Anda di halaman 1dari 18

RESUME MATERI PSIKOLOGI PENDIDIKAN

NAMA : RAHMAYANI
NIM : 1414442002
KELAS : PENDIDIKAN BIOLOGI ICP B

PERKEMBANGAN KOOGNITIF
A. Perkembangan Kognitif
Kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam
belajar karena sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan
dengan masalah mengingat dan berpikir. Istilah Cognitive berasal dari kata
cognition artinya adalah pengertian, atau mengerti. Teori kognitif lebih
menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan
aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain.
Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan,
penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Secara umum kognitif
diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan :
1. pengetahuan (knowledge),
2. pemahaman (comprehention),
3. penerapan (aplication),
4. analisa (analysis), sintesa (sinthesis),
5. evaluasi(evaluation).

B. Prinsip-Prinsip Perkembangan yang Terjadi pada Umumnya


1. Perkembangan Merupakan Proses yang Tidak Pernah Berhenti (never
ending process)
2. Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
3. Perkembangan itu Mengikuti Pola Arah Tertentu
4. Perkembangan Terjadi Pada Tempo yang Berlainan
5. Setiap Fase Perkembangan Mempunyai Ciri Khas

1
6. Setiap Individu yang Normal Akan Mengalami Tahapan/Fase
Perkembangan

C. Teori Piaget tentang Perkembangan Kognitif


Teori Piaget menguraikan perkembangan kognitif dari bayi sampai dewasa.
Dalam pandangan Piaget, struktur kognitif merupakan kelompok ingatan yang
tersusun dan saling berhubungan, aksi dan strategi yang dipakai oleh anak-anak
untuk memahami dunia sekitarnya. Untuk memahami teori perkembangan
kognitif dai Jean Piaget, ada beberapa konsep yang harus dipahami terlebih
dahulu, yaitu:
1. Inteligensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur
yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensori diarahkan.
2. Organisasi, menunjuk pada tendensi semua spesies untuk mengadakan
sistematisasi dan mengorganisasi proses-proses mereka dalam sustu system
yang koheren, baik secara fisis maupun psikologis.
3. Skema adalah struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema itu akan beradaptasi dan
berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
4. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi,konsep atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang
sudah ada di dalam fikirannya.
5. Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema yang
lama, hal ini terjadi karena dalam menghadapi rangsangan/pengalaman baru,
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan
skema yang telah ia miliki, hal ini terjadi karena pengalaman baru itu tidak
cocok dengan skema yang telahada.
6. Ekuilibrasi adalah keadaan harmoni atau stabilitas. Dalam teori Piaget,
relatif (atau sementara) ekuilibrium terjadi setiap kali asimilasi dan
akomodasi berada dalam keseimbangan dengan satu sama lain.
7. Adaptasi, secara garis besar, Piaget mengelompokkan tahap-tahap
perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap secara berurutan. Setiap

2
tahapan ditandai dengan tingkah laku tertentu serta jalan pikiran dan
pemecahan masalah tertentu pula. Tahap pertama disebut sebagai sensory-
motor, untuk anak yang barulahir kira-kira anak berusia 18 bulan sampai
dua tahun. Tahap per-operasional. Untuk anak yang berusia dari dua tahun
hingga tujuh tahun.
Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang
dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
1. Periode sensori-motor (0 2,0 tahun). Tingkah laku anak bersifat motorik
dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal
lingkungannyauntu mengenal obyek.
2. Periode pra-operasional (2,07,0 tahun)
Hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu
melakukansimbolisasi.
3. Periode operasional konkret (7,011,0 tahun)
Mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh
persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis.
4. Periode opersional formal (11,0 dewasa)
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembanganstruktur
kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenismasalah
hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan
dapat menerima pandangan orang lain.

D. Teori Vygotsky tentang Perkembangan Konitif


Saat berinteraksi dengan anak-anak, orang-orang dewasa membagikan
makna (meanings) yang mereka lekatkan ke objek, peristiwa dan secara yang
lebih umum. Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan
konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari
percakapan dengan seorang penolong yang ahli.
1. Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)

3
Rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat
diipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak
yang terlatih.
2. Konsep Scaffolding
Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-
anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog,
konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang
sistematis, logis dan rasional.
3. Bahasa dan Pemikiran
Bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan kemudian
menyatu. Anak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan
orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan dalam pikiran-pikiran
mereka sendiri.

4
PERKEMBANGAN LINGUISTIK
A. Perkembangan Linguistik
Pengertian sempit, linguistik hanya mencakup karya penelitian dan
teoretis saja. Penggunaan pengertian luas dan sempit itu untuk memudahkan
wacana ilmiah karena yang namanya keilmiahan itu adalah konsep berjenjang,
bisa digolongkan sebagai karya linguistik ilmiah karena merupakan prestasi
kebahasaan pada zamannya meskipun karya pedagogis.
Agar dapat berkomunikasi secara efektif, anak harus menguasai banyak
aspek bahasa, termasuk makna dari ribuan kata, seperangkat aturan yang rumit
mengenai bagamana cara merangkai kata-kata, dan aturan-aturan sosial dalam
berinteraksi dengan orang lain. Pengetahuan dan keterampilan tersebut terus
berkembang sepanjang masa-masa sekolah, dan seringkali dengan bimbingan
guru.
Secara umum, inilah perkembangan linguistic individu dari masa bayi hingga
remaja :
Masa Bayi (0- 2 tahun)
Masa Kanak-Kanak Awal
Masa kanak-Kanak Akhir
Masa Remaja
1. Perkembangan Sintaksis
Perkembangan Sintaksis merupakan rangkaian peraturan yang digunakan
seseorang yang seringkali tanpa disadari untuk menempatkan kata-kata
menjadi kalimat. Saat mulai memasuki bangku sekolah, anak-anak telah
menguasai banyak peraturan sintaksis.
2. Perkembangan Kemampuan Mendengarkan
Kemampuan siswa memahami apa yang didengar dipengaruhi oleh
pengetahuan mereka mengenai kosakata dan sintaksis, namun faktor-faktor
lainnya juga berpengaruh. Pemahaman anak mengenai apa yang didengar
seringkali dipengaruhi oleh konteks tempat mereka mendengarkan kata-kata
tersebut. Saat anak-anak bertambah dewasa, mereka menjadi semakin

5
kurang bergantung kepada konteks untuk memahami pesan-pesan orang
lain.
3. Perkembangan Keterampilan Komunikasi Lisan
Pragmatika, yakni konvensi-konvensi sosial yang mengarahkan interaksi
lisan yang tepat dengan orang lain. Pragmatika mencakup peraturan-
peraturan mengenai etiket, strategi-strategi mengawali dan mengakhiri
percakapan, mengubah subjek pembicaraan, menceritakan kisah, dan
berdebat secara efektif.
4. Perkembangan Kosakata
Satu perubahan nyata dalam bahasa anak-anak semasa tahun-tahun sekolah
adalah peningkatan kosakata. Anak-anak mempelajari kosakata melalui
pembelajaran kosakata secara langsung disekolah, namun mereka
kemungkinan mempelajari lebih banyak lagi dengan menyimpulkan makna
dari konteks tempat mereka mendengar.
5. Perkembangan Kesadaran Metalinguistik
Permainan kata membantu siswa memahami kata-kata dan frase-frase yang
seringkali memiliki lebih dari satu makna yang dapat mengembangkan
kesadaran metalinguistik
6. Mempelajari Bahasa Kedua
Saat dunia kerja orang dewasa lebih mengglobal, terdapat kebutuhan yang
semakin besar bahwa anak-anak mempelajari suatu bahasa baru, selain
bahasa ibu. Bilingualisme, anak-anak bilingual artinya mereka berbicara dua
(terkadang tiga atau lebih) bahasa secara fasih..

B. Sejarah Perkembangan Linguistik


Para brahmana dan brahmacarin dalam mengajarkan pemahaman dan
pengalaman isi kitab Veda kepada para pengikutnya secara lisan. Untuk
keperluan religius, pengucapan atau sistem fonologi bahasa sansekerta
dipelajari dengan tekun. Banyak ahli bahasa barat yang kagum dan terperanjat
setelah mengetahui bahwa tata bahasa sansekerta tersebut. Bahkan banyak
yang menilai bahwa deskripsi linguistik panini ini merupakan deskripsi

6
struktural yang paling cermat dan paling murni. Hal tersebut dapat kita pahami
karena motivasinya bukanlah motivasi yang sifatnya linguistic melainkan
motivasi religius. Sayangnya puncak strukturalisme pada saat itu terputus sama
sekali dan tidak ada kelanjutannya barang sedikit pun.

7
PERKEMBANGAN PRIBADI DAN SOSIAL
A. TEORI KONTEMPORER
Teori Ekologi Bronfenbrenner
Teori ekologi dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner (1917) yang fokus
utamanya adalah pada konteks sosial di mana anak tinggal dan orang-orang
yang memengaruhi perkembangan anak.
1. Mikrosistem
Mikrosistem adalah setting dimana individu menghabiskan banyak waktu.
Beberapa konteks dalam sistem ini antara lain adalah keluarga, teman
sebaya, sekolah, dan tetangga.
2. Mesosistem
Mesosistem adalah kaitan antar-mikrosistem. Contoh adalah hubungan
antara pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah, dan
antara keluarga dan teman sebaya.
3. Eksosistem
Eksosistem (exosystem) terjadi ketika pengalaman di setting lain (dimana
murid tidak berperan aktif) memengaruhi pengalaman murid dan guru
dalam konteks mereka sendiri.
4. Makrosistem
Makrosistem adalah kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah luas yang
mencakup peran etnis dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak.
Kultur adalah konteks terluas di man amurid dan guru tinggal, termasuk
nilai dan adat istiadat masyarakat.
5. Kronosistem
Kronosistem adalah kondisi sosiihistoris dari perkembangan anak.

8
PERKEMBANGAN MORAL DAN SOSIAL
A. Perkembangan Moral dan Sosial
Pengertian perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan
proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas
kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Moral berasal dari bahasa Latin yaitu
Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat-istiadat, dan kebiasaan.
Dalam kamus psikologi dituliskan bahwa moral mengacu pada akhlak yang
sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan
yang mengatur tingkah laku.
Dari pengertian perkembangan dan moral diatas maka, perkembangan
moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku
yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat,
atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.

B. Teori-Teori Perkembangan Moral


Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
Perkembangan moral dapat pula dipahami melalui pendekatan kognitif. Piaget
bahkan mempercayai bahwa struktur kognitif dan kemampuan kognitif anak
adalah dasar dari pengembangan moralnya. Berdasarkan hasil observasinya
terhadap aturan-aturan permainan yang digunakan anak-anak, Piaget
menyimpulkan bahwa ada dua tingkat perkembangan moral pada anak usia
antara 6-12 tahun yakni:
1. Tingkatan Heteronomi
Pada tingkatan heteronomi merupakan tahap perkembangan moral yang
terjadi pada anak-anak usia kira-kira 6 hingga 9 tahun.
2. Tingkatan Autonomi
Pada tingkatan autonomi merupakan tahap perkembangan moral yang
terjadi pada anak-anak usia kira-kira 9 sampai 12 tahun.

9
Perkembangan Moral Menurut Teori Pikiran (Theory of Mind)
Menurut Goldman, Theory of Mind adalah cabang ilmu kognitif yang
menyelidiki bagaimana seseorang mengetahui kondisi mental dan
memprediksi perilaku orang lain. Dengan kata lain, Theory of Mind (TOM) ini
juga menyelidiki mindreading dan mentalizing atau kemampuan mentalistik.
Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Lawrence Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral merupakan
penalaran moral dan terjadi secara bertahap. Kohlberg tiba di teorinya setelah
mewawancarai anak-anak, remaja, dan dewasa (terutama laki-laki) mengenai
pandangan mereka pada serangkaian dilema moral.

C. Tren Perkembangan Moralitas dan Perilaku Sosial


Kebanyakan anak menunjukkan perilaku yang lebih bermoral dan sosial seiring
bertambahnya usia mereka. Berikut di bawah ini tren perkembangan moralitas
dan perilaku sosial.
1. Sejak usia dini, anak mulai menggunakan standar-standar internal untuk
mengevaluasi perilaku.
2. Anak-anak semakin mampu membedakan antara pelanggaran moral dan
pelanggaran konvensional.
D. Seiring berlalunya tahun-tahun sekolah, anak-anak semakin mampu
memberikan respons emosinal terhadap kesusahan dan penderitaan orang lain.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Moral
Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang
berhubungan dengan perkembangan penalaran dan perilaku moral. Berikut
dibawah ini faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan moral.
1. Perkembangan Kognitif Umum. Penalaran moral yang tinggi artinya
penalaran yang dalam mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur.
2. Penggunaan Rasio dan Rationale. Anak-anak lebih cenderung memperoleh
manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka memikirkan kerugian
fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap
orang lain.

10
3. Isu dan Dilema Moral. Dalam teorinya mengenai perkembangan moral,
Kohlberg menyatakan bahwa anak-anak berkembang secara moral ketika
mereka menghadapi suatu dilema moral yang tidak dapat ditangani secara
memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu dengan
kata lain, ketika anak menghadapi situasi yang menimbulkan disekuilibrium
(ketidakseimbangan).
4. Perasaan diri. Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral
ketika mereka berpikir bahwa sesungguhnya mampu menolong orang lain
dengan kata lain ketika mereka memiliki pemahaman diri yang tinggi
mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan.

E. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Sosial


Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan sosial khususnya pada anak
yaitu :
1. Keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang
memberikan pengaruh berbagai aspek-aspek perkembangan anak, termasuk
perkembangan sosialnya.
2. Kematangan. Proses sosialisasi tentu saja memerlukan kematangan fisik dan
psikis. Untuk memberi dan menerima pandangan atau pendapat orang lain
diperlukan kematangan intelektual dan emosional. Selain itu, kematangan
mental dan kemampuan berbahasa ikut pula menentukan keberhasilan
seseorang dalam berhubungan sosial.
3. Status Sosial Ekonomi. Kehidupan sosial di pengaruhi pula oleh kondisi
atau status sosial ekonomi keluarga. Masyarakat akan memandang seorang
anakdalam konteksnya yang utuh dengan keluarga anak itu.
4. Pendidikan. Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak
memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan
kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5. Kapasitas Mental: Emosi dan Inteligensi. Kapasitas emosi dan cara berpikir
mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan

11
masalah, berbahasa, dan menyesuaikan diri terhadap kehidupan di
masyarakat. Perkembangan emosi dan inteligensi berpengaruh terhadap
perkembangan sosial anak.

F. Keberagaman dalam Perkembangan Pribadi dan Sosial


Perbedaan-perbedaan Budaya dan Etnik
Sebuah karakteristik yang sering muncul terkait perbedaan kelompok budaya
dan etnis adalah perasaan diri. Sebagaimana telah kita pelajari, sejumlah
budaya mendorong anak untuk memiliki rasa bangga atas pencapaian keluarga
dan kelompok-kelompok sosial mereka, alih-alih atas pencapaian pribadinya.
Perbedaan-perbedaan Jender
Sejumlah peneliti menemukan perbedaan jender terkait self-esteem secara
keseluruhan. Anak laki-laki memiliki persepsi diri yang lebih positif
dibandingkan anak perempuan, terutama pada masa remaja. Perbedaan jender
juga telah diamati dalam perilaku interpersonal.
Perbedaan-perbedaan Sosioekonomi
Anak-anak dan remaja dari beragam latar belakang tumbuh dengan
menghadapi tantangan-tantangan. Mungkin mereka harus menghadapi penyakit
yang parah, tinggal bersama orangtua tunggal, atau mengalami konflik
keluarga. Secara khusus, anak-anak dan remaja yang berasal dari keluarga
berpenghasilan rendah seringkali mengalami tantangan-tantangan berat
tersebut.
Mengakomodasi Siswa-siswa Berkebutuhan Khusus
Beberapa siswa memiliki kebutuhan pendidikan khusus sesuai dengan
perkembangan pribadi dan sosial mereka. Banyak siswa dengan
ketidakmampuan kognitif, sosial ataupun fisik memiliki self-esteem yang lebih
rendah dibandingkan teman-teman sekelas mereka.

12
PERBEDAAN-PERBEDAAN KELOMPOK

A. Perbedaan Budaya dan Etnis, Jender serta Sosio-Ekonomi


1. Perbedaan Budaya dan Etnis
Konsep kebudayaan mencakup perilaku dan sistem keyakinan yang menjadi
ciri kelompok sosial yang sudah lama ada. Latar belakang budaya kita
memengaruhi perspektif dan nilai-nilai yang kita anut, keterampilan-
keterampilan yang kita kuasai dan kita anggap penting, dan peranan orang
dewasa yang kita inginkan. Hal tersebut juga mengarahkan perkembangan
keterampilan bahasa dan komunikasi, ekspresi dan pengaturan emosi, serta
pembentukan citra diri kita.
Menyesuaikan Perbedaan Budaya di Rumah dan Sekolah
Ormrod (dalam C. R. Harris, 1991; Igoa, 1995) banyak anak saat pertama
masuk sekolah mengalami semacam goncangan budaya (culture shock).
Gegar budaya ini lebih hebat bagi sebagian siswa dibandingkan siswa-siswa
lain. Karena sebagian besar sekolah di Amerika Utara dan Eropa Barat
utamanya memiliki dasar budaya Barat arus utama, yaitu siswa yang
dibesarkan pada budaya tersebut seringkali cepat beradaptasi dengan
lingkungan kelas. Namun, siswa yang berasal dari budaya dengan norma-
norma perilaku yang sangat berbeda misalnya, pada imigrasi baru dapat
mengalami Ketidakcocokan budaya antara rumah dan sekolah.
Contoh Keragaman Budaya dan Etnis
a) Bahasa dan Dialek
b) Berbicara Versus Tetap Diam
c) Kontak Mata
d) Ruang Pribadi
e) Pertanyaan
f) Menunggu Versus Interupsi
g) Pertunjukan Publik Versus Pertunjukan Pribadi
h) Pandangan terhadap Olok-Olok

13
i) Kerja Sama Verus Kompetisi
j) Hubungan Keluarga dan Ekspektasi
k) Konsepsi Waktu Banyak
l) Pandangan Dunia
Membetuk Lingkungan Kelas yang Lebih Multikultural
Fitur di dalam ruang kelas Berjudul Membentuk kelas yang multikultur
memberikan beberapa contoh konkret mengenai hal-hal yang bisa kita
lakukan untuk meningkatkan pemahaman kita dan siswa-siswa kita tentang
beragam kelompok budaya, berikut ini adalah strategi yang lebih umum:
a) Pahami Lensa Budaya Anda Sendiri
b) Masukkan Nilai, Keyakinan, Tradisi Banyak Budaya dalam Kurikulum.
c) Bekerja Keras untuk Menghapus Stereotip Etnis Siswa.
d) Ingatlah Bahwa sebagian Siswa Bisa Memiliki Beberapa Hubungan
Budaya
e) Tingkatkan Interaksi Produktif diantara Para Siswa dari Beragam
Kelompok Ras dan Etnis.
f) Masukan Keragaman Kultural ke dalam Kelas yang Homogen Secara
Budaya
g) Tumbuhkan Ide-Ide Demokratis
2. Perbedaan Jender
Hasil-hasil Penelitian tentang Perbedaan Jender
a) Aktivitas Fisik dan Keterampilan Motorik
b) Kemampuan kognitif dab akademis
c) Motivasi dalam kegiatan akademis
d) Perasaan diri
e) Perilaku dan hubungan antar pribadi
f) Perilaku di kelas
g) Aspirasi karier
Asal Mula Perbedaan Jender
Ormrod (dalam Lippa, 2002) para teoritikus berspekulasi bahwa beberapa
faktor berkontribusi terhadap perbedaan jender. Karakteristik dan

14
kecenderungan yang diturunkan memiliki peran substansial dalam sebagian
perbedaan, sedangkan faktor-faktor lingkungan lebih berkontribusi terhadap
perbedaan yang lain. Dalam banyak kasus, faktor biologis (keturunan) dan
pengalaman (lingkungan) berhubungan dan saling melengkapi sehingga
memperkuat pengaruh masing-masing.
a) Peran biologis
Faktor hereditas menentukan perbedaan fisik yang mendasar (sebagian
sejak lahir, tetapi sebagian lagi timbul di masa pubertas) antara laki-laki
dan perempuan.
b) Sosialisasi
Ormrod (dalam Fuller, 2001) dari segi persamaan lingkungan, pada
dasarnya setiap setiap budaya mengajarkan pada anak-anak bahwa
sebagian perilaku lebih pantas bagi anak lelaki dan lainnya lebih pantas
bagi perempuan.
c) Perilaku kelompok sebaya
Kelompok sebaya cenderung merespons lebih positif anak-anak yang
bermain sesuai jender dan lebih negatif pada mereka yang tidak;
tekanan kelompok sebaya semacam itu utamanya umum terjadi pada
anak lelaki.
d) Perilaku guru
Perbedaan kecil dalam memperlakukan anak lelaki dean perempuan terus
berlangsung. Sebagai contoh, guru cenderung lebih memberikan
perhatian pada anak lelaki, sebagian karena anak lelaki lebih banyak
bertanya dan lebih sering membuat ulah. Guru-guru juga lebih banyak
memberikan umpan balik kepada anak lelaki (pujian dan kritik) dari
pada anak perempuan.
e) Sosialisasi diri
Pada gilirannya, skema jender ini menjadi bagian dari perasaan diri
mereka dan memberi panduan terhadap perilaku mereka sendiri
bagaimana mereka harus berpakaian, mainan apa yang harus mereka
mainkan, minat dan bidang pelajaran akademis apa yang harus mereka

15
pelajari dan sebagainya. Ketika anak-anak meNcapai usia sekolah,
sebagian besar tekanan untuk bertindak sesuai jender dating dari dalam
diri ketimbang dari orang lain.
3. Perbedaan Sosioekonomi
Prestasi sekolah siswa dihubungkan dengan status sosioekonomi mereka:
siswa SES tinggi cenderung memiliki prestasi akademis lebih tinggi,
sedangkan siiswa SES rendah cenderung memiliki resiko putus sekolah
yang lebih besar (J. S Lee & Bowen, 2006; McLoyd, 1998; L.S Miller,
1995; Irin 2005). Ketika siswa dari keluarga SES rendah naik kelas demi
kelas, mereka semakin jauh tertinggal dari8 teman-teman sebaya mereka
dari keluarga SES tinggi (Jimerson, Egeland, & Teo, 1999).
Faktor-Faktor Resiko yang Terkait dengan Kemiskinan
a. Gizi dan kesehatan buruk.
b. Rumah yang tidak layak dan sering berpindah-pindah.
c. Rentan terhadap racun.
d. Lingkungan social yang tidak sehat.
e. Kesenjangan dalam pengetahuan dasar.
f. Kurangnya keterlibatan orangtua dalam kegiatan sekolah dan pekerjaan
rumah.
g. Sekolah Berkualitas Rendah.
Menumbuhkan Ketangguhan
Berkat guru-guru seperti Bu A, banyak siswa dari keluarga berpenghasilan
rendah berhasil di sekolah terlepas dari kesulitan ekonomi yang luar biasa
(Humphreys, 1992; mNieto, 1995; B. William & Newcombe, 1994).
Beberapa di antaranya adalah siswa-siswa tangguh (resilient students)
yang memiliki karakteristik dan keterampilan mengatasi masalah yang
membantu mereka bangkit melampaui kondisi tidak beruntung yang
mereka alami. Mereka percaya bahwa keberhasilan datang dari kerja keras,
dan pengalaman buruk mereka selalu menjadi pengingat tentang pentingnya
memperoleh pendidikan yang baik (Masten & Coatsworth, 1998; McMillan
& Reed, 1994; Werner & Smith, 2001).

16
a. Jadilah sumber dukungan akademis dan emosional yang dapat
diandalkan.
b. Kembangkan kelebihan siswa.
c. Identifikasi dan berikan sumber daya dan pengalaman yang belum
dimiliki yang penting bagi keberhasilan pembelajaran.
B. Siswa-Siswa Berisiko
Student at risk adalah siswa yang memiliki probabilitas tinggi untuk gagal
menguasai keterampilan akademis minimum yang penting bagi keberhasilan
mereka di masa dewasa. Banyak di antara mereka putus sekolah sebelum lulus
SMU, dan banyak lagi yang lulus tanpa keterampilan dasar membaca atau
matematika (Slavin, 1989). Individu semacam itu kerap tidak memiliki bekal
untuk memberikan kontribusi produktif bagi keluarga, komunitas, atau
masyarakat secara luas.
Karakteristik Siswa-Siswa Berisiko
1. Riwayat kegagalan akademis.
2. Usia yang lebih tua dibanding teman sekelas.
3. Masalah emosional dan perilaku.
4. Kerap berinteraksi dengan tema sebaya yang berprestasi rendah.
5. Kurangnya kelekatan psikologis dengan sekolah.
6. Meningkatnya keengganan untuk terlibat dengan sekolah.
Mengapa Siswa Putus Sekolah
Siswa putus sekolah karena beragam alasan, diantaranya: Kurang mendapatkan
dorongan dari keluarga dan teman-teman sebaya untuk berhasil di sekolah,
situasi hidup yang berat (misalnya, mengalami masalah kesehatan, bekerja di
luar rumah untuk membatu keluarga, atau hamil.
Memberi Dukungan Kepada Siswa-Siswa Berisiko
Karena siswa yang berisiko mengalami kegagalan akademis berasal dari
beragam kelompok individu dengan beragam kebutuhan, tidak ada strategi
khusus yang dapat membuat mereka tetap bersekolah hingga lulus SMU
(Christenson & Thurlow, 2004; Janosz dkk., 2000).
a. Identifikasi siswa berisiko sedini mungkin.

17
b. Ciptakan suasana sekolah dan kelas yang ramah dan perlu dukungan.
c. Buatlah kurikulum relavan dengan kehidupan dan kebutuhan siswa.
d. Komunikasikan ekspektasi tinggi bagi keberhasilan akademis.
e. Berikan dukungan akademis ekstra.
f. Tunjukkan pada siswa bahwa keberhasilan tergantung diri mereka sendiri.
g. Dorong dan fasilitasi pengenalan dengan sekolah.

C. Keragaman dalam Kelompok


Ketika kita menyesuaikan kurikulum dan strategi pengajaran bagi setiap siswa,
apa yang kita ketahui tentang mereka sebagai individu haruslah menjadi
panduan utama kita. Pada saat bersamaan, apa yang kita ketahui tentang
keanggotaan kelompok mereka-warisan budaya dan etnis, jender, dan latar
belakang sosio-ekonomi mereka dapat sangat membantu kita dalam memahami
perilaku mereka dan bagaimana kita dapat lebih baik mendukung
perkembangan kognitif dan sosial mereka.
Perbedaan Kelompok dan Kebutuhan Khusus
Perbedaan kelompok memiliki implikasi bagi siswa berkebutuhan pendidikan
khusus. Semua siswa memiliki kelebihan dan bakat yang dapat mereka
kembangkan, dan memilki potensi yang besar untuk mengembangkan
keterampilan dan kemampuan baru.

18

Anda mungkin juga menyukai