Anda di halaman 1dari 21

Manajemen Risiko K3

Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko untuk mencegah


terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur
dalam suatu kesisteman yang baik. Sehingga memungkinkan manajemen
untuk meningkatkan hasildengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang
ada.Pendekatan manajemen risiko yang terstruktur dapat meningkatkan
perbaikan berkelanjutan.
Manfaat dalam menerapkan manajemen risiko antara lain :
Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang
mengandung bahaya
Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan
Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai kelangsungan dan
keamanan investasinya
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap unsur
dalam organisasi/ perusahaan
Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku
(Ramli, Soehatman.Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk
Management - hal 4. Jakarta : PT.Dian Rakyat.2010)
Dalam menerapkan Manajemen Risiko K3, ada beberapa tahapan/langkah
yang perlu dilakukan. Hal ini bertujuan agar proses manajemen risiko k3 dapat berjalan
dengan tepat dan sesuai. Tahapan yang perlu dilakukan dalam menerapkan manajemen
risiko k3 adalah :
1. Menentukan Konteks
2. Melakukan Identifikasi Risiko
3. Penilaian Risiko
4. Pengendalian Risiko
5. Komunikasi dan Konsultasi
6. Pemantauan dan Tinjauan Ulang
Gambar 1. Proses Manajemen Risiko AS/NZS 4360:2004
Sumber : http://saiglobal.com, diunduh : 9 Januari 2013

2. Menentukan Konteks
Dalam menentukan konteks dilakukan dengan cara melihat visi misi perusahaan, ruang
lingkup bisnis perusahaan mulai dari proses kerja awal sampai akhir. Hal ini dilakukan
karena konteks risiko disetiap perusahaan berbeda-beda sesuai dengan kegiatan bisnis yang
dilakukan. Kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan kriteria risiko yang berlaku
untuk perusahaan berdasarkan aspek nilai kerugian yang dapat ditanggulangi oleh
perusahaan. Kriteria risiko didapat dari kombinasi kriteria tingkat kemungkinan dan
keparahan. Dalam menentukan tingkatan tersebut dapat digambarkan pada beberapa tabel
berikut :
Tabel 1. Nilai Tingkat Kemungkinan
Likelihood/Probability Rating Deskripsi
Frequent 5 Selalu terjadi
Probable 4 Sering terjadi
Occasional 3 Kadang-kadang dapat terjadi
Unlikely 2 Mungkin dapat terjadi
Improbable 1 Sangat jarang terjadi
Untuk menentukan nilai tingkat keparahan, dapat digunakan tabel tersebut. Sehingga
setiap kegiatan dapat dinilai tingkatan kemungkinannya dalam menimbulkan incident atau
kerugian.
Tabel 2. Nilai Tingkat Keparahan
Severity Rating Deskripsi
Meninggal dunia, cacat permanen/ serius,
kerusakan lingkungan yang parah, kebocoran
Catastrophic 5
B3, kerugian finansial yang sangat besar,
biaya pengobatan > 50 juta.
Hilang hari kerja, cacat permanen/ sebagian,
kerusakan lingkungan yang sedang, kerugian
Major 4
finansial yang besar, biaya pengobatan < 50
juta.
Membutuhkan perawatan medis,
Moderate/ terganggunya pekerjaan, kerugian finansial
3
Serious cukup besar, perlu bantuan pihak luar, biaya
pengobatan < 10 juta.
Penanganan P3K, tidak terlalu memerlukan
Minor 2 bantuan dari luar, biaya finansial sedang,
biaya pengobatan < 1 juta
Tidak mengganggu proses pekerjaan, tidak
Negligible 1 ada cidera/ luka, kerugian financial kecil,
biaya pengobatan < 100 ribu.
Untuk menentukan tingkatan nilai keparahan yang terjadi dari kegiatan yang dilakukan,
dapat menggunakan tabel 2.
Kemudian kriteria risiko dapat digambarkan seperti pada tabel berikut :
Tabel 3. Skala Tingkatan Risiko
Risk Rank Deskripsi
17 25 Extreme High Risk Risiko Sangat Tinggi
10 16 High Risk Risiko Tinggi
59 Medium Risk Risiko Sedang
14 Low Risk Risiko Rendah
Konteks manajemen risiko ini akan dijalankan dalam organisasi atau perusahaan untuk
acuan langkah manajemen risiko k3 yang selanjutnya.
3. Identifikasi Risiko
Identifikasi bahaya adalah salah satu tahapan dari manajemen risiko k3 yang bertujuan
untuk mengetahui semua potensi bahaya yang ada pada suatu kegiatan kerja/ proses kerja
tertentu. Identifikasi bahayamemberikan berbagai manfaat antara lain :
a. Mengurangi peluang kecelakaan karena dengan melakukan identifikasi dapat diketahui
faktor penyebab terjadinya keceakaan,
b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya yang ada dari
setiap aktivitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan karyawan untuk
meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran akan safety saat bekerja,
c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan
penanganan yang tepat, selain itu perusahaan dapat memprioritaskan tindakan
pengendalian berdasarkan potensi bahaya tertinggi.
d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan.
(Ramli, Soehatman.Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk
Management - hal 54-55. Jakarta : PT.Dian Rakyat. 2010)
Cara melakukan identifikasi bahaya adalah :
1. Tentukan pekerjaan yang akan diidentifikasi
2. Urutkan langkah kerja mulai dari tahapan awal sampai pada tahap akhir pekerjaan.
3. Kemudian tentukan jenis bahaya apa saja yang terkandung pada setiap tahapan tersebut,
dilihat dari bahaya fisik, kimia, mekanik, biologi, ergonomic, psikologi, listrik dan kebakaran.
4. Setelah potensi bahaya diketahui, maka tentukan dampak/kerugian yang dapat ditimbulkan
dari potensi bahaya tersebut. Dapat menggunakan metode What-If.
5. Kemudian catat dalam tabel, semua keterangan yang didapat.
Salah satu metoda yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi bahaya adalah
dengan membuat Job Safety Analysis/Job Hazard Analysis. Selain JSA, ada beberapa teknik
yang dapat dipakai seperti(Fault Tree Analysis) FTA, (Event Tree Analysis) ETA, (Failure Mode
and Effect Analysis) FMEA, (Hazards and Operability Study) Hazop, (Preliminary Hazards
Analysis) PHA, dll.
4. Penilaian Risiko
Setelah semua tahapan kerja diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian
risiko untuk menentukan besarnya tingkatan risiko yang ada. Tahapan ini dilakukan melalui
proses analisa risiko dan evaluasi risiko.
Analisa Risiko :
Analisa risiko dilakukan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan
mempertimbangkan tingkat keparahan dan kemungkinan yang mungkin terjadi. Analisa ini
dilakukan berdasarkan konteks yang telah ditentukan oleh perusahaan, seperti tingkat
kemungkinan tabel 1., tingkat keparahan 2. dan tingkat risiko tabel 3. Cara melakukan
analisa adalah :
1. Lakukan analisa dari setiap langkah kerja yang telah diidentifikasi pada tahapan identifikasi
bahaya.
2. Mengukur tingkat kemungkinan terjadinya incident dari setiap tahapan kegiatan yang
dilakukan berdasarkan acuan konteks yang telah ditentukan pada tabel 1.
3. Mengukur tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan dari setiap potensi bahaya pada setiap
tahapan kerja yang telah diidentifikasi. Ukuran tingkat keparahan ditentukan berdasarkan
acuan konteks yang telah dibuat pada tabel 2.
4. Setelah tingkatan kemungkinan dan keparahan diketahui, lakukan perhitungan
menggunakan rumus berikut untuk mengetahui nilai risikonya :
5. Membuat matriks risiko.
Tabel 4. Matriks Risiko

Sumber : http://saiglobal.com, diunduh : 9 Januari 2013


6. Tentukan tingkatan risiko pada setiap tahapan kerjanya berdasarkan nilai risiko yang telah
didapat dari perhitungan. Ukuran tingkat risiko dinilai berdasarkan acuan konteks yang telah
dibuat pada tabel 2.3. Evaluasi Risiko :Setelah setiap tahapan kerja diidentifikasi
dan dianalisa tingkat risikonya, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi risiko.
Evaluasi risiko dilakukan untuk menentukan apakah risiko dari setiap tahapan kerja dapat
diterima atau tidak. Cara melakukan evaluasi adalah :1. Perusahaan/organisasi membuat
kriteria risiko yang dapat diterima (tingkat risiko low), tidak dapat diterima (tingkat
risiko high dan very high) dan dapat ditolerir (tingkat risiko medium).2. Setiap tahapan
kerja yang telah dianalisa dan diketahui tingkat risikonya, maka lakukan evaluasi apakah
tingkatan risiko tersebut dapat diterima, tidak dapat diterima atau dapat ditolerir.3. Jika
tingkatan risiko yang ada tidak dapat diterima, maka perlu dilakukan tindakan pengendalian
risiko guna menurunkan tingkatan risiko tersebut sampai tingkatan rendah atau dapat
ditolerir.7. Pengendalian RisikoPengendalian risiko merupakan langkah penting dan
menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. (Ramli, Soehatman.Pedoman Praktis
Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk Management - hal 103. Jakarta : PT.Dian
Rakyat. 2010)Pengendalian risiko berperandalam meminimalisir/ mengurangi tingkat risiko
yang ada sampai tingkat terendah atau sampai tingkatan yang dapat ditolerir.
Cara pengendalian risiko dilakukan melalui :Eliminasi : pengendalian ini dilakukan dengan
cara menghilangkan sumber bahaya (hazard).Substitusi : mengurangi risiko dari bahaya
dengan cara mengganti proses, mengganti input dengan yang lebih rendah
risikonya.Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metoderekayasa teknik pada
alat, mesin, Infrastruktur, lingkungan, dan atau bangunan.Administratif : mengurangi risiko
bahaya dengan cera melakukanpembuatan prosedur, aturan, pemasangan rambu (safety
sign), tanda peringatan, training dan seleksi terhadap kontraktor, material serta mesin, cara
pengatasan, penyimpanan dan pelabelan.
APD : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat perlindungan diri misalnya
safety helmet, masker, sepatu safety, coverall, kacamata keselamatan,dan alat pelindung
diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan
Manajemen Resiko (Risk Management) K3
Oleh: dr. Ikhwan Muhammad

Manajemen resiko adalah usaha untuk menghilangkan atau meminimalisir sumber bahaya
di tempat kerja

Prinsip HIRARC

Prinsip dasar dalam manajemen resiko K3 dikenal dengan singkatan HIRARC, yang terdiri
dari Hazard Identification, Risk Assessment, dan Risk Control. Ketiga poin ini merupakan alur
berkelanjutan dan dijalankan secara bertahap. Gambaran proses nya secara sederhana
adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama untuk mengurangi kecenderungan kecelakaan atau
PAK (Penyakit Akibat Kerja) adalah dengan Hazard Identification atau dengan
mengidentifikasi sumber bahaya yang ada di tempat kerja.
2. Langkah kedua dengan melakukan Risk Assessment atau dengan menilai
tingkat resiko timbulnya kecelakaan kerja atau PAK dari sumber bahaya tersebut.
3. Langkah terakhir adalah dengan melakukan Risk Control atau kontrol
terhadap tingkat resiko kecelakaan kerja dan PAK
Proses HIRARC ini harus terus dievaluasi secara kontinyu untuk memastikan efektivitas dari
pengontrolan resiko sumber bahaya. Proses HIRARC dimulai lagi dari awal apabila terjadi
perubahan pada sistem atau pengenalan alat dengan potensi sumber bahaya baru.

Gambar berikut menjelaskan alur proses manajemen resiko:

Gambar 1. Alur Manajemen Resiko (Comcare, 2004)

Mekanisme Kontrol Resiko

1. Eliminasi

Proses eliminasi adalah usaha untuk menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja.

2. Subtitusi

Apabila sumber bahaya tersebut tidak dapat di-eliminasi, maka usaha berikutnya adalah
dengan mengganti atau men-subtitusi zat/benda/proses yang menjadi sumber bahaya
tersebut dengan zat/benda/proses lain yang tidak menjadi sumber bahaya.

3. Engineering Control
Pada keadaan dimana sumber bahaya teersebut tidak dapat di-eliminasi atau di-subtitusi,
maka diterapkan usaha kontrol teknis atau engineering control untuk menurunkan resiko
sumber bahaya tersebut sehingga tidak membahayakan pekerja. Kontrol teknis ini sebagai
contoh dapat berupa penutupan sumber bahaya sehingga tidak menimbulkan kontak
langsung pada pekerja.

4. Administrative Control

Kontrol administratif diperlukan ketika kontrol teknis tidak sepenuhnya dapat


mengendalikan sumber bahaya. Kontrol administratif dibuat untuk menjaga pekerja dalam
wilayah 'aman'. Contoh kontrol administratif adalah pemasangan tanda bahaya dan
pembuatan SOP (Standard Operational Procedure) pemakaian alat.

5. APD (Alat Pelindung Diri)

Setiap pekerja yang beresiko terhadap sumber bahaya diharuskan memakai APD.

Referensi

Comcare. (2004). Identify hazards in the workplace: A guide for hazards in the
workplace, Canberra, Commonwealth of Australia

Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit
yang dihasilkan karena bahaya. Dari definisi tersebut, maka dapat dikatakan Manajemen
Risiko dalam sebuah organisasi adalah organisasi yang dapat menerapkan metode
pengendalian risiko apapun sejauh metode tersebut mampu mengidentifikasi,
mengevaluasi, memilih prioritas, dan mengendalikan risiko dengan melakukan pendekatan
jangka pendek dan jangka panjang. Untuk menerapkan manajemen risiko dalam sebuah
organisasi, dalam Gambar 1 ditunjukkan bagan manajemen risiko, dan Gambar 3 merupakan
langkah pengelolaan risiko.
Pengelolaan Risiko Langkah-langkah pengelolaan risiko dalam sebuah organisasi, antara lain:

1. Identifikasi Bahaya

1.1. Beberapa pertimbangan yang dapat dilaukan untuk mengidentifikasi bahaya, yaitu:

Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan bahaya.

Jenis kecelakaan yang mungkin dapat terjadi.

1.2. Aktifitas yang digunakan dalam identifikasi bahaya, antara lain:

Konsultasi dengan pekerja. Konsultasi dengan tim K3. Melakukan pertimbangan.


Melakukan safety audit. Melakukan pengujian. Analisis rekaman data. Mengumpulkan
informasi dari desainer/pembuat, konsumen, supplier, dan organisasi. Evaluasi Teknis dan
keilmuan. Pemantauan lingkungan dan kesehatan. Melakukan survey terhadap
karyawan.

2. Menilai Risiko dan Seleksi Prioritas

Merupakan proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko


kecelakaan akibat kerja. Tujuannya adalah untuk menentukan prioritas tindak lanjut karena
tidak semua aspek bahaya potensial dapat ditindak lanjuti. Metode untuk penilaian risiko,
antara lain:

Untuk setiap risiko: Menghitung setiap insiden. Menghitung konsekuensi. Kombinasi


penghitungan keduannya.

Menggunakan rating setiap risiko, dengan mengembangkan daftar prioritas risiko kerja.
2.1. Menentukan Peluang Faktor yang mempengaruhi terjadinya peluang sebuah insiden,
antara lain:

Frekuensi situasi terjadinya

Jumlah orang yang terkena

Keterampilan dan pengalaman orang yang terkena

Karakteristik yang terlibat

Durasi kejadian

Pengaruh posisi terhadap bahaya

Tingkat kerusakan

Jumlah material atau tingkat kejadian

Kondisi lingkungan

Kondisi peralatan

Efektivitas pengendalian

2.2. Menentukan Konsekuensi Faktor yang mempengaruhi konsekuensi, antara lain:

Potensi pada reaksi berantai

Konsentrasi substansi

Volume material

Kecepatan proyektil dan pergerakkan bagiannya

Ketinggian benda

Jarak pekerja dari bahaya potensial

Berat pekerja

3. Menetapkan Pengendalian Merupakan kegiatan perencanaan penglolaan dan


pengendalian kegiatan-kegiatan produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko
kecelakaan. Metode yang dapat digunakan untuk pengendalian risiko, antara lain:

Pengendalian teknis/rekayasa, yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi, hygiene,


dan sanitasi.

Pendidikan dan pelatihan.


Pembangunan kesadaran motivasi.

Evaluasi melalui internal audit.

Penegakan hukum.

Hirarki/urutan dalam pengendalian risiko dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

4. Penerapan Langkah Pengendalian Untuk menerapkan pengendalian, tahapan-tahapannya


adalah sebagai berikut:

Mengembangkan Prosedur Kerja Tujuannya adalah sebagai alat pengatur dan pengawas
terhadap bentuk pengendalian bahaya yang dipilih.

Komunikasi Menginformasikan pada pekerja tentang penggunaan alat pengendali bahaya


dan alasan penggunaannya.

Menyediakan Pelatihan Agar pekerja dan personel lainnya lebih mengenal alat pengendali
yang diterapkan.

Pengawasan Memastikan alat pengendali bahaya potensial digunakan secara benar.

5. Pemantauan dan Tinjauan

Merupakan langkah terakhir dalam proses ini, dan harus dilakukan pada interval waktu
sesuai dengan yang ditetapkan dalam organisasi. Untuk menentukan periode pemantauan
(monitoring) dan tinjauan risiko tergantung pada:

Sifat dari bahaya.

Magnitude (tingi/rendah) risiko.

Perubahan operasi.
Perubahan dari metode kerja.

Perubahan peraturan dan organisasi. Secara ringkas, langkah pengelolaan risiko dalam
organisasi dalat dilihat dalam gambar

3. Pembuatan Sasaran K3 Organisasi harus menetapkan dan memelihara dokumen sasaran


K3 di setiap fungsi dan level yang relevan dalam organisasi. Penetapan tujuan dan sasaran
kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli K3, P2K3, dan pihakpihak
lain yang terkait. Menentukan Skala Prioritas Penetapan Sasaran K3 Dalam menetapkan
sasaran K3, akan ditemui kendala terkait dengan prioritas. Beberapa input/masukan yang
dapat digunakan dalam penetapan sasaran antara lain:

Kebijakan K3, mencakup komitmen untuk melakukan perbaikan berkelanjutan.

Hasil dari identifikasi bahaya potensial, penilaian, dan pengendalian risiko.

Persyaratan hukum dan perundang-undangan.

Pilihan Teknologi.

Persyaratan Keuangan, operasional dan bisnis.

Pandangan dari pekerja dan pihak terkait.

Analisis kerja.

Rekaman-rekaman ketidaksesuaian K3.

Hasil dari tinjauan manajemen.

Komunikasi bersama antara pihak manajemen dengan karyawan.


Seleksi Prioritas

Untuk menyeleksi prioritas, terdapat beberapa pertimbangan, antara lain:

Keberadaan peraturan, persyaratan dan perundang-undangan.

Pengendalian risiko yang ada.

Dalam menetapkan dan mendokumentasikan sasaran mutu sebaiknya memiliki nilai-nilai


yang disebut SMART, yaitu: Spesifik Measurable (terukur dan terhitung) Achievable
(dapat tercapai) Realistic Time frame (jangka waktu)

Manajemen K3

Program manajemen K3 harus menyediakan alokasi tanggung jawab, wewenang, dan durasi
waktu yang sesuai dengan aktivitas. Selain itu manajemen K3 juga harus mengidentifikasi
personel yang bertanggung jawab dalam pencapaian sasaran K3, identifikasi bahaya
potensial, dan pengendalian risiko yang sesuai.

Beberapa input/masukan untuk program manajemen K3, antara lain:

Kebijakan dan sasaran K3.


Tinjauan peraturan dan perundang-undangan.

Hasil dari identifikasi bahaya potensial, penilaian dan pengendalian risiko.

Detail proses dari produk dan jasa yang dihasilkan.

Tinjauan dari perubahan teknologi yag sesuai.

Aktivitas tindakan perbaikan.

Ketersediaan sumber daya yang diperlukan mencapai sasaran K3

Risiko Kegiatan Produksi

Dalam kegiatan produksi, beberapa risiko yang dapat diidentifikasi antara lain: Kecelakaan
kendaraan.

Terjatuh.

Keracunan cairan kimia.

Tertimpa.

Kebakaran dan Terbakar.

Keracunan gas kimia.

Dan masih banyak lagi

Beberapa cara untuk mengurangi risiko dalam kegiatan industri manufaktur, antara lain: 1.
Memperbaiki manajemen dalam perusahaan. 2. Membangun hubungan antara manajemen
dan pekerja, sehingga manajemen dapat mengetahui apa yang dibutuhkan pekerja untuk
mengurangi risiko dalam pekerjaannya. 3. Memodifikasi layout setiap mesin dan fasilitas. 4.
Melakukan pemeriksaan reabilitas fasilitas dan mesin secara periodik. 5. Menyiapkan
perlengkapan keselamatan kerja yang sesuai dengan standar. 6. Melatih para operator. 7.
Membuat Standar Operating Procedure (SOP) yang baik. Membuat peraturan khusus
mengenai K3.

Daftar Pustaka Rudi Suardi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Edisi I. PPM. Jakarta
TUJUAN
Memberikan informasi berkaitan dengan kegiatan yang ada dalam manajemen resiko sesuai
dengan taapan-tahapannya.

SASARAN
Menjelaskan pengertian dari manajemen risiko. Menyebutkan tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam manajemen risiko. Melaksanakan kegiatan manajemen risiko di tempat
kerja.
Mengendalikan risiko di tempat kerja dengan menggunakan prinsip manajemen risiko.

Manajemen resiko adalah suatu sistem pengawasan risiko dan perlindungan harta benda,
hak milik dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas kemungkinan timbulnya
kerugian karena adanya suatu risiko.

Proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko
yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas perusahaan
Suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang
berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko,
pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan
pemberdayaan /pengelolaan sumberdaya

Istilah lain dari pengertian resiko adalah (risk) atau risiko memiliki berbagai definisi. Risiko
dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran organisasi. [3] Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi risiko
sebagai berikut:

* Risk is theCHANCE of loss (Risiko adalah kans kerugian).

Chance of loss
Berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian.Dalam
ilmu statistik,CHANCE dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan
munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat
perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam halCHANCE of loss 100%,
berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.

* Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian).

Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu.
Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.

* Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian).

* Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan


penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap
individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi risiko
berikut.

* Risk is the dispersion of actual from expected results (Risiko merupakan penyebaran hasil
aktual dari hasil yang diharapkan). Ahli statistik mendefinisikan risiko sebagai derajat
penyimpangan sesuatu nilai disekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.

* Risk is the probability of any outcome different from the one expected (Risiko adalah
probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan). Menurut definisi
di atas, risiko bukan probabilita dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilita dari beberapa
outcome yang berbeda dari yang diharapkan.

Derajat Risiko

Derajat risiko degree of risk adalah ukuran risiko lebih besar atau risiko lebih kecil. Jika
suatu risiko diartikan sebagai ketidakpastian, maka risiko terbesar akan terjadi bila terdapat
dua kemungkinan hasil yang masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk
terjadi

Klasifikasi Risiko

* Risiko yang dapat diukur dan risiko yang tidak dapat diukur

* Risiko financial dan risiko non financial

* Risiko statis dan risiko dinamis

* Risiko fundamental dan risiko khusus


* Risiko murni dan risiko spekulatif

Risiko Dalam Manajemen Risiko


Klasifikasikan ke dalam :

* Risiko operasional adalah risiko yang timbul karena tidak berfungsinya sistem internal
yang berlaku, kesalahan manusia, atau kegagalan sistem. Sumber terjadinya risiko
operasional paling luas dibanding risiko lainnya yakni selain bersumber dari aktivitas di atas
juga bersumber dari kegiatan operasional dan jasa, akuntansi, sistem tekhnologi informasi,
sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan sumber daya manusia.

* Risiko hazard ( BAHAYA ) factor faktor yang mempengaruhi akibat akibat yang
ditimbulkan dari suatu peristiwa. Hazard menimbulkan kondisi yang kondusif terhadp
bencana yang menimbulkan kerugian. Dan kerugian adalah penyimpangan yang tidak
diharapkan. Walaupun ada beberapa overlapping (tumpang tindih) di antara kategori-
kategori ini, namun sumber penyebab kerugian (dan risiko) dapat diklasifikasikan sebagai
risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi. Menentukan sumber risiko adalah penting
karena mempengaruhi cara penanganannya.

* Risiko Finansial adalah resiko yang diderita oleh investor sebagai akibat dari
ketidakmampuan emiten saham dan obligasi memenuhi kewajiban pembayaran deviden
atau bunga atau bunga serta pokok pinjaman.

* Risiko strategic adalah risiko terjadinya serangkaian kondisi yang tidak terduga yang dapat
mengurangi kemampuan manajer untuk mengimplementasikan strateginya secara
signifikan.

PROSES MANAJEMEN RESIKO

Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat secara efektif


dalam menghadapi uncertainty dengan risiko dan peluang yang berhubungan dan
meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO,
proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap)

(1) Internal environment (Lingkungan internal)


Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana instansi Pemerintah berada dan
beroperasi. Cakupannya adalah risk-management philosophy (kultur manajemen tentang
risiko), integrity (integritas), risk-perspective (perspektif terhadap risiko), risk-appetite
(selera atau penerimaan terhadap risiko), ethical values (nilai moral), struktur organisasi,
dan pendelegasian wewenang.

(2) Objective setting (Penentuan tujuan)


Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan) dari organisasi agar dapat
mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola risiko. Objective dapat diklasifikasikan menjadi
strategic objective dan activity objective. Strategic objective di instansi Pemerintah
berhubungan dengan pencapaian dan peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah
dan panjang, dan merupakan implementasi dari visi dan misi instansi tersebut. Sementara
itu, activity objective dapat dipilah menjadi 3 kategori, yaitu
(1) operations objectives; (2) reporting objectives; dan (3) compliance objectives.

Risk tolerance dapat diartikan sebagai variation dalam pencapaian objective yang dapat
diterima oleh manajemen. Dalam penerapan pelayanan pajak modern seperti pengiriman
SPT WP secara elektronik, diperkirakan 80% Wajib Pajak (WP) Besar akan
mengimplementasikannya. Bila ditentukan risk tolerance sebesar 10%, dalam hal 72% WP
Besar telah melaksanakannya, berarti tujuan penyediaan fasilitas tersebut telah terpenuhi.
Disamping itu, terdapat pula aktivitas suatu organisasi seperti peluncuran roket berawak
dengan risk tolerance adalah 0%.

(3) Event identification (Identifikasi risiko)


Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial baik yang terjadi di lingkungan
internal maupun eksternal organisasi yang mempengaruhi strategi atau pencapaian tujuan
dari organisasi. Kejadian tersebut bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula
sebaliknya atau negative (risks).

Terdapat 4 model dalam identifikasi risiko, yaitu


(1) Exposure analysis; (2) Environmental analysis; (3) Threat scenario; (4) Brainstorming
questions. Salah satu model, yaitu exposure analysis, mencoba mengidentifikasi risiko dari
sumber daya organisasi yang meliputi financial assetsphysical assets seperti tanah dan
bangunan, human assets yang mencakup pengetahuan dan keahlian, dan intangible assets
seperti reputasi dan penguasaan informasi. Atas setiap sumber daya yang dimiliki organisasi
dilakukan penilaian risiko kehilangan dan risiko penurunan. seperti kas dan simpanan di
bank,

(4) Risk assessment (Penilaian risiko)


Komponen ini menilai sejauhmana dampak dari events (kejadian atau keadaan) dapat
mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya dampak dapat diketahui dari inherent
dan residual risk, dan dapat dianalisis dalam dua perspektif, yaitu: likelihood
(kecenderungan atau peluang) dan impact/consequence (besaran dari terealisirnya risiko).
Dengan demikian, besarnya risiko atas setiap kegiatan organisasi merupakan perkalian
antara likelihood dan consequence.

Penilaian risiko dapat menggunakan dua teknik, yaitu: (1) qualitative techniques; dan (2)
quantitative techniques. Qualitative techniques menggunakan beberapa tools seperti self-
assessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu,
quantitative techniques data berbentuk angka yang diperoleh dari tools seperti probability
based, non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan
benchmarking.

Yang perlu dicermati adalah events relationships atau hubungan antar kejadian/keadaan.
Events yang terpisah mungkin memiliki risiko kecil. Namun, bila digabungkan bisa menjadi
signifikan. Demikian pula, risiko yang mempengaruhi banyak business units perlu
dikelompokkan dalam common event categories, dan dinilai secara aggregate.

(5) Risk response (Sikap atas risiko)


Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian risiko. Risk response dari organisasi
dapat berupa: (1) avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang
menyebabkan risiko; (2) reduction, yaitu mengambil langkah-langkah mengurangi likelihood
atau impact dari risiko; (3) sharing, yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau
sebagian dari risiko dengan pihak lain; (4) acceptance, yaitu menerima risiko yang terjadi
(biasanya risiko yang kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan.

Dalam memilih sikap (response), perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti pengaruh tiap
response terhadap risk likelihood dan impact, response yang optimal sehingga bersinergi
dengan pemenuhan risk appetite and tolerances, analis cost versus benefits, dan
kemungkinan peluang (opportunities) yang dapat timbul dari setiap risk response.

(6) Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)


Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan (policies) dan prosedur-
prosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian
memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi: (1) integritas dan nilai etika; (2)
kompetensi; (3) kebijakan dan praktik-praktik SDM; (4) budaya organisasi; (5) filosofi dan
gaya kepemimpinan manajemen; (6) struktur organisasi; dan (7) wewenang dan tanggung
jawab.

Dari pemahaman atas lingkungan pengendalian, dapat ditentukan jenis dan aktifitas
pengendalian. Terdapat beberapa jenis pengendalian, diantaranya adalah preventive,
detective, corrective, dan directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa: (1)
pembuatan kebijakan dan prosedur; (2) pengamanan kekayaan organisasi; (3) delegasi
wewenang dan pemisahan fungsi; dan (4) supervisi atasan. Aktifitas pengendalian
hendaknya terintegrasi dengan manajemen risiko sehingga pengalokasian sumber daya yang
dimiliki organisasi dapat menjadi optimal.

(7) Information and communication (Informasi dan komunikasi)


Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang relevan kepada pihak terkait
melalui media komunikasi yang sesuai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penyampaiaan informasi dan komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan
alat komunikasi.

Informasi yang disajikan tergantung dari kualitas informasi yang ingin disampaikan, dan
kualitas informasi dapat dipilah menjadi: (1) appropriate; (2) timely; (3) current; (4)
accurate; dan (5) accessible. Arah komunikasi dapat bersifat internal dan eksternal.
Sedangkan alat komunikasi berupa diantaranya manual, memo, buletin, dan pesan-pesan
melalui media elektronis.

(8) Monitoring
Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun terpisah
(separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas supervisi,
rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya.

Monitoring terpisah biasanya dilakukan untuk penugasan tertentu (kasuistis). Pada


monitoring ini ditentukan scope tugas, frekuensi, proses evaluasi metodologi, dokumentasi,
dan action plan.

Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting deficiencies, yaitu
pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari
berbagai faktor seperti sumber informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan
laporan, dan arahan bagi pelaporan.

Jenis Manajemen Resiko dalam kehidupan sehari hari

Resiko Bank Pasar

Risiko pasar adalah sebagai risiko kerugian pada posisi neraca serta pencatatan tagihan
dan kewajiban diluar neraca yang timbul dari pergerakan harga pasar (on-and off-balance
sheet)

Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Risiko pasar :

Risiko pasar umum

Risiko residual

Faktor yang Menentukan Harga Pasar Terkait dengan Risiko

Penawaran dan permintaan (supply and demand)

Likuiditas (liquidity)

Intervensi pemerintah (official intervention)

Arbitrase (arbitrage)

Peristiwa ekonomi dan politik (economic and political events)

Faktor-faktor indikator ekonomi (underlying economic factors)

Wikipedia Bahasa Indonesia


Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologidalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko
dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil
antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi
efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.
Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik
atau legal (seperti bencana alamatau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum.
Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan
menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-
beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan
oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan
manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi
entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu prosesmengidentifikasi, mengukur
resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanyamelalui sumber daya yang
tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lainmentransfer resiko pada pihak lain,
menghindari resiko, mengurangi efek burukdari resiko dan menerima sebagian maupun
seluruh konsekuensi dari resikotertentu.
Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk management) dapat diartikan sebagai

a process, effected by an entitys board of directors, management and other personnel,


applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that
may affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and provide reasonable
assurance regarding the achievement of entity objectives.

Anda mungkin juga menyukai