Anda di halaman 1dari 16

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Analisis Univariat dan Bivariat


Pada bab ini dijelaskan tentang hasil dari penelitian yang berupa analisis univariat
dan analisis bivariat.

5.1.1 Analisis Univariat


Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik
dari masing-masing variabel yang telah diteliti. Penyajian data numerik digunakan
nilai mean (rata-rata), median standar deviasi dan minimal-maksimal, sedangkan
data kategorik menggunakan proporsi dan presentase. Analisis univariat pada
penelitian ini yaitu distribusi frekuensi perawat (usia, jenis kelamin, pendidikan,
lama bekerja, pelatihan)

Variabel Jumlah (n=41) Persentase%


Independen
Tingkat pengetahuan
perawat
- Kurang 7 17,1
- Baik 34 82.9

Usia
- Remaja akhir (17-25 27 65.9
tahun)
- Dewasa awal akhir(26- 14 34.1
45 tahun)

Jenia Kelamin
- Pria 1 2,4
- Wanita 40 97,6

Pendidikan
- Diploma III 36 87,8
- S1 Ners 5 12,2

Lama Bekerja
- < 5 tahun 33 80.5
- > 5 tahun 8 19.5
Pelatihan
- Ya 34 82.9
- Tidak 7 17.1

5.2 Analisis Bivariat


Uji korelasi bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji
chi square untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen yang berbentuk data kategorik dengan kategorik. Hasil analisis dalam
penelitian ini terdiri dari:

5.2.1 Hubungan Antara Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan Tingkat


Pengetahuan Perawat

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pelaksanaan komunikasi
SBAR Terhadap Tingkat Pengetahuan Perawat
Di RS MH Thamrin Cileungsi. (n=41)

Tingkat Pengetahuan
Pelaksanaan Perawat Total OR
Komunikasi Kurang Baik p-Value
(95% CI)
SSBAR
n % n % N %

Dokumentasi 4 36.4 7 63.6 11 100


Tidak Sesuai
5.143
Dokumentasi 0,069
3 10.0 27 90.0 30 100 0.928-28.500
Sesuai
Jumlah 6 14.6 35 85.4 41 100

Berdasarkan tabel 5.1, hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan


tingkat pengetahuan perawat didapatkan bahwa responden yang memiliki
pengetahuan baik dengan 27 responden (90%) melakukan
pendokumentasian yang sesuai pada pelaksanaan komunikasi SBAR, dan
responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang berisiko 4 kali
memiliki dokumentasi yang tidak sesuai pada pelaksanaan komunikasi
SBAR. Hasil uji statistic dengan chi square diperoleh p-value (0,069),
dengan OR 5.143 berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel
pelaksanaan komunikasi SBAR dengan pengalaman (lama bekerja).

5.2.2 Hubungan Antara Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan Usia

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi
SBAR Terhadap Usia
Di RS MH Thamrin Cileungsi. (n=41)

Usia

Pelaksanaan Dewasa
Remaja Total OR
Komunikasi Awal-Akhir p-Value
Akhir (17- (95% CI)
SBAR (26-45)
25) Tahun
Tahun
n % n % N %

Dokumentasi 10 90.9 1 9.1 11 100


Tidak Sesuai
7.647
Dokumentasi 0,064
17 56.7 13 43.3 30 100 0,865-67,566
Sesuai
Jumlah 27 65.9 14 39.0 41 100

Berdasarkan tabel 5.2, hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan


usia didapatkan 17 (56.7%) responden berusia remaja akhir (26-35 tahun)
melakukan dokumentasi yang sesuai dalam pelaksanaan komunikasi SBAR,
Hasil uji statistik dengan chi square diperoleh p-value (0,064) dengan OR
7.647 berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel pelaksanaan
komunikasi SBAR dengan usia responden.
5.2.3 Hubungan Antara Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan Jenis
Kelamin

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pelaksanaan Komunikasi
SBAR Terhadap Jenis Kelamin
Di RS MH Thamrin Cileungsi. (n=41)

Jenis Kelamin
Pelaksanaan Total OR
Komunikasi Laki-laki Perempuan p-Value
(95% CI)
SBAR
N % N % n %

Dokumentasi 1 9.1 10 25.0 11 100


Tidak Sesuai
0.909
Dokumentasi 0,268
0 0.0 30 100.0 30 100 0.754-1,096
Sesuai
Jumlah 1 2.4 40 97.6 41 100

Berdasarkan tabel 5.3, hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan


jenis kelamin didapatkan bahwa hampir seluruh responden berjenis kelamin
perempuan memiliki dokumentasi yang sesuai sebesar 30 responden
(100%). Hasil nilai p-value= 0,268 adapun nilai OR=0.909 (95% CI: 0,754-
1.096) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel pelaksanaan komunikasi SBAR dengan jenis kelamin.
5.2.4 Hubungan Antara Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan
Pendidikan

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi
SBAR Terhadap Pendidikan
Di RS MH Thamrin Cileungsi. (n=41)

Pendidikan
Pelaksanaan Total OR
Komunikasi Diploma III S1 Ners p-Value
(95% CI)
SBAR
N % N % n %

Dokumentasi 8 72.7 3 27.3 11 100


Tidak Sesuai
0.190
Dokumentasi 0,110
28 87,5 2 6.7 30 100 0.27-1.344
Sesuai
Jumlah 36 87.8 5 12.2 41 100

Berdasarkan tabel 5.4, hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan


pendidikan didapatkan bahwa responden dengan pendidikan DIII
Keperawatan memiliki dokumentasi yang sesuai dalam pelaksanaan
komunikasi SBAR yaitu 28 responden (87.5%). Diperoleh p-value (0,110).
dengan OR 0.190 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pelaksanaan Komunikasi SBAR dengan pendidikan
responden.

5.2.5 Hubungan Antara Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan


Pengalaman (Lama Bekerja)

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pelaksanaan Komunikasi
SBAR Terhadap Pengalaman (Lama Bekerja)
Di RS MH Thamrin Cileungsi. (n=41)
Pengalaman
Pelaksanaan Total OR
Komunikasi < 5 tahun >5 tahun p-Value
(95% CI)
SBAR
n % n % n %

Dokumentasi 6 54.5 5 45.5 11 100


Tidak Sesuai
0.133
Dokumentasi 0,022
27 90.0 3 10.0 30 100 0.025-0.717
Sesuai
Jumlah 33 80.5 8 19.5 41 100

Berdasarkan tabel 5.5, hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan


pengalaman (lama bekerja) didapatkan bahwa responden yang memiliki
pengalaman < 5 tahun dengan 27 responden (90%) melakukan
pendokumentasian yang sesuai pada pelaksanaan komunikasi SBAR, dan
responden yang memiliki pengalaman kerja > 5 tahun berisiko 5 kali
memiliki dokumentasi yang tidak sesuai pada pelaksanaan omunikasi
SBAR. Hasil uji statistic dengan chi square diperoleh p-value (0,025),
dengan OR 0.133 berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel
pelaksanaan komunikasi SBAR dengan pengalaman (lama bekerja).

5.2.6 Hubungan Antara Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan Pelatihan

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi
SBAR Terhadap pelatihan
di RS MH Thamrin Cileungsi. (n=41)

Pelatihan
Pelaksanaan Total OR
Komunikasi tidak ya p-Value
(95% CI)
SBAR
n % N % n %

Dokumentasi 4 36.4 7 27,3 11 100


Tidak Sesuai 5.143
0,069
0,928-28.500
Dokumentasi 3 10.0 27 65,0 30 100
Sesuai
Jumlah 7 17.1 34 82.9 41 100

Berdasarkan tabel 5.6, hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan


pelatihan didapatkan bahwa responden yang mengikuti pelatihan dengan 27
responden (90%) melakukan pendokumentasian yang sesuai pada
pelaksanaan komunikasi SBAR, dan responden yang tidak mengikuti
pelatihan berisiko 4 kali memiliki dokumentasi yang tidak sesuai pada
pelaksanaan omunikasi SBAR. Hasil uji statistic dengan chi square
diperoleh p-value (0,069), dengan OR 5.143 berarti ada hubungan yang
bermakna antara variabel pelaksanaan komunikasi SBAR dengan Pelatihan
Responden.
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian


6.1.1 Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi SBAR di RS MH
Thamrin Cileungsi Tahun 2017
Secara umum, tingkat pengetahuan perawat tentang Komunikasi SBAR berada
pada kategori baik dan kurang. Berdasarkan hasil uji statistik analisa univariat
didapatkan mayoritas perawat yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebesar 34
responden (82,9%), tingkat pengetahuan perawat yang kurang sebanyak 7
responden (17,1%).

Hal ini sesuai dengan teori Notoatmojo (2010) yang menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu obyek tertentu,
pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Monica (2016) pengetahuan merupakan
pembentuk tindakan seseorang, perilaku seseorang dapat berubah jika perubahan
tersebut didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif.

Perawat yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi perlu untuk mempertahankan


dan meningkatkan tingkat pengetahuan mereka. Sedangkan perawat yang
memiliki tingkat pengetahuan sedang dan rendah perlu untuk mendapatkan
perhatian agar mereka memperoleh informasi atau pendidikan tentang
pelaksanaan hand hygiene.

6.1.2 Pelaksanaan Komunikasi SBAR di RS MH Thamrin Cileungsi

Secara umum, pada pelaksanaan pendokumentasian dengan metode SBAR di


rumah sakit MH Thamrin Cileungsi berada pada kategori dokumentasi sesuai dan
tidak sesuai. Berdasarkan hasil uji statistik analisa univariat didapatkan mayoritas
perawat yang melakukan pendokumentasian dengan sesuai sebesar 30 responden
(73,2%), sedangkan pada pendokumentasian yang tidak sesuai terdapat 11
responden (26,8%).

6.1.3 Hubungan Pelaksanaan Komunikasi SBAR dengan Tingkat


Pengetahuan Perawat

Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali


kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja penelitian
ini dikategorikan menjadi dua berada pada kategori baik dan kurang. Berdasarkan
hasil uji statistik analisa univariat didapatkan mayoritas perawat yang memiliki
tingkat pengetahuan baik sebesar 34 responden (82,9%), tingkat pengetahuan
perawat yang kurang sebanyak 7 responden (17,1%).

hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan tingkat pengetahuan perawat


didapatkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik dengan 27
responden (90%) melakukan pendokumentasian yang sesuai pada pelaksanaan
komunikasi SBAR, dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang
berisiko 4 kali memiliki dokumentasi yang tidak sesuai pada pelaksanaan
komunikasi SBAR. Hasil uji statistic dengan chi square diperoleh p-value (0,069),
dengan OR 5.143 berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel
pelaksanaan komunikasi SBAR dengan tingkat pengetahuan perawatingkat .

6.1.4 Hubungan Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan Usia Responden

Usia adalah lama hidup perawat saat bekerja dirumah sakit. Penelitian ini
dikategorikan menjadi dua yaitu remaja akhir (17-25 tahun) dan dewasa awal-
akhir (26-45 tahun).

Hasil uji statistik pada tabel diperoleh bahwa, hampir seluruh responden berusia
dewasa awal (26-35 tahun) melakukan pendokumentasian yang sesuai dalam
pelaksanaan Komunikasi SBAR yaitu sebesar 17 responden (56,7%). Diperoleh
pula p-value 0,064 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan usia responden. Adapun
nilai OR= 7.647 (95% CI:0,865-67.566).

Hal ini sesuai dengan teori Depkes (2009), Usia ini merupakan usia yang
perkembangan kognitifnya lebih baik khususnya dalam memecahkan masalah.
Perawat yang berada pada rentang usia ini juga akan lebih cenderung berperan
aktif dan diharapkan memiliki keterampilan yang lebih baik khususnya dalam
pelaksanaan komunikasi SBAR sehingga hal ini dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan dari rumah sakit itu sendiri.

6.1.5 Hubungan Pelaksanaan Komunikasi SBAR dengan Jenis Kelamin


Jenis kelamin adalah Istilah yang mengacu pada status biologis responden, terdiri
dari tampilan fisik yang membedakan antara pria, dengan wanita.

Hasil uji statistik pada tabel diperoleh bahwa, hampir seluruh responden berjenis
kelamin perempuan melakukan pendokumentasian dengan sesuai dalam
pelaksanaan komunikasi SBAR yaitu sebesar 30 responden (75.0%). Diperoleh
pula p-value 0,268 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pelaksanaan Komunikasi SBAR dengan jenis kelamin. Adapun
nilai OR= 0.909 (95% CI:0,754-1.096).

6.1.6 Hubungan Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan Pendidikan


Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuh responden..
pada penelitian ini tingkat pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu Diploma
III dan S1 Ners.

Hasil uji statistik diperoleh hubungan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan


pendidikan didapatkan bahwa responden dengan pendidikan DIII Keperawatan
memiliki dokumentasi yang sesuai dalam pelaksanaan komunikasi SBAR yaitu 28
responden (87.5%). Diperoleh p-value (0,0110). dengan OR 0.190 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan
Komunikasi SBAR dengan pendidikan responden.

Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan dengan teori Notoatmodjo (2012),


yang menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula
pengetahuannya. Secara umum, pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan.

6.1.7 Hubungan Pelaksanaan Komunikasi SBAR dengan Pengalaman


Pengalaman adalah Lamanya waktu yang responden lalui untuk bekerja menjadi
perawat di rumah sakit. Pada penelitian ini lama bekerja dikategorikan menjadi
dua yaitu <5 tahun dan >5 tahun.

Hasil uji statistik pada tabel diperoleh bahwa hubungan pelaksanaan komunikasi
SBAR dengan pengalaman (lama bekerja) didapatkan bahwa responden yang
memiliki pengalaman < 5 tahun dengan 27 responden (90%) melakukan
pendokumentasian yang sesuai pada pelaksanaan komunikasi SBAR, dan
responden yang memiliki pengalaman kerja > 5 tahun berisiko 5 kali memiliki
dokumentasi yang tidak sesuai pada pelaksanaan komunikasi SBAR. Hasil uji
statistic dengan chi square diperoleh p-value (0,025), dengan OR 0.133 berarti
ada hubungan yang bermakna antara variabel pelaksanaan komunikasi SBAR
dengan pengalaman (lama bekerja).

Pengalaman seseorang tentang berbagai hal dapat diperoleh dari lingkungan


kehidupan dalam proses perkembangannya. Lamanya masa kerja dapat menjadi
sumber pengalaman praktik dan pengetahuan responden. Praktik klinik responden
selama menjadi perawat memfasilitasi responden dalam menerapkan teori
pelaksanaan hand hygiene yang pernah didapatkan, baik dalam pendidikan formal
maupun informal.

6.1.8 Hubungan Pelaksanaan Komunikasi SBAR Dengan Pelatihan


Pelatihan adalah merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya
untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seorang atau
kelompok orang.

Hasil uji statistik pada tabel diperoleh bahwa hubungan pelaksanaan komunikasi
SBAR dengan pelatihan didapatkan bahwa responden yang mengikuti pelatihan
dengan 27 responden (90%) melakukan pendokumentasian yang sesuai pada
pelaksanaan komunikasi SBAR, dan responden yang tidak mengikuti pelatihan
berisiko 4 kali memiliki dokumentasi yang tidak sesuai pada pelaksanaan
omunikasi SBAR. Hasil uji statistic dengan chi square diperoleh p-value (0,069),
dengan OR 5.143 berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel
pelaksanaan komunikasi SBAR dengan Pelatihan Responden.

6.2 Keterbatasan Penelitian


Peneliti sangat menyadari banyaknya keterbatasan pada penelitian ini. Peneliti
banyak menemukan kendala pada saat penelitian, seperti:

Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada ruang rawat inap RS MH
Thamrin Cileungsi sehingga jumlah responden dalam penelitian ini sangat
terbatas, meskipun peneliti menggunakan teknik total sampling dalam
pengambilan sampel tetapi pada saat pengambilan data terjadi pengurangan pada
responden. Diharapkan untuk penelitian lebih lanjut agar dapat memperluas
populasi peneltian di seluruh bagian RS MH Thamrin Cileungsi mengingat
pentingnya pelaksanaan pelaksanaan komunikasi SBAR dalam keperawatan untuk
mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan pemberian auhan keperawatan.
Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh responden menyebabkan pengisian
kuisioner tidak dapat secara langsung didampingi oleh peneliti saat kuisioner
diserahkan kepada responden. Peneliti hanya menyerahkan kuisioner kepada
responden dan mengambilnya kembali 2 hari setelah menyerahkan kuisioner. Hal
tersebut dapat menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan kepada responden, apakah
memang benar-benar responden yang mengisi kuisioner atau orang lain dan
apakah kuisioner diisi berdasarkan pemikiran dan pengetahuan pribadi responden
atau pemikiran bersama dengan orang lain. Apalagi sangat terlihat kurangnya
antusiasme responden untuk mengisi kuisioner. Namun, disamping hal tersebut
responden mempunyai tanggung jawab yang tinggi untuk mengisi kuisioner yang
diberikan. Hal ini dibuktikan dengan terkumpulnya kembali kuisioner yang
diberikan kepada responden, yaitu sebesar 41 kuisioner dari 54 kuisioner yang
peneliti serahkan kepada responden.

Pembuatan kuisioner penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat


Tentang Komunikasi SBAR dengan Pelaksanaannya di Ruang Rawat Inap,
peneliti belum menemukan standar baku instrument variabel tersebut sehingga
instrument variabel tersebut dibuat berdasarkan pemahaman dan pengalaman dari
peneliti sendiri yang tentunya masih terbatas sebagai peneliti pemula.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Hubungan Tingkat
Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi SBAR dengan Pelaksanaannya di
Ruang Rawat Inap RS MH Thamrin Cileungsi, maka sesuai dengan tujuan
penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Responden dalam penelitian memasuki usia remaja akhir 27 responden, 1
responden berjenis kelamin pria dan 40 perempuan, 36 responden
berpendidikan DIII Keperawatan, 33 responden berpengalaman lama bekerja
<5 tahun, 34 responden mengikuti pelatihan atau sosialisasi tentang
komunikasi SBAR
B. Responden yang melakukan pelaksanaan komunikasi SBAR dengan sesuai
sebanyak 30 responden (73,2%), sedangkan dokumentasinya tidak sesuai 11
responden (26,8%).
C. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebesar 34 responden
(82.9%), dan yang memiliki pengetahuan yang kurang ada 7 responden
(17.1%)
D. Adanya hubungan yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi SBAR
dengan Tingkat pengetahuan perawat, hasil uji statistik didapatkan p value=
0,069 dan nilai OR= 5.143 (95% CI:0.928-28.500).
E. Adanya hubungan yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi SBAR
dengan usia, hasil uji statistik didapatkan p value= 0,064 dan nilai OR= 7.647
(95% CI:0.865-67.566).
F. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi
SBAR dengan jenis kelamin, hasil uji statistik didapatkan p value= 0,268 dan
nilai OR= 0,909 (95% CI:0,754-1.096).
G. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi
SBAR dengan pendidikan, hasil uji statistik didapatkan p value= 0,110 dan
nilai OR= 0.190 (95% CI: 0,27-1.344).
H. Adanya hubungan yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi SBAR
dengan pengalaman, hasil uji statistik didapatkan p value= 0,022 dan nilai
OR= 0.133 (95% CI:0,025-0,717).
I. Adanya hubungan yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi SBAR
dengan pelatihan, hasil uji statistik didapatkan p value= 0,069 dan nilai OR=
5.143 (95% CI:0,928-28.500).

7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian ini, terdapat beberapa
hal yang dapat menjadi pertimbangan sebagai masukan bagi beberapa pihak
dalam upaya meningkatkan pengetahuan perawat tentang pelaksanaan komunikasi
SBAR sehingga diharapkan perawat dapat melaksanakan komunikasi SBAR
dengan sesuai, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan asuhan
keperawatan kepada klien. Peneliti merekomendasikan beberapa hal, antara lain:
A. Rumah Sakit
Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan masukan bagi rumah sakit
dalam upaya meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan di rumah sakit
dengan cara sosialisasi-sosialisasi apabila adanya suatu terapan terbaru dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya pengetahuan dan pelaksanaan
perawat tentang komunikasi SBAR dan menyekolahkan perawat yang masih
berpendidikan Diploma III ke jenjang S1 + Ners.
B. Perawat
Mengingat terdapan beberapa perawat yang memiliki pengetahuan kurang
baik dan dalam pelaksanaan komunikasi SBAR terdapat beberapa dilakukan
dengan tidak sesuai diharapkan dapat menjadi perhatian perawat yang bekerja
di ruang rawat inap untuk senantiasa meningkatkan pengetahuannya tentang
pelaksanaan komunikasi SBAR untuk mencegah terjadinya kesalahan pada
pemberian asuhan keperawatan. Peningkatan pengetahuan perawat ini dapat
dilakukan oleh perawat dengan mengikuti pelatihan, seminar ataupun
workshop yang diadakan baik oleh organisasi, institusi pendidikan, maupun
pihak-pihak terkait.
C. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada institusi
pendidikan keperawatan untuk mengevaluasi efektivitas kurikulum yang
selama ini diterapkan. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi acuan atau
refrensi dalam mengembangkan kurikulum pendidikan yang lebih baik lagi,
khususnya dalam meningkatkan pengetahuan perserta didik tentang
pelaksanaan komunikasi melalui metode SBAR yang terbaru dengan
menambah SKS.
D. Penelitian Selanjutnya
Melakukan penelitian serta mengembangka kembali penelitian di tahun
berikutnya dengan meneliti variabel yang belum diteliti, seperti lingkungan,
sosial budaya.

Anda mungkin juga menyukai