MAKALAH
KELOMPOK IV
ANGGOTA :
Latar belakang
atasnya dapat digunakan untuk beragam manfaat, bahkan juga untuk padang
penggembalaan sapi serta pastura (kebun hijauan pakan ternak). Misalnya, tempat
Tempat pasca penambangan batu bara masih tetap dapat digunakan untuk
yang dapat tahan dengan keadaan pH asam serta curah hujan hujan tinggi. Serta,
dengan baik.
nampak demikian saja idenya. Inspirasi ini telah nampak dari riset mahasiswa
yang lihat besarnya potensi tempat pasca tambang yang sayang bila tidak terurus
demikian saja.
Permasalahan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran umum lahan pasca tambang
produksi mineral dunia senilai US$ 474 M (naik 4 kali dibanding tahun 2002)
berkembang lain (ICMM, 2010). Pada tahun 2010 menurut Mulyono (2013),
menguasai 88% produksi mineral dan Indonesia berada pada urutan ke-11 dengan
nilai produksi mineral US$ 12,22 M (10,6% total ekspor barang) dibawah posisi 5
teratas yaitu Australia (US$ 71,95 M), China (US$ 69,28 M), Brasil (US$ 47,02
M), Chile (US$ 31,27 M), dan Rusia (US$ 28,68 M) (Karti, 2014).
salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional dan beberapa tahun terakhir
menjadi sektor industri strategis dengan peran signifikan. Peran minyak bumi
sejak mid 1980-an yang menurun, diimbangi dengan peningkatan peran gas bumi
dilakukannya tersebut (BPK RI, 2011). Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan
untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat
melakukan kegiatan reklamasi, dan dari areal yang telah dibuka baru sekitar
gangguan berat, berukuran besar, dan lama gangguan jangka panjang sehingga
bekas tambang butuh penanganan fisik, kimia, dan biologi seperti rekonstruksi
pemilihan jenis yang tepat, dan penerapan kaidah suksesi. Aspek teknis yang perlu
Panas Bumi (2006) baru sekitar sepertiga dari luas lahan yang dibuka untuk
kendala teknis dan non teknis. Kendala-kendala tersebut perlu dikenali terlebih
dari kepentingan yang lebih besar hari ini daripada sebelumnya . Banyak negara
pertama kalinya . Kebijakan baru ini pasti akan mempengaruhi bagaimana operasi
Salah satu sektor pertanian yang memiliki potensi besar untuk dapat
dikembangkan adalah peternakan sapi potong yang merupakan bagian dari sub
yang meningkat setiap tahunnya, demikian pula importasi terus bertambah dengan
laju yang semakin tinggi, baik impor daging maupun impor sapi bakalan. Kondisi
yang demikian menuntut para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk segera
pertanian yang bertujuan untuk mencapai suatu kondisi peternakan yang tangguh,
tangguh memerlukan kerja keras, keuletan dan kemauan yang kuat dari peternak
itu sendiri agar mencapai tujuan yang diinginkan. Keberhasilan yang ingin dicapai
akan memacu motivasi peternak untuk terus berusaha memelihara ternak sapi
secara terus menerus dan bahkan bisa menjadi mata pencaharian utama (Dikman,
et al, 2010).
Usaha ternak sapi potong dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan
hal ini dapat dilihat dari berkembangnya jumlah kepemilikan ternak, pertumbuhan
adanya sebuah manajemen pengelolaan usaha peternakan yang tepat, baik disisi
Potensi ternak sapi itu sendiri dapat dilihat bahwa sapi tersebut umumnya
bersifat prolifik, mudah beradaptasi dengan lingkungan yang tidak terlalu ekstrim
sehingga dalam pemeliharaannya baik skala kecil maupun besar relatif tidak sulit.
Potensi sumber daya alam dapat mendukung usaha sapi jika dapat dimanfaatkan
secara optimal. Bagaimana kita dapat memanfaatkan lahan yang kosong atau
lahan kritis bekas penambangan untuk ditanami hijauan pakan ternak berupa
pertanian seperti jerami padi, daun tebu, dedak padi maupun limbah industri
unggulan daerah setempat seperti limbah kelapa sawit. Pemberian pakan harus
sesuai dengan kebutuhan nutrisi sapi potong dengan melihat status fisiologis
ternak sapi. Disamping itu perlu untuk mengetahui kandungan nutrisi dari hijauan
tersebut. Selain potensi diatas, potensi pasar juga perlu dimanfaatkan seoptimal
mungkin karena pasar ternak sapi selalu tersedia setiap saat, sehingga dapat
dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa adalah pasar yang besar bagi
peternakan sapi potong yang akan diusahakan di Kalimantan Timur. Selain itu
kebutuhan konsumsi protein hewani per kapita per hari yang masih berada
dibawah standar semakin membuka peluang usaha ternak sapi potong (Ardhani,
2006).
pada saat ini adalah tidak tersedianya hijauan pakan yang memadai, terutama pada
musim kemarau di samping rendahnya kualitas hijauan pakan. Hal ini disebabkan
mampu menghasilkan hijauan sampai 300 t/ha bobot segar pada lahan yang subur,
namun di lahan kering beriklim kering atau di wilayah dengan musim kemarau
yang relatif panjang rumput ini memberikan hasil jauh lebih rendah, yaitu sekitar
pasang surut dan lebak), lahan salin dan lahan bekas pertambangan, namun di
wilayah-wilayah itu populasi ternak sapi dan kerbau tidak sampai satu juta ekor
(Prawiradiputra, 2014).
Ditinjau dari aspek teknis, areal bekas tambang dapat digunakan untuk
budidaya pertanian jika telah dilakukan perbaikan kondisi lahan, dan selanjutnya
dapat digunakan untuk tujuan-tujuan produktif seperti untuk pertanian. Dari aspek
unsur hara dan bahan organik, toksisitas unsur tertentu, kemampuan tanah dalam
menjerap hara dan air, pH tanah, dan sifat fisik tanah yang sangat buruk. Untuk
mempercepat pemulihan kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi), juga dapat
digunakan bahan pembenah tanah atau amelioran, seperti bahan organik; kapur,
tanah liat, dan abu terbang. Senyawa humat dapat digunakan sebagai pengganti
meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) tanah. Pupuk hayati dapat digunakan
untuk memperbaiki sifat biologi tanah, misalnya pemanfaatan fungi mikoriza
perkebunan, perikanan, agrowisata, atau lainnya, antara lain perlu didasarkan atas
status kepemilikan dan kondisi bio-fisik lahan, serta kebutuhan masyarakat atau
tahunannya hanya cukup untuk konsumsi penduduk dalam waktu satu bulan saja,
maka pemilihan reklamasi lahan untuk pertanian tanaman pangan merupakan satu
alternatif yang tepat. Namun demikian, untuk mereklamasi lahan bekas tambang
timah menjadi sawah subur memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, serta
perlu didukung oleh teknologi pengelolaan lahan dan air yang lebih maju, lebih
Pada lokasi bekas tambang yang sesuai ditanami dengan jenis-jenis pohon
savana dan vegetasi penutup (cover crop) yang berpotensi menjadi makanan dan
tempat merumput bagi ternak. Pada tahap selanjutnya jika reklamasi tersebut
cekungan dengan sentra adalah kolam bekas galian yang potensial menjadi
sumber air bagi pemenuhan kebutuhan ternak sapi. Fasilitas infrastruktur yang
telah ada seperti jalan utama (main road ) dan jalan produksi memberikan
basecamp dan lainnya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi sarana dan prasarana
produksi dan pendukung usaha peternakan. Bentukan cekungan yang dikelilingi
tebing melalui penataan lahan dapat ditransformasi sebagai pagar alami guna
menghemat investasi. Kebutuhan dana investasi telah tersedia dan dana investasi
reklamasi yang telah disetorkan oleh pemilik IUP/IUPK pertambangan. Hal ini
bekas tambang tidak boleh menganggu kewajiban reklamasi lahan dan diharapkan
sumber hijauan pakan ternak. Namun, dilain pihak kekhawatiran yang muncul
logam berat pada tanah, rumput, sumber air yang dapat berdampak akumulasi
logam berat pada daging dan organ hewan yang diternakkan. Taggart et al (2011)
menemukan kadar Pb yang berlebihan pada daging domba dan babi hutan yang
lahan revegertasi pasca tambang berpotensi untuk mencemari daging dan organ
tubuh sapi lainnya yang apabila hasil ternak tersebut dikonsumsi oleh manusia
maka akan menimbulkan penimbunan logam berat pada tubuh manusia. Oleh
karena perlu dilakukan evaluasi tingkat kontaminasi logam berat pada ternak sapi
yang dipelihara di areal pertambangan serta mengkonsumsi hijauan pakan dari
Pada areal bekas pertambangan batu bara, sifat fisik merupakan faktor
pembatas jika overburden batu bara digunakan sebagai media tanam. Hasil
Tanjung Enim (Sumatera Selatan) menunjukkan tanah menjadi padat karena rata-
rata BD tanah bahan galian batu bara tergolong tinggi, yang berarti tanah menjadi
padat. Kendala sifat kimia tanah ditentukan oleh asal bahan galian. Bahan galian
yang berasal dari tanah sulfat masam, pH nya <3 atau sangat masam.
MgSO4, CaSO4, AlSO4, yang dapat meracuni tanaman. Pada musim kemarau
(Dariah, et al 2010).
areal bekas lahan tambang menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu areal budidaya HPT,
1. Areal Budidaya HPT yaitu bagian areal bekas tambang yang diperuntukkan bagi
pohonandan legume sumber pakan ternak sapi. Pada bagian areal ini ternak sapi
tidak bolehdigembalakan atau dicegah untuk memasuki areal sehingga
pemenuhan HPT untuk ternak sapi dilakukan melalui sistem cut and curry.
berupa : cover crops (tanaman penutup lahan) dan perdu seperti signal
vogeltii atau; jenis rumput Paspalum notatum (rumput bahia) dan vetiver
kemampuan redemisi tanah yang tercemar oleh bahan beracun; tanaman keras
seperti Acacia mangium, sengon, trembesi, lamtoro, kaliandra dan johar atau
dengankemiringan rendah (datar) serta dekat dengan areal kolam bekas galian
3. Areal Perkandangan yaitu bagian areal bekas tambang yang diperuntukkan untuk
Ternak sapi yang dilepas pada areal pengembalaan adalah ternak sapi
muda (jantan dan betina calon induk) lepas sapih, dan ternak sapi (induk) bunting
atau menunggu melahirkan, sedangkan penempatan di kandang adalah ternak sapi
yang memerlukan perhatian khusus yaitu induk yang akan dan baru melahirkan,
menyusui anak serta anaksapi baru dilahirkan sampai lepas sapih. Ternak sapi
jantan muda adalah sumber bakalan untuk program penggemukan (fattening) yang
dipelihara secara intensif (kandang) baik oleh pelaku peternakan yang sama
maupun digaduhkan pada peternak lain dalam program tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR). Sumber HPT pada ternak sapi yang dipeliharan secara intensif
dapat berasal dari budidaya rumput dan pepohonan maupun dari limbah tanaman
budidaya lain baik pangan (jagung, kedele dan sorghum) maupun perkebunan
hasilnya mampu menyediakan pakan secara optimal sepanjang waktu dan mampu
berkelanjutan sebagai salah satu upaya pemenuhan kebutuhan protein asal hewani
dapat tercapai.
PENUTUP
Kesimpulan
tambang pada masa akan datang cukup besar (luasan dan sebaran).
2. Pengembangan kawasan peternakan potensial untuk diintegrasikan dengan
perusahaan.
fasilitas pada areal lahan bekas tambang yang berimplikasi pada efisiensi
(competitive advantage).
Saran
karena akan berefek pada kesehatan ternaknya. Karena lahan revegertasi pasca
tambang berpotensi untuk mencemari daging dan organ tubuh sapi lainnya yang
apabila hasil ternak tersebut dikonsumsi oleh manusia maka akan menimbulkan
DAFTAR PUSTAKA
Adinata, dkk. 2012. Strategi pengembangan usaha sapi potong di kecamatan
mojolaban kabupaten sukoharjo. Jurnal Tropical Animal Husbandry.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Vol. 1 No. 1.
Arbi, P. 2009. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi
Potong (Studi Kasus Desa Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten
Deli Serdang). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara,
Medan.
Hasan, Natsir, Ako, dan Zakaria. 2014. Pengujian dan evaluasi kontaminasi logam
berat pada daging dan organ tubuh sapi yang dipelihara pada lahan pasca
tambang PT. Inco Sorowako. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Novra. 2015. Prospek dan potensi pemanfaatan lahan bekas tambang untuk
pengembangan kawasan peternakan. Universitas Jambi. Jambi.
Novra, A., Adriani dan Suparjo, 2013. Kegiatan IPTEKDA LIPI 2013 2015,
Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Jambi.
Prawiradiputra. 2014. Kemungkinan pengembangan tanaman pakan ternak
produk rekayasa genetik untuk lahan suboptimal. Balai Penelitian Ternak.
Bogor.