Anda di halaman 1dari 29

Journal Reading

Radiography of the Hip

Fitri Firdausi
1310015041

Dosen Pembimbing Klinik:


dr. Freddy Yulianto, Sp. Rad.

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2017
Radiografi Panggul
Anatomi panggul yang kompleks dan temuan radiografi yang sering sulit menjadi tantangan bagi
ahli radiologi. Pemahaman yang baik tentang teknik radiografi standar, anatomi normal, dan pola
penyakit yang menyerang panggul dapat membantu diagnosis yang akurat. Artikel ini akan
meninjau proyeksi radiografi umum pada radiografi panggul dan pelvis konvensional dan akan
membahas anatomi pada radiografi, termasuk berbagai linea yang digunakan untuk mengevaluasi
sendi panggul dan pelvis. Tanda dan pola khusus penyakit akan dibahas, dengan tujuan
memberikan pendekatan mendasar untuk menginterpretasi radiografi panggul dan pelvis.

A. Teknik Radiografi

Proyeksi radiografi yang umum digunakan pada panggul dan femur proksimal yaitu proyeksi
anteroposterior (AP) pelvis, anterior dan posterior oblikue (Judet), AP hip, dan frogleg (Dan
Miller).1-3 Radiografi AP pelvis diambil dengan pasien terlentang, dan kedua kaki berada pada
sekitar 15 rotasi internal (Gambar 1). Hal ini mengurangi anteversi femur normal 25- 30, yang
memungkinkan visualisasi columna femur lebih baik.2 Proyeksi Judet dilakukan dengan pasien
dalam posisi miring 45 . Jika pelvis yang difoto berada dalam posisi oblik posterior, columna
posterior dan tepi asetabulum anterior terlihat dengan baik (Gambar 2). Sebaliknya, dengan
pelvis yang terpengaruh pada posisi oblik anterior, kolumna anterior dan tepi asetabulum
posterior terlihat dengan baik. Proyeksi lateral frogleg (Gambar 3) dilakukan dengan posisi
telentang, kaki dan paha yang sepenuhnya diputar secara eksternal.2 Tabung radiografi
ditempatkan 10 sampai 15 cephalad diarahkan tepat di atas simfisis pubis.2 Bagian anterior dan
aspek posterior collum femoralis, serta aspek lateral caput femoralis, terlihat pada proyeksi ini.

Proyeksi Ferguson (outlet) dilakukan pada posisi yang sama dengan tampilan AP, dengan tabung
radiografi bersudut 30 sampai 35 cephalad, dan sinar diarahkan ke bagian tengah pelvis.2
Proyeksi ini memungkinkan visualisasi yang sangat baik dari sendi sakroiliaka, ramus pubic, dan
tepi asetabulum posterior (Gambar 4). Proyeksi inlet panggul dilakukan pada posisi yang sama
dengan proyeksi AP, dengan 30 sampai 35 angulasi kaudal pada tabung radiografi.2 Proyeksi
ini memungkinkan visualisasi sakrum, linea iliopectineal (columna anterior), spina isciadika, dan
simfisis pubis (Gambar 5). Proyeksi groin-lateral pinggul dilakukan dengan pasien terlentang,
kaki yang tidak dievaluasi diangkat.2 Tabung radiografi diarahkan secara horizontal ke arah
aspek medial pinggul yang terkena, dengan 20 sudut cephalad (Gambar 6).
B. Anatomi

Pelvis terdiri dari tiga tulang, ilium, iskium, dan pubis, yang ketiganya bergabung membentuk
struktur acetabulum.2-5 Bagian ilium terdiri dari bagian datar besar yang disebut ala ilium.5
Bersama dengan ischium dan pubis membentuk atap acetabulum. Linea arkuata adalah bagian
yang memproyeksikan dari sendi sakroiliaka ke pubis, membagi corpus ilium dari ala ilium.
Batas superior ala ilium adalah krista iliaka. Di bagian anterior, ada dua proyeksi dari ilium,
spina iliaka anterior superior dan inferior. Di posterior, ada dua proyeksi dari ilium, spina ilika
posterior superior dan inferior. Pada posteromedial, ilium membentuk artikulasio dengan sakrum
melalui sendi sakroiliaka. Bagian sepertiga dari sendi sakroiliaka adalah sendi sinovial,
sedangkan bentuk dua bagian proksimal menjadi syndesmosis.5 Pubis terdiri dari corpus dan dua
ramus.5 Corpus pubis menyatu dengan corpus ilium dan ischium untuk membentuk batas anterior
acetabulum. Ramus superior pubis membentuk bagian anteroinferior dari asetabulum. Suatu
bagian linear yang berjalan sepanjang bagian superomedial dari ramus superior pubis disebut
pekten pubis atau linea pectinea. Garis ini bergabung dengan linea arkuarta ilium, membentuk
linea iliopectineal (Gambar 7) 2,3 Linea iliopectineal adalah bagian penting untuk divisualisasikan
pada setiap radiografi pelvis akibat kondisi traumatis, metabolik, atau neoplastik yang
mempengaruhi columna anterior pelvis akan menyebabkan diskontinuitas, penebalan, atau jalur
abnormal dari linea ini.3,4 Os ischium juga terdiri dari corpus dan dua ramus. Corpus membentuk
batas posterior acetabulum.6 Proyeksi posterior dari corpus ischium disebut spina ischiadika.
Ramus superior dari ischium meluas secara inferior ke tuberositas iskiadika. Pada radiograf AP,
sebuah linea dapat ditarik dari ilium ke tuberositas iskiadika yang disebut linea ilioisial.3,4 Ini
adalah bagian dari "columna posterior" (Gambar 7) dan juga merupakan bagian penting yang
harus divisualisasikan pada setiap radiografi pelvis.3,4 Ramus inferior ischium di bagian anterior
menyatu dengan ramus pubis inferior, membentuk foramen obturator. Femur proksimal dapat
dibagi ke dalam caput femoralis, collum femur, trokanter, dan corpus femoralis.5 Fovea terlihat
pada aspek medial caput femoralis. Collum femoralis dapat dibagi menjadi bagian subcapital,
transcervical, middlecervical, intertrochanteric, dan subtrochanteric.2 Tiga terakhir ini bersifat
extracapsular.2,5 Caput femoral biasanya mengalami angulasi kira-kira 125-135 terhadap corpus
femoralis, dan anteversi kira-kira 25-30.2,5 Trabekula mayor femur proksimal ditunjukkan
dengan jelas pada radiograf AP. 2 (Gambar 9)
C. Linea

Pada proyeksi AP panggul, linea iliopectineal (juga disebut linea iliopubik) berjalan dari batas
medial ala iliaka, di sepanjang batas dari ramus superior pubis sampai akhir pada simfisis pubis
(Gambar 1). Linea ini dilihat sebagai bagian dalam pelvic ring dan menentukan columna anterior
pelvis (Gambar 7). Seperti disebutkan di atas, columna anterior dapat terlihat jelas oleh radiograf
oblik 45o anterior.3 Fraktur yang membentang melalui columna anterior menyebabkan kelainan
kontur linea ini (Gambar 10). Selain itu, linea ini mungkin menebal pada pasien dengan penyakit
paget7 atau pada pasien dengan hyperphosphatasia idiopatik familial.

Linea ilioisial juga dimulai di batas medial ala iliaka dan membentang sepanjang batas medial
iskium2-4 sampai berakhir pada tuberositas iskiadika (Gambar 4). Ini menentukan columna
posterior pelvis (Gambar 7). Seperti disebutkan di atas, columna posterior dapat dilihat dengan
jelas pada radiografi oblik posterior 45o.3 Fraktur yang membentang melalui columna posterior
pelvis dapat menyebabkan kelainan kontur linea ilioisial (Gambar 2). Tepi asetabulum anterior
terlihat jelas pada proyeksi oblik posterior 45o.2 (Gambar 2). Tepi posterior acetabulum adalah
garis lengkung lateral yang lebih lateral pada radiografi AP dan terlihat jelas pada proyeksi oblik
anterior 45o.2 Gambaran teardrop mewakili kumpulan bayangan diding dari asetabulum media. 9
(Gambar.7). Jarak teardrop diukur dari tepi lateral dan caput femoralis. Perbandingan sisi-ke-sisi
dari jarak teardrop dapat berguna untuk mengevaluasi efusi sendi atau untuk displasia panggul.9
Linea Kline adalah linea yang ditarik sepanjang sumbu panjang aspek collum femoralis, yang
biasanya akan memotong epifisis.
Arkus Shenton adalah garis lengkung yang menghubungkan aspek medial collum femoralis
dengan permukaan bawah ramus pubis superior. Sendi sacroiliaka terlihat pada suatu sudut
radiografi AP, menunjukkan beberapa struktur yang tumpang tindih. Sendi sakroiliaka normal
adalah sendi syndesmotic pada dua pertiga bagian atas dan sendi sinovial di sepertiga lainnya.5
Sendi sakroiliaka normal akan memiliki garis putih tipis tanpa erosi atau sklerosis (Gambar 4). 1,2
Stadium dini sakroiliitis dapat menunjukkan erosi dan pelebaran ruang sendi sakroiliaka.10
Sklerosis subkondral berkembang karena perubahan tulang yang reaktif.2,10 Foramina sakral
adalah foramina simetris pada sakral dengan tepi tipis dan terlihat dengan jelas. Gangguan atau
ketidakteraturan foramina sakral mungkin merupakan petunjuk pada fraktur traumatis atau
fraktur insufisiensi dari sakrum. Kesulitan untuk memvisualisasikan tepi foramina sakral bisa
menjadi petunjuk adanya massa litik atau proses erosif di sakrum (Gambar 12). Muskulus
oblikus exterus abdominis berinsersi pada krista iliaka. Spina iliaka anterior superior berfungsi
sebagai origo otot sartorius. Rektus femoris berorigo dari spina iliaka anterior inferior (Gambar
13). Otot hamstring berorigo dari tuberositas ischii dan ramus inferior pubis(Gambar 14). Otot
adduktor berorigo dari ramus inferior pubis di dekat simfisis pubis (Gambar 15). Gluteus medius
dan minimus terinsersi pada trokanter mayor femur. Tendon iliopsoas terinsersi pada trokanter
minor.
Garis lemak

Beberapa gambaran lemak juga dapat dilihat pada radiografi AP.5,14 Gambaran lemak gluteal
dilihat sebagai garis lurus yang paralel dengan aspek superior collum femoralis pada radiografi
AP yang benar dan mewakili lemak normal antara tendon gluteus minimus dan ligamen
ischiofemoral (Gambar 16). Linea ini menonjol lebih tinggi dengan adanya efusi sendi pinggul
(Gambar 17).14 Gambaran lemak iliopsoas terlihat sebagai garis yang jelas segera lebih rendah
dari tendon iliopsoas (Gambar 16). Linea obturator sejajar dengan linea iliopectineal dan
terbentuk normal. Lemak pelvis yang berdekatan dengan otot obturator internus (Gambar 16),
yang dapat tampak juga fraktur, hematoma, atau massa.

D. Pola penyakit pada panggul

Trauma

Berbagai macam proyeksi radiografi yang disebutkan diatas digunakan untuk menunjukkan
struktur anatomi yang terlibat pada trauma. Trauma pada pelvis dan panggul dapat berupa fraktur,
dislokasi, stress, dan avulsi. Pada trauma pelvis, harus diperiksa keadaan persarafan, arteri dan
vena pelvis serta tungkai proksimal mengingat bahwa komponen tulang pada bagian ini dapat
menyebabkan risiko pada neurovaskular tersebut.

Fraktur pelvis. Young dan Burgess mengklasifikasikan fraktur pelvis berdasarkan mekanisme
cedera. Kompresi anteroposterior, kompresi lateral, retakan vertikal (gambar 18) dan kombinasi
mekanisme cedera biasanya sering dikaitkan dengan kecelakaan lalu lintas. Cedera lain yang
sering terjadi dan dapat mengancam jiwa termasuk perdarahan pelvis, khususnya kompresi
lateral dan anteroposterior.

Cedera Avulsi. Cedera avulsi (Gambar 13-15) paling umum adalah cedera traumatik yang
berkaitan dengan olahraga11,12 Mereka dapat terjadi akibat pergerakan yang berlebihan dan kronis,
dan dalam hal ini, pembedaan dari osteomielitis atau neoplasma dengan avulsi dapat menjadi
sulit secara radiografi.11,12 Catatan khusus pada cedera avulsi pada orang dewasa tanpa riwayat
trauma, karena ini meningkatkan kemungkinan neoplasma yang mendasarinya.13

Fraktur Acetabular. Sistem klasifikasi Judet dan Letournel membagi fraktur acetabular ke
columna anterior, tepi asetal anterior, columna posterior, tepi asetal posterior, melintang,
columna posterior dan dinding (Gambar 19), dinding transversal dan posterior, atau fraktur pada
kedua columna.18 Baru-baru ini, Harris mendeskripsikan klasifikasi fraktur acetabular berbasis
CT yang baru.

Fraktur Caput Femoral. Fraktur caput femoralis jarang terjadi, biasanya terjadi menyertai
dislokasi panggul posterior.20 Resiko nekrosis avaskular akibat cedera ini tinggi. Pipkin
mengklasifikasikan cedera menjadi fragmen fraktur yang berada di bawah fovea (tipe I, 35%
kasus), fragmen fraktur di atas fovea (tipe II, 40% kasus), fraktur gabungan dari caput dan
column femur (tipe III, 10% kasus), dan fraktur gabungan caput femoralis dan dinding asetal
posterior (tipe IV, 15% kasus) (Gambar 20) .20

Fraktur Collum femoralis. Beberapa sistem klasifikasi yang berbeda telah digunakan untuk
klasifikasi fraktur collum femur (Gambar 21). Paling banyak digunakan adalah sistem Garden,
yang membagi fraktur subkapital collum femoralis menjadi derajat I-IV.21 derajat I secara teknis
merupakan fraktur yang tidak lengkap, beberapa menyebutkan fraktur tanpa pergeseran ke dalam
derajat I karena penanganan yang sama.21 Derajat II adalah fraktur lengkap, tidak bergeser.
Derajat III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran parsial dan rotasi. Karena rotasi medial
fragmen proksimal berkenaan dengan fragmen distal, linea trabekular caput femoral tidak sejajar
dengan acetabulum.22 Derajat IV dengan pergeseran komplit, sehingga caput femoral tidak lagi
terletak di acetabulum, dan trabekula diselaraskan dengan asetabulum.22 Suatu studi menemukan
bahwa metode terapi hampir selalu sama untuk fraktur derajat III sebagai derajat IV. Dengan
demikian, beberapa penulis telah menyarankan penyederhanaan sistem Garden menjadi fraktur
yang tidak tergeser dan fraktur yang bergeser.21,22 Klasifikasi lainnya, sistem Pauwels telah
dilaporkan tidak mampu dalam memprediksi penyembuhan patah tulang dan risiko
komplikasi.21,23 Fraktur intertrochanter dapat terjadi pada kelompok usia yang sedikit lebih tua
daripada fraktur column femur, dan tampaknya memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang
sedikit lebih tinggi.24

Fraktur Stress. Fraktur stres dapat didefinisikan sebagai fraktur "fatigue" terjadi dari tekanan
abnormal pada tulang dengan mineralisasi normal, atau insufisiensi fraktur, terjadi pada tulang
osteoporosis atau mineralisasi yang kurang baik.25 Tampilan radiografi paling awal dari fraktur
stres adalah kelainan korteks akibat resorpsi tulang. Terdapat sklerosis, biasanya linier dan tegak
lurus terhadap trabekula25 Munculnya elevasi periosteal yang halus karena meningkatnya jumlah
pembentukan tulang periosteal yang baru akibat terjadinya proses penyembuhan (Gambar 23).25
Penyembuhan sempurna dari fraktur stres dimanifestasikan oleh reaksi periosteal yang tebal,
dengan hilangnya garis fraktur 25 Jika stres berlanjut, fraktur bisa berlanjut, bukan proses
penyembuhan (Gambar 24). Fraktur stres akibat tarikan membutuhkan waktu lebih lama untuk
penyembuhan daripada fraktur stres akibat tertekan dan mungkin memerlukan intervensi bedah.
Kadang-kadang, osteoid osteoma (Gambar 17) atau infeksi bisa tampak secara radiografis mirip
dengan fraktur stres. CT atau MRI dapat membantu dalam menyingkirkan diagnosis diferensial
ini dengan menunjukkan garis fraktur.25 Bone scan Radionuklida dan MRI lebih sensitif daripada
foto polos untuk deteksi lebih awal.
Slipped Capital Femoral Epiphysis. Evaluasi dari kelainan ini dapat dilakukan dengan proyeksi
AP dan frog-leg lateral panggul. Kondisi ini muncul
paling sering pada remaja sekitar usia pubertas. Anak
laki-laki lebih sering terkena daripada anak perempuan,
dengan pasien cenderung kelebihan berat badan. SCFE
mewakili fraktur tipe Salter I, melalui physis,
mengakibatkan caput femoral "tergelincir" secara
inferomedial sehubungan dengan collum femoralis.26
Secara radiografi, mungkin ada pelebaran atau
pengaburan physis atau hilangnya ketinggian epifisis
pada pandangan anteroposterior.27 Garis ditarik sepanjang
sumbu panjang dari aspek superior dari collum femoralis,
garis Kline, biasanya akan memotong epifisis, tapi
mungkin tidak ada pada kasus SCFE (Gambar 25).2,26 Komplikasi meliputi avascular necrosis
dan chondrolysis. 26

Infeksi

Septic Joint. Septic Joint terjadi paling sering dari infeksi piogenik dan mungkin terjadi akibat
penyebaran hematogen, penyebaran infeksi dari jaringan lokal,
inokulasi langsung, atau kontaminasi dari operasi. Jika ada efusi, hal
itu bisa terlihat secara radiografi dengan peningkatan jarak teardrop29
atau elevasi garis lemak gluteus minimus, namun temuan ini bisa
tidak dapat ditemukan.29 Infeksi subakut atau kronis menunjukkan
erosi tulang, kehilangan ruang sendi (Gambar.26), dan daerah
nekrosis avaskular.30 Aspirasi biasanya diperlukan untuk konfirmasi
diagnosis.
Sacroilitis septik. Sacroiliitis septik adalah infeksi jarang terlihat paling sering pada pasien
pediatrik dan dewasa muda, dan kadang-kadang di periode peripartum.31 karena gejala yang
kurang jelas dan temuan yang kurang spesifik pada pemeriksaan fisik, diagnosis sering
terlambat.32 Sendi sacroiliac mungkin berkaitan dengan infeksi piogenik atau tuberkulosis, timbul
paling sering dari patogen darah.31 Erosi sendi sacroiliac dapat dilihat (Gambar. 27) dan mungkin
terkait dengan osteomyelitis atau abses jaringan lunak.31 Dapat ditemukan kesulitan dalam
membedakan antara sacroiliitis infeksius dan inflammatory (Tabel 2). Aspirasi sendi sering
diperlukan untuk diagnosis.31

Tuberkulosis. Keterlibatan tulang dan sendi oleh infeksi tuberkulosis terjadi pada sekitar 1
sampai 3% dari semua infeksi TB (Gambar. 28).2,33 Artritis monoarticular progresif yang
melibatkan sendi-sendi besar seperti hip atau genu adalah yang paling umum dari artritis
tuberkulosis, meskipun keterlibatan polyarticular dapat terjadi dan misdiagnosis dengan artritis
inflamatory.33,34 Kecurigaan infeksi TB sangat rendah, infeksi TB sering tidak ditemukan sampai
kerusakan permanen pada sendi telah terjadi. Biopsi sinovial meningkatkan hasil diagnostik
melalui aspirasi cairan sinovial.33,34

Osteomielitis. Osteomielitis pelvis jauh lebih jarang daripada osteomielitis tulang panjang. Pada
pelvis, yang paling sering terjadi pada ilium melalui hematogen.35 Gejala seringkali tidak spesifik,
dan diagnosis sering terlambat.35 Pada foto radiografi, lesi litik, sklerotik, periosteal reaction, dan
massa jaringan lunak mungkin terlihat.
Artritis

Osteoartritis. Pada foto radiografi, tanda penting yang ditemukan adalah penyempitan celah
sendi. Umumnya, penyempitan ini berkaitan dengan sklerosis subchondral, osteofit marginal,
pembentukan kista dan subluksasi superolateral dari caput femoris (Gambar 30). Bentukan atrofi
dari osteoartritis dideskripsikan sebagai penyempitan celah sendi dan subluksasi dari caput
femoris tetapi dengan pembentukan osteofit minimal. Tipe atrofi sangat sering pada wanita muda
dan sering disertai dengan displasia panggul daripada tipe hipertrofi dari osteoartritis.
Peningkatan berat badan yang menyebabkan cedera atau anomali kongenital mungkin menjadi
predisposisi stadium dini osteoartritis.

Neuropathic Arthropathy. Degenerasi sendi panggul yang progresif biasanya dikaitkan dengan
cedera medula spinalis atau abnormalitas sensoris. (Gambar 31) Hipotesis penyebab hal tersebut
adalah karena tidak adanya mekanisme proteksi normal dari struktur neuromuskular terhadap
sendi.39

Rheumatoid Artritis. Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun yang mempengaruhi kira-
kira 1% populasi, ditandai dengan episode peradangan sinovial kronis yang berulang dengan
kerusakan dan kelainan bentuk sendi yang terkena.40 Keterlibatan manus bilateral dan simetris
serta pergelangan tangan paling umum terjadi, namun sendi apapun mungkin terlibat. Di pinggul,
distensi sendi dan/atau bursae, penyempitan celah sendi, dan protrusio acetabuli mungkin terlihat
(Gambar 32).2,40

Spondyloarthropati seronegatif. Spondyloarthropati seronegatif meliputi ankylosing


spondylitis, enteropathic arthropathy, Reiter's disease, dan psoriasis. Radiografi panggul dalam
kelainan ini dapat menunjukkan "pendarahan" pada krista iliaka dan tuberositas iskial, sakroiliitis,
protusio acetabuli,41 dan/atau fusi lumbar atau osteofit. Keterlibatan sendi sakroiliaka terjadi di
bagian sinovial sendi, yaitu kaudal (dan anterior) sepertiga dari sendi.42 Sakroilitis simetris
bilateral secara klasik muncul pada ankilosing spondilitis atau enteropaik artropati. Artritis
psoriatik dan Reiters disease menyebabkan sakroilitis asimetris, walaupun hal tersebut dapat
terjadi bilateral dan beberapa mungkin simetris. Sakroilitis inflamatory dini mungkin
menunjukkan erosi, khusunya pada bagian iliaka dari sendi. Dapat juga terbentuk sklerotik pada
kedua sisi sendi. Pada kondisi kronik, fusi dari sendi sacroilliac dapat terjadi. (Gambar 34)

Kelainan Jaringan Ikat. Pasien lupus eritematosus sistemik sangat berisiko terkena
osteonekrosis karena asupan kortikosteroid kronis dan mungkin karena proses auto-inflammatory
itu sendiri. Evaluasi untuk osteonekrosis dapat dinilai berdasarkan proyeksi standar pelvis,
namun evaluasi yang lebih sensitif diperoleh dengan pencitraan MR atau bone scan radionuklida.
Osteoporosis juga merupakan sekuel dari penyakit ini dan dapat terjadi secara klinis sebagai
fraktur insufisiensi sakrum, ramus pubis, acetabulum, atau collum femoral. Pasien
dermatomiositis sering terjadi kalsifikasi jaringan lunak, yang paling sering terjadi pada
ekstremitas atas dan bawah proksimal (Gambar 35), dan lebih sering pada anak-anak daripada
orang dewasa. Pasien skleroderma juga dapat terjadi kalsifikasi jaringan lunak tetapi biasanya
memiliki banyak manifestasi lain dari penyakit yang melibatkan manus dan organ lainnya,
seperti esofagus, usus halus, usus besar, dan paru. 43

Penyakit Metabolik, Sinovial, dan Deposit Kristal

Osteonekrosis merupakan kematian tulang dan mungkin disebabkan oleh berbagai macam
proses penyakit termasuk trauma, alkoholisme, penyakit Gaucher, proses infiltrasi lainnya,
penyakit sel sabit (Gambar 36), radiasi, dan banyak lainnya.46 Hasil akhir dari proses ini adalah
penurunan suplai darah ke tulang. Dalam beberapa kasus, seperti penyakit Legg-Calve-Perthes,
tidak ada penyebab yang jelas. Menurut klasifikasi Ficat, gambaran mungkin memiliki gambaran
normal (tahap I), peningkatan densitas yang samar pada caput femoral (tahap II), kolaps
subchondral caput femoral sering menghasilkan gambaran "bulan sabit" (tahap III) (Gambar 37),
atau osteoarthritis sekunder pada orang kronis (tahap IV). Pencitraan MR dan bone scan
radionuklida jauh lebih sensitif daripada radiografi film polos untuk mendeteksi osteonekrosis
dini (Gambar 37) .43
Penyakit Legg-Calve-Perthes. Penyakit Legg-Calve-Perthes terjadi lebih sering pada pria, antara
usia 4 dan 8 tahun.48 Kondisinya bilateral pada sekitar 10% kasus.48 Etiologi tidak diketahui,
sehingga disebut "osteonekrosis idiopatik." Secara radiografi, Penyakit Perthes sama dengan
jenis osteonekrosis lainnya, seperti yang dijelaskan di atas (Gambar 38). Pertumbuhan berlebih
dari tulang rawan artikular akibat osteonekrosis menyebabkan perkembangan caput femoral
membesar dan deformasi, yang disebut coxa magna. Subluksasi lateral caput femoralis dan
osteoarthritis sekunder dapat dilihat. Pengobatan penyakit Perthes bervariasi dari konservatif ke
berbagai jenis osteotomi acetabular atau femoralis untuk mempertahankan caput femoral dalam
acetabulum.48

Osteoporosis. Pada osteoporosis, mineral tulang masih normal namun dengan jumlah massa
tulang yang menurun secara keseluruhan.2 Hal ini dapat terjadi karena berbagai penyebab
kongenital atau didapat dan bermanifestasi pada radiografi sebagai peningkatan radiolusen pada
tulang dan penipisan kortikal. Risiko patah tulang meningkat seiring dengan peningkatan tingkat
keparahan osteoporosis. Singh dkk, mencoba klasifikasi radiografi berdasarkan teori bahwa ada
penurunan progresif trabekula (Gambar 9) dengan peningkatan keparahan osteoporosis.49 Singh
membagi proses ini menjadi 6 grade penurunan trabekular. Grade 6. Semua struktur kelompok
trabekula terlihat, struktur trabekula tipis yangt tidak lengkap yang mendalakan tulang normal.
Grade 5. tampak atenuasi struktur kelompok principal compressive dan principal tensile karena
resorp di trabekula tipis. Secondary compressive kurang jelas. Setiga ward tampak kosong dan
lebih prominen. Stadium ini menunjukan stadium dini osteoporosis. Grade 4. trabekula tensile
tampak lebih berkurang, terjadi resorpsi dimulai bagian medial, sehingga principal tensile bagian
lateral masih dapat diikuti garisnya, sementara secodary tensile telah menghilang. Grade 3.
tampak pricipal tensile terputus di area yang berseberangan dengan trochanter mayor sehingga
trabekula tensile hanya terlihat di bagian atas Collum femoris. Stadium ini menunjukan keadaan
definitive Osteoporosis. Grade 2 hanya tampak principal compressive yang prominen sedangkan
kelompok trabekula lain tidak / kurang jelas karena sebagian besar telah teresorpsi. Keadaan ini
menunjukan moderantly advanced Osteoporosis. Grade 1 dimana principal compressive tidak
menonjol dan berkurang jumlanya, keadaan ini menunjukan kedaan Osteoporosis berat. 50 Dual
Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) lebih sensitif dan akurat dalam menilai osteoporosis.50

Hiperparatiroidisme. Bentuk primer atau sekunder dari hiperparatiroidisme dapat terjadi.51


Hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh kelebihan produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid. Hiperparatiroidisme sekunder terjadi sebagai akibat retensi fosfat oleh tubulus ginjal
yang berfungsi buruk, yang menyebabkan kelebihan ekskresi kalsium serum, dan peningkatan
pelepasan hormon paratiroid berikutnya. Resorpsi subperiosteal dan penipisan kortikal dapat
terlihat, mirip dengan gambaran yang terlihat pada falang.51 Brown tumor dapat terjadi (Gambar
39). Gambaran "rugger-jersey" pada corpus vertebral dapat diditemukan. 51

Osteomalacia merupakan kelainan dengan tulang mineral yang tidak normal dan mungkin
disebabkan oleh asupan vitamin D yang tidak adekuat atau penyerapan vitamin D yang tidak
adekuat karena keadaan malabsorptif, atau pembentukan vitamin D yang tidak aktif secara
biologis karena penyakit ginjal atau hati. Osteomalacia juga telah dikaitkan dengan gangguan
mendasar lainnya termasuk penyakit Wilson, neurofibromatosis, dan beberapa neoplasma.2
Loosers zone, yang pada dasarnya tidak dapat disembuhkan dengan baik karena pembentukkan
kalus52 (Gambar 40). Ini tampak sebagai gambaran lusen linier, tegak lurus terhadap korteks
tulang, terjadi biasanya di korteks medial collum femoralis, serta ramus pubis, ramus ischial,
costae, dan skapula. Ketika osteomalacia disebabkan oleh disfungsi ginjal, manifestasi radiografi
hiperparatiroidisme sekunder biasanya mendominasi, termasuk resorpsi tulang subperiosteal dan
penipisan kortikal.2
Rakhitis adalah osteomalacia yang berkaitan dengan anak-anak, akibat mineralisasi tulang yang
tidak normal karena asupan, penyerapan, atau hidroksilasi vitamin D yang tidak adekuat.
Berbagai jenis rakhitis telah dijelaskan, rakhitis infantil biasanya ditemukan pada pasien berusia
antara 6 bulan dan 2 tahun53 (Gambar 41). Berbagai jenis rakhitis resisten vitamin D biasanya
ditemukan pada pasien berusia di atas 3 tahun dan ditandai dengan perpendekan dan
pelengkungan tulang panjang, kadang-kadang dengan sklerosis dan oveifikasi ektopik54
(Gambar.42). Hal ini dapat terjadi dengan glikosuria atau dengan penyerapan tubulus ginjal yang
menurun terhadap asam amino, glukosa, dan fosfat (sindrom Fanconi).2

Paget Disease. Penyakit paget memiliki penampilan khas pada radiografi, bone scan, MRI, atau
CT dengan trabekula kasar dan penebalan korteks55 (Gambar 43). Penyakit paget biasanya terjadi
pada pasien berusia di atas 50 tahun dan berlangsung dalam tiga fase - predominately lytic, mixed
lytic and sclerotic, dan akhirnya, sklerotik. 2,55 Peningkatan aktivitas osteoklas menyebabkan
remodeling tulang yang tidak normal. Etiologi penyakit Paget tidak diketahui, walaupun etiologi
virus dihipotesiskan.55 Mirip dengan osteomalacia, Loosers zone dapat terbentuk, menunjukkan
fraktur stres yang tidak diterapi adekuat. Sebagian kecil pasien dengan penyakit Paget akan
terjadi sarkoma sekunder. Pertumbuhan baru lesi litik atau massa jaringan lunak yang terkait
dengan tulang Pagetoid adalah petunjuk pembentukan sarkoma. Ini cenderung lesi grade atas
dengan prognosis buruk.2,56 Tampilan radiografi yang serupa dapat dilihat pada
hyperphosphatasia idiopatik familial, dengan kelainan yang terlihat secara difus53 (Gambar 44).

Pigmented Villonodular Synovitis. PVNS adalah gangguan proliferasi sinovial yang ditandai
dengan efusi berulang, dengan pendarahan ke dalam sendi, bursa, atau selubung tendon yang
terpengaruh. Lutut paling sering terkena, tapi penyakitnya bisa menyerang sendi sinovial. Di
pinggul, erosi dapat terlihat di caput femoralis, collum femoralis, atau acetabulum57 (Gambar 45).
MRI adalah modalitas pencitraan pilihan, yang menunjukkan proliferasi sinovial, efusi, dan efek
paramagnetik hemosiderin,57 yang juga dapat dilihat pada pasien hemofilia atau rheumatoid
arthritis. Kekambuhan setelah sinovektomi terjadi pada sebanyak 50% kasus.2
Osteochondromatosis sinovial. Osteochondromatosis Synovial adalah metaplasia sinovium,
yang paling sering melibatkan lutut, meskipun ada sendi lain yang dapat terlibat. Radiograf dapat
menunjukkan multiple ossified bodies pada celah sendi, dengan efusi sendi, erosi pada satu atau
kedua sisi sendi, dan kerutan dari collum femoral59 (Gambar 46). Penyempitan sendi dan
pembentukan osteofit mungkin tidak ada sampai menjelang perjalanan akhir penyakit. Chondroid
di sendi mungkin atau mungkin tidak jelas, namun terlihat jelas pada pencitraan MR atau
artrografi. Jumlah ossifikasi meningkat dari waktu ke waktu. Sekitar 5% mengalami degenerasi
ganas.58

Kalsium Pyrophosphate Arthropathy. Artropati yang terkait dengan deposisi kristal kalsium
pirofosfat terjadi pada pria dan wanita dengan kejadian hampir sama.2 Deposisi kristal kalsium
pirofosfat menghasilkan kerusakan struktural pada kartilago dan mengakibatkan penyempitan
ruang sendi, sklerosis subkondral, dan osteofit. Chondrocalcinosis dari simfisis pubis, tendon,
ligamen, kartilago artikular, atau kapsul sendi dapat terlihat60 (Gambar 47).

Penyakit Deposisi Hidroksiapatit. Penyakit pengendapan hidroksiapatit ditandai dengan


pengendapan kristal kalsium hidroksiapatit di dalam dan sekitar tendon, bursae, atau kapsul sendi,
dengan pembengkakan lokal dan nyeri.61 Tendonitis calcific terjadi lebih jarang pada pinggul
daripada bahu.61 Kalsifikasi Toothpaste-like pada tendon gluteus medius dan minimus dapat
terlihat61 (Gambar 48).
Ochronosis. Ocronosis terjadi pada pria dan wanita dengan insidensi yang sama, sebagai kondisi
bawaan autosomal resesif. Kekurangan asam enzim homogen oksidase, yang terlibat dalam
pemecahan asam amino fenilalanin dan tirosin, menghasilkan penumpukan asam homogentisat.
Hal ini menyebabkan kalsifikasi distrofik pada diskus intervertebralis, tulang rawan artikular,
tendon, dan ligamen, dan pembentukan osteoarthritis62 (Gambar 49).

Displasia dan Anomali kongenital

Sclerosing Bone Dysplasias. Berbagai jenis displasia tulang sklerosis terjadi baik akibat
produksi tulang berlebih karena aktivitas osteoblastik yang abnormal atau dari kegagalan resorpsi
tulang dan remodeling karena aktivitas osteoklast yang rusak. Kelebihan dan akumulasi tulang
mempengaruhi pembentukan tulang endochondral pada osteopetrosis, pyknodysostosis, atau
osteopathia striata. Formasi tulang intramembran terutama dipengaruhi pada displasia diafisial
progresif dan beberapa hiperostosis endosteal. Kedua formasi tulang endochondral dan
intramembranous dipengaruhi pada melorheostosis dan displasia metafisis. Ada tiga jenis
osteopetrosis, tipe maligna-infantil, yaitu resesif autosomal, dan bentuk paling parah, tipe
intermediate, juga merupakan resesif autosom biasanya pada dekade pertama kehidupan, dan tipe
autosomal dominan dengan ekspektasi penuh. Pada tipe infantil, pansitopenia, disfungsi saraf
kranial, dan keterbelakangan mental terjadi. Radiografi pelvis dapat menunjukkan garis kurawal
pada sklerosis pada ilium, dengan gambaran "bone-in-bone". 2,65 Vertebra dapat menunjukkan
garis sklerosis serupa di sepanjang ujung atas vertebra, dengan tampilan "sandwich vertebra".
Pada tulang panjang, perluasan metafisis dan fraktur patologis terlihat65 (Gambar 50).

Pyknodysostosis adalah kelainan autosomal-recessive yang jarang dengan karakteristik radiografi


osteopetrosis dan displasia cleidocranial.2,66 Tanda yang tampak yaitu penutupan fontanelles
terhambat, perawakan pendek, penguraian tulang panjang, dan sklerosis diffuse. Tulang rapuh
dan rentan terhadap patah tulang (Gambar 51). Penelitian genetika telah menunjukkan mutasi
yang menyebabkan inaktivasi gen yang mengkode cathepsin K, yang terlibat dalam fungsi
osteoklastik.63

Melorheostosis adalah kelainan pembentukan tulang endochondral dan intramembranous


abnormal.64 Ini ditandai dengan hialostosis, biasanya di satu sisi korteks, dengan gambaran
bergelombang menyerupai lilin-lilin yang menetes. Ossifikasi dan fibrosis pada jaringan lunak
periartikular juga umum terjadi. Kelainan tersebut mengikuti distribusi dermatom67 (Gambar 52).
Pengobatan mencakup eksisi jaringan lunak, dan jika perlu, dilakukan osteotomi.67 Biasanya
rekuren.

Pada osteopoikilosis dan osteopathia striata, ada fokus lokal tulang kortikal dimana resorpsi dan
remodeling gagal, sedangkan pada sisa tulang, proses pengerasan endochondral berlangsung
normal. Hasilnya adalah banyak fokus pada tulang sklerotik (enostoses atau "bone-islands") di
seluruh kerangka osteopoikilosis (Gambar 53), atau striasi linier tulang sklerotik pada osteopati
striata. Membedakannya dari metastase sklerotik terkadang sulit jika dilakukan dengan radiografi
polos. Walaupun bone scan radionuklida dianggap penting untuk membedakan osteopoikilosis
dari osteoblastik metastasis, terdapat laporan tentang penggunaan radiofarmasi yang meningkat
pada osteopoikilosis, terutama pada pasien muda. Osteopoikilosis, osteopathia striata, dan/atau
melorheostosis dapat terjadi bersamaan pada pasien yang sama (Gambar 52) dan mungkin
mewakili serangkaian manifestasi dari proses penyakit yang sama.2

Osteogenesis Imperfecta. Osteogenesis imperfecta (OI) adalah kelainan herediter yang ditandai
dengan kolagen tipe I yang abnormal, mengakibatkan tulang melemah, rapuh, kelemahan
ligamen, gigi abnormal, sklera biru, dan gangguan pendengaran70 (Gambar 54). Sebagian besar
subtipe OI diwarisi sebagai mutasi dominan autosomal pada gen COL1A1 dan COL1A2 yang
mengkodekan rantai pro alfa 1 dan pro alfa 2 pada kolagen tipe I. 70 Tipe I-IV, yang
digambarkan oleh Sillence dkk, adalah sebagai berikut: tipe I, dominan autosomal dan relatif
ringan, dengan perawakannya relatif normal, sklera biru, dan gangguan pendengaran; Tipe II,
dengan subtipe yang digambarkan sebagai autosomal-dominan atau autosomal-resesif, bentuk
yang paling parah, mematikan pada periode janin atau bayi baru lahir, dengan kelainan bentuk
yang parah dan retardasi pertumbuhan intrauterin; Tipe III, juga dengan kasus autosomal-
dominant dan autosomal-resessive yang digambarkan, parah dan progresif namun bertahan lebih
lama dari tipe II; Tipe IV, jarang, dominan autosomal dan ringan dengan sklera normal dan
pendengaran normal. Pengobatan dengan bifosfonat memperbaiki massa tulang pada semua jenis,
namun hasil jangka panjang dari terapi biphosphonate tidak diketahui. 70
Developmental dysplasia of the Hip. Etiologi kelainan ini melibatkan faktor genetik dan
lingkungan.73 Faktor risiko meliputi oligohidramnion, persalinan sungsang, riwayat keluarga
yang positif, dan latar belakang etnis tertentu termasuk penduduk asli Amerika. Diagnosis dapat
dilakukan saat kelahiran pada sebagian besar kasus. Jika didiagnosis saat lahir, kemungkinan
penanganan nonoperatif yang berhasil seperti penggunaan Pavlik, dan prognosis jauh lebih baik
daripada diagnosis tertunda.73,74 Ultrasound lebih sensitif daripada foto polos untuk diagnosis.
Secara radiografi, dislokasi atau subluksasi pinggul dapat ditunjukkan dengan diskontinuitas
arkus Shenton, linea lengkung yang menghubungkan leher femoralis medial dengan permukaan
bawah ramus superior pubis73(Gambar 5). Dengan dislokasi pinggul, caput femoralis bergerak ke
kuadran bagian atas.2 Jika hip yang dislokasi berkontak dengan ilium, pseudoacetabulum akan
terbentuk73 (Gambar 55). Intinya semua pasien dengan subluksasi pinggul atau dislokasi akan
mengalami osteoartritis, biasanya pada dekade ke 3 atau ke-4 kehidupan.73

Displasia acetabular pada orang dewasa. Displasia acetabulum dapat terjadi tanpa dislokasi
pinggul, dan displasia ringan mungkin tidak terdiagnosis sampai dewasa.73 Displasia asetabular
terjadi pada wanita lebih sering daripada laki-laki dan telah terbukti mengarah pada
perkembangan osteoarthritis sendi pinggul73,75 (Gambar 56). Evaluasi untuk displasia acetabular
dapat dilakukan dengan menggunakan sudut tepi tengah Wiberg, dilakukan dengan mengukur
sudut antara linea yang ditarik secara vertikal dari pusat caput femoralis melalui tepi
acetabulum.75 Sudut berukuran kurang dari 20 displastik; 20-25 diklasifikasikan sebagai
borderline displasia, dan lebih besar dari 25 adalah normal.75

Femoroacetabular impingement. Teori di balik kelainan ini adalah bahwa variasi anatomi
tertentu menyebabkan pelepasan antara femur proksimal dan tepi asetabulum dengan fleksi dan
rotasi internal. Hal ini menyebabkan pergeseran dan impaksi tulang rawan artikular anterior
caput femoralis.76,77 Ada dua jenis pelepasan femoroacetabular. Yang pertama adalah tipe "cam",
yang diduga disebabkan oleh caput femoral yang membesar atau kontur abnormal pada
sambungan caput dan collum femoralis, yang menyebabkan pelepasan ke arah anterior terhadap
asetabulum normal (Gambar 6). Tipe kedua, atau "pincer", diperkirakan disebabkan oleh "over-
coverage" dari caput femoralis anterior dari profanda coxa atau acetabulum.76 Radiograf dapat
menunjukkan offset yang berkurang pada sambungan collum dan caput femoralis, kelainan
seperti retroversi, coxa valga, coxa profunda atau protrusio acetabuli dan biasanya disertai
dengan osteoartritis. MRI lebih sensitif pada penegakkan diagnosis dini.

Akondroplasia. Merupakan gangguan kongenital dari formasi endokondral yang mempengaruhi


fetus pada kehamilan diturunkan sebagai autosomal-dominant.78 Cacat genetik melibatkan alel
pengkode reseptor Fibroblas growth factor3, pada kromosom 4p, yang merupakan alel yang sama
yang terlibat dalam hipokondroplasia dan dwarfisme thanatophoric. Pasien memiliki perawakan
pendek, dengan ekstremitas ekstremitas mempengaruhi ekstremitas proksimal yang lebih parah.
Pedikel pendek dapat menjadi predisposisi stenosis tulang belakang. Penyempitan lebar
interpedicular di vetebra lumbal bawah terlihat, bersama dengan atap acetabular yang
berorientasi horizontal, dan tulang iliaka berbentuk ping-pong paddle"78 (Gambar 57). Kompresi
servicomedullary telah terbukti dikaitkan dengan sudden death pada bayi dengan achondroplasia.
79

Multiple Epiphyseal Dysplasia. Pada multiple epifisis displasia, pertumbuhan abnormal epifisis
kepala femoralis biasanya mengarah pada keselarasan varus collum femoralis. Hal ini terjadi
karena pertumbuhan berlebih dari pusat pengerasan trokanter dan infundibulum, hubungan
kartilaginous antara caput femoralis dan pusat pengerasan trokanter pada bayi73. (Gambar 58)
Osteoarthritis sekunder akhirnya berkembang.

Proksimal Focal Femoral Deficiency. PFFD merupakan salah satu kelainan kongenital yang
ditandai dengan pemendekan serta displasia femur dan acetabulum yang bervariasi, dan angulasi
varus pada femur proksimal (Gambar 59). Sistem klasifikasi yang umum membagi gangguan
tersebut menjadi tipe-tipe A-D.80 Pada tipe A, femur lebih pendekdibandingkan dengan ukuran
normal, namun caput femoral berada di dalam acetabulum. Pada tipe B, femur pendek dengan
angsis varus, dan ada celah antara caput femoralis, yang terletak di dalam acetabulum, dan
collum femoralis. Pada tipe C, caput femoral tidak sempurna atau tidak ada. Femur sangat
pendek, dan acetabulum displastik. Pada tipe D, seluruh femur tidak sempurna, dengan caput
femoral dan acetabulum tidak ada. Berbagai terapi telah digunakan untuk pasien dengan
gangguan ini. Dalam sebuah penelitian, pasien melaporkan mobilitas serupa dan kepuasan yang
lebih baik dengan terapi nonoperatif menggunakan prostesis ekstensi, dibandingkan dengan
bedah pergelangan kaki dengan pemasangan prostesis di atas lutut.81

Mucopolysaccharidoses merupakan salah satu dari kelompok kelainan heterogen yang ditandai
dengan akumulasi berbagai mukopolisakarida sebagai akibat kekurangan enzim tertentu secara
bawaan. Banyak jika tidak semua ini memperlihatkan temuan radiografi yang serupa di panggul,
termasuk kepala femoral yang berkobar dan displasia, pelipis yang menyempit dan terdistorsi,
dan sayap iliaka yang berkobar. (Gambar 60).

Fibrodysplasia Ossificans Progressiva. Fibrodysplasia ossificans progressiva (FOP) merupakan


kelainan kongenital langka yang ditandai dengan pembesaran heterotopik tendon, ligamen, otot,
dan jaringan lunak lainnya (Gambar 61) dengan deformitas jempol kaki.83 Tidak ada perawatan
atau tindakan pencegahan yang diketahui. Hal yang khas dari penyakit ini adalah pembatasan
gerakan yang progresif, sering jatuh, dan kesulitan pernapasan. Sebagian besar pasien meninggal
karena komplikasi paru di usia 40 atau 50an. Penelitian terbaru termasuk pemetaan gen untuk
FOP ke kromosom 4q, dan identifikasi protein kunci yang ditemukan pada sel lesi dan limfosit.
Temuan ini mungkin terbukti bermanfaat dalam mengobati kondisi ini di masa depan.

Tumor

Berbagai tumor jinak dan ganas dapat mempengaruhi panggul dan femur proksimal. Pemeriksaan
yang cermat terhadap adanya gangguan columna anterior, columna posterior, korteks, sakral ala,
atau linea trabekular dapat mengungkapkan lesi kecil. Meskipun diskusi mendalam tentang
semua tumor yang dapat mempengaruhi panggul dan femur proksimal berada di luar cakupan
artikel ini, beberapa lesi umum atau karakteristik akan dibahas.

Myeloma adalah tumor tulang primer yang paling umum dan merupakan keganasan sumsum
tulang.2 Yang paling sering menyerang pria berusia di atas 50 tahun, mieloma dapat dilihat
sebagai plasmacytoma soliter atau beberapa lesi pada multiple myeloma. 2,84 Kerangka aksial
paling sering terkena, dan lesi biasanya lytic84 (Gambar 62). Sebagian kecil kasus (kurang dari
1%) mungkin sklerotik (Gambar 63), dengan hampir setengah dari neuropati perifer yang
berkembang.2,85

Kondrosarkoma. Pelvis adalah tempat yang umum terjadinya kondrosarcoma, tumor pembentuk
tulang rawan ganas.86 Hal ini paling sering menyerang pasien antara usia 30 dan 60 tahun.86
Kondrosarkoma mungkin primer (ada beberapa jenis), atau mungkin timbul sekunder pada
penyakit enchondromatosis yang sudah ada sebelumnya, penyakit Paget, osteochondroma, atau
chondromatosis sinovial.2,86 Chondrosarcoma pada foto polos muncul sebagai lesi lesi ekspansif
dengan kalsifikasi internal berbentuk cincin, lengkung, atau popcorn (Gambar 64). Mungkin ada
penebalan atau scalloping korteks, dan mungkin ada massa jaringan lunak. Metastase jarang
terjadi.

Kondroma. Salah satu diagnosis diferensial untuk lesi destruktif sakrum adalah chordoma,
tumor yang timbul dari sisa notochord86 (Gambar 12). Biasanya mempengaruhi pasien berusia di
atas 40 tahun, tumor ini terlihat sedikit lebih umum pada pria. Hal ini terlihat paling umum di
clivus, sacrum, dan vertebra C2, biasanya sebagai lesi litik, dengan kalsifikasi sesekali dalam
matriks.86

Fibrous displasia adalah tumor jinak yang ditandai dengan penggantian tulang cancellous
normal oleh fibroblas dan matriks fibrosa, dengan trabekula diselingi dari tulang tenunan yang
belum matang.87 Biasanya menyerang pasien berusia di bawah 30 tahun, lesi terletak di dalam
tulang, ekspansif, dengan panah Zona transisi dan kabut, serta gambaran "ground glass" (Gambar
65). Trabekula yang menonjol dan margin sklerotik mungkin atau mungkin tidak terlihat.
Displasia fibrosa paling sering menyerang femur proksimal, tibia, atau humerus, namun juga
terlihat pada tulang panggul, tulang rusuk, dan tulang kraniofasial. Bagian cystic atau
cartilaginous dari lesi dapat dilihat.87,88 Sebagian kecil pasien yang terkena dampak memiliki
keterlibatan polioopotik, yang mungkin disertai gangguan endokrin pada Sindrom McCune-
Albright.
Aneurysmal Bone Cyst. Kista tulang aneurysmal adalah lesi tulang jinak, ekspansif, lucent, yang
biasanya menyerang pasien berusia antara 10 dan 30 tahun. Diyakini hasil dari penyumbatan
vena atau malformasi vaskular di tulang, arsitektur internal terdiri dari rongga yang dipenuhi
darah dengan septae yang mengganggu, meskipun varian padat telah dijelaskan. Mereka paling
sering terjadi pada lutut, dengan panggul terlibat dalam 10 sampai 15% kasus. Mereka mungkin
timbul dari lesi jinak atau ganas yang sudah ada sebelumnya. Secara radiografi, kista tulang
aneurisma tampak sebagai lesi yang jelas dengan batas sklerotik yang terdefinisi dengan baik,
dan seringkali terjadi penggembungan korteks (Gambar 66). Pada MR, cairan-cairan bisa terlihat.
Setelah kuretase, mereka sering kambuh lagi.

Osteochondroma merupakan kelainan tumor tulang yang paling umum dimana terdapat tulang
yang tidak normal antara kontinuitas korteks dan rongga meduler dengan tulang yang
mendasarinya.2,86 Lesi ini biasanya terletak di metafisis, sering menunjukkan kontinuitas dengan
pelat pertumbuhan. Ada tutup tulang rawan, dan melalui osifikasi endokondral, lesi ini terus
membesar sampai jatuh tempo kerangka. Beberapa lesi, seringkali dengan deformitas tulang yang
terlibat, terlihat pada exostoses multipel herediter (HME) (Gambar 67). Perubahan menjadi ganas
terjadi pada sekitar 1% lesi soliter, namun 5 sampai 15% kasus dengan HME. 86

Enchondromatosis. Pelvis dan femur mungkin terlibat dengan enchondromatosis. Kelainan


bentuk tulang dan lepuhan yang terlibat, lesi berbentuk tidak teratur dengan dystrophic internal,
cincin atau busur. Kalsifikasi terlihat86 (Gambar 68).

Neurofibromatosis adalah displasia yang dominan autosomal, ditandai dengan perkembangan


lesi kulit, tumor saraf, dan sarkoma.90 Keterlibatan panggul yang berlawanan dapat menunjukkan
kelainan bentuk panggul atau acetabulum, skoliosis, dan dislokasi pinggul kronis 90 (Gambar 69).
Pada tulang panjang, seperti tibia, pseudarthroses, erosi kortikal, fibromas yang tidak
bereproduksi, dan deformitas dapat terlihat.2

Simple bone cyst dianggap sebagai gangguan pertumbuhan tulang yang terlokalisir, dan bukan
neoplasma sejati.2 Yang paling umum menyerang pasien berusia di bawah 30 tahun, etiologi
kista tulang sederhana tidak diketahui.90 Ini mempengaruhi femur proksimal dan humerus paling
sering, dengan tempat yang kurang umum termasuk ilium dan kalkaneus. Lesi ini muncul sebagai
lesi lucent yang terpusat dengan margin sklerotik (Gambar 70). Sepsis osseous dapat dilihat pada
kista, dan fraktur patologis dapat menghasilkan tanda "fragmen yang jatuh" dari fragmen tulang
yang melayang bebas pada kista. 90

Langerhans Cell Histiocytosis. Proliferasi sel mononuklear nonneoplastik, histiositosis sel


Langerhans paling sering menyerang anak di bawah usia 15 tahun.85 Setiap tulang dapat
terpengaruh, dengan kerangka aksial dan tulang panjang yang paling sering dilibatkan. Berbagai
tampilan radiografi dapat terlihat, bervariasi dari lesi litik yang tajam ke lesi dengan zona transisi
dan elevasi periosteal yang lebar (Gambar 71). Di tulang belakang, keterlibatan vertebra dapat
menyebabkan kolaps vertebra, menghasilkan tampilan plana vertebra.85

Metastasis. Metastasis adalah tumor tulang ganas yang paling umum.2,85 Kerangka aksial paling
sering terkena, akibat penyebaran keganasan hematogen. Banyak pencitraan radiografi yang
berbeda dapat dilihat dengan penyakit metastasis, termasuk sklerotik, litik, atau sklerotik
campuran dan lesi litik (Gambar 72). Indeks kecurigaan yang tinggi harus dijaga saat
mengevaluasi lesi pada panggul. Pencitraan tulang MRI, CT, atau radionuklida dapat membantu
untuk menandai lesi, mencari tumor primer, atau mengevaluasi lesi metastatik lainnya.

Tumor Giant-Cell. Tumor sel raksasa adalah proliferasi abnormal sel osteoklas dan stroma,
yang biasanya terletak secara eksentrik di ujung tulang panjang (Gambar 73). Hal ini terjadi
paling sering pada pasien berusia 20 sampai 40 tahun.91 Biasanya lesi agresif, batas sklerotik
biasanya tidak ada. Sekitar 5 sampai 10% kasus mengembangkan metastase, umumnya ke paru-
paru, meskipun radiografi tidak dapat membedakan tumor lainnya dengan tumor raksasa ganas.91

Chondroblastoma. Chondroblastoma adalah lesi yang jarang terjadi tetapi berada dalam
diagnosis banding lesi epifisis pada pasien dengan skeletal yang tidak matur.92 Terjadi paling
sering pada pasien berusia antara 5 dan 25 tahun, lesi ini biasanya ditemukan pada femur distal
dan tibia proksimal, yang jarang terjadi. Pada femur proksimal. Secara radiografi, lesi lentik
eksentrik dengan batas sklerotik, kadang-kadang meluas melalui epifisis ke dalam metafisis,
(Gambar 74).

E. Kesimpulan

Radiografi konvensional pinggul dan panggul berguna untuk menunjukkan spektrum yang luas
dari penyakit yang diturunkan dan didapat. Deteksi dan klasifikasi kelainan yang akurat
membantu klinisi dalam melakukan terapi dan mengedukasi pasien. Pemahaman anatomi
radiografi dan pola penyakit yang terlihat pada panggul dan pinggul meningkatkan kemampuan
ahli radiologi untuk membuat diagnosis yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bergquist TH, Coventry MB: The pelvis and hips, in Berquist TH (ed): Imaging of
Orthopedic Trauma and Surgery. Philadelphia, PA, WB Saunders, 1986, p. 181
2. Greenspan A: Lower limb I: pelvic girdle and proximal femur, in Greenspan A (ed):
Orthopedic Radiology: A Practical Approach (ed 3). Philadelphia, PA, Lippincott, Williams,
and Wilkins, 2000
3. Armbuster TG, Guerra J Jr, Resnick D, et al: The adult hip: an anatomic study. Part I: the
bony landmarks. Radiology 128:1-10, 1978
4. Saks BJ: Normal acetabular anatomy for acetabular fracture assessment: CT and plain film
correlation. Radiology 159:139-145, 198
5. Johnson D, Williams A (eds): Grays Anatomy (ed 39). London, UK, Churchill-Livingstone,
2004
6. Ponseti IV: Growth and development of the acetabulum in the normal child. Anatomical,
histological, and roentgenographic studies. J Bone Joint Surg Am 60:575-585, 1978
7. Whitehouse RW: Pagets disease of bone. Semin Musculoskelet Radiol 6:313-322, 2002
8. Cundy T: Idiopathic hyperphosphatasia. Semin Musculoskelet Radiol 6:307-312, 2002
9. Bowerman JW, Sena JM, Chang R: The teardrop shadow of the pelvis; anatomy and clinical
significance. Radiology 143:659-662, 1982
10. Deesomchok U, Tumrasvin T: Clinical comparison of patients with ankylosing spondylitis,
Reiters syndrome and psoriatic arthritis. J Med Assoc Thai 76:61-70, 1993
11. Stevens MA, El-Khoury GY, Kathol MH, et al: Imaging features of avulsion injuries.
Radiographics 19:655-672, 1999
12. Sundar M, Carty H: Avulsion fractures of the pelvis in children: a report of 32 fractures and
their outcome. Skeletal Radiol 23:85-90, 1994
13. Bui-Mansfield LT, Chew FS, Lenchik L, et al: Nontraumatic avulsions of the pelvis. AJR
Am J Roentgenol 178:423-427, 2002
14. Dihlmann W, Tillmann B: Pericoxal fat stripes and the capsule of the hip joint. The
anatomical-radiological correlations. Rofo Fortschr Geb Rontgenstr Neuen Bildgeb Verfahr
156:411-414, 1992
15. Eastridge BJ, Burgess AR: Pedestrian pelvic fractures: 5-year experience of a major urban
trauma center. J Trauma 42:695-700, 1997
16. Burgess AR, Eastridge BJ, Young JW, et al: Pelvic ring disruptions: effective classification
system and treatment protocols. J Trauma 30: 848-856, 1990
17. Young JW, Burgess AR, Brumback RJ, et al: Lateral compression fractures of the pelvis: the
importance of plain radiographs in the diagnosis and surgical management. Skeletal Radiol
15:103-109, 1986
18. Judet R, Judet J, Letournel E: Fractures of the acetabulum: classification and surgical
approaches for open reduction. Preliminary report. J Bone Joint Surg Am 46:1615-1646,
1964
19. Harris JH Jr, Coupe KJ, Lee JS, et al: Acetabular fractures revisited: part 2, a new CT-based
classification. AJR Am J Roentgenol 182:1367-1375, 2004
20. Hougaard K, Thomsen PB: Traumatic posterior fracture-dislocation of the hip with fracture
of the femoral head or neck, or both. J Bone Joint Surg Br 70:233-239, 1988
21. Oakes DA, Jackson KR, Davies MR, et al: The impact of the Garden classification on
proposed operative treatment. Clin Orthop 409:232-240, 2003
22. Caviglia HA, Osorio PQ, Comando D: Classification and diagnosis of intracapsular fractures
of the proximal femur. Clin Orthop 399:17-27, 2002
23. Blundell CM, Parker MJ, Pryor GA, et al: Assessment of the AO classification of
intracapsular fractures of the proximal femur. J Bone Joint Surg Br 80:679-683, 1998.
24. Fox KM, Magaziner J, Hebel JR et al: Intertrochanteric versus femoral neck hip fractures:
differential characteristics, treatment, and sequelae. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 54:M635-
640, 1999
25. Daffner RH, Pavlov H: Stress fractures: current concepts. AJR Am J Roentgenol 159:245-
252, 1992
26. Boles CA, el-Khoury GY: Slipped capital femoral epiphysis. Radiographics 17:809-823,
1997
27. Bloomberg TJ, Nuttall J, Stoker DJ: Radiology in early slipped femoral capital epiphysis.
Clin Radiol 29:657-667, 1978
28. Stutz G, Kuster MS, Kleinstuck F, et al: Arthroscopic management of septic arthritis: stages
of infection and results. Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc 8:270-274, 2000
29. Volberg FM, Sumner TE, Abramson JS, et al: Unreliability of radiographic diagnosis of
septic hip in children. Pediatrics 74:118 -120, 1984
30. Milgram JW, Rana NA: Resection arthroplasty for septic arthritis of the hip in ambulatory
and nonambulatory adult patients. Clin Orthop 272:181-191, 1991
31. Osman AA, Govender S: Septic sacroiliitis. Clin Orthop 313:214-219, 1995
32. Ford LS, Ellis AM, Allen HW, et al: Osteomyelitis and pyogenic sacroiliitis: a difficult
diagnosis. J Paediat Child Health 40:317-319, 2004
33. Malaviya AN, Kotwal PP: Arthritis associated with tuberculosis. Best Pract Res Clin
Rheumatol 17:319-343, 2003
34. Ellis ME, el-Ramahi KM, al-Dalaan AN: Tuberculosis of peripheral joints: a dilemma in
diagnosis. Tuber Lung Dis 74:399-404, 1993
35. Zvulunov A, Gal N, Segev Z: Acute hematogenous osteomyelitis of the pelvis in childhood:
diagnostic clues and pitfalls. Pediatr Emerg Care 19:29-31, 2003
36. Conrozier T, Tron AM, Mathieu P, et al: Quantitative assessment of radiographic normal and
osteoarthritic hip joint space. Osteoarthritis Cartilage 3:81-87, 1995 (suppl A)
37. Conrozier T, Merle-Vincent F, Mathieu P, et al: Epidemiological, clinical, biological and
radiological differences between atrophic and hypertrophic patterns of hip osteoarthritis: a
case-control study. Clin Exp Rheumatol 22:403-408, 2004
38. Avimadje AM, Pellieux S, Goupille P, et al: Destructive hip disease complicating traumatic
paraplegia. Joint Bone Spine 67:334-336, 2000
39. OConnor BL, Palmoski MJ, Brandt KD: Neurogenic acceleration of degenerative joint
lesions. J Bone Joint Surg Am 67:562-572, 1985
40. Scutellari PN, Orzincolo C: Rheumatoid arthritis: sequences. Eur J Radiol 27:S31-38, 1998
(suppl 1)
41. Gusis SE, Riopedre AM, Penise O, et al: Protrusio acetabuli in seronegative
spondyloarthropathy. Semin Arthritis Rheum 23:155-160, 1993
42. Puhakka KB, Melsen F, Jurik AG, et al: MR imaging of the normal sacroiliac joint with
correlation to histology. Skeletal Radiol 33:15-28, 2004
43. Brower AC, Flemming DJ: Arthritis in Black and White (ed 2). Philadelphia, PA, Saunders,
1997
44. Pachman LM: Juvenile dermatomyositis. Pediatr Clin North Am 33: 1097-1117, 1986
45. Pachman LM: Juvenile dermatomyositis: immunogenetics, pathophysiology, and disease
expression. Rheum Dis Clin North Am 28:579-602, 2002
46. Aldridge JM 3rd Urbaniak JR: Avascular necrosis of the femoral head: etiology,
pathophysiology, classification, and current treatment guidelines. Am J Orthop 33:327-332,
2004
47. Ficat RP: Idiopathic bone necrosis of the femoral head. Early diagnosis and treatment. J
Bone Joint Surg Br 67:3-9, 1985
48. Thompson GH, Salter RB: Legg-Calve-Perthes disease. Current concepts and controversies.
Orthop Clin North Am 18:617-635, 1987
49. Singh M, Nagrath AR, Maini PS: Changes in trabecular pattern of the upper end of the
femur as an index of osteoporosis. J Bone Joint Surg Am 52:457-467, 1970
50. Koot VC, Kesselaer SM, Clevers GJ, et al: Evaluation of the Singh index for measuring
osteoporosis. J Bone Joint Surg Br 78:831 814, 1996
51. Jevtic V: Imaging of renal osteodystrophy. Eur J Radiol 46:85-95, 2003
52. Reginato AJ, Coquia JA: Musculoskeletal manifestations of osteomalacia and rickets. Best
Pract Res Clin Rheumatol 17:1063 -1080, 2003
53. States LJ: Imaging of metabolic bone disease and marrow disorders in children. Radiol Clin
North Am 39:749-772, 2001
54. Hardy C, Murphy WA, Siegel BA, et al: X-linked hypophosphatemia in adults: prevalence
of skeletal radiographic and scintigraphic features. Radiology 171:403-414, 1989
55. Whitehouse RW: Pagets disease of bone. Semin Musculoskelet Radiol 6:313-322, 2002
56. Rousiere M, Michou L, Cornelis F, et al: Pagets disease of bone. Best Pract Res Clin
Rheumatol 17:1019-1041, 2003
57. Bhimani MA, Wenz JF, Frassica FJ. Pigmented villonodular synovitis: keys to early
diagnosis. Clin Orthop 386:197-202, 2001
58. Crotty JM, Monu JU, Pope TL Jr: Synovial osteochondromatosis. RadiolClin North Am
34:327-342, 1996
59. Kim SH, Hong SJ, Park JS, et al: Idiopathic synovial osteochondromatosis of the hip:
radiographic and MR appearances in 15 patients. Korean J Radiol 3:254-259, 2002
60. Ea HK, Liote F: Calcium pyrophosphate dihydrate and basic calcium phosphate crystal-
induced arthropathies: update on pathogenesis, clinical features, and therapy. Curr
Rheumatol Rep 6:221-227, 2004
61. Garcia GM, McCord GC, Kumar R: Hydroxyapatite crystal deposition disease. Semin
Musculoskelet Radiol 7:187-193, 2003
62. Phornphutkul C, Introne WJ, Perry MB, et al: Natural history of alkaptonuria. N Engl J Med
347:2111-2121, 2002
63. de Vernejoul MC, Benichou O: Human osteopetrosis and other sclerosing disorders: recent
genetic developments. Calcif Tissue Int 69:1-6, 2001
64. Vanhoenacker FM, De Beuckeleer LH, Van Hul W, et al: Sclerosing bone dysplasias:
genetic and radioclinical features. Eur Radiol 10:1423-1433, 2000
65. Shapiro F: Osteopetrosis. Current clinical considerations. Clin Orthop 294:34-44, 1993
66. Karkabi S, Reis ND, Linn S, et al: Pyknodysostosis: imaging and laboratory observations.
Calcif Tissue Int 53:170-173, 1993
67. Rozencwaig R, Wilson MR, McFarland GB Jr: Melorheostosis. Am J Orthop 26:83-89,
1997
68. Lagier R, Mbakop A, Bigler A: Osteopoikilosis: a radiological and pathological study.
Skeletal Radiol 11:161-168, 1984
69. Mungovan JA, Tung GA, Lambiase RE, et al: Tc-99m MDP uptake in osteopoikilosis. Clin
Nucl Med 19:6-8, 1994
70. Rauch F, Glorieux FH. Osteogenesis imperfecta. Lancet 363:1377-1385, 2004
71. Sillence DO, Senn A, Danks DM: Genetic heterogeneity in osteogenesis imperfecta. J Med
Genet 16:101-116, 1979
72. Roughley PJ, Rauch F, Glorieux FH: Osteogenesis imperfecta clinical and molecular
diversity. Eur Cell Mater 5:41-47, 2003
73. Weinstein SL, Mubarak SJ, Wenger DR: Developmental hip dysplasia and dislocation: Part I.
AAOS Instruc Course Lecture 53:523-530,2004
74. Weinstein SL, Mubarak SJ, Wenger DR: Developmental hip dysplasia and dislocation: Part
II. AAOS Instruc Course Lecture 53:531-542, 2004
75. Cooperman DR, Wallensten R, Stulberg SD: Acetabular dysplasia in the adult. Clin Orthop
175:79-85, 1983
76. Lavigne M, Parvizi J, Beck M, et al: Anterior femoroacetabular impingement: part I.
Techniques of joint preserving surgery. Clin Orthop 418:61-66, 2004
77. Beck M, Leunig M, Parvizi J, et al: Anterior femoroacetabular impingement: part II.
Midterm results of surgical treatment. Clin Orthop 418:67-73, 2004
78. Lemyre E, Azouz EM, Teebi AS, et al: Bone dysplasia series. Achondroplasia,
hypochondroplasia and thanatophoric dysplasia: review and update. Can Assoc Radiol J
50:185-197, 1999
79. Keiper GL Jr, Koch B, Crone KR: Achondroplasia and cervicomedullary compression:
prospective evaluation and surgical treatment. PediatrNeurosurg 31:78-83, 1999
80. Anton CG, Applegate KE, Kuivila TE, et al: Proximal Femoral Focal Deficiency (PFFD):
more than an abnormal hip. Semin Musculoskelet Radiol 3:215-226, 1999
81. Kant P, Koh SH, Neumann V, et al: Treatment of longitudinal deficiency affecting the femur:
comparing patient mobility and satisfaction outcomes of Syme amputation against extension
prosthesis. J Pediatr Orthop 23:236-242, 2003
82. Chen SJ, Li YW, Wang TR, et al: Bony changes in common mucopolysaccharidoses.
Zhonghua Min Guo Xiao Er Ke Yi Xue Hui Za Zhi37:178-184, 1996
83. Mahboubi S, Glaser DL, Shore EM, et al: Fibrodysplasia ossificans progressiva. Pediatr
Radiol 31:307-314, 2001
84. Chang MY, Shih LY, Dunn P, et al: Solitary plasmacytoma of bone. J Formos Med Assoc
93:397-402, 1994
85. Michel JL, Gaucher-Hugel AS, Reynier C, et al: POEMS syndrome: imaging of skeletal
manifestations, a study of 8 cases. J Radiol 84:393-397, 2003
86. Unni KK: Dahlins Bone Tumors: General Aspects and Data on 11,087 Cases (ed 5).
Philadelphia, PA, Lippincott-Raven Publishers, 1996, pp291-390
87. Fitzpatrick KA, Taljanovic MS, Speer DP, et al: Imaging findings of fibrous dysplasia with
histopathologic and intraoperative correlation. AJR Am J Roentgenol 182:1389-1398, 2004
88. Hermann G, Klein M, Abdelwahab IF, et al: Fibrocartilaginous dysplasia. Skeletal Radiol
25:509-511, 1996
89. Haga N, Nakamura S, Taniguchi K, et al: Pathologic dislocation of the hip in von
Recklinghausens disease: a report of two cases. J PediatrOrthop 14:674-676, 1994
90. Ahn JI, Park JS: Pathological fractures secondary to unicameral bone cysts. Int Orthop
18:20-22, 1994
91. Tunn PU, Schlag PM: Giant cell tumor of bone. An evaluation of 87 patients. Z Orthop Ihre
Grenzgeb 141:690-698, 200
92. Ramappa AJ, Lee FY, Tang P, et al: Chondroblastoma of bone. J BoneJoint Surg Am 82-
A:1140-1145, 2000

Anda mungkin juga menyukai