2. Menentukan Konteks
Dalam menentukan konteks dilakukan dengan cara melihat visi misi perusahaan, ruang
lingkup bisnis perusahaan mulai dari proses kerja awal sampai akhir. Hal ini dilakukan
karena konteks risiko disetiap perusahaan berbeda-beda sesuai dengan kegiatan bisnis yang
dilakukan. Kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan kriteria risiko yang berlaku
untuk perusahaan berdasarkan aspek nilai kerugian yang dapat ditanggulangi oleh
perusahaan. Kriteria risiko didapat dari kombinasi kriteria tingkat kemungkinan dan
keparahan. Dalam menentukan tingkatan tersebut dapat digambarkan pada beberapa tabel
berikut :
Tabel 1. Nilai Tingkat Kemungkinan
Likelihood/Probability Rating Deskripsi
Frequent 5 Selalu terjadi
Probable 4 Sering terjadi
Occasional 3 Kadang-kadang dapat terjadi
Unlikely 2 Mungkin dapat terjadi
Improbable 1 Sangat jarang terjadi
Untuk menentukan nilai tingkat keparahan, dapat digunakan tabel tersebut. Sehingga
setiap kegiatan dapat dinilai tingkatan kemungkinannya dalam menimbulkan incident atau
kerugian.
Tabel 2. Nilai Tingkat Keparahan
Severity Rating Deskripsi
Meninggal dunia, cacat permanen/ serius,
kerusakan lingkungan yang parah, kebocoran
Catastrophic 5
B3, kerugian finansial yang sangat besar,
biaya pengobatan > 50 juta.
Hilang hari kerja, cacat permanen/ sebagian,
kerusakan lingkungan yang sedang, kerugian
Major 4
finansial yang besar, biaya pengobatan < 50
juta.
Membutuhkan perawatan medis,
Moderate/ terganggunya pekerjaan, kerugian finansial
3
Serious cukup besar, perlu bantuan pihak luar, biaya
pengobatan < 10 juta.
Penanganan P3K, tidak terlalu memerlukan
Minor 2 bantuan dari luar, biaya finansial sedang,
biaya pengobatan < 1 juta
Tidak mengganggu proses pekerjaan, tidak
Negligible 1 ada cidera/ luka, kerugian financial kecil,
biaya pengobatan < 100 ribu.
Untuk menentukan tingkatan nilai keparahan yang terjadi dari kegiatan yang dilakukan,
dapat menggunakan tabel 2.
Kemudian kriteria risiko dapat digambarkan seperti pada tabel berikut :
Tabel 3. Skala Tingkatan Risiko
Risk Rank Deskripsi
17 25 Extreme High Risk Risiko Sangat Tinggi
10 16 High Risk Risiko Tinggi
59 Medium Risk Risiko Sedang
14 Low Risk Risiko Rendah
Konteks manajemen risiko ini akan dijalankan dalam organisasi atau perusahaan untuk
acuan langkah manajemen risiko k3 yang selanjutnya.
3. Identifikasi Risiko
Identifikasi bahaya adalah salah satu tahapan dari manajemen risiko k3 yang bertujuan
untuk mengetahui semua potensi bahaya yang ada pada suatu kegiatan kerja/ proses kerja
tertentu. Identifikasi bahayamemberikan berbagai manfaat antara lain :
a. Mengurangi peluang kecelakaan karena dengan melakukan identifikasi dapat diketahui
faktor penyebab terjadinya keceakaan,
b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya yang ada dari
setiap aktivitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan karyawan untuk
meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran akan safety saat bekerja,
c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan
penanganan yang tepat, selain itu perusahaan dapat memprioritaskan tindakan
pengendalian berdasarkan potensi bahaya tertinggi.
d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan.
(Ramli, Soehatman.Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk
Management - hal 54-55. Jakarta : PT.Dian Rakyat. 2010)
Cara melakukan identifikasi bahaya adalah :
1. Tentukan pekerjaan yang akan diidentifikasi
2. Urutkan langkah kerja mulai dari tahapan awal sampai pada tahap akhir pekerjaan.
3. Kemudian tentukan jenis bahaya apa saja yang terkandung pada setiap tahapan tersebut,
dilihat dari bahaya fisik, kimia, mekanik, biologi, ergonomic, psikologi, listrik dan kebakaran.
4. Setelah potensi bahaya diketahui, maka tentukan dampak/kerugian yang dapat ditimbulkan
dari potensi bahaya tersebut. Dapat menggunakan metode What-If.
5. Kemudian catat dalam tabel, semua keterangan yang didapat.
Salah satu metoda yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi bahaya adalah
dengan membuat Job Safety Analysis/Job Hazard Analysis. Selain JSA, ada beberapa teknik
yang dapat dipakai seperti(Fault Tree Analysis) FTA, (Event Tree Analysis) ETA, (Failure Mode
and Effect Analysis) FMEA, (Hazards and Operability Study) Hazop, (Preliminary Hazards
Analysis) PHA, dll.
4. Penilaian Risiko
Setelah semua tahapan kerja diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian
risiko untuk menentukan besarnya tingkatan risiko yang ada. Tahapan ini dilakukan melalui
proses analisa risiko dan evaluasi risiko.
Analisa Risiko :
Analisa risiko dilakukan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan
mempertimbangkan tingkat keparahan dan kemungkinan yang mungkin terjadi. Analisa ini
dilakukan berdasarkan konteks yang telah ditentukan oleh perusahaan, seperti tingkat
kemungkinan tabel 1., tingkat keparahan 2. dan tingkat risiko tabel 3. Cara melakukan
analisa adalah :
1. Lakukan analisa dari setiap langkah kerja yang telah diidentifikasi pada tahapan identifikasi
bahaya.
2. Mengukur tingkat kemungkinan terjadinya incident dari setiap tahapan kegiatan yang
dilakukan berdasarkan acuan konteks yang telah ditentukan pada tabel 1.
3. Mengukur tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan dari setiap potensi bahaya pada setiap
tahapan kerja yang telah diidentifikasi. Ukuran tingkat keparahan ditentukan berdasarkan
acuan konteks yang telah dibuat pada tabel 2.
4. Setelah tingkatan kemungkinan dan keparahan diketahui, lakukan perhitungan
menggunakan rumus berikut untuk mengetahui nilai risikonya :
5. Membuat matriks risiko.
Tabel 4. Matriks Risiko
Manajemen resiko adalah usaha untuk menghilangkan atau meminimalisir sumber bahaya
di tempat kerja
Prinsip HIRARC
Prinsip dasar dalam manajemen resiko K3 dikenal dengan singkatan HIRARC, yang terdiri
dari Hazard Identification, Risk Assessment, dan Risk Control. Ketiga poin ini merupakan alur
berkelanjutan dan dijalankan secara bertahap. Gambaran proses nya secara sederhana
adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama untuk mengurangi kecenderungan kecelakaan atau
PAK (Penyakit Akibat Kerja) adalah dengan Hazard Identification atau dengan
mengidentifikasi sumber bahaya yang ada di tempat kerja.
2. Langkah kedua dengan melakukan Risk Assessment atau dengan menilai
tingkat resiko timbulnya kecelakaan kerja atau PAK dari sumber bahaya tersebut.
3. Langkah terakhir adalah dengan melakukan Risk Control atau kontrol
terhadap tingkat resiko kecelakaan kerja dan PAK
Proses HIRARC ini harus terus dievaluasi secara kontinyu untuk memastikan efektivitas dari
pengontrolan resiko sumber bahaya. Proses HIRARC dimulai lagi dari awal apabila terjadi
perubahan pada sistem atau pengenalan alat dengan potensi sumber bahaya baru.
1. Eliminasi
Proses eliminasi adalah usaha untuk menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja.
2. Subtitusi
Apabila sumber bahaya tersebut tidak dapat di-eliminasi, maka usaha berikutnya adalah
dengan mengganti atau men-subtitusi zat/benda/proses yang menjadi sumber bahaya
tersebut dengan zat/benda/proses lain yang tidak menjadi sumber bahaya.
3. Engineering Control
Pada keadaan dimana sumber bahaya teersebut tidak dapat di-eliminasi atau di-subtitusi,
maka diterapkan usaha kontrol teknis atau engineering control untuk menurunkan resiko
sumber bahaya tersebut sehingga tidak membahayakan pekerja. Kontrol teknis ini sebagai
contoh dapat berupa penutupan sumber bahaya sehingga tidak menimbulkan kontak
langsung pada pekerja.
4. Administrative Control
Setiap pekerja yang beresiko terhadap sumber bahaya diharuskan memakai APD.
Referensi
Comcare. (2004). Identify hazards in the workplace: A guide for hazards in the
workplace, Canberra, Commonwealth of Australia
Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit
yang dihasilkan karena bahaya. Dari definisi tersebut, maka dapat dikatakan Manajemen
Risiko dalam sebuah organisasi adalah organisasi yang dapat menerapkan metode
pengendalian risiko apapun sejauh metode tersebut mampu mengidentifikasi,
mengevaluasi, memilih prioritas, dan mengendalikan risiko dengan melakukan pendekatan
jangka pendek dan jangka panjang. Untuk menerapkan manajemen risiko dalam sebuah
organisasi, dalam Gambar 1 ditunjukkan bagan manajemen risiko, dan Gambar 3 merupakan
langkah pengelolaan risiko.
Pengelolaan Risiko Langkah-langkah pengelolaan risiko dalam sebuah organisasi, antara lain:
1. Identifikasi Bahaya
1.1. Beberapa pertimbangan yang dapat dilaukan untuk mengidentifikasi bahaya, yaitu:
Menggunakan rating setiap risiko, dengan mengembangkan daftar prioritas risiko kerja.
2.1. Menentukan Peluang Faktor yang mempengaruhi terjadinya peluang sebuah insiden,
antara lain:
Durasi kejadian
Tingkat kerusakan
Kondisi lingkungan
Kondisi peralatan
Efektivitas pengendalian
Konsentrasi substansi
Volume material
Ketinggian benda
Berat pekerja
Penegakan hukum.
Hirarki/urutan dalam pengendalian risiko dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Mengembangkan Prosedur Kerja Tujuannya adalah sebagai alat pengatur dan pengawas
terhadap bentuk pengendalian bahaya yang dipilih.
Menyediakan Pelatihan Agar pekerja dan personel lainnya lebih mengenal alat pengendali
yang diterapkan.
Merupakan langkah terakhir dalam proses ini, dan harus dilakukan pada interval waktu
sesuai dengan yang ditetapkan dalam organisasi. Untuk menentukan periode pemantauan
(monitoring) dan tinjauan risiko tergantung pada:
Perubahan operasi.
Perubahan dari metode kerja.
Perubahan peraturan dan organisasi. Secara ringkas, langkah pengelolaan risiko dalam
organisasi dalat dilihat dalam gambar
Pilihan Teknologi.
Analisis kerja.
Manajemen K3
Program manajemen K3 harus menyediakan alokasi tanggung jawab, wewenang, dan durasi
waktu yang sesuai dengan aktivitas. Selain itu manajemen K3 juga harus mengidentifikasi
personel yang bertanggung jawab dalam pencapaian sasaran K3, identifikasi bahaya
potensial, dan pengendalian risiko yang sesuai.
Dalam kegiatan produksi, beberapa risiko yang dapat diidentifikasi antara lain: Kecelakaan
kendaraan.
Terjatuh.
Tertimpa.
Beberapa cara untuk mengurangi risiko dalam kegiatan industri manufaktur, antara lain: 1.
Memperbaiki manajemen dalam perusahaan. 2. Membangun hubungan antara manajemen
dan pekerja, sehingga manajemen dapat mengetahui apa yang dibutuhkan pekerja untuk
mengurangi risiko dalam pekerjaannya. 3. Memodifikasi layout setiap mesin dan fasilitas. 4.
Melakukan pemeriksaan reabilitas fasilitas dan mesin secara periodik. 5. Menyiapkan
perlengkapan keselamatan kerja yang sesuai dengan standar. 6. Melatih para operator. 7.
Membuat Standar Operating Procedure (SOP) yang baik. Membuat peraturan khusus
mengenai K3.
Daftar Pustaka Rudi Suardi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Edisi I. PPM. Jakarta
TUJUAN
Memberikan informasi berkaitan dengan kegiatan yang ada dalam manajemen resiko sesuai
dengan taapan-tahapannya.
SASARAN
Menjelaskan pengertian dari manajemen risiko. Menyebutkan tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam manajemen risiko. Melaksanakan kegiatan manajemen risiko di tempat
kerja.
Mengendalikan risiko di tempat kerja dengan menggunakan prinsip manajemen risiko.
Manajemen resiko adalah suatu sistem pengawasan risiko dan perlindungan harta benda,
hak milik dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas kemungkinan timbulnya
kerugian karena adanya suatu risiko.
Proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko
yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas perusahaan
Suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang
berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko,
pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan
pemberdayaan /pengelolaan sumberdaya
Istilah lain dari pengertian resiko adalah (risk) atau risiko memiliki berbagai definisi. Risiko
dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran organisasi. [3] Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi risiko
sebagai berikut:
Chance of loss
Berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian.Dalam
ilmu statistik,CHANCE dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan
munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat
perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam halCHANCE of loss 100%,
berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu.
Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
* Risk is the dispersion of actual from expected results (Risiko merupakan penyebaran hasil
aktual dari hasil yang diharapkan). Ahli statistik mendefinisikan risiko sebagai derajat
penyimpangan sesuatu nilai disekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
* Risk is the probability of any outcome different from the one expected (Risiko adalah
probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan). Menurut definisi
di atas, risiko bukan probabilita dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilita dari beberapa
outcome yang berbeda dari yang diharapkan.
Derajat Risiko
Derajat risiko degree of risk adalah ukuran risiko lebih besar atau risiko lebih kecil. Jika
suatu risiko diartikan sebagai ketidakpastian, maka risiko terbesar akan terjadi bila terdapat
dua kemungkinan hasil yang masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk
terjadi
Klasifikasi Risiko
* Risiko yang dapat diukur dan risiko yang tidak dapat diukur
* Risiko operasional adalah risiko yang timbul karena tidak berfungsinya sistem internal
yang berlaku, kesalahan manusia, atau kegagalan sistem. Sumber terjadinya risiko
operasional paling luas dibanding risiko lainnya yakni selain bersumber dari aktivitas di atas
juga bersumber dari kegiatan operasional dan jasa, akuntansi, sistem tekhnologi informasi,
sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan sumber daya manusia.
* Risiko hazard ( BAHAYA ) factor faktor yang mempengaruhi akibat akibat yang
ditimbulkan dari suatu peristiwa. Hazard menimbulkan kondisi yang kondusif terhadp
bencana yang menimbulkan kerugian. Dan kerugian adalah penyimpangan yang tidak
diharapkan. Walaupun ada beberapa overlapping (tumpang tindih) di antara kategori-
kategori ini, namun sumber penyebab kerugian (dan risiko) dapat diklasifikasikan sebagai
risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi. Menentukan sumber risiko adalah penting
karena mempengaruhi cara penanganannya.
* Risiko Finansial adalah resiko yang diderita oleh investor sebagai akibat dari
ketidakmampuan emiten saham dan obligasi memenuhi kewajiban pembayaran deviden
atau bunga atau bunga serta pokok pinjaman.
* Risiko strategic adalah risiko terjadinya serangkaian kondisi yang tidak terduga yang dapat
mengurangi kemampuan manajer untuk mengimplementasikan strateginya secara
signifikan.
Risk tolerance dapat diartikan sebagai variation dalam pencapaian objective yang dapat
diterima oleh manajemen. Dalam penerapan pelayanan pajak modern seperti pengiriman
SPT WP secara elektronik, diperkirakan 80% Wajib Pajak (WP) Besar akan
mengimplementasikannya. Bila ditentukan risk tolerance sebesar 10%, dalam hal 72% WP
Besar telah melaksanakannya, berarti tujuan penyediaan fasilitas tersebut telah terpenuhi.
Disamping itu, terdapat pula aktivitas suatu organisasi seperti peluncuran roket berawak
dengan risk tolerance adalah 0%.
Penilaian risiko dapat menggunakan dua teknik, yaitu: (1) qualitative techniques; dan (2)
quantitative techniques. Qualitative techniques menggunakan beberapa tools seperti self-
assessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu,
quantitative techniques data berbentuk angka yang diperoleh dari tools seperti probability
based, non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan
benchmarking.
Yang perlu dicermati adalah events relationships atau hubungan antar kejadian/keadaan.
Events yang terpisah mungkin memiliki risiko kecil. Namun, bila digabungkan bisa menjadi
signifikan. Demikian pula, risiko yang mempengaruhi banyak business units perlu
dikelompokkan dalam common event categories, dan dinilai secara aggregate.
Dalam memilih sikap (response), perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti pengaruh tiap
response terhadap risk likelihood dan impact, response yang optimal sehingga bersinergi
dengan pemenuhan risk appetite and tolerances, analis cost versus benefits, dan
kemungkinan peluang (opportunities) yang dapat timbul dari setiap risk response.
Dari pemahaman atas lingkungan pengendalian, dapat ditentukan jenis dan aktifitas
pengendalian. Terdapat beberapa jenis pengendalian, diantaranya adalah preventive,
detective, corrective, dan directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa: (1)
pembuatan kebijakan dan prosedur; (2) pengamanan kekayaan organisasi; (3) delegasi
wewenang dan pemisahan fungsi; dan (4) supervisi atasan. Aktifitas pengendalian
hendaknya terintegrasi dengan manajemen risiko sehingga pengalokasian sumber daya yang
dimiliki organisasi dapat menjadi optimal.
Informasi yang disajikan tergantung dari kualitas informasi yang ingin disampaikan, dan
kualitas informasi dapat dipilah menjadi: (1) appropriate; (2) timely; (3) current; (4)
accurate; dan (5) accessible. Arah komunikasi dapat bersifat internal dan eksternal.
Sedangkan alat komunikasi berupa diantaranya manual, memo, buletin, dan pesan-pesan
melalui media elektronis.
(8) Monitoring
Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun terpisah
(separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas supervisi,
rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya.
Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting deficiencies, yaitu
pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari
berbagai faktor seperti sumber informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan
laporan, dan arahan bagi pelaporan.
Risiko pasar adalah sebagai risiko kerugian pada posisi neraca serta pencatatan tagihan
dan kewajiban diluar neraca yang timbul dari pergerakan harga pasar (on-and off-balance
sheet)
Risiko residual
Likuiditas (liquidity)
Arbitrase (arbitrage)