Word
Word
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Teori Intelligence Quotient Alfred Binet
OLEH :
KELOMPOK 9
Ibrahim Fantri Tedy K. (1229041042)
Khusnul Khatimah J. (1229041038)
Hasdianti (1329040001)
Makalah ini merupakan salah satu syarat guna memenuhi salah satu mata
kuliah wajib yakni Psikologi pendidikan. Di dalam makalah ini berisi tentang hal-
hal yang menyangkut teori yang di cetuskan Alfred Binet dalam dunia psikologi
pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Didik.................................................................................................. 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang
mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam
lingkungan pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan sumbangsih dari
ilmu pengetahuan psikologi terhadap dunia pendidikan dalam kegiatan
pendidikan pembelajaran, pengembangan kurikulum, proses belajar mengajar,
sistem evaluasi, dan layanan konseling merupakan serta beberapa kegiatan
utama dalam pendidikan terhadap peserta didik, pendidik, orang tua,
masyarakat dan pemerintah agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara
sempurna dan tepat guna.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Oleh karena
itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka
setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat
memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan
perilakunya secara efektif.
Namun, dari dahulu sudah banyak filosof yunani dan romawi yang
merenungkan dan meneliti masalah tersebut. Meskipun corak berfikir filosof
Yunani dan Romawi seperti Socrates, Aristoteles, Plato, dan Ganelus masih
Spekulatif, tetap saja mereka telah berjasa dalam meletakkan keingintahuan
bagi pemikir selanjutnya untuk menyelidiki psikologi dengan metode-metode
baru seperti observasi, angket, interview, eksperimen, dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yaitu:
1. Apakah definisi Psikologi Pendidikan
2. Apa ruang lingkup Psikologi Pendidikan
3. Bagaimana sejarah perkembangan psikologi pendidikan
4. Apakah definisi dari interlegensi?
1
5. Apa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inteligensi?
6. Apa saja Teori - Teori Inteligensi?
7. Bagaimana Pengukuran Inteligensi?
8. Bagaimana Teori Inteligensi Binet (Single Factor Theory)?
9. Apa Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Belajar
Peserta Didik?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan malah ini adalah:
1. Sebagai tugas pengganti Ujian tengah semester (MID)
2. Untuk mengetahui secara mendalam tentang teori yang dicetuskan Alfred
Binet.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu jiwa dan
raga.Hubungan antara jiwa dan raga saling mempengaruhi sebab adanya
kelenjar pinealis yang terdapat dalam otak. Namun, pada saat psikologi berada
di bawah pengaruhi ilmu pengetahuan alam, psikologi diterangkan secara
kausal, dan psikologi dihubungkan dengan fisiologi.
Psikologi mulai menampakkan perkembangan dan kemajuan yang
agak pesat ketika awal abad XIX. Pada waktu itu, banyak ahli yang aktif
melakukan penelitian dibidang fisika, fisiologi dan kimia yang dihubungkan
dengan reaksi-reaksi manusia pada kondisi tertentu. Perkembangan psikologi
yang modern ketika itu sangat erat kaitannya dengan eksperimen-eksperimen
yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman inderawi (sensasi).
Psikologi mulai mandiri dan berdiri sebagai disiplin ilmu tersendiri pada tahun
1879, yang dipelopori oleh Wilhelm Wundt yang merupakan seorang yang
berkebangsaan jerman yang juga seorang dokter, filsuf dan seorang ahli
fisika.Wilhelm Wundt mendirikan sebuah laboratorium psilokogi pertama di
Leipzing jerman.Beliau banyak melakukan eksperimen tentang proses-proses
kesadaran,meliputi penginderaan dan perasaan. Oleh karena itu, beliu
mendefenisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang
pengalaman sadar (the scienceof conscious experience).
Wundt dalam eksperimennya menyelidiki tiga masalah utama yang
menjadi pusat perhatiannya, yaitu :
1. Proses kesadaran serta unsur-unsur yang membentuknya,
2. Cara unsur-unsur itu saling berhubungan dan,
3. Menentukan hokum atau aturan dari hubungan unsur unsure
tersebut.
Teori Wundt, didasarkan pada teori atom dalam ilmu kimia, Wundt
beranggapan bahwa mempelajari psikologi menyangkut telaah unsur-unsur
dasar atau atom-atom terhadap dasar pengalaman mental manusia, dalam
eksperimennya Wundt menggunakan metode intropeksi dalam menentukan
dan menganalisis unsur-unsur pengalaman manusia. Beliau sangat
memusatkan perhatiannya pada proses persepsi, sensasi dan pengalaman
4
mental manusia terhadap rangsangan-rangsangan yang diterimanya, hal ini
dilakukannya mengetahui cara atau proses berpikir manusia.
Upaya-upaya yang bersifat semi ilmiah dipelopori oleh para pendidik,
seperti Pestalozzi, Herbart, Frobel dan sebagainya. Mereka itu sering dikatakan
sebagai pendidik yang mempsikologikan pendidikan, yaitu dalam wujud upaya
memperbaharui pendidikan dengan melalui bahan-bahan yang sesuai dengan
tingkat usia, metode yang sesuai dengan bahan yang diajarkan dan sebagainya,
dengan mempertimbangkan tingkat-tingkat usia dan kemampuan anak didik.
Pestalozzi misalnya, dengan upayanya itu kemudian sampai pula pada pola
tujuan pendidikannya, yang disusun dengan bahasa psikologi pendidikan;
dikatakan olehnya bahwa tujuan pendidikan adalah tercapainya perkembangan
anak yang serasi mengenai tenaga dan daya-daya jiwa.
Adapun Frobel Menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
terwujudnya kepribadian melalui perkembangan sendiri, akativitas dan kerja
sama social dengan semboyan belajar sambil bekerja. Herbart bahkan telah
menyusun pola rangkaian cara menyampaikan bahan pelajaran, berturut-turut:
persiapan, penyajian, asosiasi, generalisasi dan aplikasi. Tentu saja sifat dan
luasnya usaha yang mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai dengan
zamannya, yaitu bahwa psikologi sebenarnya pada zaman itu belum berdiri
sebagai ilmu pengetahuan yang otonom.
Akhir abat 19 penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi
pendidikan secara ilmiah sudah semakin maju. Di Eropa Ebbinghaus
mempelajari aspek daya ingatan dalam hubungannya dengan proses
pendidikan. Dengan penelitiannya itu misalnya terkenallah Kurve Daya
Ingatan, yang menggambarkan, bahwa kemampuan mengingat mengenai
sejumlah objek kesan-kesannya semakin lama semakin berkurang (menurun),
akan tetapi tidaklah hilang sama sekali.
Pada awal abad 20 pemerintah Prancis merasa perlu untuk mengetahui
prestasi belajar para pelajar, yang dirasa semakin menurun. Pertanyaannya
yang ingin dijawap, apakah prestasi belajar itu semata-mata hanya tergantung
pada soal rajin dan malasnya si pelajar, ataukah ada faktor kejiwaan atau
5
mental yang ikut memegang peranan. Maka untuk memecahkan problem itu
ditunjuklah seorang ahli psikologi yang bernama Alfred Binet, Dengan
bantuan Theodore Simon, mereka menyusun sejumlah tugas yang terbentuk
dalam sebuah tes baku untuk mengetahui inteligensi para pelajar. Tes ini
kemudian dikenal dengan tes Inteligensi. Tes inteligensi Binet-Simon ini
sangat terkenal, yang kemudian banyak dipakai di Amerika Serikat, yang di
negri itu mengalami revisi berkali-kali untuk mendapat tingkat kesesuaiannya
dengan masyarakat atau orang-orang Amerika. Di antara para ahli yang
mengambil bagian dalam revisi-revisi itu misalnya : Stern, Terman, Merril dan
sebaagainya.
Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan Wundt di Leipzig
juga tidak hanya melakukan aktivitas penelitian yang bersifat psikologi
umum, melainkan juga memegang peranan dalam psikologi pendidikan.
Banyak orang Amerika yang belajar di Leipzig kepada Wundt. Akibatnya
setelah mereka mengembangkan psikologi itu di negaranya, termasuk
psikologi pendidikan. Terkenallah psikologi pendidikan di Amerika misalnya
Charles H. Judd, E.L. Thorndike, B.F. Skinner dan sebagainya. Orang-orang
ini sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan di Amerika Serikat.
Terutama E.L. Thorndike, sehingga ia dipandang sebagai Bapak Psikologi
Pendidikan di Amerika Serikat. Menurut seorang pakar psikiatri dan psikologi
Amerika Serikat yang bernama Perry London, yang telah meneliti tentang
penggunaan jasa psikologi di Amerika Serikat, yang menggunakan jasa
psikologi bagi lapangan-lapangan tertentu adalah : 25% merupakan para
pendidik, 25% ahli psikologi klinis dan konsultan, 16% merupakan para
peneliti psikologi sendiri, sedang yang 34% tersebar pada lapangan atau pakar
yang lain.
D. Definisi Inteligensi
6
1. Definisi Inteligensi Secara Etimologis
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris Intelligence yang juga
berasal dari bahasa Latin yaitu Intellectus dan Intelligentia atau
Intellegere. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh
Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power)
yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati.
Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan Nous,
sedangkan penggunaan kekuatannya disebut Noeseis. Intelegensi berasal
dari kata Latin,yang berarti memahami. Jadi intelegensi adalah aktivitas
atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya atau potensi untuk
memahami sesuatu.
7
= 100
Keterangan:
IQ = Intelligence Quotient
MA= Mental age atau umur mental
CA= Chronological age atau usia kronologi
Klasifikasi IQ menurut Alfred Binet:
Klasifikasi IQ
Genius 140 ke atas
Sangat Cerdas 130 139
Cerdas (Superior) 120 129
Di Atas Rata-Rata 110 119
Rata-Rata 90 109
Di Bawah Rata-Rata 80 85
Garis Batas (Bodoh) 70 79
Moron (Lemah Pikir) 50 69
Imbisil (Idiot) 45 ke bawah
c. H. H. Goddard (1946)
H. H. Goddard Mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan
pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
d. V.A.C. Henmon
8
V.A.C. Henmon mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua
faktor, yaitu kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan
pengetahuan yang telah diperoleh.
e. Baldwin (1901)
Baldwin mendefinisikan inteligensi sebagai daya atau
kemampuan untuk memahami.
9
Faktor minat ini mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan
dunia luas, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan
dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara
pembentukan sengaja, seperti yang dilakukan di sekolah dan pembentukan
yang tidak disengaja, misalnya pengaruh alam disekitarnya.
4. Faktor Kematangan
Di mana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat
dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh
karena itu, tidak mengherankan bila anak-anak belum mampu mengerjakan
atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat SD, karena soal-
soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi
jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan
kematangan berhubungan erat dengan umur.
5. Faktor Kebebasan
Di mana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat
dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh
karena itu, tidak mengherankan bila anak-anak belum mampu mengerjakan
atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat SD, karena soal-
soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi
10
jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan
kematangan berhubungan erat dengan umur.
6. Faktor Keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu
keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes
IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang
diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 0,50 dengan ayah dan ibu
yang sebenarnya, dan hanya 0,10 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya.
Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ
mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak
pernah saling kenal.
7. Faktor Lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan
yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak.
Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
11
mengerjakan soal soal perkalian,atau penambahan dalam
matematika).
12
3) Simbolic, yaitu item item informasi yang tersusun urut
bersamaan dengan item item yang lain. Misalnya sederet angka,
huruf abjad dan kombinasinya.
4) Sematic, biasanya berhubungan dengan makna atau arti tetapi tidak
melekat pada simbol simbol kata.
5) Behaviora, yakni item informasi mengenai keadaan mental dan
perilaku individu yang dipindahkan melalui tindakan dan bahasa
tubuh.
3. Teori Kognitif
13
Teori ini dikembangkan oleh Sternberg menurutnya inteligensi
dapat dianalisis kedalam beberapa komponen yang dapat membantu
seseorang untuk memecahkan masalahnya diantaranya;
a. Metakomponen adalah proses pengendalian yang terletak pada urutan
lebih tinggi yang digunakan untuk melaksanakan rencana, memonitor,
dan mengevaluasi kinerja dalam suatu tugas
b. Komponen kinerja adalah proses proses pada urutan lebih rendah
yang digunakan untuk melaksanakan berbagai strategi bagi kinerja
dalam tugas
c. Komponen perolehan pengetahuan adalah proses proses yang terlibat
dalam mempelajari informasi baru dan penyimpanannya dalam ingatan
14
f. Inteligensi intrapersonal yaitu kemampuan untuk memahami
perasaanperasaan sendiri, refleksi, pengetahuan batin, dan
filosofinya,contohnya ahli sufi dan agamawan.
g. Inteligensi interpersonal yaitu kemampuan memahami orang lain,
pikiran maupun perasaan perasaannya, misalnya politis, petugas
klinik, psikiater.
G. Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog
asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk
mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak
yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini
kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan
banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah
menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio
(perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini
disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan
oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian
dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah
bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles
Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor
yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih
spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes
yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult
Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence
Scale for Children) untuk anak-anak.
15
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan
tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes
tersebut dibuat.
16
ilmuwan. Pengukuran intelligensi termaksud dilakukan dengan cara mengukur
lingkaran tempurung kepala anak-anak (kraniometri).
Binet tidak memiliki teori inteligensi tertentu, tetapi ia bekerja di bidang
tes-tes yang menunjukkan sampel tingkah laku anak dan membedakan
kemampuan dari tingkat umur yang berbeda beda. Binet menemukan fakta
bahwa pada setiap tingkat umur beberapa anak lebih baik dari anak lainnya.
Anak yang paling pandai dalam tes disebut bright (pandai, cemerlang),
sedangkan anak yang paling rendah dalam tes disebutnya miskin. Menurut
Binet, inteligensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus
berrkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang (Azwar, 2006).
Binet mendasarkan tesnya pada perbandingan anak tertentu dengan
kelompok umur anak tersebut. Seorang anak yang berada di atas rata-rata
dalam hal inteligensi dapat menjawab pertanyaan lebih banyak dari rata-rata
anak dari kelompok umurnya. Apabila ia dapat mengerjakan/menjawab
pertanyaan sama dengan kelompok umurnya maka ia dianggap memiliki
inteligensi rata-rata. Anak yang performancenya di bawah rata rata dari
kelompok umurnya maka ia dianggap memiliki inteligensi di bawah rata rata.
Dari paparan di atas nampak bahwa Binet menggunakan umur mental
sebagai dasar untuk menentukan tingkat berfungsinya mental seorang anak.
Seorang anak dapat memiliki umur 10 tahun, tetapi ia memiliki umur mental
11 tahun jika ia dapat menjawab pertanyaan yang dapat dijawab oleh kelompok
anak yang berumur 11 tahun.
Ketika di tahun 1904 Binet kembali menekuni usaha pengukuran
inteligensi, ia meninggalkan sama sekali pendekatan kraniometri dan berpaling
ke metoda yang lebih psikologis. Binet mulai membuat alat baru yang
dirancang untuk mengukur ketajaman bayangan ketahanan dan kualitas
perhatian, ingatan, kualitas penilaian moral dan estetika, dan kecakapan
menemukan kesalahan logika serta memahami kalimat-kalimat. Sejarah
menggariskan bahwa Binet menjadi seorang pemancang tonggak awal
perkembangan tes-tes inteligensi modern di seluruh dunia. Pada oktober 1904
Binet diberi tugas oleh menteri pengajaran Prancis untuk meneliti masalah
17
anak-anak lemah mental di sekolah-sekolah Prancis. Untuk itu diperlukan
suatu alat ukur yang mampu membedakan mana anak yang lemah mental dan
mana yang tidak. Seorang dokter bernama Theodore Simon bersama binet
membuat skala inteligensi yang dikenal sebagai Skala Binet-Simon. Skala itu
dikenal juga sebagai Skala 1905, terdiri dari 30 soal yang disusun berdasarkan
tingkat kesukaran yang semakin meningkat. Dalam skala 1905 itu tidak
terdapat petunjuk yang pasti mengenai bagaimana cara menghitung skor yang
diperoleh seorang anak.
Pada skala kedua yang dikenal sakala 1908, jumlah tesnya diperbanyak
dan beberapa tes pada skala pertama yang terbukti tidak begitu baik dibuang.
Kemdian skor anak dalam tes dinyatakan dalam bentuk usia mental yang sama
dengan usia kronologis anak normal yang berhasil mengerjakan tes pada level
tersebut. Pengertian usia mental adalah sama dengan level mental yang
merupakan istilah yang lebih disukai oleh Binet.
Skala Binet-Simon yang terakhir terbit pada 1911 (tahun kematian
Binet). Beberapa tes baru ditambahkan pada level-level usia tertentu dan
dilakukan pula perluasan soal sampai mencakup pada level usia mental dewasa.
Revisi Amerika yang paling terkenal dilakukan oleh Lewis Madison Terman
di Stanford University tahun 1916. Sejak itu, skala Sanford-Binet menjadi
skala standar dalam psikologi klinis, psikiatri, dan konseling pendidikan.
Sumbangan utama Lewis Terman adalah menetapkan indeks numerik
yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antaramental
age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford-binet.
Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh psikolog Jerman yang
bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence
Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur
kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Pada tahun 1960, mengalami revisi penting. Yaitu (a) konsep IQ deviasi
dari Wechsler mulai digunakan pada skala ini dengan cakupan angka mulai
dari 30 sampai dengan 170.(b) Skala Stanford-Binet yang semula terdiri atas
dua bentuk parallel yaitu Form L dan Form M dijadikan satu Form L-M. dan
18
(c) Tabel konversi IQ diperluas sehingga mencakup pula usia 17 dan 18.
Terakhir, versi terbaru skala Stanford-Binet terbit tahun 1986 memuat 4
kelompok penalaran dan berisi berbagai mecam tes baron.
2. Faktor Eksternal
Adapun factor factor eksternal yang dimaksud terdiri dari:
a. Faktor Keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan
latar belakang kebudayaan.
b. Faktor Sekolah, seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c. Faktor Masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intelegensi menurut Alfred Binet merupakan lebih dari sekedar jumlah
fungsi yang mandiri. Binet berpendapat bahwa tingkat intelegensi dapat
dibuktikan dari tanggapan orang-orang pada semua umur terhadap situasi yang
ada dilingkungan sekitarnya
Binet menggunakan umur mental sebagai dasar untuk menentukan
tingkat berfungsinya mental seorang anak. Seorang anak dapat memiliki umur
10 tahun, tetapi ia memiliki umur mental 11 tahun jika ia dapat menjawab
pertanyaan yang dapat dijawab oleh kelompok anak yang berumur 11 tahun.
Adapun teori intelegensi majemuk adalah:
a. Inteligensi bahasa (verbal or linguistic intelligence.
b. Inteligensi matematika-logika (mathematical-logical)
c. Inteligensi ruang (spatial intelligence)
d. Inteligensi musik (musical intelligence)
20
DAFTAR PUSTAKA
Andrio, Jimmy. 2013. Makalah Psikologi Pendidikan Intellegensi.
http://jimmyandrio.blogspot.sg/2013/09/makalah-psikologi-
pendidikan.html. Diakses tanggal 18 April 2015.
Azwar, Saifuddin, 2006. Pengantar Psikologi Inteligensi. Edisi I, Cetakan V.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Chairunisa, Defi. 2012. Teori Inteligensi Alfred Binet.
http://11085deficha.blogspot.sg/2012/03/teori-inteligensi-alfred-
binet.html. Diakses tanggal 18 April 2015.
Firmanda, Tommy. 2012. Perkembangan Teori Inteligensi.
http://tommy_firmanda-fpsi09.web.unair.ac.id/artikel_detail-43709-
Tugas-Perkembangan%20Teori%20Inteligensi%20(4).html. Diakses
tanggal 18 April 2015.
NN. 2012. Inteligensi Menurut Alfred Binet.
http://11124acs.blogspot.sg/2012/03/intelegensi-menurut-alfred-
binet.html. Diakses tanggal 18 April 2015.
Pundicahya. 2010. Intelegensi Dan IQ.
https://pundicahaya.wordpress.com/tag/alfred-binet/. Diakses tanggal 18
April 2015.
iii