Disusun oleh:
Cintya Trisanty
12030117140151
No Absen : 33
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
1. Latar Belakang
Dilansir dari kompas.com, Kasus First Travel baru saja diputus Mahkamah Agung
di tingkat Kasasi. Salah satu yang mengundang kontroversi adalah soal pengembalian
aset First Travel, bukan kepada jemaah melainkan kepada negara. Namun, ada yang lebih
menyita perhatian. Ada kejanggalan besar. Uang ratusan miliar lenyap bagai siluman.
Dari beberapa kali persidangan terungkap bahwa harta First Travel hanya tersisa Rp 25
miliar saja. Apa yang janggal? Berikut saya jabarkan! Diketahui bahwa setiap jemaah
First Travel menyetor uang sebesar Rp 14,5 juta untuk berangkat ibadah umrah dalam
kurun waktu 2017-2018. Tercatat, ada 63.310 jemaah yang menyetorkan uangnya ke First
Travel. Jika dikalikan maka seharusnya ada uang nyaris Rp 1 triliun rupiah. Namun, yang
tersisa hanya Rp 25 miliar saja. Kemana uang sisanya?
Saya bertanya kepada Kepala Biro Humas Mahmkamah Agung (MA) Abdullah
soal putusan pengembalian uang kepada negara. Ia menjelaskan, putusan Majelis Hakim
First Travel sudah benar. Dalam hukum acara pidana, kata dia, uang hasil kejahatan harus
dikembalikan pada negara. Tidak ada pasal yang menyebut uang dikembalikan selain
kepada negara. Kasus First Travel diputus pada perkara tindak pidana pencucian uang
(TPPU).
Bagaimana soal aset? Soal aset yang disebutkan berkurang jauh, Abdullah
menjelaskan, persidangan hanya menyidangkan perkara dan membuka perkara tersebut
agar terang benderang kepada publik. "Perihal barang bukti merupakan ranah penyelidik,
penyidik, dan penuntut yang berada di wilayah Polisi dan Kejaksaan," ujar Abdullah
kepada saya. Misteri belum terjawab. Di mana aset senilai ratusan miliar ini berada?
Mantan hakim yang kini menjadi pengajar di Universitas Trisakti, Jakarta, Asep Iwan,
mengungkapkan, peristiwa ini bukanlah yang pertama terjadi. Saat ia masih menjadi
hakim, ia pernah meyidangkan kasus serupa, biro haji dan umrah Tiga Utama, sebuah
biro perjalanan terbesar saat itu. Tiga Utama memberangkatkan banyak pejabat, termasuk
Presiden Soeharto. Seperti First Travel, aset dari kasus-kasus yang berproses hukum tidak
pernah ada yang bisa dihitung secara pasti sesuai perhitungan matematika.
Ini pekerjaan rumah yang serius bagi penegak hukum untuk memperbaiki kinerja
mereka. "Barang bukti sering kali hilang. Misalnya pada kasus narkotika. Saat
penangkapan disebutkan 3 kilogram, namun ketika persidangan hanya tersisa 1 atau 2
kilogram," ungkap Asep. Misteri aset dan nasib buruh cuci Banyak jemaah First Travel
yang kini gigit jari. Tak hanya mereka yang berpunya, tapi juga mereka yang berjuang
keras mengumpulkan uang belasan juta demi berangkat ibadah. Diantaranya adalah buruh
cuci tua, anggota Majelis Taklim di Kramat Jati, Jakarta Timur. Setiap kali bertemu
pimpinan Majelis Taklimnya, ia selalu bertanya, "Ibu, kapan saya berangkat umrah?"
2. Masalah
1. Bagaimana peran auditor dalam kasus First Tracel?
2. Apakah pengendalian internal dalam First Travel sudah berjalan efektif?
3. Bagaimana pengawasan First Travel menggunakan COSO Internal Control
Framework?
3. Teori
a) Pengendalian Internal yang Efektif
Pengendalian internal adalah suatu proses yang diimplementasikan oleh manajemen
yang didesain untuk menyajikan asurans yang layak atas:
Informasi keuangan dan operasional yang terpercaya
Kesesuaian dengan aturan-aturan hukum dan regulasi
Keamanan aset-aset
Efisiensi operasional
Tercapainya misi dan tujuan program-program perusahaan
Integritas dan nilai-nilai etika
Struktur organisasi
Berbagai macam risiko, baik dari dalam maupun dari luar entitas, dapat
mempengaruhi entitas secara keseluruhan. COSO menjelaskan bahwa risiko
dapat dilihat melalui tiga perspektif:
Informasi yang sesuai, yang didapat dari sistem IT, harus dapat dikomunikasikan
perusahaan. Perusahaan membutuhkan informasi dalam semua level pada
perusahaan untuk mencapai tujuan operasional, finansial, dan kesesuaian.
Informasi ini harus mengalir dari top level manajemen perusahaan ke lower level
manajemen perusahaan dan dari lower level manajemen perusahaan ke top level
manajemen perusahaan. COSO internal control menjelaskan bahwa komunikasi
pada perusahaan terdiri dari komunikasi internal dan komunikasi eksternal.
Komponen Komunikasi Internal: komponen yang paling penting dari elemen
komunikasi adalah bahwa para stakeholder harus menerima pesan dari
manajemen senior mengingatkan mereka atas tanggung jawab pengendalian
internal mereka. Kejelasan pesan ini penting untuk memastikan bahwa
perusahaan akan mengikuti prinsip-prinsip pengendalian internal yang efektif.
Semua stakeholder perlu untuk mengetahui dan memahami limit dan batasan-
batasan dan saat perilaku mereka tidak etis, ilegal, dan tidak layak. Komunikasi
harus mengalir dalam dua arah, dan pengendalian internal COSO menekankan
bahwa para pemangku kepentingan juga harus memiliki mekanisme untuk
pelaporan. Komunikasi ke atas ini memiliki dua komponen: komunikasi normal
dan khusus. Pelaporan normal mengacu pada proses di mana para pemangku
kepentingan diharapkan untuk melaporkan status, kesalahan, atau masalah
melalui atasannya.
5) Monitoring (Pengawasan)
Walaupun sistem pengendalian internal akan bekerja secara efektif dengan
dukungan yang tepat dari manajemen, prosedur pengendalian, dan hubungan
informasi dan komunikasi, proses pemantauan harus ada untuk memantau
kegiatan ini. Pemantauan telah lama menjadi peran auditor internal, yang
melakukan tinjauan untuk menilai kepatuhan dengan prosedur yang ditetapkan;
Namun, COSO sekarang mengambil pandangan yang lebih luas atas pemantauan
ini. Pengendalian internal COSO mengakui bahwa prosedur pengendalian dan
sistem lain akan terus berubah dari waktu ke waktu. Apa yang tampaknya menjadi
efektif ketika pertama kali diterapkan mungkin tidak efektif di masa depan.
Harus ada satu set proses kontrol yang konsisten dalam seluruh perusahaan
dengan pertimbangan yang diberikan kepada risiko relatif dan lingkup operasi.
Kontrol internal harus konsisten, tetapi mereka juga harus diterapkan secara tepat
dalam satuan operasi individu. Kegiatan pengendalian internal harus ada di semua
unit operasi dan harus mencakup tiga faktor pengendalian internal: efektivitas,
kehandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap regulasi.
4. Pembahasan
Perbuatan yang dilakukan oleh pemilik First Travel sangat tidak sesuai dengan
prinsip akuntansi. Pemilik First Travel seharusnya mengatur keuangan perusahaan
dengan bijak. Uang setoran calon jemaah hanya boleh digunakan untuk pembiayaan
Ibadah Umroh seperti membayar tiket pesawat, membayar Hotel dan pembiayaan lain.
5. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan:
a) Pengendalian internal merupakan langkah perusahaan dalam meminimalisasi
risiko untuk mencapai tujuan perusahaan
b) Internal auditor berperan melakukan pengawasan atas pengendalian internal yang
telah dilakukan perusahaan, apakah pengendalian internal tersebut sudah sesuai
prosedur atau tidak. Internal auditor melakukan pengawasan pengendalian
internal dengan cara menggunakan COSO internal control framework yang
berupa three dimensional model.
c) Setiap internal auditor harus memiliki pemahaman atas COSO internal control
framework, yang merupakan standar untuk membangun dan menilai pengendalian
internal. Adanya pemahaman atas COSO internal control framework dapat
digunakan internal auditor untuk membangun dan mengimplimentasikan
pengendalian internal yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/26/12421941/misteri-lenyapnya-uang-ratusan-miliar-first-
travel?page=all
Moeller, Robert. 2009. Brink’s Modern Internal Auditing: A Common Body of Knowledge
7th edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.