Anda di halaman 1dari 7

Karakter Tokoh Bulat Yang Terdapat Pada Novel Saman

Tugas ini disusun guna memenuhi UAS mata kuliah Fiksi

Dosen Pengampu: Pror. Dr. Burhanudin

Disusun oleh:

SAIDA NURJANI

(09201244053)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011
Karakter Tokoh Bulat Yang Terdapat Pada Novel Saman

Tokoh bulat berbeda halnya dengan tokoh sederhana. Tokoh bulat adalah tokoh
yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadiannya, dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang
dapat diformulasikan, namun ia pun dapat menampilkan watak dan tingkah laku
bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.
Tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena
disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering
memberikan kejutan (Abrahms, 1981: 20-1) (via, Nurgiyantoro, 2010: 183).

Dalam sebuah novel pengarang akan menampilkan karakteristik tokoh berbeda


dengan yang lain. Dalam novel Saman mengambarkan karakteristik tokoh yang
bulat. Di mana isi novelnya mendeskripsikan kepribadian dan kehidupan tokoh
yang berhubungan dengan kehidupan. Sikap para tokoh dalam novel Saman
sangat memberikan kejutan pada para pembaca. Terutama pada tokoh Laila,
Sihar, Saman, dan Shakuntala. Laila tokoh yang sangat penasaran akan sikap
Sihar. Laila menyukai Sihar, walaupun Sihar sering membuat Laila menunggu.
Laila tak pernah ingin membuat Sihar merasa terganggu karena dirinya. Bahkan
Sihar kerap menghilang begitu saja saat Laila merindukannya tetapi dengan
setia Laila selau setia menunggu Sihar kembali.

Tapi tidak. Laki-laki itu tidak menghilang begitu saja. Ia muncul tiba-
tiba, seperti bocah pemain layang-layang yang tahu bahwa angin barat
mulai surut dan kupu-kupu kertas itu perlu dihidupkan lewat gelasannya. Ia
akan menelepon lagi tatkala Laila telah gagal menghubunginya. Lalu
membikin janji bertemu, tetapi pada saat-saat akhir dibatalkan dengan
alasan yang selalu ada tiba-tiba. Lalu tertinggal temanku dengan kangen
yang telah disentuh hingga bangkit (Saman, 2010: 135).
Hubungan Laila dan Sihar yang sulit tergambarkan. Di samping Sihar telah
mempunyai Istri, Laila menjadi sukar berkomunikasi dengan Sihar. Sikap Sihar
yang selalu menginginkan Laila bersamanya. Namun, sering sekali Sihar
membatalkan janji untuk bertemu. Padahal Sihar sendiri yang memintanya
bertemu.

Tokoh Saman merupakan tokoh yang sangat sulit untuk berkomunikasi. Telah
beberapa tahun Saman menghilang semenjak suatu peristiwa. Saman yang
sebelumnya bernama Wisageni itu berganti nama menjadi Saman karena
sebuah peristiwa yang terjadi membuatnya jadi buronan. Meskipun begitu
pertemanan antar Laila dengan Saman terus terjalin.




.
Tiga pria itu sudah kelihatan akrab. Baru saya sadari bahwa Saman, lelaki
itu, sudah begitu lama hidup di perkebunan di sana. Sudah begitu panjang
perpisahan kami. Karena suatu peristiwa, beberapa tahun dia menghilang
dan surat saya tak pernah dibalasnya. Baru setahun lalu kami saling
berkirim kabar lagi. Saya hampir tak mengenalinya. Ia begitu hitam dan
kurus, seperti petani. Rambutnya yang dulu hampir sebahu kini terpangkas.
Dagunya tak tercukur rapi. Saya ingin merengkuhnya sebagai tanda
persahabatan lama. Tetapi sesuati seperti menghalangi. Lalu saya
memperkenalkan Sihar kepadanya (Saman, 2010: 32-33).
Saat kembali bertemu Laila melihat perubahan yang besar terjadi pada Saman.
Sudah beberapa tahun tidak berjumpa entah berada di mana saja Saman selama
beberapa tahun.

Tokoh Shakuntala yang tidak menyukai Sihar. Namun Laila temannya begitu
menyukainya. Shakuntala merasa lelaki itu tidak menarik baginya. Tapi
mengapa Laila begitu menyukainya. Sampai Laila selalu penasaran denganya.
Laila seperti ingin mengetahui segalanya tentang Sihar.

Aku tidak suka Sihar.


Aku Cuma bertemu tiga kali di Jakarta, sebelum aku mendapat grant
untuk pergi ke Amerika Serikat. Lelaki itu memang selera temanku: atletis,
tidak putih, berkacamata, kalem, beberapa helai uban telah tumbuh, dan
ada odor yang khas-tembakau atau keringat. Buatku dia terlalu serius,
kurang imajinasi, lambat mengolah humor sehingga selalu terlambat
tertawa-kadang selalu tak paham apa yang diluconkan. Berhubungan seks
dengannya pasti tidak imajinatif dan tak ada pembicaraan post-orgasme
yang menyenangkan. Tapi bukan itu yang membuatku keberatan, meski
aku tahu apakah aku punya hak untuk keberatan.(Saman, 2010: 134-135).

Perubahan yang terjadi pada Laila semenjak bertemu dengan Sihar di tempat
kerja Sihar, di tempat pengeboran tambang di Asia Pasifik yang bernama
Petroleum Extension Service. Sejak itu, Laila selalu merasa ingin berada
didekat Sihar. Setiap hari Laila merindukannya. Bahkan Laila sering mencari
informasi dengan resiko menelopon ke rumah Sihar. Laila melakukannya hanya
ingin tahu di mana Sihar berada, padahal Sihar sudah mempunyai seorang
isteri. Karakteristik tokoh Laila, Sihar, Saman, dan Shakuntala yang membuat
penasaran para pembaca. Pembaca tidak begitu tertipu oleh alur ceritanya. Rasa
penasaran Laila yang membawanya semakin dekat dengan Sihar. Pernah Laila
menunggu kedatangan Sihar beberapa jam. Tapi Sihar tidak datang. Rasa
gelisah menumbuhi hatinya yang inin sekali bertemu dengannya. Saman yang
selalu menyembunyikan diri. Penyembunyian diri yang akhirnya membukanya
juga.

Shakuntala perempuan yang selektif sekali pada cowok dalam hal seks karena
ia telah berkali-kali mengalaminya.

Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku


sundal.
Sebab aku telah tidur dengan beberapa lelaki dan beberapa perempuan.
Meski tidak menarik bayaran. Kakak dan ayahku tidak menghormatiku.
Aku tidak menghormati mereka.
Sebab bagiku hidup adalah menari dan menari pertama-tama adalah
tubuh. Seperti Tuhan baru meniupkan nafas pada hari keempat puluh
setelah sel telur dan sperma menjadi gumpalan dalam rahim, maka ruh
berhutang kepada tubuh.
Tubuhku menari. Sebab menari adalah ekslorasi yang tak habis-habis
dengan kulit dan tulang-tulangku, yang dengannya aku rasakan perih,
ngilu, gigil, juga nyaman. Dan kekal ajal.
Tubuhku menari. Ia menuruti bukan nafsu melainkan gairah. Yang
sublime. Libidinal. Labirin (Saman, 2010: 118-119).
Begitulah pengarang mendeskripsikan tokoh yang membuat pembaca penasaran
akan kelanjutannya. Hanya satu tokoh yang selalu penasaran tapi membawa
semua tokoh untuk terlibat penasaran juga.

Daftar Pustaka

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.


Kutipan dalam novel saman

Di perjalanan pulang dia bilang, sebaiknya kita tak usah berkencan lagi
(saya tidak menyangka). Saya sudah punya istri.
Saya menjawab, saya tak punya pacar, tetapi punya orangtua. Kamu
tidak sendiri, saya juga berdosa.
Ia membalas., bukan itu persoalannya. Orang yang sudah kawin, tidak
bisa tidak begitu.
Saya mengerti. Meskipun masih perawan (Saman, 2010: 4).

Esoknya dia telah menghilang. Barangkali ke lautan, barangkali ke


hutan, tempat para pemilik modal menambang uang dari minyak yang
ditimbun alam dalam lekuk-lekuk antiklinak. Barangkali ke sebuah rig
yang pernah saya datangi, tempat kami pertama bertemu, yang lautnya
membuat kita merasa akan tenggelam, dan bintang-bintang di langitnya
membuat kita merasa akan tersesat. Seperti saya tersesat akan mencari
jejaknya. Berbulan-bulan barangkali lima. Hingga suatu hari, tiba-tiba saja
dia kembali menelopon saya di tempat kerja (Saman, 2010: 5).
Kenapa kamu tidak pernah menelepon saya lagi, katanya. Saya mencoba
tapi kehilangan jejak, saya jawab. Saya masih di sini, terdengar suaranya.
Dan saya berdebar, entah kenapa, barangkali karena ia sedang di Jakarta
(Saman, 2010: 5).

Seorang laki-laki seperti diamestinya menikah dengan perawan yang


manis, tetapi dia mengawini seorang janda beranak satu, anak perempuan.
Suatu hari, di sebuah restoran, ketika kami sedang bertemu, dia seperti
mengeluh kepada saya. Saya tahu. Kamu akan menunggu sampai muncul
bayi lelaki? Ia menggeleng. Istriku, agaknya, tidak bisa hamil lagi. Lalu
dia bercerita tentang semacam kista yang mengganggu di kedua indung
telur istrinya. Saya Cuma menjawab: Oh (Saman, 2010: 26).

Tapi aku tidak bisa menahan alasan untuk Laila memaafkan Sihar
terlalu cepat, seperti yang biasa ia lakukan di Jakarta. Seharusnya dia
memberi kabar. Kamu kan sudah kasihan alamatku. Apa susahnya
menelepon? (Saman, 2010: 124)
Tapi tidak. Laki-laki itu tidak menghilang begitu saja. Ia muncul tiba-
tiba, seperti bocah pemain layang-layang yang tahu bahwa angin barat
mulai surut dan kupu-kupu kertas itu perlu dihidupkan lewat gelasannya. Ia
akan menelepon lagi tatkala Laila telah gagal menghubunginya. Lalu
membikin janji bertemu, tetapi pada saat-saat akhir dibatalkan dengan
alasan yang selalu ada tiba-tiba. Lalu tertinggal temanku dengan kangen
yang telah disentuh hingga bangkit (Saman, 2010: 135).

Anda mungkin juga menyukai