( Hindu-Budha)
Mataram Hindu Wangsa Sanjaya (732 M) Prabu Harisdarma seorang raja dari Kerajaan
Sunda. Ia juga merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah. Ayahnya bernama
Bratasenawa yang merupakan raja ketiga Kerajaan Galuh. Saat pemerintahan
Bratasenawa pada tahun 716 M, Kerajaan Galuh dikudeta oleh Purbasora. Purbasora
dan Bratasena adalah saudara satu ibu, tetapi lain ayah. Bratasenawa beserta
keluarga melarikan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta bantuan pada
Tarusbawa. Tarusbawa sendiri adalah teman dekat Prabu Harisdarma sendiri adalah
suami dari cucu Tarusbawa.
Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh menyerang Purbasora yang saat itu
menguasai Kerajaan Galuh dengan bantuan dari Tarusbawa dan berhasil
melengserkannya. Prabu Harisdarma pun menjadi raja Kerajaan Sunda Galuh. Prabu
Harisdarma yang juga ahli waris dari Kalingga, kemudian menjadi penguasa Kalingga
Utara yang disebut Bumi Mataram dan dikenal dengan nama Sanjaya pada tahun 732
M. Sanjaya atau Prabu Harisdarma, raja kedua Kerajaan Sunda (723-732 M), menjadi
raja Kerajaan Mataram (Hindu) (732-760 M). ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno
sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.
Prasasti Canggal merupakan salah satu bukti sejarah kerajaan mataram kuno Prasasti
yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka Tahun 732
M dalam bentuk Candrasangkala. Menggunakan huruf pallawa dan bahasa sangsekerta.
Isi dari prasasti tersebut menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) yang
merupakan agama Hindu beraliran Siwa di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanya serta
menceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah sena yang kemudian
digantikan oleh Sanjaya.
Prasasti Metyasih/Balitung Prasasti ini ditemukan di desa Kedu, berangka tahun 907
M. Prasasti Metyasih yang diterbitkan oleh Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa
Sanjaya ke-9) terbuat dari tembaga.. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan
pemberian hadiah tanah kepada lima orang patihnya di Metyasih, karena telah berjasa
besar terhadap Kerajaan serta memuat nama para raja-raja Mataram
Kuno, Adapun nama raja dari Wangsa Sanjaya yang pernah berkuasa, diantaranya :
Visi dan Misi Rakai Panggalan yaitu selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu
pengetahuan. Perwujudan dari visi dan misi tersebut yaitu Catur Guru. Catur berarti
empat Guru berarti berat. Jadi artinya empat guru yang mempunyai tugas berat. Catur
Guru terdiri dari :
Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.
Guru Swadaya, Tuhan
Guru Surasa, Bapak dan Ibu Guru di sekolah
Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama
Pemberian penghormatan dalam bidang pendidikan, maka kesadaran hukum dan
pemerintahan di Mataram masa Rakai Pananggalan dapat diwujudkan.
Mataram Budha Wangsa Syailendra (752 M) Syailendra adalah wangsa atau dinasti
Kerajaan Mataram Kuno yang beragama Budha. Wangsa Syailendra di Medang, daerah
Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa sejak tahun 752 M dan hidup
berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.
Nama Syailendra pertama kali dijumpai dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun
778 M. Ada beberapa sumber yang menyebutkan asal-usul keluarga Syailendra, Yaitu :
Nilakanta Sastri dan Moes yang berasal dari India dan menetap di Palembang
menyatakah bahwa pada tahun 683 M keluarga Syailendra melarikan diri ke Jawa
karena terdesak oleh Dapunta Hyan merupakan salah satu sumber sejarah
Kumudian ada Codes beranggapan bahwa Syailendra yang ada di Nusantara berasal
dari Funan (Kamboja). Kerusuhan yang terjadi di Funan mengakibatkan keluarga
Kerajaan Funan menyingkir ke Jawa dan menjadi penguasa di Mataram pada abad ke-8
M dengan menggunakan nama Syailendra.
1. Prasasti Sojomerto
Prasasti yang berasal dari pertengahan abad ke-7 itu berbahasa Melayu Kuno di desa
Sojomerto, Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa Dapunta Syailendra adalah
penganut agamat Siwa
2.Prasasti Kalasan
Prasasti yang berangka tahun 778 M merupakan prasasti peninggala Wangsa Sanjaya.
Prasasti ini menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran atas
permintaan keluarga Syailendra serta sebagai penghadiahan desa Kalasan untuk umat
Budha.
3.Prasasti Klurak
Prasasti yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan menyebutkan tentang
pembuatan Arca Manjusri yang merupakan perwujudan Sang Budha, Wisnu dan
Sanggha. Prasasti ini juga menyebutkan nama raja yang berkuasa saat itu yang
bernama Raja Indra.
Kehidupan sosial Kerajaan Mataram Dinasti Syailendra ditafsirkan telah teratur. Hal
ini dilihat dari pembuatan Candi yang menggunakan tenaga rakyat secara bergotong
royong. Dari segi budaya Kerajaan Dinasti Syailendra juga banyak meninggalkan
bangunan-bangunan megah dan bernilai.
Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :
Kerajaan Mataram Kuno dikenal sebagai kerajaan yang toleran dalam hal beragama.
Sebab, di Kerajaan Mataram Lama berkembang agama Buddha dan Hindu secara
berdampingan. Kerajaan ini diperintah oleh dua dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya yang
beragama Hindu dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha.
Disebutkan juga tentang Pulau Jawa yang subur dan banyak menghasilkan gandum atau
padi dan kaya akan tambang emas, yang mula-mula diperintah oleh Raja Sanna. Setelah
Raja Sanna meninggal, ia digantikan oleh Raja Sanjaya, anak saudara perempuan Raja
Sanna. Raja Sanjaya adalah seorang raja yang gagah berani yang telah menaklukkan raja
di sekelilingnya dan menjadikan kemakmuran bagi rakyatnya . Menurut Carita
Parahyangan (buku sejarah Pasundan), disebutkan Sanna berasal dari Galuh (Ciamis).
Selain prasasti Canggal, ada juga prasasti Kalasan (778 M) yang terdapat di sebelah
timur Yogyakarta. Dalam prasasti itu disebutkan Raja Panangkaran dengan nama
Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Hal itu menunjukkan
bahwa raja-raja keturunan Sanjaya termasuk keluarga Syailendra.
Prasasti Kedu ( Prasasti Mantyasih ) berangka tahun 907 M mencantumkan silsilah raja-
raja yang memerintah di Kerajaan Mataram. Prasasti Kedu dibuat pada masa Raja Rakai
Dyah Balitung. Adapun silsilah raja-raja yang pernah memerintah di Mataram yaitu
sebagai berikut.
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Rakai Dyah Balitung.
Menurut prasasti Kedu dapat diketahui bahwa Raja Sanjaya digantikan oleh Rakai
Panangkaran. Selanjutnya salah seorang keturunan raja Dinasti Syailendra yang
bernama Sri Sanggrama Dhananjaya berhasil menggeser kekuasaan Dinasti Sanjaya
yang dipimpin Rakai Panangkaran pada tahun 778. Sejak saat itu, Kerajaan Mataram
dikuasai sepenuhnya oleh Dinasti Syailendra.
Tahun 778 sampai dengan tahun 856 sering disebut sebagai pemerintahan selingan.
Sebab, antara Dinasti Syailendra dan Dinasti Sanjaya silih berganti berkuasa. Dinasti
Syailendra yang beragama Buddha mengembangkan Kerajaan Mataram Lama yang
berpusat di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan Dinasti Sanjaya yang beragama
Hindu mengembangkan kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah bagian Utara.
Puncak kejayaan Dinasti Sanjaya terjadi pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung
yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia mendirikan candi Prambanan dan
Loro Jonggrang menurut model candi-candi Syailendra. Masa pemerintahan raja-raja
Mataram setelah Dyah Balitung tidak terlalu banyak sumber yang menceritakannya.
Yang dapat diketahui adalah nama-nama raja yang memerintah, yakni, Daksa (913-919),
Wawa (919-924), Tulodhong (924-929), sampai Mpu Sindok pada tahun 929 M
memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang ke Daha (Jawa Timur) dan mendirikan
dinasti baru yaitu Dinasti Isanawangsa.
Ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan raja ini datanglah dinasti Syailendra
dipimpin rajanya, Bhanu (yang kemudian digantikan Wisnu), dan menyerang wangsa
Sanjaya hingga melarikan diri ke Dieng, Wonosobo. Selain itu, Raja Panangkaran juga
dipaksa mengubah kepercayaannya dari Hindu ke Buddha. Adapun penerus wangsa
Sanjaya setelah Panangkaran tetap beragama Hindu.
a) Prasasti Perot, berangka tahun 850 M, menyebutkan bahwa Pikatan adalah raja yang
sebelumnya bergelar Patapan.
b) Prasasti Argopuro yang dikeluarkan Kayuwangi pada tahun 864 M.
c) Tulisan pada sebelah kanan dan kiri pintu masuk candi Plaosan menyebutkan nama
Sri Maharaja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan.
Diduga tulisan tersebut merupakan catatan perkawinan antara Rakai Pikatan dan Sri
Kahulunan. Sri Kahulunan diduga adalah Pramodhawardhani, putri Samaratungga, dari
dinasti Syailendra. Mengenai pernikahan mereka dikisahkan kembali dalam prasasti
Karang Tengah.
Sebagai raja, Pikatan berusaha menguasai seluruh Jawa Tengah, namun harus
menghadapi wangsa Syailendra yang saat itu menjadi penguasa Mataram Buddha.
Untuk itu, Pikatan menggunakan taktik menikahi Pramodhawardhani, putri
Samaratungga, Raja Mataram dari dinasti Syailendra. Pernikahan ini memicu
peperangan dengan Balaputradewa yang merasa berhak atas tahta Mataram sebagai
putra Samaratungga. Balaputradewa kalah dan Rakai Pikatan menyatukan kembali
kekuasaan Mataram di Jawa Tengah.
7) Sri Maharaja Kayuwangi (855 885 M)
Nama lain Sri Maharaja Kayuwangi adalah Lokapala. Ia mengeluarkan, antara lain, tiga
prasasti berikut.
a) Prasasti Ngabean (879 M), ditemukan dekat Magelang. Prasasti ini terbuat dari
tembaga.
b) Prasasti Surabaya, menyebutkan gelar Sajanotsawattungga untuk Kayuwangi.
c) Prasasti Argopuro (863 M), menyebutkan Rakai Pikatan pu Manuku berdampingan
dengan nama Kayuwangi.
Dalam pemerintahannya, Kayuwangi dibantu oleh dewan penasihat merangkap staf
pelaksana yang terdiri atas lima orang patih. Dewan penasihat ini diketuai seorang
mahapatih.
Di antara raja-raja yang memerintah antara masa Kayuwangi dan Dyah Balitung yang
tercatat dalam prasasti Kedu adalah Sri Maharaja Watuhumalang. Raja-raja
sebelumnya, yaitu Dyah Taguras (885 M), Dyah Derendra (885 887 M), dan Rakai
Gurunwangi (887 M) tidak tercatat dalam prasasti tersebut mungkin karena masa
pemerintahannya terlalu singkat atau karena Balitung sendiri tidak mau mengakui
kekuasaan mereka.
Raja ini dikenal sebagai raja Mataram yang terbesar. Ialah yang berhasil
mempersatukan kembali Mataram dan memperluas kekuasaan dari Jawa Tengah
sampai ke Jawa Timur. Dyah Balitung menggunakan beberapa nama:
Sebenarnya, Balitung bukan pewaris takhta Kerajaan Mataram. Ia dapat naik takhta
karena kegagahberaniannya dan karena perkawinannya dengan putri Raja Mataram.
Selama masa pemerintahannya, Balitung sangat memerhatikan kesejahteraan rakyat,
terutama dalam hal mata pencaharian, yaitu bercocok tanam, sehingga rakyat sangat
menghormatinya.
Tiga jabatan penting yang berlaku pada masa pemerintahan Balitung adalah Rakryan i
Hino (pejabat tertinggi di bawah raja), Rakryan i Halu, dan Rakryan i Sirikan. Ketiga
jabatan itu merupakan tritunggal dan terus dipakai hingga zaman Kerajaan Majapahit.
Balitung digantikan oleh Sri Maharaja Daksa dan diteruskan oleh Sri Maharaja
Tulodhong dan Sri Maharaja Wana. Namun, ketiga raja ini sangat lemah sehingga
berakhirlah kekuasaan dinasti Sanjaya.
Dinasti ini lalu berhasil mendesak wangsa Sanjaya menyingkir ke Pegunungan Dieng,
Wonosobo, di wilayah Jawa Tengah bagian utara. Di sanalah wangsa Sanjaya kemudian
memerintah. Sementara itu, dinasti Syailendra mendirikan Kerajaan Syailendra
(Mataram Buddha) di wilayah sekitar Yogyakarta dan menguasai Jawa Tengah bagian
selatan.
Struktur sosial masyarakat Mataram Kuno tidak begitu ketat, sebab seorang Brahmana
dapat menjadi seorang pejabat seperti seorang ksatria, ataupun sebaliknya seorang
Ksatria bisa saja menjadi seorang pertapa. Dalam masyarakat Jawa, terkenal dengan
kepercayaan bahwa dunia manusia sangat dipengaruhi oleh alam semesta (sistem
kosmologi). Dengan demikian, segala yang terjadi di alam semesta ini akan berpengaruh
pada kehidupan manusia, begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itu, untuk keserasian alam semesta dan kehidupan manusia maka harus
dijalin hubungan yang harmonis antara alam semesta dan manusia, begitu pula antara
sesama manusia. Sistem kosmologi juga menjadikan raja sebagai penguasa tertinggi dan
penjelmaan kekuatan dewa di dunia. Seluruh kekayaan yang ada di tanah kerajaan
adalah milik raja, dan rakyat wajib membayar upeti dan pajak pada raja. Sebaliknya raja
harus memerintah secara arif dan bijaksana.
Dalam bidang kebudayaan, Mataram Kuno banyak menghasilkan karya yang berupa
candi. Pada masa pemerintahan Raja Sanjaya, telah dibangun beberapa candi antara
lain: Candi Arjuna, Candi Bima dan Candi Nakula. Pada masa Rakai Pikatan, dibangun
Candi Prambanan. Candi-candi lain yang dibangun pada masa Mataram Kuno antara
lain Candi Borobudur, Candi Gedongsongo, Candi Sambisari, dan Candi Ratu Baka.
Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, banyak didirikan candi-candi yang bercorak
Hindu dan Buddha. Pernikahannya dengan Pramodhawardhani tidak menyurutkan
Rakai Pikatan untuk berpindah agama. Ia tetap memeluk agama Hindu dan
permaisurinya beragama Buddha. Pembangunan candi-candi dilakukan dengan bekerja
sama. Pramodhawardhani yang bergelar Sri Kahulunan banyak mendirikan candi yang
bersifat Buddha, sedangkan suaminya (Rakai Pikatan) banyak mendirikan candi yang
bersifat Hindu.