Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan adalah pondasi penting untuk kesehatan. Kebudayaan memberikan


kontribusi penuh dalam tindakan keperawatan. Misalnya perawatan pasien beragama
berbeda harus dibedakan dengan pasien lain yang mempunyai agama berbeda dalam hal
kepercayaan.

Di Indonesia, seperti suku Minang mempunyai pola makan yang khas. Suku
Minang cenderung lebih mengonsumsi protein hewani dan santan yang lebih banyak,
tetapi kurang mengonsumsi sayur-sayuran. Pola makan yang khas itu diduga
menyebabkan tingkat proporsi penyakit jantung koroner pada suku Minang lebih tinggi
dibandingkan suku suku lainnya. Oleh sebab itu, gaya hidup sehatmerupakan suatu hal
yang tidak dapat ditawar lagi.

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian utama pada usia
35-44 tahun. Prevalensi PJK pada etnik Minang dilaporkan tertinggi (3%). Hal tersebut
mungkin disebabkan pola makan tinggi lemak hewani, kurang sayur dan buah yang
merupakan sumber antioksidan dan serat.

Etnik Minang dilaporkan mempunyai rata-ratakadar kolesterol plasma total lebih


tinggi dibanding etnik Sunda, Jawa dan Bugis. Pada penelitian ini didapatkan
hasilkolesterol plasma 198mg/dL, LDL 128 mg/dL, HDL 44 mg/dL,TG 131 mg/dL dan
rasio kolesterol total/HDL 4,7. Nilaitersebut lebih rendah dari yang dilaporkan oleh
Hatma kecualirasio kolesterol total/HDL. Dari semua laporan penelitian pada etnik
Minang didapatkan asupan ALJ lebih dari anjuran. Minyak kelapa sawit dan santan
merupakan sumber asam lemak utama yang dikonsumsi etnik ini. Proses pengolahan
makanan dapat mempengaruhi komposisi asam lemak yang terdapat dalam makanan.
Proses penggorengan dan membuat gulai merupakan cara pengolahan yang paling sering
dilakukan oleh etnik Minang. Kedua proses tersebut biasanya menggabungkan bahan
makanan sumber asam lemak jenuh dengan bahan makanan sumber kolesterol, (misal

8
gulai otak dengan proses memasaknya yang terlebih dahulu dalah menumis bumbu
dengan minyak goreng, kemudian dicampur dengan otak dan santan).

Masyarakat Suku Minangkabau di Sumatera Barat juga memiliki sebuah


kebiasaan memburu. Berburu yang awalnya hanyalah mengusir hama, akhirnya menjadi
kebiasaan serta uji ketangkasan para lelaki Minang. Dengan panduan anjing, mereka
mengejar babi hutan yang merusak ladang. senjata yang dulu biasa dipergunakan adalah
pisau dan tombak. Menurut Drs. Osman, berburu merupakan olahraga sekaligus
kesenangan karena manfaat yang diperoleh adalah kesehatan fisik.
Kesehatan Fisik sangat penting bagi manusia, dengan melihat pentingnya
sumbangan faktor sosial, budaya, ekonomi terhadap kesehatan, maka sangat diharapkan
suatu pendekatan sosial budaya terhadap pemecahan masalah yang ditemukan di
lapangan. Seperti halnya Kesehatan reproduksi sebaiknya dipikirkan tidak hanya oleh
pakar kedokteran, tapi harus melibatkan juga sosiolog, budayawan dan ekonom. Sehingga
hubungan antar kontek sosial-budaya dengan kesehatan reproduksi dapat dipahami
sepenuhnya melalui kegiatan analisis sosial budaya. Dari berbagai persoalan budaya
tentang kesehatan repruduksi yang terkait dengan perspektif budaya suku bangsa
Minangkabau, yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Di mana etnis ini salah
satu etnis yang menganut sistem keturunan matrilineal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pola makan suku minangkabau yang dapat mempengaruhi
kesehatan ?
2. Bagaimana kesehatan reproduksi perempuan pada suku minangkabau ?
3. Bagaimana budaya memburu suku minangkabau dalam aspek kesehatan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penulisan dalam penyusunan
makalah ini yaitu untuk menjelaskan tentang Budaya Kesehatan yang berada di Suku
Minangkabau, Sumatera Barat.

8
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pola Makan Suku Minang yang mempengaruhi Kesehatan

Masakan Padang merupakan salah satu kebudayaan yang terkenal di Indonesia.


Masakan Padang dikenal dengan masakan yang berbumbu tajam karena banyak
menggunakan rempa-rempah dan cabai, bersantan dan juga tinggi lemak. Selain
masakannya, cara penyajiannya pun berbeda dari warung makan lainnya dan juga warung
makan yang berbentuk rumah adat Padang. Dengan berkembangnya jaman, banyak orang
yang tidak sempat memasak sendiri. Sebab itu banyak orang yang memilih masakan
Padang, karena masakan Padang memiliki hal yang diinginkan oleh orang-orang yang
tidak sempat memasak sendiri di rumah.

Contoh masakan Padang antara lain rendang, ayam pop, paru goreng, gulai
banding, teri balado, sate Padang, gulai cincang kambing/ sapi, dan masih banyak lagi.
Komposisi zat gizi yang terkandung di dalam masakan Padang sebenarnya lengkap, dari
segi kalori, protein namun banyak mengandung tinggi lemak jenuh, karena masakan
Padang banyak menggunakan santan dan lemak. Lemak merupakan sumber energi yang
dipadatkan. Tiap gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram karbohidrat dan protein
menghasilkan 4 kalori. Pencernaan lemak dalam tubuh dibantu dengan bantuan empedu.
Yaitu lemak yang belum teremulsi, dalam lambung dengan bantuan empedu diubah
menjadi lemak yang sudah teremulsi dan selanjutnya bersama-sama dengan lemak yang
memang teremulsi akan masuk kedalam usus halus. Di dalam usus halus lemak-lemak
yang teremulsi tadi dengan bantuan enzim intestinal lipase dan pencreatik lipase akan
diubah kedalam 3 struktur yang lebih sederhana. Fungsi lemak yaitu antara lain sebagai
penghasil energi, pembentuk susunan tubuh, menghemat protein, penghasil asam lemak
esensial, pelarut vitamin, sebagai pelumas diantara persediaan dan masih banyak lagi.
Pada masakan Padang, lemak berfungsi untuk memperbaiki tekstur dan citarasa bahan
makanan juga sebagai penghantar panas. Selain itu merupakan ciri khas masakan Padang.
Namun jika mengkonsumsi lemak secara berlebihan maka akan menyebabkan penyakit
bahkan dapat menimbulkan kematian. Antara lain penyakit kanker empedu, sindrom

8
malabsorpsi, hiperlipidemia, hiperkolesteremia, hipertrigliserida, obesitas, penyakit hati
akut dan kronis, hiperkolesteremia sekunder, hiperlipidemia sekunder, dan masih banyak
lagi.

2.2 Kesehatan Reprodukasi Perempuan pada Suku Minangkabau

Menurut Sayutie (2013), analisis sosial-budaya dapat dilakukan pada tingkat:

(a) individu (misalnya, untuk mengerti mengapa ibu-ibu berkonsultasi dengan dukun
bayi) (b) Kelompok (misalnya, untuk mempelajari perilaku seks kelompok waria)
(c) organisasi (misalnya, untuk memahami peranan LSM dalam program KB)
(d) pemerintah (misalnya, untuk mengerti kebijakan penanggulangan AIDS)
(e) internasional (misalnya untuk memahami dinamika hubungan antara negara-negara
Barat dan negara-negara berkembang di bidang kependudukan).

Maka konkritnya pada kasus etnis Minangkabau tentang isu kesehatan


reproduksi, yaitu:

1). Ibu Nifas

Masa nifas adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Budaya atau kebiasaan
merupakan salah satu yang mempengaruhi status kesehatan. Di antara
kebudayaan maupun adat-istiadat dalam masyarakat ada yang menguntungkan,
ada pula yang merugikan, seperti perawatan postpartum yang dilakukan oleh
suku Minang. Oleh sebab itu, informasi tentang perawatan masa nifas suku
Minang merupakan hal yang harus diketahui oleh tenaga kesehatan untuk
memudahkan pemberian pelayanan kesehatan. Perawatan masa nifas menurut
suku Minang meliputi:
(1) upaya memulihkan tingkat kebugaran tubuh, terdiri dari: batangeh
(2) upaya memperlancar pengeluaran darah nifas, terdiri dari:
minum telur ayam kampung dan kopi, minum daun papaya dan asam
jeruk nipis, minum asam jawa dan gula merah dan induk kunyit
(3) upaya menjaga kebersihan alat genetalia, terdiri

8
atas: cebok menggunakan air sirih, duduk di atas
batu bata yang dipanasi (4) upaya pemulihan bentuk perut,
terdiri dari: tapal perut beserta pemakaian gurita (Rahmi,
2011).

2). Marabahaya Palasik

Di antara kisah-kisah mistis di Minangkabau seperti gasiang


tangkurak, cindaku, sijundai, urang bunian dan lain lain, palasik adalah
mitos dan mistis yang masih top sampai sekarang. Menurut cerita yang
berkembang secara turun temurun di Minangkabau, palasik adalah orang
yang memiliki ilmu hitam tingkat tinggi dan dengan ilmunya ini palasik
dipercaya dapat menghisap darah anak anak, balita bahkan janin yang
berada di dalam kandungan. Makanya banyak ibu-ibu di Minangkabau
yang merasa takut untuk membawa keluar rumah bayi atau balitanya dan
jika memang mendesak biasanya ibu-ibu memasang jimat penangkal pada
salah satu bagian tubuh anaknya.

Ilmu palasik diyakini sebagai ilmu yang turn temurun dalam


sebuah keluarga. Jika orang tuanya palasik, maka otomatis anaknya juga
palasik dengan syarat harus menjalankan sebuah ritual terlebih dahulu.
Konon menurut cerita, di masa lampau orang yang memiliki ilmu palasik
harus menikah dengan palasik juga, dan mereka terasing hidup dalam
komunitas tersendiri. Tapi pada masa sekarang palasik sukar untuk
dikenali sehingga mereka bebas hidup dalam masyarakat. Terdapat 3
spesialisasi jenis palasik. Pertama, palasik spesialis ibu-ibu hamil, palasik
ini memakan bayi yang masih berada di dalam kandungan sehingga bayi
yang lahir tanpa ubun-ubun bahkan meninggal dunia. Kedua, palasik
spesialis bayi dan anak anak balita, palasik ini menghisap darah bayi dan
anak-anak. Jika tidak segera tahu dan segera diobati maka si bayi akan
sakit-sakitan bahkan sampai meninggal dunia. Ketiga, palasik spesialis
makan bayi yang sudah di kubur. Ada juga istilah palasik kuduang, palasik
yang memutus kepala dari badannya dalam mempraktekkan ilmu

8
hitamnya. Kuduang dalam bahasa Minang berarti potong atau putus
(Sosbud.kompasiana.com, 2011).

Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Minangkabau meyakini


adanya keberadaan palasik. Sehingga kebanyakan ibu-ibu hamil, bayi
yang baru lahir dan balita selalu menyertakan jimat penangkal di tubuh
mereka agar terhindar dari bahaya palasik.

3). Pospartum

Dengan pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi, kehamilan


dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja,
tetapi dilihat juga sebagai proses yang mencakup pandangan budaya yang ada
sebagai pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan
serta bayi dan ibu postpartum. Faktor yang paling mempengaruhi status
kesehatan masyarakat adalah faktor lingkungan yaitu pendidikan di samping
faktor-faktor lainnya, dimana jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-
hal yang mempengaruhi status kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat
tidak melakukan kebiasaan/adatistiadat yang merugikan kesehatan
(www.academia.edu/2013).

Jika dilihat dari suatu sudut pandang ilmu sosiologi, perawatan postpartum
yang dilakukan masyarakat Minang kabau pada umumnya hampir sama dengan
yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, Melayu dan lain-lain. Sehingga sudah
menjadi kebiasaan dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perawatan
tersebut seorang ibu postpartum akan melewati masa nifas yang aman.
Perawatan postpartum masyarakat Minangkabau yang salah satunya adalah
perawatan genetalia dengan cebok menggunakan rebusan daun sirih dan
duduk di atas batu bata yang telah dipanaskan untuk menghindari terjadinya
infeksi masa nifas adalah suatu hal yang perlu ditinjau aspek kerugian dan
keuntungannya dalam sudut pandang sosiologi

8
4). Pusat pengambilan Keputusan dalam Kesehatan Reproduksi

Masyarakat Minangkabau yang menganut azas matrilineal dalam sistem


keturunan berpengaruh pada cara-cara matrilineal dalam pengambilan
keputusan, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi.
Keberadaan mamak (saudara laki-laki ibu) cukup berperan dalam mengambil
keputusan ke mana seorang ibu atau kemenakan akan berobat dan pengobatan
apa yang dipilih. Jadi posisi mamak lebih menentukan dari posisi suami yang
dianggap sebagai orang sumando (semenda) dalam masalah-masalah kesehatan
khususnya kesehatan reproduksi (Swasono, 1998).

2.3 Budaya Memburu Suku Minang dalam Aspek Kesehatan

Suku Minang di Sumatera Barat memiliki sebuah kebiasaan memburu. Berburu


yang awalnya hanyalah mengusir hama, akhirnya menjadi kebiasaan serta uji
ketangkasan para lelaki Minang. Dengan panduan anjing, mereka mengejar babi hutan
yang merusak ladang. senjata yang dulu biasa dipergunakan adalah pisau dan tombak.
Menurut Drs. Osman, berburu merupakan olahraga sekaligus kesenangan karena manfaat
yang diperoleh adalah kesehatan fisik.

Untuk mendapatkan sensasi alam liar, melepas stress sekaligus melatih otot
seluruh tubuh, maka bergabunglah dengan kelompok menembak yang rutin melakukan
aktivtas berburu. Sebaiknya anda mendaftar di organisasi yang jelas secara hukum.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi budaya juga dapat
mempengaruhi kesehatan. Contohnya adalah budaya Minang, yang biasa mengkonsumsi
makanan pedas dan berminyak, misalnya gulai. Pada setiap acara yang dilakukan, gulai
selalu dijadikan sebagai menu utama. Karena itulah banyak orang Minang yang terkena
Penyakit Jantung Koroner (PJK).

Untuk penanggulangan masalah Penyakit Jantung Koroner pada etnik Minang,


dapat dianjurkan untuk mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur, mengubah cara
pengolahan bahan makanan, dan mengurangi atau mengganti bahan makanan hewani
sumber kolesterol yang digabungkan atau diolah menggunakan sumber asam lemak jenuh
seperti santan. Selain itu dalam memasak kita juga harus memperhatikan bahan yang di
gunakan. Jangan menggunakan bahan yang memiliki kandungan yang sama, seperti yang
dilakukan pada etnik Minang. Jika mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan maka akan
merusak sistem tubuh kita.

Masalah kesehatan reproduksi yang dialami perempuan Minang justru sangat


ironis, karena banyaknya aturan-aturan struktur sosial berupa adat yang sangat kaku yang
berdampak pada kondisi kesehatan reproduksi perempuan Minang tersebut.

3.2 Saran

Untuk dapat mencegah hal tersebut maka kita harus mengetahui berapa besar
lemak yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Selain itu dengan berolah raga, banyak
mengkonsumsi serat dan buah-buahan, dan menghindari mengkonsumsi lemak berlebih
dengan diet sehat tanpa harus meninggalkan kebudayaan yang terdapat pada suku
minang.

8
Untuk adat yang berdampak pada kondisi kesehatan reproduksi pada prempuan
hendaknya di konsultasikan terlebih dahulu apakah hal yang sudah di lakukan itu
berdampak positif atau negatif bagi kesehatan reproduksi pada perempuan.

8
DAFTAR PUSTAKA

http://www.mail-archive.com/rantau-net@rantaunet.com/msg19707.html(diakses 26 Maret 2012)

http://databaseartikel.com/kesehatan/201215503-hidup-sehat-antara-gaya-hidup-dan-pola-
makan.html(diakses 26 Maret 2012)

http://groups.yahoo.com/group/surau/message/7110 (diakses 26 M)

Anda mungkin juga menyukai