Disusun Oleh :
Puspitasari 11141020000067
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
II.1.1. Mencit
A. Taksonomi mencit
Taksonomi Menurut Arrington (1972), sistematika mencit
(Mus musculus) berdasarkan taksonomi adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
B. Karakterisasi mencit
Dosis uji harus mencangkup dosis yang setara dengan dosis penggunaan
yang lazim pada manusia. Dosis lain meliputi dosis dengan faktor perkalian tetap
yang mengkup dosis yang setara dengan dosis penggunaan lazim pada manusia
sampai mencapai dosis yang dipersyaratkan untuk tujan pengujian atau sampai batas
dosis tertinggi yang masih dapat diberikan pada hewan.
II.2.1. Dosis Berdasarkan Bobot Badan
Anak 20 0.8 25
HED = dosis hewan ( ) [hewan(km) manusia (km)]
atau
HED = dosis hewan ( ) [berat hewan (kg) berat manusia (kg)]0.33
Keterangan :
() ( )
VAO =
( )
1. Faktor Internal
Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada hasil percobaan karena pada
usia yang tepat pada fase hidup hewan tersebut, efek farmakologi yang
dihasilkan akan lebih baik. Beda hasilnya jika usia hewan tersebut masih bayi.
Jenis kelamin juga berpengaruh di lihat dari literature bobot badan hewan akan
berbeda. Hal ini berpengaruh pada dosis yang akan di gunakan pada hewan
percobaan tersebut.
Begitu juga dengan ras dan sifat genetik, berpengaruh karena jika
menggunakan hewan percobaan dengan ras dan sifat genetik yang berbeda-
beda, maka hasil percobaannya juga akan berbeda. Hal ini karena gen pada
setiap individu berbeda. Dengan gen yang berbeda-beda dan karakteristik yang
berbeda pula, maka masing-masing memiliki perbedaan dalam perilaku,
kemampuan imunologis, infeksi penyakit, kemampuan dalam memberikan
reaksi terhadap obat, kemampuan reproduksi dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal
Onset adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan efek mulai
obat itu diberikan. Sedangkan durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai dari
obat berefek sampai efek hilang.
Menurut Ansel (1986), dengan adanya variasi onset dan durasi dari tiap-
tiap cara pemberian dapat disebabkan oleh beberapa hal, meliputi:
1. Kondisi hewan uji dimana masing-masing hewan uji sangat bervariasi yang
meliputi produksi enzim, berat badan dan luas dinding usus, serta proses
absorbsi pada saluran cerna.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk
kedalam tubuh, menentukan onset dan durasi kerja obat, sehingga merupakan
penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan.
Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008).
1. Jalur Enternal
Yang dimaksud dengan jalur enteral yaitu pemberian obat melalui saluran
gastrointestinal (GI), umumnya obat ditujukan untuk efek secara sistemik. Adapun
contoh yang termasuk pemberian obat secara enteral yaitu:
b) Sublingual
c) Per rektal
Biasanya cara pemberian ini dilakukan pada penderita muntah
muntah, tidak sadar, dan pasien pasca bedah. Umumnya metabolisme lintas
pertamanya sebesar 50%. Namun, cara pemberian melalui rektal dapat
mengiritasi mukosa rektum, absorpsinya tidak sempurna, dan tidak teratur.
2. Jalur Parenteral
Istilah parenteral berasal dari Bahasa Greek yaitu para yang berarti
di samping, dan enteron yang berarti usus, di mana keduanya menunjukkan
sesuatu yang diberikan di luar dari usus dan tidak melalui system saluran
makanan. Obat yang diberikan dengan cara parenteral adalah sesuatu yang
disuntikkan melalui lubang jarum yang runcing ke dalam tubuh pada
berbagai tempat dan dengan bermacam-macam kedalaman. Tiga cara utama
dari pemberian parenteral adalah intravena (IV), subkutan, dan
intramuskular (IM) (Ansel, hlm.102, 2008). Atau dapat dikatakan
pemberian parenteral merupakan pemberian dengan cara merobek jaringan.
Berikut merupakan pemberian parenteral :
a) Intravena
Biasanya tidak mengalami absorpsi, kadar hayati terjadi secara
cepat dan sempurna, tepat, dan dapat disesuaikan respon serta dapat
digunakan untuk larutan iritatif ksarena dinding pembuluh darah relative
tidak sensitif dan obat jika diinjeksikan secara perlahan akan terencerkan
oleh darah; penghantaran obat dikontrol dan dicapai secara akurat dan
cepat.
Namun, cara pemberian intravena biasanya efek toksik mudah
terjadi, dan tidak dapat ditarik jika terjadi kesalahan perhitungan dosis, juga
bagi obat yang larut dalam larutan minyak atau yang dapat mengendapkan
komponen darah atau dapat menyebabkan hemolisis eritrosit tidak boleh
diberikan, serta pengawasian respon dilakukan secara ketat.
b) Subkutan
d) Intramuskular (i.m)
Pemberian obat melalui suntikan dalam jaringan otot, umumnya
pada otot pantat dan otot paha (gluteus maximus) di mana tidak terdapat
banyak pembuluh darah dan saraf sehingga relatif aman untuk digunakan.
Obat dengan cara pemberian ini dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi.
Volume injeksi yang digunakan lebih besar, yakni 2-5 mL. Absorpsi obat
cara suntikan i.m pada pria lebih cepat daripada wanita karena pada wanita
lebih banyak terdapat jaringan adipose.
II.6. Diazepam
(Sumber: common.wikimedia.org)
II.6.3. Farmakokinetik
A. Absorpsi
Diazepam diabsorpsi sempurna, obat ini cepat mengalami
dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam
(nordazepam), yang kemudian diadsorpsi sempurna. Diazepam dan
metabolit aktifnya berikatan dengan protein plasma yang berada dalam
tubuh. Jumlah molekul yang terikat berkaitan langsung dengan
kelarutannya di dalam lipid.
a) Kelarutan obat, obat yang sukar larut dalam bentuk molekul utuhnya
akan lebih mudah diabsorbsi oleh saluran gastrointestinal.
b) Luas permukaan kontak obat, semakin luas permukaan obat maka
proses absorbsi akan semakin cepat.
c) Bentuk sediaan obat, semakin kecil bentuk sediaan maka semakin
cepat diabsorbsi di dalam tubuh karena luas permukaannya semakin
kecil.
d) Kadar obat, semakin tinggi kadar obat dalam larutan, maka semakin
cepat obat diabsorbsi.
e) Kemampuan obat berdifusi melalui membran
f) Sirkulasi darah pada tempat absorbsi.
B. Distribusi
Distribusi merupakan transfer obat yang reversible antara letak
jaringan dan plasma. Transpor hipnotik sedative didalam darah adalah
proses dinamika dimana banyaknya molekul obat masuk dan
meninggalkan jaringan tergantung pada aliran darah, tingginya
konsentrasi, dan permeabilitas. Plasma (perbandingan dalam darah)
Diazepam 1,8 dan DMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 - 99% dan
DMDZ 97%. Didistribusi secara luas. Menembus sawar darah otak.
Menembus plasenta dan memasuki ASI
C. Metabolisme
Pada proses ini molekul obat diubah menjadi bentuk yang lebih
polar atau lebih mudah larut didalam air dan sukar larut didalam lemak
sehingga mudah diekskresikan melalui ginjal. Obat golongan
benzodiazepin ini dimetabolisme oleh enzim-enzim dalam kelompok
sitokrom p450, terutama CYP3A4 dan CYP2C19.
D. Ekskresi
E. Waktu paruh
II.6.4 Farmakodinamik
Hewan yang digunakan adalah 2 ekor mencit putih (Mus Musculus) betina
masing masing memiliki bobot yang sama yaitu 23 gram
Mencit dipegang pada tengkuknya, jarum oral telah dipasang pada alat
suntik berisi obat, diselipkan dekat ke langit-langit mencit dan diluncurkan
masuk ke esofagus; larutan didesak ke luar dari alat suntik; kepada mencit secara
oral, dapat diberi maksimal 5ml/100g bobot tubuhnya
Larutan obat disuntikkan ke dalam otot paha kiri belakang. Selalu dicek
apakah jarum tidak masuk ke dalam vena dengan menarik kembali piston alat
suntik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Pengamatan
A. Tabel Pengamatan Onset, Durasi, dan Perilaku Mencit Berdasarkan
Pemberian rute dan Jenis Kelamin
B. Perhitungan
Perhitungan Dosis Hewan (Mencit)
Diketahui :
()
= ( )
()
0,5 37
=
3
= 6,1667 mg/L
Diketahui :
( ) ()
=
( )
6,1667 0,023
=
5 /
= 0,0284 ml
IV.2. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan percobaan umtuk menguji aktivitas
diazepam terhadap hewan coba mencit dengan jenis kelamin yang berbeda dan rute
pemberian yang berbeda-beda. Terdapat dua jenis kelamin, yaitu jantan dan betina.
Rute pemberian yang dilakukan adalah peroral, intravena, intramuscular,
intraperitonial, dan subkutan.
Dalam percobaan ini, hewan uji yang digunakan adalah 12 ekor mencit dengan
masing-masing kelompok uji sebanyak 2 ekor mencit. Alasan dipilihnya mencit
sebagai hewan percobaan uji ini adalah :
1. Memiliki sistem fisiologis yang mirip dengan manusia
2. Memiliki sistem fisiologis yang relatif lebih kecil daripada hewan uji lainnya
(tikus, kelinci, kucing, anjing) sehingga memudahkan pengamatan waktu absorpsi
obat, dimana berdampak pada pengamatan onset dan durasi kerja obat
3. Lebih ekonomis
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah menghitung dan
menetapkan kadar atau dosis diazepam untuk mencit. Hal ini dilakukan dengan cara
menghitung konversi dosis, dan didapatkan dosis untuk mencit sebesar 6,1607 mg.
Kemudian mencit ditimbang untuk menentukan volume administrasi obat,
didapatkan bobot mencit sebesar 0,023, dan dimasukkan ke persamaan VAO lalu
didapatkan dosis sebesar 0,028 mL.
Kemudian dilakukan pemberian diazepam melalui berbagai rute, dan
didapatkan urutan berdasarkan onset dan durasi paling cepat hingga paling lambat,
adalah sebagai berikut :
Sedangkan menurut literatur, onset kerja yang paling cepat yaitu melalui
injeksi intravena, kemudian berturut-turut diikuti oleh rute pemberian
intraperitoneal, intramuscular, subkutan, oral. Atau dapat diurutkan sebagai berikut :
Pada rute intravena, injeksi obat dilakukan di pembuluh darah ekor. Pada rute
ini, didapatkan waktu onset pada mencit jantan yaitu 40 detik, sedangkan pada
mencit betina 60 detik. Waktu onset ini diindikasikan dengan perlakuan mencit yang
mulai diam, menyudut di pojok kandang, dan jika dirangsang pergerakan atau
responnya lambat apabila dibandingkan dengan mencit kontrol. Dan durasi yang
didapatkan pada mencit jantan yaitu selama 4 menit 34 detik, sedangkan pada
mencit betina 26 menit 30 detik. Lamanya durasi didapatkan dengan indikasi mencit
sudah mulai aktif bergerak kembali.
Pada rute i.v ini, terjadi waktu onset tercepat dikarenakan faktor
farmakokinetiknya, yaitu obat tidak mengalami absorpsi, namun langsung memasuki
sistem sirkulasi darah karena secara langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah
balik/vena. Kadar hayati/bioavailabilitasnya terjadi secara cepat, sempurna, dan
tepat. Selain itu, obat juga tidak mengalami metabolisme pertama oleh hati (yang
membedakannya dengan intraperitoneal). Oleh karena itu, durasi kerja obat yang
diberikan secaara i.v juga cepat atau hanya bertahan sebentar, karena obat langsung
bersirkulasi sehingga kadarnya dalam darah sedikit dalam waktu yang singkat, serta
segera mengalami ekskresi pula.
Pada rute intraperitoneal, injeksi obat yang dilakukan pada rongga perut
mencit dengan sudut kontak agak miring terhadap permukaan perut dari mencit
dengan menggunakan spuit berujung runcing. Pada rute ini, didapatkan waktu onset
pada mencit jantan yaitu 28 detik, sedangkan pada mencit betina 3 menit. Dan durasi
yang didapatkan pada mencit jantan yaitu selama 7 menit, sedangkan pada mencit
betina 53 menit. Pada rute i.p ini, obat diabsorpsi secara cepat karena pada
mesentrium banyak mengandung pembuluh darah. Rongga peritonium mempunyai
permukaan absorpsi yang sangat luas sehingga obat dapat langsung masuk ke
sirkulasi sistemik secara cepat. Dengan demikian absorpsinya lebih cepat
dibandingkan peroral dan intramuscular serta subkutan. Obat yang diberikan secara
i.p akan diabsorpsi pada sirkulasi portal sehingga akan dimetabolisme di dalam hati
sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Begitu pula dengan durasinya, obat dengan
kadar tinggi akan berikatan dengan reseptor sehingga akan langsung berefek tetapi
efek yang dihasilkan durasinya cepat karena setelah itu tidak ada obat yang berikatan
lagi dengan reseptor.
Pada rute subkutan, Jarum yang digunakan adalah jarum dengan ujung
runcing. Penyuntikan dilakukan di bawah kulit. Pada rute ini, didapatkan waktu
onset pada mencit jantan yaitu 2 menit. Dan durasi yang didapatkan selama 25
menit. Pada rute s.c ini, obat disuntikkan melalui bawah kulit di mana obat harus
melalui lapisan- lapisan kulit baru masuk ke pembuluh kapiler bawah kulit, sehingga
absorspsinya lambat, maka onset yang dihasilkan lebih lama dari intra peritoneal.
Pada subkutan memiliki durasi yang lama, hal ini disebabkan karena obat akan
tertimbun di depot lemak/ jaringan di bawah kulit sehingga secara perlahan- lahan
baru akan dilepaskan sehingga durasinya lama.
Pada rute oral, dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang ujungnya
tumpul. Hal ini dikarenakan untuk menghindari atau meminimalisir terjadinya
infeksi akibat luka yang disebabkan oleh jarum suntik. Jarum suntik dimasukkan
melalui mulut mencit secara pelan-pelan melalui langit-langit kearah belakang
esophagus. Apabila jarum sudah masuk melalui esophagus maka jika jarum itu
didiamkan tanpa ditekan akan masuk sendiri sampai hampir seluruh jarum masuk
dalam mulut mencit. Setelah jarum benar-benar masuk esophagus mencit, kemudian
cairan dimasukkan sampai larutan dalam jarum suntik habis.
Pada rute oral didapatkan waktu onset pada mencit jantan yaitu 90 detik. Dan
durasi yang didapatkan selama 19 menit 97 detik. Pada rute oral ini, terjadi onset
yang paling lama, karena senyawa obat memerlukan proses atau rute yang panjang
untuk mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak faktor
penghambat seperti protein plasma, dimana obat akan banyak terikat di sana. Obat
juga mengalami proses absorbsi, yang mana dapat terjadi pada berbagai lokasi tubuh
dari mulut hingga dubur. Didalam lambung obat mengalami ionisasi kemudian
diabsorbsi oleh dinding lambung masuk kedalam peredaran darah, sehingga
membutuhkan waktu lebih lama untuk berefek. Durasi yang dihasilkan juga
berlangsung lama karena proses farmakokinetiknya pun berlangsung lama.
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
V.2. Saran
1. Saat praktikum harus lebih diperhatikan lagi volume dosis yang diberikan pada hewan
uji karena akan mempengaruhi aktivitas obat tersebut
2. Praktikan harus lebih teliti dalam melihat respon hewan uji terhadap obat karna dpt
mempengaruhi pendataan waktu onset yang menjadi tidak valid
3. Saat praktikum harus lebih diperhatikan lagi bagaimana cara memberi sediaan uji,
karena akan mempengaruhi durasi obat dan efek yang ada
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono JB. Suharjo B.2011. meraih kekuatan pertumbuhan diri yang tak terbatas.
Jakarta :PT Gram
Goodman, Alfred. 2007. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi Ed. 10, Vol. 1.
Jakarta : EGC.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Siti Nur Asriani Zakaria . 2015. IDENTIFIKASI EFEK ANALGESIK EKSTRAK ALGA
COKLAT Padina sp. PADA MENCIT (Mus musculus). Diakses di
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/15644/SITI%20NUR%2
0ASRIANI%20ZAKARIA-J11112121-%20ORAL%20BIOLOGI.pdf?sequence=1
tanggal 21 maret 2016 pada pukul 17.20