Anda di halaman 1dari 3

Prosedur Permintaan Barang

Keputusan kunci yang dibuat pada proses ini adalah mengidentifikasi barang apa yang akan
dibeli, kapan dibutuhkan , dan berapa banyak yang akan dibeli. Keputusan ini normalnya dibuat
oleh fungsi pengawas persediaan (inventory control), meskipun informasi tentang kebutuhan
barang diperoleh dari departemen pengguna barang. Permintaan pembelia kadang-kadang juga
dibuat oleh siklus produksi atau dari fungsi penjualan yang menyampaikan informasi tentang back
order.
Kelemahan pada pengendalian persediaan dapat menyebabkan munculnya berbagai
persoalan. Salah satunya adalah tidak akuratnya catatan persediaan menyebabkan perusahaan
kehabisan barang, sehingga perusahaan tidak dapat memperoleh barang yang dibutuhkan secara
tepat waktu. Jika hal ini terjadi pada bahan baku, maka proses produksi juga akan terganggu dan
pada akhirnya perusahaan akan kehilangan peluang penjualan. Untuk mengatasi persoalan
tersebut, tentunya perusahaan harus menyelenggarakan system pengendalian persediaan yang
akurat. Berikut ini akan diuraikan berbagai metode pengendalian persediaan sehingga dapat
dibandingkan, dievaluasi, dan dipilih metode mana yang paling cocok dipakai dalam sebuah
perusahaan.
Metode pengawasan persediaan secara tradisional
Metode ini dimaksudkan untuk menjaga agar jumlah persediaan cukup sehingga
proses produksi dapat dilaksanakan tanpa gangguan, meskipun jumlah kebutuhan
persediaan kadang-kadang melebihi jumlah yang diperkirakan atau bahkan pemasok
terlambat mengirimkan barang. Metode tradisional ini disebut dengan pendekatan
economic order quantity (EOQ) , karena didasarkan atas perhitungan jumlah pesanan yang
paling optimal sehingga dapat meminimumkan biaya pemesanan, biaya pengangkutan ,
dan biaya kehabisan barang.
Dalam praktik , penerapan EOQ bervariasi tergantung pada jenis barang. Untuk
barang yang berharga mahal atau barang yang penggunanya banyak, ketiga jenis biaya
diperhitungkan dalam rumus perhitungan EOQ. Untuk barang yang berharga murah atau
penggunanya tidak banyak, biaya pemesanan dan biaya pengangkutan umumnya diabaikan
dan satu-satunya tujuan adalah memelihara jumlah persediaan pada tingkat tertentu.
Rumus EOQ digunakan untuk menghitung berapa banyak barang yang akan
dipesan sedangkan kapan barang tersebut akan dipesan digunakan patokan yang disebut
reorder point , atau titik pemesanan kembali. Umumnya penentuan titik pemesanan
kembali didasarkan atas pertimbangan waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman barang
dan tingkat persediaan dalam mengatasi dalam fluktuasi permintaan yang tidak terduga.

Alternatif metode pengendalian persediaan


Pendekatan tradisional dengan menggunakan EOQ sering berimplikasi jumlah
persediaan yang terlalu banyak. Saat ini banyak perusahaan yang mulai mengadopsi
metode alternative untuk pengendalian persediaan yang mengarah pada jumlah persediaan
minimum, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Material Requirement Planning (MRP)
MRP berupaya untuk mengurangi jumlah persediaan dengan penjadualan produksi,
bukan dengan perkiraan kebutuhan. Dengan demikian system MRP mengurangi
ketidakpastian tentang kapan bahan baku dibutuhkan , sehingga dapat mengurangi
jumlah persediaan bahan baku yang ada di gudang.
b. Just In Time (JIT)
JIT berupaya meminimumkan biaya pengangkutan dan biaya kehabisan barang. Jika
tidak ada indikasi kebutuhan yang memang mendesak, maka dengan system JIT ini
perusahaan tidak akan memesan dan membeli barang. Dengan demikian , bagian
pabrik yang memanfaatkan system JIT akan memiliki beberapa bagian penerimaan
barang, yang masing-masing menangani penerimaan barang di beberapa lokasi pabrik.
Perbedaan utama antara system MRP dan JIT adalah pada penjadualan produksi. Sistem
MRP menjadualkan produksi untuk memenuhi perkiraan kebutuhan penjualan , oleh
karena itu system ini menghasilkan sejumlah persediaan produk jadi. Sistem JIT
menjadualkan produksi untuk memenuhi permintaan konsumen, oleh karena itu , system
ini mengeliminasi persediaan barang jadi. Persamaan kedua system ini yaitu kedua system
ini mengurangi biata dan meningkatkan efisiensi. Alternatif mana yang dipilih sangat
tergantung pada jenis produk yang dijual oleh perusahaan. Sistem MRP lebih efektif
digunakan pada barang-barang konsumsi, dimana pola permintaannya dapat diperkirakan
dengan kaurat. JIT cocok digunakan pada produk-produk yang pola permintaannya tidak
dapat diperkirakan dengan akurat dan produk dengan daur hidup yang pendek.

Dokumen dan Prosedur


Permintaan pembelian barang atau supplies dimulai lebih fungsi pengawas persediaan atau
unit organisasi yang membutuhkan barang. Jika mereka membutuhkan barang, maka
mereka akan membuat dokumen yang disebut dengan Surat Permintaan Pembelian
(Purchase Requisition). Pada perusahaan yang sudah menggunakan teknologi maju, maka
system informasi otomatis akan menghasilkan dokumen ini apabila kuantitas persediaan
telah mencapai angka tertentu (misalnya dibawah titik pemesanan kembali). Namun dalam
perusahaan kecil, pembuatan dokumen ini dilakukan secara manual. Surat permintaan
pembelian adalah sebuah dokumen yang mengidentifikasi unit peminta barang,
menetapkan lokasi pengiriman dan tanggal kebutuhan barang, mengidentifikasi nomor
barang, nama barang, kuantitas, dan harha untuk setiap jenis barang yang diminta.

Peluang Penggunaan Teknologi Informasi


Salah satu cara untuk memperbaiki efisiensi proses permintaan pembelian adalah
penggunaan metode online untuk keperluan integrasi data. Pembuatan dokumen dengan
cara ini mengurangi waktu yang diperlukan untuk memproses permintaan pembelian dan
biaya untuk penyimpanan data. Selain itu, digunakannya pengendalian edit juga sekaligus
meningkatkan akurasi dokumen yang dihasilkan.
Penggunaan system online dan database terintegrasi yang menghubungkan informasi
pembelian, informasi penjualan, dan informasi produksi diperlukan untuk penerapan
berbagai alternative metode pengendalian persediaan seperti system MRP atau JIT. Kedua
system ini membutuhkan catatan persediaan perpetual yang akurat, sehingga computer
dapat deprogram untuk memonitor tingkat persediaan, dan secara otomatis akan
menghasilkan dokumen permintaan pembelian ketika kuantitas barang yang tersedia
berada di bawah titik pemesanan kembali.
Penggunaan teknologi kode bar memungkinkan penyelenggaraan system persediaan
perpetual lebih akurat. Baris yang tercetak dalam sebuah kode bar berisi informasi tentang
nomor barang,lokasi, harga perolehan dan harga jual. Informasi tersebut dibaca oleh optical
scanner , sehingga dapat meniadakan aktivitas entry data. Penggunaan kode bar ini tidak
hanya mengurangi mengurangi waktu dan biaya, namun juga meniadakan kesalahan entry
data. Pengaruh terhadap akurasi data sangat besar, namun cara ini bukanlah satu-satunya
obat mujarab, karena berbagai kesalahan sangat mungkin terjadi karena adanya kesalahan
manusia.

Kesimpulan
Siklus pengeluaran mencakup aktivitas atau transaksi bisnis yang berhubungan dengan
pembelian barang dan jasa dari pemasok, dan pengeluaran kas untuk membayar pembelian.
Siklus ini dapat diselenggarakan secara manual atau dengan menggunakan computer. Jika
siklus pengeluaran diselenggarakan secara manual, maka subsistem yang terlibat hanya
subsistem pembelian, dan subsistem pengeluaran kas. Untuk masing-masing subsistem
juga dilengkapi dengan serangkaian aktivitas (prosedur) pengendalian, yaitu otorisasi
transaksi oleh pejabat yang berwenang, pengamanan terhadap aktiva dan catatan ,
pemisahan fungsi atau tugas yaitu antara fungsi otorisasi, fungsi penyimpanan aktiva, dan
fungsi pencatatan transaksi.
Dalam system yang berbasis computer, siklus pengeluaran dibagi menjadi 5 subsistem.
Yaitu prosedur permintaan barang, prosedur pemesanan barang, prosedur permintaan
barang, prosedur persetujuan faktur pembelian atau prosedur pencatatan utang, dan
prosedur pengeluaran kas. Dalam setiap subsistem tersedia peluang penggunaan berbagai
macam teknologi informasi terkini , seperti JIT, EDI, EFT , FEDI mesin pembaca kode bar
dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai