A. Pendahuluan
Kolitis ulseratif (KU) merupakan salah satu jenis dari Inflammatory Bowel
Disease (IBD) yang adalah penyakit inflamasi saluran cerna dengan penyebab pasti
belum jelas. Salah satu jenis lain lain dari IBD adalah Penyakit Crohn (PC). Namun
jika tidak dapat dibedakan antara KU dan PC maka dapat disebutkan sebagai
Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit
inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, iskemia, dan
radiasi.1
Skenario yang didapat adalah sebagai berikut: Laki-laki 36 tahun datang
dengan nyeri perut sejak 1 tahun hilang timbul, terakhir kambuh 1 minggu yang lalu.
Kadang-kadang diare berdarah. PF nyeri tekan LLQ. Laboratorium: Hb 10 g/dL, leu
11.100/L, lain-lain dalam batas normal. Feses lengkap: darah +, lendir +.
Sesuai dengan skenario di atas, maka akan dibahas dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, hingga prognosisnya.
B. Isi
Anamnesis
1
abdomen dan diare, maka pertanyaan-pertanyaan yang diberikan akan difokuskan
kepada kedua hal tersebut.2
Pada anamnesis, hal pertama yang harus ditanyakan adalah mengenai identitas
pasien, meliputi nama, umur, alamat tempat tinggal, serta pekerjaan sehari-hari.
Identitas lengkap lainnya dapat ditambahkan secara bebas. Selanjutnya anamnesis
akan diarahkan kepada keluhan utama, yang merupakan alasan utama pasien datang
kepada dokter. Tidak lupa untuk menanyakan sudah berapa lama pasien mengalami
hal tersebut. Selanjutnya anamnesis akan diarahkan lebih dalam mengenai keluhan
utama tersebut. Pada skenario, keluhan utama pasien adalah nyeri perut hilang timbul
sejak satu tahun yang lalu, terakhir kambuh adalah 1 minggu yang lalu. Pasien juga
menambahkan pernah mengalami diare berdarah. Selanjutnya anamnesis akan
ditujukan lebih dalam mengenai nyeri perut dan diare berdarah yang dialami oleh
pasien.2
Nyeri Abdomen
2
seperti yang menginervasi struktur yang sakit. Nyeri alih sering timbul setelah
nyeri awalnya bertambah parah dan dengan demikian akan seperti menjalar
atau berpindah dari lokasi awalnya. Nyeri alih dapat diraba secara superfisial
atau profunda, tetapi biasanya dapat ditentukan lokasinya dengan jelas.
Diare
Frekuensi normal defekasi adalah sekitar dua hingga tiga kali dalam sehari
hingga dua kali dalam seminggu. Perubahan yang signifikan dapat menjadi sebuah
tanda yang spesifik bagi setiap individu. Diare adalah pengeluaran feses dengan
frekuensi berlebihan dan biasanya feses tersebut tidak berbentuk atau encer.2
3
Hal-hal yang harus ditanyakan adalah: tanyakan ukuran feses, frekuensi
defekasi, dan volume feses. Apakah fesesnya besar-besar atau kecil-kecil? Berapa
sering diare dalam sehari? Jangan lupa untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan
tentang istilah-istilah deskriptif, seperti: apakah feses tersebut berlemak atau
berminyak? Berbuih? Berbau busuk? Mengapung pada permukaan air karena
mengandung gas yang berlebihan sehingga sulit disiram sampai bersih di toilet?
Disertai dengan lendir, nanah, atau darah? Tidak lupa untuk menanyakan perjalanan
diare di sepanjang waktu, apakah akut atau kambuhan, dan pasien saat ini sedang
mengalami fase yang mana, akut yang pertama untuk fase yang kronis atau
kambuhan.2
Cari pula faktor-faktor lainnya, seperti: apakah diare hingga membangunkan
pasien pada malam hari? Faktor apa yang dikira-kira memperberat atau meringankan?
Apakah pasien merasa lebih enak setelah buang air besar? Apakah masih terdapat
desakan buang air yang hebat disertai mengejan meskipun feses yang keluar sedikit
atau tidak ada? Keadaan ini dikenal dengan tenesmus. Tanyakan juga apakah hal ini
berhubungan dengan perjalanan stres, pemakaian obat baru, apakah ada anggota
keluarga lain yang terkena, dan apakah ada gejala lain yang menyertai.2
4
untuk menentukan derajat keparahannya penyakit. Pada wanita harus ditanyakan
siklus menstruasinya karena akan berhubungan dengan perjalanan penyakit dan
terapinya lebih lanjut.3
Pemeriksaan Fisik
Untuk melakukan pemeriksaan fisik abdomen yang baik, kita memerlukan: (1)
penerangan/cahaya yang baik, (2) pasien yang rileks, dan (3) pajanan abdomen yang
penuh dari daerah di atas prosesus sifoideus hingga simfisis pubis. Daerah inguinal
harus dapat dilihat. Genitalia harus tetap ditutupi. Otot-otot abdomen harus lemas
untuk mempermudahkan pelaksanaan semua aspek pemeriksaan khususnya palpasi.2
Langkah-langkah yang dapat mempermudah dalam pemeriksaan abdomen
adalah sebagai berikut:2
Pasien harus sudah mengosongkan kandung kemihnya.
Buat pasien nyaman berbaring terlentang dengan sebuah bantal di kepalanya
dan juga di bawah lututnya.
Minta pasien meletakkan kedua lengannya pada sisi tubuh, jangan
menaruhnya di atas kepala karena posisi tersebut akan meregangkan dan
mengencangkan otot-otot abdomen sehingga palpasi sulit dilakukan.
Sebelum memulai palpasi, minta pasien menunjuk daerah yang nyeri, dan
periksalah daerah tersebut paling akhir.
Hangatkan tangan dan stetoskop, hindari kuku yang panjang.
Lakukan pendekatan secara perlahan, hindari gerakan cepat yang tidak
terduga. Amati wajah pasien dengan seksama untuk menemukan setiap tanda
yang menunjukkan rasa nyeri atau ketidaknyamanan.
Alihkan perhatian pasien dengan percakapan atau pertanyaan. Jika pasien
merasa takut atau geli, mulai palpasi dengan tangan pasien berada di bawah
kedua tangan kita. Sesudah beberapa saat, sisipkan tangan di bawah tangan
pasien dan lakukan palpasi secara langsung.
Inspeksi
Dimulai dari posisi berdiri lazimnya disebelah kanan tempat tidur pasien,
lakukan inspeksi abdomen. Ketika memeriksa kontur abdomen dan mengamati
5
gerakan peristaltis, ada baiknya dilakukan dengan membungkuk atau duduk agar
dapat melihat dengan jelas. Dalam inspeksi, yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut:2
Kulit, yang meliputi: jaringan parut (sikatriks), striae (stretch marks, berwarna
perak), vena yang berdilatasi, ruam dan lesi. Striae berwarna merah muda-
ungu dapat ditemukan pada sindrom Cushing. Vena yang berdilatasi
ditemukan pada sirosis hepatis atau obstruksi vena kava inferior.
Umbilicus, amati kontur dan lokasinya, dan setiap tanda-tanda inflamasi atau
hernia.
Kontur abdomen, apakah:
o Rata, buncit (protuberan) atau skafoid (sangat cekung atau konkaf)?
o Bagian pinggang terlihat membenjol atau terdapat benjolan setempat?
(ikut sertakan pemeriksaan daerah inguinal dan femoral). Pinggang
yang membenjol ditemukan pada asites, pemeriksaan daerah inguinalis
dan femoralis untuk menemukan hernia.
o Abdomennya simetris? Ketidaksimetrisan abdomen disebabkan karena
adanya organ yang membesar atau massa.
o Terdapat organ atau massa yang dapat diraba? (cari pembesaran hati
atau lien yang teraba di bawah tepi iga).
Peristalsis, diamati jika kita mencurigai obstruksi intestinal. Dapat terlihat
normal pada orang yang sangat kurus.
Pulsasi, pulsasi aorta yang normal sering terlihat di daerah epigastrium.
Peningkatan pulsasi terjadi pada aneurisma aorta atau peningkatan tekanan
nadi.
Palpasi
6
tangan dirapatkan serta rata pada permukaan abdomen pasien, lakukan palpasi
abdomen dengan gerakan ringan, lembut, dan sedikit menekan. Ketika
menggerakkan tangan dari satu tempat ke tempat yang lain, angkat sedikit
tangan tanpa terlepas dari permukaan kulit. Gerakkan tangan dengan hati-hati
dan lembut, lakukan perabaan pada keseluruhan kuadran abdomen. Temukan
setiap organ atau massa yang letaknya superfisial dan setiap daerah dengan
nyeri tekan atau dengan peningkatan resistensi pada tangan pada palpasi.
Palpasi dalam: biasanya palpasi diperlukan untuk menentukan batas-batas
massa abdominal. Sekali lagi, gunakan permukaan ventral jari-jari tangan dan
lakukan pada keempat kuadran abdomen. Kenali setiap massa dan perhatikan
lokasi masa tersebut, ukuran, besar, konsistensi, nyeri tekan, pulsasi, dan
temukan korelasi antara hasil pemeriksaan palpasi dengan bunyi yang
ditemukan pada perkusi.
Perkusi
Auskultasi
7
pembuluh arteri lainnya di abdomen. Terdengarnya bunyi ini menandakan adanya
pembuluh darah yang tersumbat.2
Dengarkan bunyi usus, perhatikan frekuensi dan sifatnya. Bunyi normal terdiri
atas bunyi dentingan (click) dan gemericik (gurgles) yang terdengar dengan frekuensi
yang diperkirakan 5-34 kali per menit. Kadang dapat terdengar borborigmi, yaitu
bunyi gemericik (gurgles) yang panjang dan lama karena hiperperistaltis (bunyi ini
sering disebut sebagai bunyi perut yang kosong). Karena bunyi usus menjalar
secara meluas ke seluruh abdomen, biasanya auskultasi dilakukan pada satu titik saja
seperti pada kuadran kanan bawah, biasanya sudah cukup.2
Pemeriksaan Penunjang
8
indikator yang spesifik untuk menentukan aktivitas penyakit. Pemeriksaan yang
mungkin dapat menentukan tingkat keparahan penyakit adalah hematocrit, ESR, dan
level serum albumin. Pemeriksaan mikrobiologi pada feses penting untuk menentukan
apakah penyebab penyakit merupakan infeksi atau tidak.3-5
Fecal Markers
Serological Markers
9
Berbeda dengan predominansi pANCA pada penyakit kolitis ulseratif,
antibodi terhadap Saccharomyces cerevisiae (ASCA-anti saccharomyces cerevisiae
antibody) lebih spesifik ditemukan pada pasien dengan penyakit Crohn dan positif
pada 40-60% pasien.3
Pada akhirnya, untuk bisa membedakan antara kolitis ulseratif dengan
penyakit Crohn tidak bisa dengan mendeteksi pANCA pada pasien dengan kolitis
yang masih belum diketahui penyebabnya. Namun, mendeteksi ASCA dapat menjadi
lebih bermanfaat pada indeterminate colitis, namun sensitivitasnya rendah, sehingga
prediksi kemungkinan positif ataupun negatif cukup rendah. Hasil serologi pANCA+
ASCA- lebih sering ditemukan pada pasien kolitis ulseratif dibandingkan dengan
penyakit Crohn dengan sensitivitas 44%-58% dan spesifitas 81%-98%. Sebaliknya,
pANCA- dan ASCA+ memiliki sensitivitas 30%-64% dan spesifitas 92%-97% untuk
penyakit Crohn.3
Endoskopi
10
kolonoskopi digunakan untuk menilai seberapa jauh perjalanan penyakitnya serta
aktivitas penyakitnya. Gambaran endoskopi yang terlihat pada KU yang ringan adalah
eritema, gambaran vaskularisasi mulai menghilang, dan kerapuhan yang ringan.
Gambaran endoskopi pada KU yang sedang adalah eritema yang jelas, kehilangan
gambaran vaskularisasi, kerapuhan, dan erosi. Sedangkan pada KU yang berat terlihat
adanya ulserasi dan pendarahan spontan. Gambaran histologi berubah lebih lambat
dibandingkan dengan gejala klinisnya, tapi tetap dapat digunakan untuk menilai
tingkat aktivitas penyakit.4
Ketika KU mulai menyembuh, maka perubahan mukosa terlihat dengan sangat
jelas. Mukosa kolon menyembuh dengan pertumbuhan jaringan granulasi untuk
menggantikan ulserasi yang telah terjadi, dan hingga akhirnya terjadi pemulihan
gambaran vaskularisasi pada mukosa kolon, namun gambaran tidak terlihat jelas atau
bahkan tidak jelas sama sekali karena percabangan vaskularisasi tidak terlalu banyak
yang ireguler. Pada area yang mengalami inflamasi lebih parah, pertumbuhan jaringan
granulasi terlihat lebih jelas dan mengalami reepitelisasi berbentuk pseudopolip
postinflamasi. Pseudopolip yang terbentuk bervariasi antara ukuran dan bentuknya,
dan sering berbentuk seperti finger-like projections. Jika ulserasi yang terjadi lebih
berat, maka bisa terbentuk mucosal bridges. Pseudopolip yang terbentuk tidak
memiliki potensi neoplasma sama sekali, namun sulit untuk membedakannya dengan
polip adenoma lainnya. Terutama jika memang pasien mengalami KU yang sangat
berat, maka pembentukan pseudopolip tersebut dapat menutupi seluruh mukosa,
sehingga menyebabkan kesulitan untuk mendeteksi adanya polip adenoma.3
Pada KU yang parah, endoskopi dapat tetap dilakukan, namun hanya oleh
dokter yang sudah sangat berpengalaman, untuk dapat menentukan tingkat keparahan
pada perubahan mukosa kolon, seberapa dalam ulserasi yang terjadi, untuk akhirnya
mengarah kepada prognosis dan terapi yang akan dilakukan. Kolonoskopi dan biopsi
dapat juga digunakan untuk membantu melihat apakah ada komplikasi berupa infeksi
seperti C. difficile.3
Imaging
11
abdomen dapat digunakan untuk menentukan kolitis yang berat dimana garis batas
adanya udara pada kolon dapat mendemonstrasikan ada tidaknya haustrasi atau
dilatasi pada kolon (untuk menyingkirkan megakolon toksik). Foto polos abdomen
juga dapat menunjukkan adanya sacroiliitis dan akylosing spondylitis pada pasien
yang menunjukkan gejala nyeri punggung.3
Pemberian barium kontras, dibandingkan dengan pemeriksaan endoskopi,
lebih tidak sensitif dan spesifik, di mana endoskopi juga dapat langsung dilakukan
sampling pemeriksaan histologi. Kelainan spesifik pada KU yang mungkin dapat
dilihat dengan kontras barium enema adalah hilangnya haustrasi pada bagian yang
mengalami inflamasi, lesi striktur, fistulasi, mukosa yang ireguler, gambaran ulkus
atau polip, penebalan dinding usus, gambaran kolon yang terlihat seperti memendek,
dan peningkatan jarak/ruang antara sakrum dengan rektum. Pemeriksaan barium
enema dikontraindikasikan pada pasien dengan KU berat karena berpotensi terjadinya
perforasi atau dapat menginduksi terjadinya megakolon toksik.1,3
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada skenario ini adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD)
yang mengarah kepada kolitis ulseratif (KU). Hal ini didasarkan pada adanya diare
yang berdarah, nyeri tekan pada LLQ (mengingat KU paling sering terjadi pada
rektum dan rektosigmoid), adanya anemia (Hb 10 g/dL), hasil feses lengkap yang
tidak menunjukkan adanya bakteri (kultur bakteri -) namun ada darah dan lendir.
Diagnosis dapat dipastikan dengan dilakukannya sigmoidoskopi.5
Alur Diagnosis
Secara praktis, diagnosis IBD didasarkan kepada: (1) anamnesis yang akurat
mengenai adanya perjalanan penyakit yang akut disertai eksaserbasi kronik-remisi
diare, kadang berdarah, nyeri perut, serta ada tidaknya riwayat keluarga; (2) gambaran
klinik yang sesuai dengan ketentuan poin pertama; (3) data laboratorium yang
menyingkirkan penyebab inflamasi lain, terutama untuk Indonesia, adanya infeksi
gastrointestinal. Eksklusi penyakit Tuberkulosis sangat penting mengingat gambaran
klinisnya mirip dengan PC. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk
IBD; (4) temuan endoskopik yang khas dan didukung konfirmasi histopatologik; (5)
12
temuan gambaran radiologik yang khas; (6) pemantauan perjalanan klinik pasien yang
bersifat akut-remisi-eksaserbasi kronik.1
Diagnosis Banding
Penyakit Crohn
Kolitis Infeksi
Infeksi pada kolon dan usus kecil dapat menyerupai KU ataupun PC. Dapat
berupa bakteri, jamur, virus, hingga protozoa. Kolitis yang disebabkan oleh
Campylobacter dapat memiliki kemiripan dengan KU pada endoskopi, dan juga dapat
menimbulkan relaps seperti pada KU. Infeksi Salmonella juga dapat menyebabkan
diare cair ataupun berdarah, nausea, dan muntah. Shigellosis juga dapat menyebabkan
diare cair, nyeri perut, demam, dan dapat diikuti dengan rectal tenesmus (rasa tidak
puas saat BAB), juga dapat diikuti adanya darah dan lendir yang berasal dari rektum.
Ketiga infeksi di atas biasanya merupakan self-limited disease, tetapi sekitar 1%
pasien yang terinfeksi Salmonella menjadi carier yang asimtomatik.4
Infeksi Yersinia enterocolitica terjadi biasanya pada ileum terminal dan dapat
menyebabkan ulserasi mukosa, invasi neutrofil, hingga penebalan dinding ileum.
Infeksi bakteri lainnya yang dapat menyerupai IBD adalah: (1) infeksi C. difficile,
yang dapat menyebabkan diare cair, tenesmus, nausea, hingga muntah; (2) infeksi E.
coli, dengan strain-strain yang dapat menyerupainya adalah enterohemoragik,
enteroinvasif, dan enteroadherent E.coli, di mana ketiganya dapat menyebabkan diare
13
yang berdarah, serta nyeri abdomen. Diagnosis untuk kolitis yang disebabkan oleh
bakteri ini adalah kultur feses dan analisa toksin C. difficile.4
Keterlibatan GI pada infeksi Mycobacterium biasanya terjadi pada pasien
dengan sistem imun yang rendah, namun dapat juga terjadi pada pasien dengan
imunitas normal. Predominansi infeksi Mycobacterium adalah pada ileum distal dan
caecum, dan pasien menunjukkan adanya gejala obstruksi usus kecil, serta nyeri
abdomen. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan kolonoskopi dengan biopsi dan
kultur. Infeksi Mycobacterium avium-intracelullare kompleks biasanya terjadi pada
pasien dengan infeksi HIV tingkat lanjut dan pada keadaan-keadaan dengan daya
tahan tubuh rendah lainnya. M. avium dan M. intracellulare merupakan bakteri
saprofit yang terdapat di air dan tanah, dan masuk ke dalam tubuh melalui traktus GI.
Daya tahan tubuh yang rendah dapat menyebabkan infeksi oportunistik karena bakteri
ini. Biasanya gejala dapat berupa gejala sistemik, diare, nyeri perut, berat badan
menurun, demam, hingga malabsorbsi. Diagnosis dapat dilakukan dengan kultur dari
biopsi mukosa usus.4
Meskipun kebanyakan pasien yang mengalami kolitis karena virus biasanya
disebabkan karena sistem imun yang rendah, CMV dan herpes simplex proctitis dapat
terjadi pada individu yang imunocompeten. CMV biasanya banyak melibatkan
esofagus, kolon, rektum, dan dapat juga melibatkan usus halus. Gejala berupa nyeri
abdomen, diare berdarah, demam, dan berat badan yang menurun. Pada kasus yang
berat dapat terjadi nekrosis hingga perforasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
identifikasi karakteristik virus ini, yaitu badan inklusi intranuklear pada sel mukosa
ketika dilakukan biopsi. Infeksi herpes simplex pada GI terbatas pada orofaring,
anorektum, dan perianal. Gejala berupa nyeri pada anorektal, tenesmus, konstipasi,
adenopati inguinal, kesulitan berkemih, dan parestesi sakral. Diagnosis didapat
dengan melakukan biopsi rektum dengan mengidentifikasi badan inklusi yang
spesifik. HIV juga dapat menyebabkan diare, nausea, vomiting, dan anoreksia. Biopsi
pada usus halus akan menunjukkan adanya atrofi parsial vili-vili.4
Infeksi parasite protozoa seperti Isospora belli, yang sebenarnya adalah self-
limited disease, namun dapat menyebabkan infeksi kronis berupa diare cair, hingga
penurunan berat badan pada pasien dengan AIDS. Infeksi Entamoeba histolytica
dapat memberikan gejala nyeri abdomen, tenesmus, diare yang cukup sering dengan
darah dan lendir. Kolonoskopi akan memperlihatkan ulserasi yang belang-belang
atau selang-seling, di mana diselingi oleh mukosa yang masih normal. Diagnosis
14
dapat dilakukan dengan biopsi atau deteksi antibodi terhadap amoeba dalam serum.
Kolitis amebik yang fulminan jarang sekali terjadi, tetapi angka kematiannya >50%.4
Divertikulitis
Epidemiologi
Fakta menunjukkan bahwa rasio terjadinya KU antara pria dan wanita sama.
begitu pula dengan kerabatnya, yaitu PC. KU biasanya lebih sering terjadi pada umur
remaja/dewasa muda (15-30 tahun), namun juga dapat terjadi pada umur yang cukup
tua yaitu sekitar 60-80 tahun. Orang berkulit putih memiliki prevalensi KU lebih
tinggi dibandingkan dengan bukan orang berkulit putih. Kelompok bersosioekonomi
tinggi lebih banyak terjadi kasus KU dibandingkan dengan kelompok
bersisioekonomi rendah.4
Efek dari merokok rupanya dapat meningkatkan resiko terjadinya KU sebesar
40% dibandingkan mereka yang tidak merokok. Bahkan mantan perokok sekalipun
masih memiliki resiko 1.7 kali lebih besar terkena KU dibandingkan dengan mereka
yang sama sekali tidak pernah merokok. Bukti lain menunjukkan bahwa
appendectomy memberikan proteksi terhadap KU, namun meningkatkan resiko
terjadinya PC, yaitu segera setelah appendectomy, namun resiko akan terus menurun.
Hal ini dapat menjadi faktor pendukung diagnosis yang penting bagi mereka yang
baru saja terkena PC setelah appendectomy.4
Pada 5-10% pasien yang terkena IBD, merupakan kasus yang bersifat familial.
Pasien ini biasanya menunjukkan gejala yang lebih awal, yaitu pada umur yang masih
15
cukup muda. Jika kedua orang tua menderita IBD, maka masing-masing anaknya
akan memiliki resiko IBD sebesar 36%. IBD juga dapat terjadi/berhubungan dengan
adanya gangguan pada genetik, seperti pada Turners syndrome dan Hermansky-
Pudlak syndrome.4
Manifestasi Klinis
16
Pasien dengan proktitis biasanya akan mengeluarkan darah segar atau darah
dengan lendir, yang dapat bercampur dengan feses maupun hanya pada permukaan
feses saja. Jika penyakit mulai menyebar ke arah yang lebih dalam, maka darah akan
bercampur dengan feses. Motilitas kolon terganggu karena adanya inflamasi, sehingga
waktu transit di usus menjadi lebih cepat. Jika penyakitnya sangat berat, feses yang
keluar berupa cair dan mengandung darah, pus, serta lendir. Diare biasanya terjadi
pada malam hari ataupun postprandial. Gejala nyeri abdomen menjadi kekhasan pada
KU, di mana nyeri terasa pada regio LLQ pada abdomen. Gejala lain yang dapat
muncul adalah demam, anoreksia, nausea, vomiting, dan penurunan berat badan.4
Komplikasi
Hanya sekitar 15% pasien dengan KU menunjukkan adanya nyeri yang sangat
hebat pada abdomen. Pendarahan yang hebat terjadi pada kasus yang berat sebagai
serangan hebat pada sekitar 1% pasien, dan biasanya treatment ditujukan untuk
menghentikan pendarahan. Namun, jika pasien membutuhkan 6-8 unit darah dalam 1-
2 hari, maka kolektomi harus dilakukan.4
Toxic megacolon adalah pembesaran pada colon transversa atau colon
descendens dengan diameter >6 cm, dengan kehilangan haustrasi, dan terjadi pada
KU yang berat. Keadaan ini terjadi pada 5% kasus dan dapat dipicu oleh adanya
abnormalitas elektrolit dan narkotika. Sekitar 50% dari kasus pembesaran/dilatasi
akut ini dapat diselesaikan dengan terapi medikamentosa saja, tetapi pada pasien yang
tidak memberikan respon apa-apa harus dilakukan kolektomi.4
Perforasi merupakan komplikasi lokal yang paling berbahaya, karena
pemeriksaan fisik peritonitis tidak terlalu jelas, terutama karena pasien juga menerima
terapi berupa glukokortikoid. Meskipun perforasi biasanya jarang terjadi, tingkat
mortalitasnya mencapai 15%.4
Striktura juga dapat terjadi pada 5-10% pasien dan menjadi perhatian utama
karena dapat menuju kepada neoplasma. Meskipun striktura yang ringan/jinak dapat
berasal dari inflamasi dan fibrosis yang terjadi pada KU, stiktura yang tidak dapat
dilewati dengan kolonoskopi harus dianggap/diasumsikan sebagai neoplasma ganas
sebelum tindakan pembuktian dilakukan. Striktura yang tidak dapat dilewati dengan
kolonoskopi merupakan indikasi dilakukannya tindakan pembedahan.4
17
Penatalaksanaan
18
Walaupun mesalamin merupakan salisilat, efek terapeutiknya tidak berkaitan
dengan penghambatan siklooksigenase; bahkan, NSAID tradisional dapat
memperparah IBD.8
Pentasa merupakan formula mesalamin yang mengandung timed-release
mikrogranul yang melepas 5-ASA ketika melalui usus halus. Asacol dan Apriso
mengandung 5-ASA yang di-coated dalam resin yang sensitif terhadap pH, yang akan
larut pada pH sekitar 6-7 (pH pada ileum distal dan kolon proksimal), begitu pula
dengan Lialda. 5-ASA juga dapat diberikan dosis tinggi pada rektum dan kolon
sigmoid dengan formulasi enema (Rowasa) dan supositoria (Canasa).9
Dosis sulfasalazine adalah 4 g/hari yang dibagi menjadi 4 dosis bersama
dengan makanan. Untuk menghindari efek yang merugikan, dosis ditingkatkan secara
bertahap dimulai dari dosis awal 500 mg dua kali sehari. Dosis sebesar 6 g/hari dapat
digunakan, namun dapat meningkatkan insiden efek samping. Untuk pasien dengan
KU yang parah, sulfasalazine akan kurang efektif walaupun ditambahkan dengan
glukokortikoid sistemik. Terlepas dari keparahan penyakit, obat ini berguna untuk
mencegah kekambuhan saat keadaan penyakit tanpa gejala telah dicapai. Dosis lazi
Asacol adalah 800 mg tiga kali sehari, dan Pentasa 1 g empat kali sehari. Dosis lebih
rendah digunakan untuk pemeliharaan (contoh: Asacol 800 mg dua kali sehari).
Rowasa efektif digunakan untuk proktitis aktif, sedangkan Canasa efektif untuk KU
distal, 500 mg dua sampai tiga kali sehari.8,9
Efek samping sulfasalazine terjadi pada 10-45% pasien dan terutama berkaitan
erat dengan gugus sulfa. Beberapa efek samping berkaitan dengan dosis, termasuk
sakit kepala, mual, dan letih. Reaksi-reaksi ini dapat diminimalkan dengan pemberian
obat bersama dengan makanan atau dengan mengurangi dosis. Reaksi alergi dapat
saja terjadi berupa Steven-Johnson, dan sebagainya. Sulfasalazine menurunkan
jumlah dan motilitas sperma secara reversibel, namun tidak mempengaruhi fertilitas
wanita. Sulfasalazine juga menghambat absorpsi folat di usus, sehingga biasanya
pemberian sulfasalazine ditambahkan dengan asam folat.8
Formula mesalamin yang baru umumnya dapat ditoleransi dengan lebih baik,
efek samping jarang dan cukup sedikit. Sakit kepala, ruam, dan dispepsia adalah efek
yang sering terjadi.8
19
Glukokortikoid
Senyawa Imunosupresan
Ada 3 jenis senyawa imunosupresan yang dapat digunakan untuk terapi IBD,
yaitu tiopurin, metotreksat, dan siklosporin.8
Derivat tiopurin bersifat sitotoksik, yaitu merkaptopurin dan azathioprin,
digunakan untuk mengobati IBD yang parah atau pasien yang resisten terhadap
steroid, atau bergantung pada steroid. Kedua obat ini dapat saling menggantikan satu
20
sama lain dengan penyesuaian dosis yang tepat. Dosis azatiophrin adalah 2-2,5 mg/kg
dan merkaptopurin 1,5 mg/kg.8
Metotreksat (MTX) biasanya digunakan pada pasien IBD yang resisten
terhadap steroid, atau bergantung pada steroid. MTX lebih cocok diberikan parenteral
sebesar 15-25 mg/minggu. Namun efikasinya pada KU belum diteliti lebih jauh
karena lebih banyak digunakan pada PC.8
Siklosporin efektif untuk KU parah yang gagal terapi glukokortikoid
memadai. Antara 50%-80% pasien yang parah ini mengalami perbaikan yang cukup
signifikan umumnya dalam 7 hari, dengan dosis intravena 2-4 mg/kg/hari, bahkan
dapat menghindari dilakukannya kolektomi darurat.8
Terapi Anti-TNF
Terapi Antibiotik
21
Terapi IBD pada Kehamilan
Prognosis
C. Kesimpulan
Kolitis ulseratif adalah salah satu jenis dari inflammatory bowel disease selain
penyakit Crohn. Penanda utama diagnosis pada KU adalah perjalan penyakit yang
kronis dengan eksaserbasi akut, diare berdarah dan berlendir, terdapat tanda-tanda
anemia, pada pemeriksaan feses lengkap tidak ditemukan adanya bakteri, serta
terdapat nyeri tekan pada LLQ. Hal ini sesuai dengan skenario yang ada di mana laki-
laki berusia 36 tahun tersebut mengalami nyeri perut yang sudah hilang timbul selama
satu tahun, dan mengalami diare dengan darah dan lendir. Terdapat nyeri tekan LLQ
dan pada pemeriksaan feses lengkap tidak ditemukan adanya bakteri. Tanda lain yang
ditemukan adalah adanya anemia (Hb 10 g/dL), sehingga pasien ini didiagnosis
menderita kolitis ulseratif.
22
D. Daftar Pustaka
23