONGGOBOL
7 2288 1988
O
8 PANDAI 2887 2072
9 RISA 5258 4838
10 KELI 3469 3450
11 TENGA 1790 1323

5
12 NARU 3496 3589
13 NISA 3505 3167
14 WADUWANI 1154 1163
15 PENAPALI 1531 762
JUMLAH 43.866 45.499 89. 365
Tabel 1. Tabel jumlah penduduk menurut jenis kelamin

2.1.2.2 Mata pencaharian masyarakat Kecamatan Woha


1) Petani : 50,28 %
2) Buruh tani : 6,28 %
3) Peternak : 10,8 %
4) Pedagang : 17,10 %
5) Pertukangan : 2,79 %
6) Pegawai Negeri/ABRI : 6,29 %
7) Lain-lain : 5,84 %

2.1.2.3 Agama
1) Islam : 98,83 %
2) Katoli / protestan : 0,07 %
3) Hindu / Budha : 0,02 %

2.1.2.4 Lembaga social


1) K U D : 1
2) L K M D : 15
3) PKK / Dasa Wisma : 15
4) Karang Taruna : 15
5) Kelompok Pengrajin : 6

2.1.2.5 Keadaan sarana ketenagakerjaan

6
No Jenis tenaga Jumlah Standart Kekurangan Keterangan
yang ada Tenaga
1 Dokter umum 1 2 1
2 Dokter Gigi 1 1 1
3 Sarjana Kesehatan 2 3 1 1 org Honda
masyarakat 1 org sukarela
4 Akademi Perawat 36 18 PNS, 2 honda, 16
skrl
5 Bidan 48 16 PNS, 25 SKRL,
7 PTT
6 Perawat kesehatan 1 1 PNS.
7 Perawat gigi 1 1 1 SKRL.
8 Sanitarian 3 4 1 2 PNS, 1 honda, 1
SKRL
9 Analis kesehatan 2 2 1 PNS, 1 PTT.
10 Petugas gizi 4 4 3 PNS, 1 SKRL.
11 Pekarya kesehatan 2 3 1 2 PNS.
12 Tata usaha 3 3 2 PNS, 1 SKRL
13 Petugas farmasi 3 3 2 PNS, 1 PTT.
14 Sopir 2 2 - 1 HONDA, 1
SKRL.
15 Petugas 5 - - 1 PNS, 3 HONDA,
kebersihan 1 SKRL.
dan jaga malam
16 Sarjana Psikologi 1 1 - 1 PNS.
17 S1 Perawat 5 3 PNS, 2 SKRL.
18 Loket 3 1 PNS, 2 SKRL
Tabel 2. Tabel keadaan sarana ketenagakerjaan

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ASI
Air Susu Ibu (ASI) merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, dan garam-garam organik yang dikelurkan oleh kelenjar mamari manusia.
Sebagai satu-satunya makanan alami yang berasal dari ibu, ASI menjadi makanan
terbaik dan sempurna untuk bayi karena mengandung zat gizi sesuai kebutuhan
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Asi mengandung zat gizi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi, yaitu berupa perlindungan terhadap infeksi dan alergi juga
merangsang pertumbuhan system kekebalan. Zat-zat penting untuk kekebalan
tersebut seperti vitamin, karbohidrat, lemak mineral dan lain-lain.
3.1.1 ASI dan Manfaat Kandungan Nutrisinya
Manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi,
aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis
dan aspek penundaan kehamilan
a. ASI merupakan nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang terbaik.
ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu yang melahirkan secara
premature komposisinya akan berbeda dengan ASI yang yang dihasilkan
ibu yang melahirkan cukup bulan. ASI adalah makanan bayi yang paling
sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan
manajemen laktasi secara baik, ASI sebagai makanan tunggal akan
mencukupi kebutuhan tumbuh bayi hingga usia enam bulan (IDIAI, 2008).
b. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat
kekebalan atau daya tahan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, tetapi
kadar zat tersebut dengan cepat akan menurun segera setelah kelahirannya.
Badan bayi baru lahir akan memproduksi sendiri imunoglobulin secara
cukup saat mencapai usia sekitar empat bulan. Pada saat kadar
imunoglobulin dari ibu menurun dan yang dibentuk sendiri oleh tubuh

8
bayi belum mencukupi, terjadilah suatu periode kesenjangan
imunoglobulin pada bayi. Kesenjangan tersebut hanya dapat dihilangkan
atau dikurangi dengan pemberian ASI. Air Susu Ibu merupakan cairan
yang mengandung kekebalan atau daya tahan tubuh sehingga dapat
menjadi pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus dan
jamur (IDIAI, 2008).
c. ASI eksklusif membantu perkembangan anak
Kecerdasan perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat
dengan pertumbuhan otak. Faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan
otak, terutama saat pertumbuhan otak cepat. Lompatan pertumbuhan
pertama atau growth sport sangat penting pada periode inilah
pertumbuhan otak sangat pesat. Nutrisi pada ASI yang tidak ada atau
hanya sedikit terdapat pada susu sapi yaitu taurin, laktosa, hidrat arang,
dan asam lemak ikatan panjang (Prastyo, 2010).
d. Pemberian ASI dapat menurunan risiko kanker payudara (breast cancer).
Ibu yang tidak pernah menyusui menurut American Cancer Society
(2011) berisiko 3,4 kali mengalami kanker payudara. Dengan menyusui
kelejar payudara akan berfungsi secara fisiologis, tetapi pada ibu yang
tidak menyusui kelenjar payudara tidak difungsikan secara maksimal
sehingga dapat memicu pembentukan sel kanker.

3.1.2 ASI dan Kesehatan Saluran Cerna


Saluran cerna merupakan salah satu organ terpenting dalam pertumbuhan,
perkembangan dan kesehatan anak. Saluran cerna memiliki kemampuan sebagai
pintu pertahanan antara bagian dalam dan luar tubuh manusia dan pada saat
system pertahanan tubuh rendah, kekebalan tubuh harus tetap ditingkatkan. ASI
memiliki kelebihan yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
a. Saluran cerna yang sehat
Saluran cerna yang sehat dapat menjalankan fungsinya secara optimal.
Fungsi saluran cerna diawali dengan mengunyah makanan, mendorong

9
makanan ke bagian saluran pencernaan lain (lambung, usus halus dan usus
besar) dan dikeluarkan melalui anus. Saat melewati saluran cerna tersebut,
makanan akan dicerna dan diserap oleh usus halus sehingga dapat digunakan
sebagai sumber nutrisi yang bermanfaat untuk pertumbuhan, perkembangan
dan penunjang kesehatan anak.
Proses maturasi saluran cerna distimulasi oleh ASI yang salah satunya
adalah kolostrum. Karena merupakan proses fisiologis maka menyusui adalah
cara yang optimal untuk memberikan nutrisi kepada bayi.
b. Saluran cerna sebagai organ terpenting
Kurang lebih 80% sel pada saluran cerna menghasilkan antibodi dan 40%
jaringan saluran cerna disusun oleh jaringan limfoid atau dikenal dengan gut
associated lymphoid tissue (GALT) yang merupakan jaringan limfoid terbesar
di dalam tubuh manusia. Seperti diketahui kedua komponen tersebut sangat
berperan dalam sistem imun (pertahanan) tubuh manusia. Di lain pihak,
saluran cerna merupakan organ yang paling terpapar dengan lingkunagn luar
dan merupakan tempat masuknya zat asing ke dalam tubuh, baik berupa
makanan maupun mikroorganisme. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila
saluran cerna dianggap sebagai organ terpenting dalam menciptakan
kesehatan secara keseluruhan. Salah satu hal yang sangat menarik adalah
keberadaan mikroorganisme dan makanan di dalam saluran cerna ternyata
berpengaruh terhadap perkembangan sistem imun saluran cerna manusia.
c. ASI dan gangguan saluran cerna
Penelitian telah membuktikan bahwa oligosakarida yang terkandung di
dalam ASI merupakan komponen anti-infeksi dan anti-alergi. Air susu ibu
dihubungkan dengan kejadian yang rendah dari penyakit infeksi. Proteksi ASI
terhadap infeksi saluran cerna dihubungkan dengan keberadaan mikroflora
saluran cerna. Keberadaan bakteri baik di dalam saluran cerna terbukti oleh
banyak kajian bermanfaat pada diare, baik yang disebabkan oleh infeksi
(bakteri dan virus) maupun untuk pencegahan diare akibat penggunaan
antibiotik. Kadar IgA sekresi yang meningkat akibat masukan ASI
berpengaruh terhadap sistem pertahanan mukosa saluran cerna terhadap

10
infeksi dengan cara menghambat absorpsi antigen. Bayi yang mendapat ASI,
jarang mengalami diare yang berat dan gangguan motilitas saluran cerna
(kembung, regurgitasi, muntah). Bayi juga memperlihatkan pertumbuhan yang
adekuat.
d. ASI dan pola defekasi
Kelebihan kandungan ASI (oligosakarida, laktosa) membuat konsistensi
tinja bayi yang mendapat ASI eksklusif menjadi lebih lunak. Efek ini
menyebabkan bayi yang mendapat ASI eksklusif sangat jarang mengalami
konstipasi, bila ada biasanya pengaruh dari luar (makanan yang dikonsumsi
oleh ibu).

3.1.3 ASI Eksklusif, Cara Pemberian dan Manfaatnya


ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
pendamping (termasuk madu, air gula dan lain-lain) yang dimulai sejak bayi baru
lahir sampai dengan usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif sampai umur 6 bulan
komposisinya sudah memenuhi kebutuhan untuk gizi bayi meskipun tanpa
makanan/minuman pendamping ASI. Hal ini berdasarkan pada beberapa hasil
penelitian yang menemukan bahwa pemberian makanan pendamping ASI justru
akan menyebabkan pengurangan kapasitas lambung bayi dalam menampung
asupan cairan ASI sehingga pemenuhan ASI yang seharusnya dapat maksimal
telah tergantikan oleh makanan pendamping.
ASI sebaiknya diberikan sedini mungkin tanpa terjadwal, hal ini akan
menjamin bahwa bayi akan memperoleh segala keuntungan yang berasal dari
kolostrum. Kolostrum adalah ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari
kelima hingga ketujuh, kolostrum berwarna jernih dan kekuning-kuningan, cairan
ini mengandung zat protein yang kadarnya tinggi serta zat kekebalan, kolostrum
sangat baik untuk bayi di hari hari pertama kelahiran karena ia belum pantas
mendapatkan asupan lain yang memberikan beban bagi kerja ginjalnya.
Cara menyusui bayi yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi,
karena secara alamiah bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering
bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Demikian halnya

11
bayi yang lapar atau bayi kembar, dengan adanya hisapan maka payudara akan
memproduksi ASI lebih banyak, karena semakin kuat hisapannya semakin banyak
ASI yang diproduksi oleh kelenjar di payudara.
Produksi ASI selalu berkesinambungan, setelah payudara memproduksi
dan mengeluarkan ASI yang banyak pada saat meyusui maka akan terasa kosong
dan payudara melunak. Pada keadaan ini ibu tetap tidak akan kekurangan ASI
karena ASI akan terus diproduksi asal bayi tetap menghisap. Dengan demikian,
ibu dapat menyusui bayi secara eksklusif sampai 6 bulan dan tetap memberikan
ASI sampai anak berusia 2 tahun bersama makanan lain.

3.1.4 Komposisi ASI


1. Karbohidrat
Karbohidrat dalam asi yang utama adalah laktosa, yang jumlahnya
berubah-ubah setiap hari menurut kebutuhan tumbuh kembang bayi.
Misalnya hidrat arang dalam kolustrum untuk tiap 100 ml ASI adalah 5,3
gram, dan dalam ASI peralihan 6,24 gram, ASI hari ke 9 adalah 6,72 gram;
ASI hari ke 30 adalah 7 gram.Rasio jumlah laktosa dalam ASI dan PASI
adalah 7:4 yang berarti ASI terasa lebih manis dibandingkan dengan PASI,
kondisi ini menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI dengan baik
cenderung tidak mau minum PASI.
Produk dari laktosa adalah galaktosa dan glukosamin. Galaktosa
merupakan nutrisi vital untuk pertumbuhan jaringan otak dan juga
merupakan nutrisi medulla spinalis, yaitu untuk pembentukan myelin
(pembungkus sel saraf). Laktosa meningkatan penyerapan kalsium dan
magnesium yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang, terutama pada
masa bayi untuk proses pertumbuhan gigi dan perkembangan tulang. Hasil
pengamatan yang dilakukan terhadap bayi yang mendapat ASI Eksklusif
menunjukkan rata-rata pertumbuhan gigi sudah terlihat pada bayi berumur 5
atau 6 bulan, dan gerakkan motorik kasarnya lebih cepat.
Laktosa oleh fermentasi didalam usus akan diubah menjadi asam laktat.
Asam laktat ini membuat suasana diusus menjadi lebih asam, kondisi ini

12
sangat menguntungkan karena akan menghambat pertumbuhan bakteri yang
berbahaya dan menjadikan tempat yang subur bagi bakteri usus yang baik
yaitu lactobacillus bifidus karena proses pertumbuhan dibantu oleh
glucosamine.
2. Protein
Protein dalam ASI merupakan bahan baku pada pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Protein sangat cocok karena unsure protein didalamnya
hampir seluruhnya terserap oleh system pencernaan bayi. Hal ini disebabkan
karena protein ASI merupakan kelompok protein whey, protein yang sangat
halus, lembut, dan mudah dicerna sedangkan komposisi protein yang ada
didalam susu sapi adalah kasein yang kasar, bergumpal dan sangat sukar
dicerna oleh bayi.
3. Lemak
Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang
merupakan lemak kebutuhan sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna
serta mempunyai jumlah yang cukup tinggi. Docosahexaenoic acid (DHA)
dan Arachidonic acid ( AA) merupakan asam lemak tak jenuh rantai panjang
yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA
dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan
kecerdasan anak. Selain itu DHA dan AA dalam tubuh dapat disintesa dari
substansi prekursornya yaitu Asam Linolenat dan Asam Linoleat.
Sumber utama kalori dalam ASI adalah lemak. Walaupun kadar lemak
dalam ASI tinggi tetapi mudah diserap oleh bayi karena trigliserida dalam
ASI lebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase
dalam AS.
4. Mineral
Zat besi dan kalsium didalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil
dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Walaupun jumlah kecil tidak
sebesar susu sapi tetapi dapat diserap secara keseluruhan dalam usus bayi.
Berbeda dengan susu sapi yang jumlahnya tingginamun sebagian besar harus
dibuang melalui system urinaria maupun percernaan karena tidak dapat

13
dicerna. Kadar mineral yang tidak dapat diserap akan memperberat kerja
usus bayi untuk mengeluarkan, mengganggu keseimbangan dalam usus bayi,
dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan yang akan
mengakibatkan kontraksi usus bayi tidak normal sehingga bayi kembung,
gelisah karena konstipasi atau gangguan metabolisme.
5. Vitamin
Vitamin K yang berfungsi sebagai katalisator pada proses pembekuan
darah terdapat dalam ASI dalam jumlah yang cukup. Namun pada minggu 1
usus bayi belum mampu membentuk vitamin K, sedangkan bayi setelah
persalinan mengalami perdarahan perifer yang perlu dibantu dengan
pemberian vitamin K untuk proses pembekuan darah. Dalam ASI, vitamin
A, D, C, ada dalam jumlah yang cukup, sedangkan golongan vitamin B,
kecuali Riboflavin dan Pantotenik sangat kurang. Tetapi tidak perlu
ditambahkan karena bias diperoleh dari menu yang dikonsumsi
6. Kandungan Antibodi
a. Faktor bifidus
Mendukung proses perkembangan bakteri yang menguntungkan
dalam usus bayi untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang merugikan
seperti E.Coli patogen
b. Laktoferin dan Transferin
Mengikat zat besi sehingga zat besi tidak digunakan oleh bakteri
pathogen untuk pertumbuhannya
c. Laktoperoksidase
Bersama dengan peroksidase hydrogen dan ion tiosianat membantu
membunuh streptococcus
d. Immunoglobulin
Memberikan kekebalan terhadap infeksi
e. Lizosim
Memiliki fungsi bakteriostatik terhadap enterobakteri dan bakteri gram
negative
f. Taurin

14
Taurin adalah asam amino dalam ASI yang terbanyak kedua dan tidak
terdapat dalam susu sapi. Berfungsi sebagai neurotransmitter dan
berperan penting dalam maturasi otak bayi.

3.2 Diare
Menurut WHO pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair
(mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam waktu satu hari atau 24 jam.
Berdasarkan waktunya diare dibagi menjadi 2, yaitu
a. Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu waktu berlangsung kurang dari 14
hari, dengan pengeluaran tinja lunak/cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan
darah tanpa diselingi berhenti. Diare ini berlangsung lebih dari 2 hari.
b. Diare kronis adalah diare yang gejala dan tanda sudah berlangsung lebih dari 2
minggu sebelum datang berobat dan sifatnya berulang.

3.2.1 Epidemiologi Diare dan Penyebabnya di Indonesia


Penyakit diare adalah penyebab utama morbiditas dan kematian anak di
negara berkembang, dan penyebab penting kekurangan gizi. Pada tahun 2003
diperkirakan 1.87 juta anak-anak di bawah 5 tahun meninggal karena diare.
Delapan dari 10 kematian ini terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan.
Rata-rata, anak-anak di bawah usia 3 tahun pada negara-negara berkembang
mengalami tiga episode diare setiap tahun. Diare yang terjadi pada banyak
negara, termasuk kolera, juga merupakan penyebab penting morbiditas di
antara anak-anak dan orang dewasa
3.2.2 Patofisiologi dan Gejala Klinis Diare
Menurut Masri (2004), sebagai akibat diare akut maupun kronis akan
terjadi kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hipokalemia dan
sebagainya), gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan
kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah.
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.

15
Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa
yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan
banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan
turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

3.2.3 Tatalaksana Diare Farmakologi dan Non Farmakologi


1. Rencana Terapi A
Terapi A ini untuk balita yang tidak mengalami dehidrasi dan terapi ini
dilakukan di rumah. Terdapat 4 terapi diare yang dilakukan di rumah.
a. Berikan Anak Lebih Banyak Cairan Daripada BIasanya Untuk
Mencegah Dehidrasi
1. Anjurkan menggunakan cairan rumah tangga seperti oralit,
makanan yang cair (seperti sup atau air tajin) dan gunakan oralit
bila tidak ada air matang. (Catatan jika anak berusia < 6 bulan dan
belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air
matang daripada makanan cair.
2. Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan
oralit formula baru
3. Teruskan pemberian larutan ini sehingga diare berhenti
b. Beri Tablet Zinc
1. Dosis zinc untuk anak-anak\
2. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak
telah sembuh dari diare

16
3. Untuk bayi tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI
atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah
atau dilarutkan dalam air matang dan oralit
a. <6bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
b. >6bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
c. Beri Makanan Untuk Mencegah Kurang Gizi
1. Teruskan ASI
2. Jika anak berusia >6 bulan atau telah mendapatkan makanan padat
selain ASI
a. Beri bubur, namun bisa dicampur kacang-kacangan, sayur,
daging atau ikan
b. Untuk menambah kalium berikan sari buah atau pisang halus
c. Berikan makanan yang segar pada anak yaitu dengan memasak
dan menghaluskannya
d. Beri makan anak sedikitnya 6 kali sehari
e. Setelah diare berhenti maka berikan makanan yang sama dan
berikan makanan tambahan selama 2 minggu setiap hari
d. Bawa Anak Kepada Petugas Kesehatan Bila Anak Tidak Membaik
Dalam 3 Hari atau Menderita Keadaan sebagai berikut
1. BAB cair lebih sering
2. Muntah terus
3. Makan dan minum sedikit
4. Demam
5. Tinja berdarah
e. Anak Harus Diberi Oralit di Rumah
1. Sudah melakukan rencana terapi B atau C
2. Diare memburuk

Ketentuan pemberian oralit formula baru:


1. Berikan 2 bungkus oralit formula baru pada ibu

17
2. Oralit formula baru dilarutkan dalam 1 liter air matang untuk 24
jam
3. Oralit diberikan pada anak setiap kali BAB dengan ketentuan
sebagai berikut
Usia <2 tahun : 50-100 ml/BAB
Usia >2 tahun : 100-200 ml/BAB
4. Jika persediaan oralit untuk 24 jam masih tersisa maka sisanya
harus dibuang

2. Rencana Terapi B
Terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi ringan-
sedang. Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan
untuk menentukan jumlah larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan
dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak
diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia
anak.
Umur >4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 24-60 bulan
Berat Badan <6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
ml 200-400 400-700 700-900 900-1400
Table 3. Pemberian cairan pada anak
a. Tunjukkan cara pemberian rehidrasi oral
- Berikan minum sedikit-sedikit
- Berikan rehidrasi oral secara perlahan bila anak muntah, tunggu
dulu 10 menit setelah muntah
- Lanjutkan ASI ketika anak meminta
b. Setelah 4 jam
- Nilai ulang derajat dehidrasi
- Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi
- Beri makan anak
c. Bila harus pulang sebelum rencana terapi B

18
- Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam 3 jam di
rumah
- Berikan oralit untuk rehidrasi oral selama 2 hari
- Kembali ke rencana terapi A
Dehidrasi ringan sedang(3-8%) : 30-80 ml/kgbb/24jam
Dehidrasi berat >9% : 100 ml/kg bb/24 jam
3. Rencana Terapi C
Pengobatan bagi anak-anak dengan dehidrasi berat adalah rehidrasi
intravena. Anak-anak yang masih dapat minum, walaupun dalam kondisi
buruk tetap harus diberikan oralit secara peroral terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan jalur intravena 100 ml/kg cairan RL atau
NacL. Selain itu, ketika anak dapat minum dengan baik, konsumsi larutan
oralit diwajibkan (sekitar 5 ml/kg/jam), yang biasanya dalam waktu 3-4
jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (dewasa).
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam .Bila rehidrasi belum tercapai
pencepat tetesan intravena. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai
lagi penderita mengunakan. Pasien harus dinilai ulang setiap 15-30 menit
sampai denyut a. radialis teraba kuat. Setelah itu, pasien harus dinilai
ulang setidaknya setiap 1 (satu) jam untuk memastikan bahwa hidrasi
membaik. Jika tidak, maka infus harus diberikan lebih cepat.

Jika fasilitas terapi IV tidak tersedia, tetapi dapat diberikan dalam


jangka waktu dekat (yaitu dalam waktu 30 menit), kirimlah anak untuk
pengobatan IV segera. Jika anak dapat minum, berikan ibu beberapa
larutan oralit dan tunjukkan kepadanya cara untuk memberikannya kepada
anaknya selama perjalanan.
4. Suplementasi Zinc
Diberikan pada anak yang terkena diare. Zinc mempunyai fungsi
kekebalan dan fungsi saluran cerna serta untuk proses penyembuhan epitel
usus selama diare
5. Pemberian Antibiotik

19
Pemberian antibiotic selektif sesuai etiologi diare tersebut
a. Dukungan nutrisi
Pemberian makanan bergizi harus diteruskan agar anak yang
menderita diare tidak jatuh kepada keadaan gizi buruk atau kurang.
ASI tetap diberikan pada kasus diare akut dengan frekuensi yang jauh
lebih sering dari biasanya
b. Edukasi
Beri edukasi kepada orangtua balita atau pengasuh apabila dalam
jangka waktu 3 hari tidak ada perubahan ke proses penyembuhan
untuk kembali.
c. Pencegahan
Tindakan dalam pencegahan diare ini antara lain dengan perbaikan
keadaan lingkungan dan sanitasi individu baik. Perbaikan perilaku ibu
terhadap balita seperti pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun,
perbaikan cara menyapih, kebiasaan mencuci tangan sebelum dan
sesudah beraktivitas terutama ketika mengkonsumsi makanan.

3.3 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Diare


Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh
dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah
kelahiran bayi, segera setelah lahir sampai beberapa bulan bayi belum dapat
membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi
membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi
kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tubuh sapat diatasi
apabila bayi mengkonsumsi ASI.
Pemberian ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan
kekebalan pada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan
yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya
zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai
macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada

20
perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 4
bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu
formula biasanya mudah sakit dan sering mengalami problem kesehatan seperti
sakit diare dan lain-lain yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang
diberikan ASI biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan
dan jarang memerlukan perawatan.
Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang menegaskan
tentang manfaat pemberian ASI eksklusif serta dampak negatif pemberian ASI
eksklusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi
terhadap timbulnya penyakit diare.

3.4 Puskesmas
3.4.1 Definisi
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan satuan unit
pelaksanan pelayanan pemerintah dalam rangka meningkatan sarana
pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat khususnya
masyarakat pedesaan yang ada di daerahdaerah terpencil atau pedalaman.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan dalam sistem pelayanan
kesehatan, harus melakukan upaya kesehatan wajib (basic six) dan
beberapa upaya kesehatan pilihan yang disesuaikan dengan kondisi,
kebutuhan, tuntutan, kemampuan, dan inovasi serta kebijakan pemerintah
daerah setempat.
Puskesmas menurut menurut Pedoman Kerja Puskesmas DEPKES-
RI adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran
serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok.
Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) merupakan ujung tombak
dari peranan pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dasar bagi masyarakat luas. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai

21
wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat
dalam wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan perangkat pemerintah
daerah tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja Puskesmas
ditentukan oleh Bupati/Walikota, dengan saran teknis dari kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu
kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas
daerah, keadaan geografik, dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan
bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Sasaran
penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000
penduduk setiap Puskesmas
3.4.2 Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan menyeluruh yang diberikan puskesmas meliputi:
1. Promotif (peningkatan kesehatan)
2. Preventif (upaya pencegahan)
3. Kuratif (pengobatan)
4. Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)
3.4.3 Fungsi Puskesmas
1. Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya. Puskesmas berada di tengah-tengah masyarakat yang dengan
cepat dapat mengetahui keberhasilan dan kendala yang dihadapi dalam
pembangunan kesehatan dan menentukan target kegiatan yang sesuai
kondisi daerah kerjanya.
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Maksudnya adalah pelayanan
kesehatan diberikan kepada semua orang tanpa memandang golongan,
suku, jenis kelamin, baik sejak dalam kandungan hingga tutup usia.

22
Fungsi Puskesmas

Pusat Pembangunan Pusat Pemberdayaan Pusat YANKES


Berwawasan Keluarga dan Strata I
Kesehatan Masyarakat

Yankesmas (Publik
Goods)

Yankes Perorangan
(Private Goods)

Gambar 1. Fungsi Puskesmas

Fungsi puskesmas terdiri dari 3 fungsi yaitu sebagai pusat


pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan
masyarakat serta sebagai pusat pelayanan kesehatan (Yankes) juga terdiri
dari yankes perorangan dan masyarakat.

23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik
dengan design cross sectional. Metode penelitian ini berusaha menggambarkan dan
menginterpretasi objek sesuai apa adanya, dengan melakukan observasi atau
pengukuran variable pada satu saat, artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali
saja dalam menggali variabel bayi yang mengalami diare maupun variabel bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif dan pengukuran variable subjek dilakukan pada saat
pemeriksaan tersebut

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Poli Anak Puskesmas Kecamatan Woha

4.3 Populasi dan Sampel


Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien anak usia 0-12 bulan
yang datang ke Poli Anak Puskesmas Kecamatan Woha pada 15 Agustus 15
September 2016. Sampel yang dijangkaukan adalah responden yang memenuhi syarat
kriteria inklusi dan eksklusi di Puskesmas Kecamatan Woha

4.4 Kriteria Penelitian


4.4.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien anak berusia 0-12 bulan yang datang berkonsultasi ke poli anak di
Puskesmas Kecamatan Woha
2. Pasien diberi ASI eksklusif atau non eksklusif
3. Orangtua pasien menyetujui bayinya untuk menjadi responden penelitian
sampai akhir penelitian
4.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Responden yang membuat data menjadi tidak lengkap
2. Responden yang terkena penyakit kronis

24
4.5 Kerangka Konsep

Bayi usia 0-12 bulan

ASI Eksklusif ASI Non Eksklusif

Diare

Keterangan kerangka konsep:


Bayi usia 0-12 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif dan yang tidak mendapatkan
ASI eksklusif terhadap angka kejadian diare

4.6 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat ukur Cara
pengukuran
1 ASI Eksklusif Adalah cairan yang keluar Kuesioner Wawancara
dari payudara ibu yang
sedang menyusui dan
diberikan selama 6 bulan
sejak bayi lahir tanpa
dicampur
2 ASI non Pemberian ASI oleh ibu Kuesioner Wawancara
Eksklusif tidak secara penuh selama 6
bulan awal tetapi diberikan
susu formula juga
3 Diare Suatu gejala tanda-tanda Kuesioner Wawancara
adanya perubahan bentuk
dan konsistensi tinja yang
cair dan frekuensi buang air
besar lebih dari 3 kali dalam
sehari (konsistensi cair)

25
Kriteria:
1. Diare
2. Normal
4 Usia Responden Bayi berusia 0-12 bulan Kuesioner Wawancara

4.7 Cara Kerja Penelitian


Data penelitian berupa kuesioner sebelum diberikan untuk wawancara kepada
orangtua pasien, harus mendapatkan izin dari Puskesmas Kecamatan Woha.

4.8 Alur Penelitian

Observasi/ Survey

Pengumpulan Data

Pengolahan dan
Analisa Data

Laporan Hasil
Penelitian

Gambar 2. Alur Penelitian

26
4.9 Managemen Data
4.9.1 Pengumpulan data
Data diperoleh dari pemberian kuesioner ke orangtua yang berkonsultasi di
bagian anak Puskesmas Kecamatan Woha
4.9.2 Pengolahan dan analisis data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows
versi 16

27
BAB V
HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian sampel anak balita diperoleh sebanyak 80 bayi dengan usia 0-12
bulan dan didapatkan hasil penelitian sebagai berikut
Table 1. Distribusi Bayi Menurut Jenis Kelamin Di Puskesmas Kecamatan Woha, Bima
15 Agustus 15 September 2016
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase
1 Laki-laki 48 60,00
2 Perempuan 32 40,00
Jumlah 80 100,00
Dari table 1, didapatkan presentase bayi laki-laki sebanyak 48 orang (60,00%),
sedangkan bayi perempuan 32 orang (40,00%).

Table 2. Distribusi Bayi Menurut Golongan Umur di Puskesmas Kecamatan Woha, Bima
15 Agustus 15 September 2016
No Umur (bulan) Jumlah Presentase
1 0-2 bulan 8 10,00
2 2 bulan 1 hari-4 bulan 18 22,50
3 4 bulan 1 hari-6 bulan 29 36,25
4 6 bulan 1 hari-12 bulan 25 31,25
Jumlah 80 100,00
Dalam penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada distribusi umur 4 bulan 1 hari-6
bulan, yaitu sebanyak 29 bayi (36,25%). Sedang presentase terkecil adalah pada distribusi
umur 0-2 bulan, yaitu sebanyak 8 bayi (10,00%)

28
Table 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas
Kecamatan Woha, Bima Agustus 2016
No ASI Jumlah Presentase
1 Eksklusif 40 50,00
2 Non Eksklusif 40 50,00
3
Jumlah 80 100,00
Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa sampel bayi ASI Eksklusif 40 bayi (50,00%), dan
sampel bayi non eksklusif 40 bayi (50,00%)

Table 4. Distribusi Bayi yang Menderita Diare pada Bayi dengan ASI Eksklusif dan Bayi
Tanpa ASI Eksklusif di Puskesmas Kecamatan Woha, Agustus 2016
ASI Eksklusif ASI Non Jumlah Presentase
Eksklusif
Diare 14 29 43 53,75
Tidak Diare 26 11 37 46,25
Jumlah 40 40 80 100,00
Dari tabel 4, dapat dilihat bahwa pada bayi yang diberi ASI Eksklusif terdapat 14 bayi
yang mengalami diare, sedangkan yang non eksklusif sebanyak 29 bayi

29
BAB VI
PEMBAHASAN

Berawal dari upaya penelusuran kepustakaan mengenai angka kejadian diare pada
bayi umur 0-12 bulan dalam kaitannya pemberian ASI Eksklusif. Menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, kejadian diare masih merupakan
kematian bayi disebabkan karena kesalahan pada pemberian makan, dimana bayi sudah
diberi makan selain ASI sebelum 4 bulan.
Penelitian yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Woha Kabupaten Bima
pada bulan Agustus 2016 menunjukkan prevalensi kejadian diare pada bayi umur 0-12
bulan yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 53,75 %. Sedangkan prevalensi kejadian
diare pada bayi umur 0-12 bulan yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif sebesar 46,25 %
Berdasarkan data di atas didapatkan hasil bahwa angka kejadian diare pada bayi yang
tidak mendapatkan ASI Eksklusif lebih besar apabila dibandingkan dengan bayi yang
mendapatkan ASI Eksklusif. Hal ini sesuai dengan penelitian Tumbelaka pada tahun
2008 yang menyebutkan bahwa angka kejadian infeksi pada bayi lebih sedikit bila
dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI.

Angka kejadian diare pada bayi umur 0-12 bulan yang mendapatkan ASI
Eksklusif lebih sedikit bila dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI
Eksklusif. Hal itu dikarenakan ASI adalah asupan yang aman dan bersih bagi bayi dan
mengandung antibodi penting yang ada dalam kolustrum, sehingga menurut Depkes
(2001) sangat kecil kemungkinan bagi kuman penyakit untuk dapat masuk ke dalam
tubuh bayi.

Menurut Masri (2004), diare merupakan mekanisme perlindungan tubuh untuk


mengeluarkan sesuatu yang merugikan atau racun dari dalam tubuh, namun banyaknya
cairan tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang dapat
berakibat kematian. Purwanti (2004) menambahkan, pembentukan kekebalan tubuh pada
bayi umur 0-12 bulan belum sempurna. Markum (2002) juga menyatakan bahwa peran
ASI belum mampu digantikan oleh susu formula seperti peran bakteriostatik, anti alergi
atau peran psikososial. Pemberian ASI pada bayi tersebut dapat membantu meningkatkan

30
daya tahan tubuh bayi. ASI mengandung sIgA, Limfosit T, Limfosit B, dan Laktoferin
yang dapat merangsang peningkatan status imun pada bayi.

IgA sekretoris yang didapatkan bayi dari ASI sangat membantu kemampuan
tubuhnya dalam menghalang mikroorganisme dan menjauhkan dari jaringan tubuh. Ibu
membentuk antibodi dari agen penyakit yang dihirup, dimakan ataupun masuk lewat
kontak manapun. Antibodi yang terbentuk bersifat spesifik pada agen penyakit, sehingga
dapat melindungi bayi pada minggu-minggu pertama kehidupan. IgA sekretorik dari ASI
tidak seperti antibodi lain pada umumnya. IgA sekretorik melawan penyakit tanpa
menyebabkan proses inflamasi yang dapat melukai jaringan sehat. Beberapa molekul
lainnya selain IgA sekretorik mencegah mikroba melekat pada pemukaan mukosa.
Seperti, oligosakarida yang mencegah masuknya bakteri ke dalam sel pada trakus
interstinalis dan dapat membungkus bakteri sehingga terbentuk ikatan kompleks yang
nantinya akan diekskresikan oleh bayi.
Seperti molekul pertahanan lainnya, sel-sel imun pada ASI juga mengandung sel-
sel darah putih atau leukosit yang dapat melawan agen infeksius. Kandungan sel darah
putih ini paling banyak terdapat pada kolustrum. Tipe yang paling banyak ditemukan
adalah neutrofil yang dapat bersikulasi dalam aliran darah. Tipe lainnya yang juga
ditemukan dalam ASI adalah makrofag. Komponen lainnya yang terdapat dalam ASI
merangsang produksi IgA sekretorik, laktoferik dan lisozim oleh bayi itu sendiri.
Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum dapat
membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI merupakan substansi bahan yang
hidup dengan kompleksitas biologis yang luas yang mampu memberikan daya
perlindungan, baik secara aktif maupun melalui pengaturan imunologis. ASI tidak hanya
menyediakan perlindungan yang unik terhadap infeksi dan alergi, tetapi juga memacu
perkembangan yang memadai dari sistem imunologi bayi sendiri. ASI memberikan zat-
zat kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut.
Selain itu ASI juga mengandung beberapa komponen antiinflamasi, yang
fungsinya belum banyak yang diketahui. Sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang
sakit, terutama pada awal kehidupannya.
Selain itu, menurut penelitian Matondang,dkk (2008) ASI merupakan komponen
penting pada sistem imun mukosa gastrointestinal maupun mukosa lain. Karena alasan-

31
alasan itulah angka kejadian diare pada bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif lebih
rendah apabila dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif.
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang dikemukakan pada bab
sebelumnya, yaitu ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan
angka kejadian diare pada bayi umur 0-12 bulan di Puskesmas Kecamatan Woha
Kabupaten Bima.

32
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi
umur 0-12 bulan. Pada bayi yang diberi ASI Eksklusif presentase bayi yang tidak diare
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mengalami diare

B. Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian diatas, saran-saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi ibu-ibu bayi di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Woha Kabupaten Bima
harus berusaha memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur 12 bulan.
2. Bagi pengelola program gizi Puskesmas Kecamatan Woha Kabupaten Bima,
diharapkan dapat memberikan penyuluhan tentang ASI eksklusif kepada masyarakat,
khususnya kepada ibu-ibu bayi di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Woha.

33
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN. 2004. ASI Eksklusif Turunkan Kematian Bayi.
http://www.pikas.bkkbn.go.id/print.php?tid+2&rid=136-6k-sp (3 September 2009)
Chantry C.J., Howard C.R., Auinger P. 2006. Full breastfeeding duration adn assiciated decrease
in respiratory tract infection in US children. Pediatrics 117 (2) : 425-431.
Dahlan, M. Sopiyudin 2006. Statistika untuk kedokteran dan kesehatan : uji hipotesis dengan
menggunakan SPSS ( seri evidence based medicine 1). Jakarta : Arkans, p: 4.
Depkes. 2001. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI tahun 2001-2005. Makalah
disampaikan pada Workshop Peningkatan Pemberian ASI. Jakarta.
Hasan, R. dan Alatas,H.(ed).1998. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I.cet.ke:8. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Hendarto A. dan Pringgadini K. 2008. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. In : IDAI. Bedah ASI : Kajian
dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p: 46.
Krisnatuti D. dan Yenrina R. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.
http://hidayat2.wordpress.com/2010/01/10/jurnal-01/(2 September 2009)
Markum, A.H., 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: FKUI, p: 24.
Masri, S.H. 2004. Diare Penyebab Kematian 4 Juta Balita Per Tahun.
http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikel.,php?artikel-id=61175-35k (2 September
2009).
Matondang C.S., Munatsir Z., Sumadiono. 2008. Aspek Imunologi Air Susu Ibu. In : Akib
A.A.P., Munasir Z., Kurniati N (eds). Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak, Edisi II. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI, pp: 189-202.Moehji S. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Penerbit Papas Sinar
Sinanti, pp: 78-90
Munasir Z. dan Kurniati N. 2008. Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. In : IDAI. Bedah ASI :
Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, pp: 69-79

34
Lampiran 1.

LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan, dibawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :

Sebagai responden penelitian


Judul : Hubungan ASI Eksklusif Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-12
Bulan Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Woha, Kabupaten
Bima, NTB Tahun 2016

Menyatakan tidak keberatan dan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian
yang dilakukan oleh tersebut di atas, saya bersedia berperan dalam penelitian ini dan
menandatngani lembar persetujuan sebagai responden peneliti.

Peneliti Responden

( ) ( )

35
Lampiran 2.

KUESIONER

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian Diare di Wilayah Kerja


Puskesmas Woha Tahun 2016

Identitas Responden

1. Nama anak :
2. Jenis kelamin :
3. Usia : .bulan
4. Anak ke : .. dari. saudara
5. Nama Ayah :
Usia :
Pekerjaan :
6. Nama ibu :
Usia :
Pekerjaan :
7. Alamat :
8. No telp :

ASI EKSKLUSIF

IMD (Inisiasi Menyusui Dini) adalah ibu yang mulai menyusui dalam 30 menit
setelah bayi lahir dengan memfokuskan pada kemampuan alami (sendiri) bayi
dengan cara bayi mencari putting susu ibunya

1. Apakah anak ibu hanya menggunakan ASI eksklusif 0-6 bulan?


a. Ya
b. Tidak
2. Sejak kapan anak ibu diberi ASI?

36
a. Beberapa menit setelah lahir
b. Setelah ibu siap menyusui
c. Dan lain-lain..
3. Saat ini apakah anak bungsu ibu telah diberi makanan lain selain ASI?
a. Ya
b. Tidak
4. Sejak kapan ASI dicampur PASI?
a. Tidak dicampur sampai usia 6 bulan
b. Sejak <6 bulan
c. Sejak >6 bulan
5. Apakah dalam 6 bulan ibu pernah memberikan susu formula?
a. Ya
b. Tidak
6. Apabila pernah diberikan sejak kapan?
a. Sejak <6bulan
b. Sejak >6bulan
7. Apakah anak ibu lahir langsung menangis atau tidak?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah anak ibu pernah dirawat karena penyakit berat?
a. Ya (sebutkan)
b. Tidak

Diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair lebih dari 3 hari dengan
volume sekitar 200 ml (segelas aqua)

1. Apakah anak ibu pernah mengalami diare?


a. Ya
b. Tidak
2. Jika ya, kapan pertama kali diare? Berapa usianya?

3. Apakah ada faktor pencetus yang menyebabkan diare?

37
a. Memulai susu formula
b. Berganti susu
4. Apakah setiap bulan mengalami diare?
a. Ya
b. tidak
5. Apakah saat diberikan makanan tambahan terjadi diare?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah tindakan yang ibu lakukan, ketika anak diare?
a. Didiamkan
b. Beli obat sendiri
c. Berobat ke dukun
d. Berobat ke dokter
7. Apakah anak ibu diberikan oralit ketika diare?
a. Ya
b. Tidak
8. Setelah berapa lama diare ibu membawa anaknya ke dokter?
a. 1 hari
b. 2 hari
c. > 3 hari
9. Apakah ibu tetap memberikan ASI eksklusif kepada anak saat anak mengalami diare?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah ibu memberikan minum saat anak mengalami diare?
a. Ya
b. Tidak

38

Anda mungkin juga menyukai