"Whistleblowing merupakan salah satu tindakan yang berhubungan dengan sebuah etika suatu
organisasi. Munculnya beberapa kasus whistleblowing yang terjadi baik di organisasi sektor
bisnis maupun publik. Menjadi hal penting untuk dipelajari oleh para akademisi, apa penyebab
munculnya tindakan whisleblowing".
Pendahuluan
Whistleblowing merupakan salah satu tindakan yang berhubungan dengan sebuah etika
suatu organisasi. Munculnya beberapa kasus whistleblowing yang terjadi baik di organisasi
sektor bisnis maupun publik. Menjadi hal penting untuk dipelajari oleh para akademisi, apa
penyebab munculnya tindakan whisleblowing. Contoh kasus whistleblowing yang terjadi di
organisasi publik di indonesia adalah kasus whistleblowing di Direktorat Jenderal Pajak.
Semejak bergulirnya reformasi birokrasi pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2002, dan mulai
diberlakukan sistem whistleblowing tahun 2012. Terbukti sistem whistleblowing tersebut
berjalan efektif dengan terungkapnya kasus suap yang dilakukan oleh salah satu pimpinan di
Kantor Pelanyanan Pajak Pratama di Bogor dan pegawai pajak di Sidoarjo pada tahun 2012
(Dewi, 2012).
Menurut Perry (1993: 79), meskipun whistleblowing merupakan jenis lain pertikaian
yang terjadi pada suatu organisasi. Ada 3 karakteristik dalam prosedural dan substansi yang
secara kolektif membedakan jenis lain dari pertikaian pada suatu organisasi: (1) terlihat
perilaku kepentingan dari orang lain yang menjadi bagian penggagas pertikaian (2) tidak
meratanya distribusi atau pembagian kekuasaan, dan (3) tidak adanya mekanisme penyelesaian
sengketa yang berkembang dengan baik dan netral. Diasumsikan, bahwa ketiga karakteristik
tersebut merupakan faktor-faktor penyebab munculnya whistleblowing.
1. Whistle blowing internal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang
dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya.
2. Whistle blowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang
dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu
akan merugikan masyarakat.
Namun pendapat David Stetler yang percaya bahwa whistle blowing digunakan untuk
memeras keuntungan keuangan yang besar dari perusahaan ada benarnya juga. Karena setiap
manusia mempunyai sifat yang berbeda-beda. Di mana menurut teori Adam Smith yang
mengasumsikan bahwa sifat manusia adalah rasionalekonomis yang berasal dari falsafah
hedonisme yang berpendapat bahwa orang bertindak untuk memenuhi kesenangan diri
mereka semaksimal mungkin. Dan menurutnya orang yang bertindak dengan perasaan adalah
tidak rasional dan oleh karena itu harus dicegah supaya tidak mengganggu perhitungan-
perhitungan rasional seseorang mengenai kepentingan dirinya. Asumsi ini juga dipertegas oleh
Douglas McGregor (1960) yang dinamakan Teori X :
1. Menurutnya sifatnya orang itu malas, dan oleh karena itu, harus dimotivasi dengan
perangsang dari luar
2. Tujuan alamiah orang bertentangan dengan tujuan organisasi, oleh karena itu harus
dikendalikan dengan kekuatan
3. Karena perasaan-perasaan mereka tidak rasional, maka pada dasarnya orang tidak
mendisiplin dan mengendalikan diri.
4. Tetapi secara kasar orang dapat dibagi dalam dua kelompok mereka yang sesuai dengan
asumsi yang disebutkan di atas dan mereka yang dapat memotivasi diri, mendisiplin diri, dan
tidak terlalu dikuasai oleh perasaan-perasaannya. Kelompok terakhir ini harus memikul
tanggung jawab memanajemeni kelompok-kelompok lainnya.
Sifat manusia atau biasa dikenal dengan personality traits atau ciri kepribadian dibagi
dalam lima domain yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama Five Factor Model atau Big
Five (Goldberg 1990) meliputi extraversion, neuroticism, openness to experience (intellect),
agreebleness, dan conscientiousness. Kelima model ini merupakan ringkasan dari banyak sifat
yang terdapat pada satu hierarki sifat-sifat perbedaan individu dan telah diidentifikasi dalam
berbagai penelitian mengenai karakter antar individu dan dimensi fundamental personaliy.
Ketika gugatan sembrono terjadi, masa depan whistleblower dapat berpengaruh positif
maupun negative. Apabila whistle-blower dapat memenangkan kasus pada perusahaan
tersebut mereka akan mendapatkan kompensasi dan penghargaan social. Namun apabila
whistle-blower terbukti salah akan mendapatkan tindakan pembalasan, seperti penghentian,
skorsing, penurunan pangkat, pemotongan upah, dan atau perlakuan kasar oleh karyawan lain,
bahkan bisa dikenai tuntutan pidana dalam balasan untuk pelaporan kesalahan.
Yang harus dilakukan perusahaan agar tidak terjadi gugatan sembrono adalah
menyelenggarakan Whistle Blowing System yang baik. Adapun manfaat dari penyelenggaraan
Whistleblowing System yang baik antara lain adalah (Anonim, 2008):
Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis bagi perusahaan kepada pihak
yang harus segera menanganinya secara aman
Tersedianya mekanisme deteksi dini (early warning system) atas kemungkinan terjadinya
masalah akibat suatu pelanggaran
Mengurangi risiko yang dihadapi organisasi, akibat dari pelanggaran baik dari segi keuangan,
operasi, hukum, keselamatan kerja, dan reputasi
Memberikan masukan kepada organisasi untuk melihat lebih jauh area kritikal dan proses kerja
yang memiliki kelemahan pengendalian internal, serta untuk merancang tindakan perbaikan
yang diperlukan
Bagi organisasi yang menjalankan aktivitas usahanya secara etis, WBS merupakan
bagian dari sistem pengendalian, namun bagi organisasi yang tidak menjalankan aktivitas
usahanya dengan tidak etis, maka WBS dapat menjadi ancaman. Sedangkan yang perlu
dilakukan pemerintah untuk menghindari tuntutan perkara yang sembrono adalah dengan
membuat Sistem Pelaporan Pelanggaran yang baik yang memberikan fasilitas dan
perlindungan (whistleblower protection) sebagai berikut (Anonim, 2008) :
1) Fasilitas saluran pelaporan (telepon, surat, email) atau Ombudsman yang independen, bebas
dan rahasia.
3) Perlindungan atas tindakan balasan dari terlapor atau organisasi. Perlindungan dari tekanan,
dari penundaan kenaikan pangkat, pemecatan, gugatan hukum, harta benda, hingga tindakan
fisik. Perlindungan ini tidak hanya untuk pelapor tetapi juga dapat diperluas hingga ke anggota
keluarga pelapor
4) Informasi pelaksanaan tindak lanjut, berupa kapan dan bagaimana serta kepada
institusi mana tindak lanjut diserahkan. Informasi ini disampaikan secara rahasia kepada
pelapor yang lengkap identitasnya.
Pegawai perusahaan mempunyai sebuah kewajiban etis untuk melaporkan hal yang
salah kepada anggota perusahaan itu sendiri (internal). Dampak positifnya adalah kasus
tersebut tidak menjadi konsumsi publik dan citra perusahaan tidak buruk. Sedangkan dampak
negatifnya, whistle-blower tersebut mendapatkan sanksi dan resiko pemecatan. Namun bila
whistle-blower langsung pergi ke pihak berwenang, keuntungannya mereka akan
mendapatkan perlindungan hukum, sedangkan kerugiannya citra perusahaan akan buruk di
mata masyarakat dan orang lain akan melihatnya sebagai pengadu cerita atau mata-mata ,
semata-mata mengejar kemuliaan dan atau ketenaran pribadi. Oleh karena itu dibutuhkan
suatu pemimpin yang mempunyai leadership yang baik. Manajer dengan leadership baik dapat
mengerti apa yang menjadi kegundahan bawahannya dan memberikan respon segera sebelum
berkembang menjadi masalah besar. Leadership seperti itu akan memberikan kepuasan
karyawan terhadap kepemimpinan dan memberikan dukungan berupa loyalitas karyawan dan
kinerja optimal dari karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
Kesimpulan
Munculnya whistleblowing dalam suatu organisasi tidak bisa dipungkiri lagi. Hal ini
didasari sifat manusia itu sendiri. Sifat manusia yang memiliki hasrat untuk berbuat baik,
berani mengungkapkan suatu kesalahan atau tindakan yang merugikan yang dilakukan oleh
individu atau kelompok yang akan merugikan perusahaan atau organisasi tersebut. Maka,
tindakan orang tersebut dikategorikan sebagai tidakan etis. Namun, apabila pengungkapan
suatu kesalahan karena didasari oleh sifat manusia yang tidak baik yaitu ingin mendapatkan
suatu keuntungan yang memperkaya diri sendiri (hedon), maka tindakan whistleblowing
tersebut dikategorikan pada tindakan yang tidak etis.
Oleh karena itu, organisasi yang menjalankan aktivitas usahanya secara etis, WBS
merupakan bagian dari sistem pengendalian, namun bagi organisasi yang tidak menjalankan
aktivitas usahanya dengan tidak etis, maka WBS dapat menjadi ancaman. Sedangkan yang
perlu dilakukan pemerintah untuk menghindari tuntutan perkara yang sembrono adalah
dengan membuat Sistem Pelaporan Pelanggaran yang baik yang memberikan fasilitas dan
perlindungan (whistleblower protection)
DAFTAR PUSTAKA
Frederickson, George H. 1993. Ethics and Public Administration: Some Assertions. New York:
M.E Sharpe, Inc.
Pierson, John K; Forcht, Karen A; Bauman, Ben M. 1993. Whistleblowing: An Etihical Dilema.
Information and Decision Sciences Departement. USA: James Madison University.
http://www.expolink.co.uk/2012/01/ethics-and-whistleblowing/ diakses tanggal 28
Desember 2012
http://dewipurboningsih14.blogspot.co.id/2015/10/whistleblowing-sebuah-dilema-etika.html
Whistle Blowing dan Kaitanya dengan Etika
Whistle blowing adalah tindakan seorang pekerja yang memutuskan untuk melapor
kepada media, kekuasaan internal atau eksternal tentang hal-hal ilegal dan tidak etis
yang terjadi di lingkungan kerja.
1. Whistle Blower
adalah istilah bagi karyawan, mantan karyawan atau pekerja, anggota dari suatu
institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar
ketentuan kepada pihak yang berwenang (wikipedia.com).
3. Anggapan bahwa terdapat anggota yang diperintah oleh atasan yang tidak
menghendaki pengungkapan tersebut (Dae-il Nam, 2007).
Whistle blowing dapat memainkan peran sebagai tindakan pencegahan dan kendali
kontrol jika suatu individu/fungsi kerja melakukan penyimpangan terhadap aturan
yang ditetapkan perusahaan/organisasi. Disebutkan juga bahwa whistle blowing
adalah perilaku yang dianggap efektif untuk melakukan kontrol internal (William J.
Read, 2003).
Dalam sebuah penelitian, Whistle blower dikatakan akan mengalami kesulitan dalam
mencari pekerjaan lagi. Ini dikarenakan perilaku yang dilakukanya dianggap tidak
beretika. Whistle blower akan mendapatkan rekomendasi buruk dari perusahaan
sebelumnya karena perilaku yang telah dilakukanya. Padahal tidak semua perilaku
wshistle blowing merupakan tindakan yang dianggap tidak etis (Firas Qusqas,2001).
Misalnya saja perawat yang melaporkan tindakan mal praktik yang dilakukan seorang
dokter bedah kepada pihak yang berwajib. Hal tersebut dianggap perlu dalam kasus
penipuan, karena justru jika tidak dilakukan maka akan terjadi prilaku menyimpang
berkali-kali (Rafik Elias, 2008).
Daftar Pustaka
Qusqas, Firas., and Kleiner, Brian, H. 2001. The Difficulties of Whistleblowers Finding
Employment. Emerald Group Publishing Limited : Volume 24 Number
Read, William, J., and Rama, D.V. 2003. Whistle Blowing to Internal Auditor. Emerald
Group Publishing Limited : Managerial Auditing Journal 18/5 354-362
Near, JP., and Miceli, M.P. 1986. Organizational dissidence : The Case of Whistle-
Blowing. Emerald Group Publishing Limited : Journal of Business Ethics Vol. 4, pp. 1-
16.
Nam, Dae-il., and Lemak, David J. The Whistle-Blowing zone : Applying Barnards
insights to a Modern Ethical Dilemma. Emerald Group Publishing Limited : Journal of
Management History Vol. 13 No.1, pp 33-42