Anda di halaman 1dari 9

Berpikir Kritis dan Penulisan Ilmiah

William Wibowo
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana, Jakarta, Indonesia
Wibowo_william@yahoo.com

Abstrak
Untuk membuat suatu kesimpulan dari suatu masalah, diperlukan cara berpikir yang kritis terhadap
masalah tersebut. Berpikir kritis adalah cara pemikiran yang terstruktur, menyelidiki proses berpikir
tersebut serta bisa mengkaji permasalahan tersebut dari beberapa kajian. Kajian mengenai masalah
transplantasi organ terhadap bayi penderita anemchephaly dapat dikaji secara moral ataupun hukum.
Pengkajian secara moral bisa dikaji melalui 3 teori yaitu teori utilitarianisme, etika situasi, dan
deontologi. Ketiga teori ini mempunyai perbedaan pandangan terhadap suatu perbuatan. Utilitarianisme
berpendapat bahwa semua perbuatan itu dianggap baik apabila membawa manfaat untuk mayoritas
orang, etika situasi berpendapat bahwa setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus berdasarkan
situasi yang ada dan tidak bisa bergantung pada hukum moral, sementara itu deontologi berpendapat
bahwa setiap perbuatan harus didasari oleh kewajiban dari setiap orang untuk melakukan suatu
tindakan. Pengkajian secara hukum mengenai transplantasi organ ini sendiri tercantum di beberapa
pasal pada PP No.18 tahun 1981. Bebarapa pasal tersebut mengatur tentang ketentuan-ketentuan untuk
melakukan transplantasi organ tersebut.

Kata Kunci: Utilitarisme, deontologi, etika situasi


Abstract
To make a conclusion from our problem, we have to think critically towards the problem. Critical
thinking is a way of thinking that is structured, investigating the thinking process and can assess the
problem from several studies. The study about organ transplantation of the baby with anamchephaly
can be studied from moral aspect or legal aspect. Studying from moral aspect can be studied from 3
theories such as utilitarianism theory, ethics of situation and deontology theory. These three theories
have different perspectives towards an action. According to utilitarianism, all actions are good if it
brings benefit to the majority, according to situation theory every action that people do should be based
on the situation that is happening and cannot be dependent to the moral law, while deontology consider
that every action should be based on the obligation of each person to do the action. Study from legal
aspect about organ transplantation itself was listed in some chapters in PP nNo. 18 year 1981. Some
of that chapters set about rules to do organ transplantation.
1. Keywords: Utilitarianisme, deontology, ethics of situation

Pendahuluan

Untuk membuat suatu keputusan, seseorang diharapkan dapat berpikir secara kritis terhadap

persoalan tersebut. Menurut John Chaffee, berpikir kritis adalah berpikir secara sistematis

untuk menyelidiki proses berpikir itu sendiri.1 Seperti halnya dengan kasus bayi Theresa, kita

dituntut untuk bisa berpikir secara kritis dan sistematis terhadap kasus tersebut. Untuk itu, kita

harus bisa menganalisa permasalahan dari kasus ini dari beberapa kajian seperti dari filsafat
moral maupun hukum. Filsafat moral sendiri dapat dibagi 3 yaitu teori utilitarianisme, etika

situasi, dan deontologi. Sementara dari segi hukum, bisa dilihat di PP No.18 tahun 1981 yang

tercantum beberapa pasal tentang transplantasi organ.9

Skenario E:

Theresa Ann Campo Perso, seorang anak penderita rumpang otak (anencephaly) yang dikenal

publik sebagai bayi Theresa. Rumpang otak merupakan cacat bawaan yang paling buruk.

Bayi penderita rumpang otak kadang dianggap sebagai bayi tanpa otak dan hal ini memberi

gambaran yang kurang lebih benar, tetapi tidak tepat. Bagian-bagian penting dari otak

cerebrum dan cerebellum hilang, juga bagian atas dari tengkorak. Namun, batang otak tetap

ada, dan fungsi-fungsi otonomik seperti pernafasan dan detak jantung pun tetap berjalan. Di

Amerika Serikat, kebanyakan kasus rumpang otak bisa diketahui sejak kandungan dan

kemudian digugurkan. Dari antara yang tidak digugurkan, ada separo yang bisa lahir. Setiap

tahun ada sekitar 300 anak yang bisa dilahirkan, tetapi mereka biasanya meninggal dalam

waktu beberapa hari.

Kisah mengenai bayi Theresa tidak akan dikenal kalau orang tuanya tidak mengajukan

permintaan yang tidak lazim. Ketika tahu bahwa anak mereka tidak dapat hidup lama dan

kalaupun dapat hidup, dia tidak akan mempunyai kesadaran, orang tua bayi Theresa kemudian

merelakan organ-organ anaknya untuk transplantasi. Mereka berpikir, hati, ginjal, jantung,

paruparu, dan mata Theresa dapat disumbangkan untuk anak-anak lain, yang dapat

memanfaatkannya. Para dokter sepaham, hal ini sebagai sesuatu yang baik. Paling sedikit 2000

anak memerlukan transplantasi setiap tahunnya dan organ yang bisa digunakan tidak pernah

cukup. Meskipun demikian, organ-organ ini tidak juga diambil karena hukum di Florida tidak

memperbolehkan pengambilan organ-organ kalau si pemberi belum meninggal. Ketika bayi


Theresa meninggal, sembilan hari kemudian, saat itu sudah terlambat bagi anak-anak lain.

Organ-organ itu tidak dapat ditransplantasikan karena sudah rusak. Kisah mengenai bayi

Theresa di surat kabar menimbulkan diskusi publik. Apakah bisa dibenarkan pengambilan

organ-organ seorang anak yang mengakibatkan kematiannya, demi menolong anak-anak lain?

Rumusan Masalah:

Transplantasi organ pada anak penderita rumpang otak dilakukan pada saat masih hidup atau

sesudah kematian.

Utilitarianism
e
Analisis Masalah:

Etika situasi
Moral

Deontologi
Transplantasi organ pada anak
penderita rumpang otak
Kajian
dilakukan pada saat masih
hidup atau sesudah kematian

Hukum

Hipotesis

Transplantasi organ pada anak rumpang otak sebelum kematian tidak dapat dibenarkan.

Kajian Menurut Filsafat Moral

Filsafat moral dibagi menjadi 3 teori yaitu dengan teori utilitarianisme, etika situasi, dan teori

deontologi.
Teori Ultiritarianisme

Teori ini sangat terkenal dan banyak digunakan oleh ahli-ahli filsafat.2 Tokoh yang terkenal

dari teori utilitarianisme adalah seorang filsafat dari Inggris yaitu John Stuart Mill.3 Pada teori

ini menekankan kepada kegunaan dari suatu tindakan (utilitas). Prinsip dasar dari teori ini yaitu

The Principles of Utility yang bermakna mengoptimalkan kebahagiaan yang besar bagi

mayoritas atau untuk banyak orang.2,3 Selama tindakan itu berguna dan baik untuk mayoritas

orang banyak maka perbuatan itu akan dianggap benar tanpa mempedulikan kebohongan,

pemaksaan, dll.3 Orang-orang yang menganut teori ini harus mengutamakan kepentingan

orang banyak dan mengesampingkan kepentingan pribadinya karena ketika dihadapkan pada

pilihat yang sulit, mereka akan mencari pilihan yang membawa kebaikan bagi semua orang.2,3

Teori Etika Situasi

Teori ini sebenarnya mirip dengan teori utilitarianisme. Teori ini mempunyai perbedaan

dampak yang sangat menarik jika dilihat dalam filsafat moral dan praktek moral. Teori ini tidak

begitu dipandang dalam filsafat moral karena dianggap kurang canggih karena dikembangkan

oleh para teolog.4 Menurut orang-ornag yang menganut teori etika situasi ini, menganut norma-

norma moral dianggap sangat tidak mungkin karena situasi yang berbeda-beda.5,6 Menurut

teori ini, setiap orang mempunyai otonomi yang dianggap jauh lebih penting dari hukum-

hukum moral yang ada karena setiap perbuatan seseorang dalam suatu situasi harus diputuskan

oleh orang tersebut dan bukannya berdasarkan hukum-hukum moral yang ada. Oleh karena

alasan ini juga, teori ini banyak ditentang oleh kalangan agama.4

Teori Deontologi

Teori ini berasal dari kata Yunani yaitu deon yang artinya kewajiban. 7,8 Teori ini sangat

menekankan pada motivasi dari setiap perbuatan seseorang.7 Suatu perbuatan akan dianggap

benar dan baik apabila perbuatan tersebut memang mempunyai motivasi yang baik sehingga
menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Teori ini tidak mempedulikan akibat baik atau buruknya

dari suatu perbuatan.8 Menurut Immanuel Kant, akibat dari suatu perbuatan tidak bisa dijadikan

patokan untuk menilai suatu tindakan karena tidak menjamin konsitensi dan universalitas untuk

menilai suatu tindakan tersebut. Oleh karena itu, motivasi baik harus menjadi penilaian pertama

kita untuk menilai suatu tindakan.7,8

Kajian Secara Hukum

Beberapa pasal tentang transplantasi organ sendiri tercantum dalam PP No. 18 tahun 1881.9

Beberapa pasal tersebut sebagai berikut:

Pasal 1

a. Bedah mayat anatomis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan

terhadap mayat untuk keperluan pendidikan di bidang ilmu kedokteran;

b. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang di. bentuk oleh beberapa

jenis sel dan mempunyai bentuk serta fa'al (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut;

c. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan fa'al (fungsi) yang sama dan

tertentu;

d. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan atau

jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka

pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik;

e. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat dan atau jaringan tubuhnya kepada orang

lain untuk keperluan kesehatan;

Pasal 10
Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan

ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b. (2) Tatacara

transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diatur oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 11

(1) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang

bekerja pada sebuah rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.

(2) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang

merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.

Pasal 12

Dalam rangka transplantasi penentuan saat mati ditentukan oleh 2 (dua) orang dokter yang

tidak ada sangkut-paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13

Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, Pasal 14, dan Pasal 15 dibuat

di atas kertas bermaterai dengan 2 (dua) orang saksi

Pasal 14

Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank

Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis

keluarga yang terdekat.

Pasal 15

(1) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan

oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter
yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibatnya, dan

kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.

(2) Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yang

bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16

Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas sesuatu kompensasi

material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17

Dilarang memperjual belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18

Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk

ke dan dari luar negeri.

Pasal 19

Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 tidak berlaku untuk keperluan

penelitian ilmiah dan keperluan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal-pasal tersebut berisi tentang ketentuan serta peraturan dalam melakukan transplantasi

organ seseorang. Pasal-pasal ini secara keseluruhan sudah memuat aspek etik, terutama bahwa

transplantasi organ tidak boleh untuk mencari keuntungan atau diperjualbelikan serta tidak

boleh adanya imbalan material. Dalam pasal ini juga mengatur tentang penentuan saat mati

pendonor harus dilakukan oleh 2 dokter yang tidak berkaitan dengan transplantasi pendonor

tersebut agar lebih objektif. Pengambilan organ sendiri harus dilakukan pada saat seseorang
sudah meninggal yaitu pada saat system pernapasan dan jantung seseorang sudah tidak berjalan

dan batang otak sudah mati..9

Kesimpulan

Dari skenario e, kita dapat mengetahui bahwa terdapat kajian-kajian untuk menentukan

masalah transplantasi yang dilakukan sebelum atau sesudah meninggal. Kajian-kajian tersebut

antara lain kajian dalam filsafat moral maupun hukum. Hipotesis dianggap benar karena

menurut pasal-pasal yang terdapat di PP No.18 tahun 1981, untuk mentransplantasikan organ

dari pendonor, keadaan pendonor tersebut harus sudah meninggal. Meninggal yang dimaksud

disini adalah keadaan dimana detak jantung dan pernapasan sudah berhenti serta batang otak

yang sudah mati, sedangkan pada kasus bayi Theresa dikatakan bahwa batang otak masih

berjalan dan detak jantung serta pernapasan masih berjalan. Selain itu, kita mempunyai

kewajiban untuk menghormati setiap manusia sesuai dengan etika deontologi. Meskipun

menurut etika situasi dan prinsip utilitarianisme, transplantasi organ dapat dibenarkan, kita

tetap mempunyai kewajiban untuk menghormati setiap manusia dan mengikuti hukum yang

ada.

Daftar Pustaka

1. Johnson EB. Contextual teaching and learning. Jakarta: MLC; 2006. h. 187

2. Ristica OD, Juliarti W. Prinsip etika dan moralitas dalam pelayanan kebidanan. Yogyakarta:
Deepublish; 2014. h. 64-5

3. Parson PJ. Etika public relations. Jakarta: Erlangga; 2007. h. 42-5

4. Suseno FM. 13 tokoh etika sejak zaman Yunani sampai abad ke-19. Edisi ke-12.
Yogyakarta: Kanisius; 2005. h. 111
5. Suseno FM. Etika abad ke-20. Edisi ke-5. Yogyakarta: Kanisius; 2010. h. 114
6. Bersten K. Etika. Edisi ke-10. Jakarta: PT Gramedia Pustaka; 2007. h. 162
7. Keraf AS. Etika bisnis. Yogyakarta: Kanisius; 2012. h. 23-5
8. Keraf AS. Etika lingkungan hidup. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara; 2010. h. 22-5
9. Hanafiah J, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi ke-4. Jakarta: EGC;
2009. h. 123-7

Anda mungkin juga menyukai