Anda di halaman 1dari 4

SINDROME UREMIA

Sindrome uremia adalah suatu kompleks gejala dan tanda pada insufisiensi ginjal
progresif dan GFR menurun hingga < 10 ml/menit dan puncaknya pada end stage
renal disease.

Manifestasi Klinis

1. Asidosis Uremia

Pada gagal ginjal terjadi gangguan kemampuan ginjal untuk


mengekskresikan H+ mengakibatkan asidosis metabolik disertai penurunan kadar
bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Kadar bikarbonat akan menurun karena
digunakan untuk mendapatkan H+. Ekskresi ion ammonium (NH4+) merupakan
mekanisme utama ginjal dalam usahanya mengeluarkan H+dan pembentukan
kembali HCO3 baru dan bukan hanya reabsorpsi HCO3. Pada gagal ginjal
ekskresi NH4+ akan berkurang secara total karena berkurangnya jumlah nefron
yang fungsional. Ekskresi fosfat merupakan mekanisme lain untuk mengekskresi
H+. Kecepatan ekskresi fosfat ditentukan oleh kebutuhan untuk mempertahankan
keseimbangan fosfat, dan bukan untuk mempertahankan asam basa. Pada gagal
ginjal, fosfat akan cenderung tertahan dalam tubuh karena berkurangnya nefron
yang fungsional sehingga terjadi hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan
menyebabkan hipokalsemia sehingga tubuh akan merespon dengan mensekresi
PTH dalam jumlah besar.
Selain itu, asidosis metabolik juga dapat menimbulkan hiperkalemia
karena terjadi pergeseran K+ dari dalam sel ke cairan ekstraseluler. Efek
hiperkalemia terhadap tubuh adalah dapat menyebabkan gangguan pada hantaran
listrik jantung.

2. Gastropati Uremia
Ulkus pada mukosa merupakan salah satu lesio dari uremia baik prerenal,
renal, ataupu postrenal. Ulkus terjadi apabila tubuh mengalami asidosis yang akan
mengiritasi mukosa. Asidosis ini disebabkan oleh gangguan ekskresi ion H+ pada
gagal ginjal. Mekanisme perusakan pertahanan mukosa diawali dari difusi ion-ion
hidrogen. Ulkus biasanya terjadi pada mukosa organ pencernaan (stomatitis
ulcerativa et hemorrhagica dan gastritis ulcerativa et hemorrhagica), urogenital,
dan respirasi. Stomatitis dan gastritis ulcerativa et hemorrhagica disebabkan oleh
nekrosa yang terjadi akibat dari ureum yang beredar di dalam sirkulasi
(uremia/ureum yang tinggi akan diubah menjadi amonia oleh bakteri atau
berkontak dengan udara sehingga lebih toksik terhadap vaskula), serta disebabkan
oleh trombopatia uremika, yang merupakan efek ureum yang tinggi dalam darah
terhadap trombosit sehingga trombosit tidak dapat lagi membentuk
bekuan/trombosis, sehingga tidak terjadi agregasi trombosit, dan akan
mengakibatkan terjadinya perdarahan).
Menurut Vanholder dan Smet (1999), banyaknya senyawa yang ikut tertahan
ketika terjadi sindrom uremik yang bersifat toksik dapat memasuki intestinal dan
akan menyebabkan perubahan komposisi flora normal usus atau perubahan
absorpsi nutrisi di usus, sehingga hal ini akan menyebabkan perubahan
konsentrasi serum.

3. Oedema Pulmonal

Oedema pulmonum merupakan salah satu lesio dari uremia renal. Ginjal
yang rusak menyebabkan laju filtrasi glomerulus menurun, sehingga akan
merangsang apparatus juxtaglomerular mensekresikan renin. Renin yang beredar
sistemik di dalam pembuluh darah akan mengaktifkan angiotensinogen menjadi
angiotensinogen, menjadi angiotensin I dan kemudian berubah menjadi
Angiotensin II. Angiotensin II ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah. Akibatnya tekanan darah arteri meningkat dan beban jantung akan
meningkat pula. Kondisi tersebut menyebabkan jantung mengalami kompensasi
berupa hipertrofi ventrikel kiri. Hipertrofi ini menyebabkan lumen ventrikel kiri
menjadi sempit sehingga volume darah yang dipompa menjadi lebih sedikit dari
seharusnya. Keadaan ini dapat menyebabkan pembendungan darah di paru-paru
dan apabila terjadi secara terus-menerus dan berlebihan, maka terjadi udema
pulmonum karena terjadi peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru.

4. Enselopati Uremic

Uremic encephalopathy adalah gangguan otak yang disebabkan oleh gagal


ginjal kronis. Pada manusia, manifestasi dari kelainan ini meliputi gejala klinis
ringan (kelemahan dan kelelahan) sampai gejala yang parah (seizure dan koma).
Keparahan dari uremic encephalopathy tergantung dari laju penurunan fungsi
ginjal. Uremic encephalopathy mempunyai patofisiologi yang kompleks dan
terdapat kaitan dengan toksin yang terjadi pada gagal ginjal. Hormon paratiroid
(PTH) juga dapat menyebabkan uremic encephalopathy. Hiperparatiroidisme
dapat terjadi pada keadaan gagal ginjal, sehingga pada kondisi ini akan
menyebabkan peningkatan kadar kalsium pada korteks cerebri. Mekanisme
khusus dari gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh PTH masih belum jelas.
Namun, terdapat kemungkinan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi kalsium di
sel-sel otak yang merupakan hasil dari peningkatan kadar kalsium dalam plasma
dari kerja PTH yang berlebihan. Teori lain tehadap penyebab uremic
encephalopathy menyatakan bahwa uremic encephalopathy disebabkan oleh
ketidakseimbangan nurotransmiter asam amino dalam otak. Selama fase awal
uremic encephalopathy, cairan cerebrospinal (CSF) dapat digunakan untuk
menentukan terjadinya peningkatan level glisin, level glutamin, serta penurunan
GABA. Perubahan yang terjadi pada metabolisme dopamin dan serotonin di otak
dapat mengawali dan menyebakan gejala klinis. Peningkatan uremia akan
menghasilkan akumulasi komponen guanidino yang dapat menyebabkan aktivasi
terhadap reseptor N-methyl-D-aspartate eksitatori serta akan menghambat reseptor
GABA yang dapat mengakibatkan terjadinya myoklonus dan seizure.
Menurut Bucurescu (2008), uremia yang menggambarkan gangguan ginjal
(insufisiensi ginjal) dan gangguan multiorgan dihasilkan oleh akumulasi metabolit
protein, asam amino, serta gangguan proses katabolisme di ginjal, proses
metabolik, dan proses endokrin. Tidak ada metabolit tunggal yang menyebabkan
uremia. Uremic encephalopathy merupakan salah satu manifestasi dari gagal
ginjal. Patofisiologi dari uremic encephalopathy adalah akumulasi senyawa
organik seperti metabolit protein dan asam amino yang merusak neuron, antara
lain dapat berupa urea, senyawa guanidine, asam urat, asam hippuric, beberapa
macam asam amino, polipeptida, polyamine, phenol dan konjugat phenol, asam
phenols dan asam indolic, acetoin, asam glukoronat, karnitin, myoinositol, sulfat,
fosfat. Selain itu juga akibat dari peningkatan level senyawa guanidine, yang
meliputi guanidinosuccinic acid, methylguanidine, guanidine, dan kreatinin.
Senyawa guanidino endogenus bersifat neurotoksik.
Abnormalitas yang berkaitan dengan keadaan uremic encephalopathy
meliputi asidosis, hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, hipermagnesemia,
overhidrasi, dan dehidrasi. Tidak ada abnormalitas tunggal yang dapat
menunjukkan lesio pada kejadian uremic encephalopathy. Peningkatan level
glisin, asam amino yang berasal dari phenylalanin, tryptophan bebas, dan
penurunan level gama-aminobutyric acid (GABA) pada cairan cerebrospinal akan
bertanggung jawab terhadap penyakit. Uremic encephalitis juga dipengaruhi oleh
faktor hormonal, yang meliputi hormon paratiroid (PTH), insulin, growth hormon,
glukagon, thyrotropin hormon, prolactin, luteinizing hormone, dan gastrin. Pada
anjing normal, tingginya level PTH akan menyebabkan perubahan CNS karena
PTH dapat menyebabkan pemasukan kalsium ke dalam neuron yang kemudian
akan menyebabkan perubahan.
Patofisiologi uremic encephalopathy belum diketahui secara baik dan
kemungkinan terjadi oleh adanya toksin uremic. Pada kondisi ini, hormon PTH
mempunyai kemungkinan besar terhadap munculnya gejala klinis. Namun, toksin-
toksin lain penyebab uremic encephalopathy yang dipengaruhi oleh gagal ginjal
juga bertanggung jawab terhadap terjadinya patogenesis gangguan neurologi.

Anda mungkin juga menyukai