Anda di halaman 1dari 3

Indikator Minat Baca Rendah

Berdasarkan beberapa kajian literatur dan artikel yang diakses dari berbagai sumber,
menyebutkan bahwa beberapa indikator terhadap minat baca masyarakat indonesia masih relatif
rendah. beberapa data yang dijadikan bukti hasil riset tersebut adalah:
1. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006, yang menunjukkan bahwa masyarakat kita
belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. orang lebih
banyak tertarik dan memilih menonton TV (85,9%), radio (40,3%), dan membaca koran hanya
23,5%.
2. International Education Achiecment (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa
SD di Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara peserta studi, yang berarti Indonesia
menempati urutan ke-38 dari 39 negara.
3. Third International Mathematics and Science Study (TIMMS), kemampuan matematika para
siswa SLTP kita berada pada urutan 34 dari 38 negara dan kemampuan IPA berada pada urutan
32 dari 38 negara. Berdasarkan data tersebut, Education for All Global Monitoring Report tahun
2005, Indonesia merupakan negara ke-8 dengan populasi buta huruf terbesar di dunia, yakni
sekitar 18,4 juta orang buta huruf di Indonesia (kompas 20 Juni 2006). Rendahnya kemampuan
membaca anak-anak berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasaan bidang ilmu
pengetahuan dan matematika.
4. Hasil Studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah laporan
Pendidikan Education in Indonesia From Crisis to Recovery tahun 1988, yang menyebutkan
bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI SD hanya mampu meraih kedudukan paling
akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0), dan Hongkong
(75,5).
5. United Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka buta huruf dewasa (adult
illiteracy rate) sebagai barometer pengukur kualitas suatu bangsa. Hal itu juga berpengaruh pada
tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia (Human Development Index), dimana
menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-110 dari 177 negara-negara di dunia (Human
Development Report 2005). Beberapa hasil kajian dan laporan UNDP dapat disimpulkan bahwa
kekurang-mampuan anak-anak indonesia dalam bidang matematika dan bidang ilmu
pengetahuan, serta tingginya angka buta huruf dewasa karena membaca belum menjadi
kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya bangsa.
6. Konsumsi surat kabar untuk 45 orang (1:45). Di Jawa Barat, buta huruf masyarakatnya
mencapai 1,8 juta orang dan Banten 1,4 juta dari 8 juta warganya. idealnya satu surat kabar
dibaca oleh 10 orang atau dengan ratio 1:10.
7. Pikiran Rakyat (8 Maret 2004), menyebutkan bahwa jam bermain anak-anak Indonesia masih
tinggi, yakni lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton acara TV. Di Amerika, jam
bermain anak-anak dibatasi antara 3-4 jam perhari, sedangkan di Vietnam hanya 1 jam,
selebihnya digunakan untuk membaca dan belajar.

Indikator Yang Berpengaruh Pada Minat Baca


Kurangnya fasilitas terutama buku-buku penunjang mata kuliah.
Tersedianya buku-buku yang sudah lama dan usang dan tidak terawat dengan baik.
Minimnya pengadaan bahan-bahan pustaka yang menunjang kurikulum
Kurangnya dorongan dari dosen mata kuliah, yang harus selalu memotivasi
mahasiswanya agar senang membaca.
Rendahnya jumlah kunjungan mahasiswa ke perpustakaan.
Lingkungan kampus yang akan membuat rasa ingin membaca terus (kondusif), seperti di
perpustakaan.
Dosen dapat membantu dengan menunjukkan bacaan yang relevan, baik, dan update bagi
mahasiswa, baik itu bacaan dalam mata kuliah maupun di luar mata kuliah.
Senang atau tidaknya mahasiswa membaca buku referensi mata kuliah.
Kesadaran mahasiswa akan manfaat membaca.
Tujuan membaca dalam hal ini kunjungan ke perpustakaan.
Dorongan dari teman, dorongan dari orang tua, dan dorongan dari dosen.
Minimnya jumlah buku yang terbit di Indonesia.
Minimnya hasil karya tulis mahasiswa yang terekspose.
Minimnya jumlah kelompok diskusi mahasiswa.
Minimnya koleksi buku-buku di perpustakaan.
Perpustakaan yang ada tidak dikelola secara profesional.
Mahasiswa belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan
informasi.
Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat mahasiswa harus membaca buku,
mencari informasi/pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan, mengapresiasi karya-karya
ilmiah, sastra, dan lain-lain.
Banyaknya jenis hiburan, permainan, dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian
mahasiswa dari menbaca buku.
Banyaknya tempat hiburan.
Budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita.
Sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan masih merupakan barang aneh
dan langka.
Masih dominananya budaya tutur daripada budaya membaca.
Tidak meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai perpustakaan.
Tidak menganggap penting mempunyai pengetahuan atau melengkapi pengetahuan diluar
buku teks, handout atau informasi yang disampaikan di dalam kelas.
Tiada daya kritis untuk menchalenge informasi yang diterima diruang kelas.
Proses belajar-mengajar (PBM) di Perguruan Tinggi yang berorientasi angka daripada
substansi pengetahuan/wawasan.
Media publikasi pemikiran mahasiswa berdampingan sudah menjadi bagian dari proses
belajar mengajar.
Mengarahkan pada perguruan tinggi yang berbasis riset atau penelitian (research
university).
Terbatasnya ruang perpustakaan disamping letaknya yang kurang strategis.
Ruang perpustakaan tidak memperhatikan kesehatan dan kenyamanan.
Terbatasnya jumlah petugas perpustakaan (pustakawan).
Kurangnya promosi penggunaan perpustakaan menyebabkan tidak banyak mahasiswa
yang mau memanfaatkan jasa layanan perpustakaan.
Kurangnya ajakan untuk mengunjungi perpustakaan menjadikan mahasiswa merasa asing
terhadap perpustakaan.

Anda mungkin juga menyukai