BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tingkah laku individu satu dengan individu lain pasti berbeda. Individu bertingkah laku karena ada
dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Tapi apabila gagal dalam memenuhi kepentingannya akan
banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Dan suatu hal yang saling
berkaitan, apabila seorang individu mempunyai prasangka dan akan cenderung membuat sikap untuk
membeda-bedakan. Maka akan terjadi sikap bahwa kebudayaan dirinya lebih baik daripada kebudayaan
orang lain, sehingga timbullah konflik yaitu berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan
menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.
Di dalam kelompok masyarakat Indonesia, konflik dapat disebabkan karena faktor harga diri dan
kebanggaan kelompok terusik, adanya perbedaan pendirian atau sikap, perbedaan kebudayaan,
benturan kepentingan (politik, ekonomi, kekuasaan). Adat kebiasaan dan tradisi yang hidup dalam
masyarakat merupakan tali pengikat kesatuan perilaku di dalam masyarakat. Suatu kelompok yang ada
dalam keadaan konflik yang berlangsung lama biasanya mengalami disintegrasi. Dan untuk
menyelesaikan semua itu melalui integrasi masyarakat. Integrasi dapat berlangsung cepat atau lambat
karena dipengaruhi oleh faktor homogenitas kelompok, besar kecilnya kelompok, mobilitas geografis,
dan efektifitas komunikasi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada
dorongan untuk memenuhi kepentingannya.[1] Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis
kepentingan dan kebutuhan sosial atau psikologis. Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa
tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun
rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan
kepentingan itu antara lain :
Permasalahan utama yang jelas tampak dalam tinjauan konflik ini adalah adanya jarak yang terlalu besar
antara harapan (Tujuan Sosial) dengan kenyataan pelaksanaan dan hasilnya. Disinilah tercermin adanya
perbedaan kepentingan dalam kerangka tinjauan politik.
Prasangka dan Diskriminasi adalah dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat
merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat.[3] Perbedaan terpokok
antara prasangka dan diskriminasi adalah bahwa prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan
diskriminasi pada tindakan. Dengan demikian diskriminasi merupakan tindakan yang realistis, sedangkan
prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu terhadap individu lain, atau terhadap
kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi pemutusan hubungan kerja
(PHK) oleh pimpinan perusahaan terhadap karyawannya.
Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih dominan disebabkan oleh kepribadian orang-orang
tertentu. Tipe authoritarian personality adalah sebagai ciri-ciri kepribadian seseorang yang penuh
prasangka.
Dalam hal ini bisa ditambah lagi dengan perbedaan pandangan politik, ekonomi dan ideologi.
Prasangka yang berakar dari hal-hal tersebut dapat dikatakan sebagai prasangka yang bersifat universal.
3. Usaha Mengurangi / Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
4. Ethnosentrisme
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang bisa
dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar dan perang. Konflik dapat
terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu sampai pada lingkup yang lebih luas yaitu
masyarakat. Para penulis seperti Berstein, Coser, Tollet dan Ryland ; Memandang konflik sebagai
sesuatu yang tidak dapat dicegah timbulnya, yang secara potensial dapat mempunyai kegunaan
fungsional dan konstrukftif. Konflik mempunyai potensi untuk memberikan pengaruh yang positif
maupun negatif dalam berbagai taraf interaksi manusia. Di dalam proses-proses pembuatan keputusan
terletak metode-metode pengadilan konflik yang dapat digunakan terhadap semua atau setiap konflik
(Wilson an Ryland, 1969).
1. Elimination yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yang diungkapkan
dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri.
2. Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat
memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
3. Majority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan,
tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority Consent artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas
tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama
5. Compromise artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari
dan mendapatkan jalan tengah (Half way).
Setelah perang dunia ke II selesai, sejumlah negara di Asia mendapat peluang menyatakan
kemerdekaannya, seperti India, Burma, Muangthai, Malaysia dan Indonesia. Pada umumnya negara-
negara tersebut dijajah oleh negara-negara barat dengan waktu yang sangat lama. Negara Indonesia
sebagai bagian dari negara di Asia tenggara menghadapi beberapa masalah atau problema, setelah
mencapai kemerdekaan pada tahun 1945. Pada dasarnya problema yang dihadapi oleh negara Indonesia
meliputi :
1. Problema Pemerintahan
Seakan-akan merupakan patokan, bahwa negara modern harus menggunakan sistem pemerintahan
model barat walaupun UUD 1945 memakai sistem pemerintahan dari barat sebagai modelnya, akan
tetapi pernyataan kepribadian bangsa dalam segala aspek nampak jelas semangat UUD 1945
disingkirkan, sementara kelompok yang menginginkan sistem liberalisme mencapai kemenangan tetapi
pada juli 1959 dengan dekrit presiden, UUD 1945 diberlakukan kembali.
Sebagai alternatif Indonesia lebih menekankan pencarian ideologi bangsa pada akar budaya bangsa.
Pancasila yang digali dari kebudayaan sendiri dapat diterima sebagai idelologi bangsa.
Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan berpuluh-puluh suku bangsa. Merupakan masalah tersendiri
dalam alam kemerdekaan. Minoritas di Indonesia yaitu suku asing keturunan cina, arab dan eropa
ternyata merupakan masalah, terutama dalam kehidupan ekonomi dan sosial.
Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai masyarakat majemuk, yaitu suatu masyarakat negara yang
terdiri dari beberapa suku bangsa/golongan sosial yang dipersatukan oleh kekuatan nasional, yaitu
berwujud negara indonesia.
2. Integrasi
Penduduk Indonesia yang menempati wilayah yang luas ini bukan hanya terikat oleh satu sistem
kebudayaan, tetapi banyak sistem kebudayaan. Berikut adalah sistem yang berlaku di Indonesia :
Keempat sistem diatas merupakan unsur dari kebudayaan nasional. Karena itu harus memperjelas
dalam hubungan antara :
c. Isu agama
3. Integrasi Sosial
Integrasi sosial (integrasi masyarakat) dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota
masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga dan masyarakat secara keseluruhan sehingga
menghasilkan persenyawaan-persenyawaan berupa adanya konsesus nilai-nilai yang sama-sama
dijunjung tinggi.
E. Integrasi Nasional
Integrasi Nasional adalah merupakan masalah yang dialami oleh semua negara atau nation yang ada di
dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapinya.
Permasalahan utama yang dihadapi dalam integrasi nasional ini adalah adanya cara pandang yang
berbeda tentang pola laku duniawi dan cara untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain masalah integrasi
nasional ini pada prinsipnya bersumber pada perbedaan ideologi.
Permasalahan yang kedua yaitu permasalahan yang ditimbulkan oleh kondisi masyarakat majemuk, yang
terdiri dari berbagai kelompok etnis lain diantara penduduk pribumi maupun keturunan asing. Menurut
Harsya Bachtiar, kelompok etnis atau suku-suku bangsa yang ada di daerah merupakan nation-
nation pribumi yang telah terbentuk lama sebelum nation Indonesia diproklamasikan. Mereka memilih
ciri-ciri sendiri yang merupakan ciri-ciri suatu nation.
Permasalahan ketiga adalah masalah teritorial daerah yang sering kali berjarak cukup jauh. Lebih-lebih
Indonesia yang berbentuk negara kepulauan dan merupakan arus lalu lintas dua benua dan dua
samudera. Kondisi ini akan lebih mempererat rasa solidaritas kelompok etnis tertentu.
Permasalahan keempat ditinjau dari kehidupan dan pertumbuhan partai politik. Permasalahan politik di
Indonesia berpengaruh pula dalam mencapai integrasi nasional. Charles Lears Taylor dan Michael C.
Hudson mencatat beberapa indikator pertentangan politik di Indonesia yaitu terjadinya demonstrasi,
kerusuhan, meningkatnya angka kematian akibat kekerasan politik, pemindahan kekuasaan eksekutif
yang bersifat reguler.
2. Upaya Pendekatan
Di samping perbedaan golongan itu sendiri mempunyai potensi untuk menuju ke arah integrasi dengan
sistem silang menyilang. Usaha-usaha yang dilaksanakan untuk memperkecil dan menghilangkan
kesenjangan-kesenjangan itu antara lain :
a. Menggali kebudayaan daerah untuk dijadikan kebudayaan nasional dan membina penggunaan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
b. Melalui jalur-jalur formal seperti pendidikan perundang-undangan yang berlaku bagi seluruh warga
negara dan pendidikan formal lainnya.
3. Integrasi Nasional dalam Perspektif
Disamping itu berpedoman pada teori Walter T. Martin yang telah dikemukakan terdahulu bahwa
perbedaan golongan mempunyai dua kemungkinan yang sama besar untuk menjadi konflik (disintegrasi)
atau integrasi, maka kemungkinan integrasi nasional menjadi masalah, sama besar dengan tercapainya
integrasi.
Namun demikian integrasi nasional sebagai salah satu cita-cita nasional maupun cita-cita negara akan
dapat terwujud atau paling tidak menekan kemungkinan permasalahan potensi masyarakat untuk
mendukung agar berintegrasi sendiri secara alamiah dengan sistem Cross cutting affiliation.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perbedaan Kepentingan yang terdapat dalam diri individu ada 2, yakni kepentingan biologis dan
kepentingan sosial/psikologis.
2. Prasangka dan Diskriminasi: prasangka yang menunjukkan aspek sikap sedangkan diskriminasi pada
tindakan.
B. Saran
Makalah yang ditulis ini tentunya sangat jauh dari nilai kesempurnaan. Meskipun demikian penulis tetap
menyarankan kepada para pembaca, agar dalam menjalani kehidupan sehari-hari selalu melihat konflik
maupun pertentangan-pertentangan yang bersumber dari perbedaan secara logis dan realistis, sehingga
tidak menimbulkan konflik yang lebih besar yang dapat mengarahkan kita pada perpecahan dalam
berbangsa. Semoga makalah yang sederhana ini memiliki manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh
pembaca pada umumnya.