Pancasila Sebagai Etika Politik
Pancasila Sebagai Etika Politik
PENDAHULUAN
1
5. Apa sajakah upaya yang dapat dilakukan untuk ber-Etika Politik
Pancasila?
1.3 Tujuan
1. Memahami pengertian Filsafat dan Etika
2. Memahami hakikat Etika Politik
3. Memahami perbedaan dan hubungan antara Filsafat Politik Pancasila dan
Etika Politik Pancasila
4. Memahami rumus kunci dalam menyelenggarakan etika politik Pancasila
5. Memahami upaya yang dapat dilakukan untuk ber-Etika Politik Pancasila
BAB II
PEMBAHASAN
2
Etika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat, maka perlu diadakan
penyegaran kembali pengertian filsafat. Dalam buku yang berjudul Filsafat Pancasila
Secara Ilmiah dan Aplikatif filsafat mempunyai beberapa makna, antara lain:
a. Philosophy is an attempt to understand the world we live in
b. Philosophy is an inquiry into the nature of live and existence
c. Philosophy provides us with rational view of the world, so it is free inquiry of
reason, it gives a rational view of the world.
d. Philosophy is an interpretation of live, its value and meaning. So philosophy
is a reasonable common-sense, reasonable belies or intuitive knowledge
(knowledge that comes to us directly)
3
sulit untuk mewujudkannya. Maksudnya bahwa untuk mewujudkan sesuatu yang
baik itu lebih sulit dari pada sesuatu yang jelek atau jahat.
Demikian perbuatan baik atau buruk itu meliputi seluruh perbuatan manusia.
Perbuatan manusia terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, terhadap benda-
benda di sekitar baik yang anorganis, vegetatip, maupun animal di tinjau dari segi
baik atau buruknya.
Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku
atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya. Filsafat
politik adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
dibela dan di perjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme, fascisme,
demokrasi. Filsafat tersebut erat dengan nama-nama pendahulu-pendahulunya seperti
komunisme oleh Karl marx/fascisme oleh Mussolini dan demokrasi oleh Thomas
Jefferson.
Kiranya tidak mencampuradukkan filsafat politik dengan sistem ekonomi
yang tumbuh bersama antara keduanya, demokrasi adalah filsafat politik sedangkan
kapitalisme adalah sistem ekonomi, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang di
dalamnya terdapat kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi, dan perangsang
bagi hasil kerja selanjutnya terletak pada kauntungan yang di peroleh si pengusaha.
Komunisme sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan komunisme
sebagai suatu sistem ekonomi, yang tepatnya sosialisme, komunisme adalah suatu
filsafat politik yang di barengi sistem ekonomi sosialiame. Sebagai suatu sistem
ekonomi, komunisme menolak kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi dan
meletakan perangsang bagi hasil kerja selanjutnya semata-mata pada kesejahteraan
yang semakin meningkat bagi semua orang, keuntungan sebagai suatu motifnya perlu
di tolak bila mana hanya berarti keuntungan pribadi, yang berarti pemupukan
kekayaan oleh orang seorang bagi dirinya sendiri semata-mata.
Fascisme sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan sistem ekonomi
korporasi. Sistem ekonomi korporasi adalah suatu bentuk kapitalisme dimana Negara
4
mengatur segala pekerjaan menggantikan serikat buruh dan serikat majikan yang
saling bertentangan. Sistem ekonomi korporasi diawasi secara ketat oleh dewan fascis
tertinggi. Singkatnya Negara korporasi adalah suatu kapitalisme dengan bentuk
pemerintahan diktator.
Jadi etika politik adalah suatu cabang dari filsafat politik. Oleh karena itu baik
buruknya perbuatan atau perilaku politik yang dinilai dalam rangka etika politik,
penilaian berdasarkan filsafat politik.
5
bukanlah subjek melainkan hanya objek, maka filsafat politik pancasila
berkeyakinan bahwa manusia adalah subjek dan objek sekaligus.
6
untuk mengetahui apakah semuanya itu dapat dipulangkan kembali atau
dipertanggung jawabkan dari segi Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai
ideology negara ataukah tidak. Kalau dapat berarti memenuhi tuntutan etika politik
Pancasila dan kalau tidak dapat berarti sebaliknya dan harus diluruskan agar dapat
memnuhi tuntutan etika politik Pancasila.
Biasanya orang minta diberi contoh tentang perilaku politik, perbuatan politik,
dan tindakan-tindakan politik seperti itu. Contoh-contoh untuk ini sebaiknya
diperoleh melalui jalan diskusi.
Dewasa ini marak terjadi pelanggaran etika politik di Indonesia, bahkan sejak
pemerintahan Orde Lama pun hal ini sudah mewarnai kancah politik di negeri kita
ini. Dalam hal ini peran etika politik pancasila sangat dibutuhkan, karena etika politik
pancasila mampu mendeteksi adanya gejala- gejala awal dari pelanggaran terhadap
filsafat politik pancasila. Etika politik juga mampu mengubah paradigma politik:
Dari Politik yang sering dilihat sebagai sebuah pertarungan kekuatan dan
kepentingan.Kecenderungannya adalah untuk mencapai tujuan dengan
menghalalkan segalacara, sehingga tujuan politik yang menghasilkan
kesejahteraan rakyat itu hanya sebatas mimpi. Dunia politik juga dapat
merubah kawan menjadi lawan,dan sebaliknya, musuh menjadi teman untuk
kepentingan individu dan golongan.Bahkan, rakyat pun bisa menjadi sasaran
permainan politik, martabat bangsadigadaikan, dan harga diri dipertaruhkan.
7
Berikut akan dipaparkan suatu gambaran atau contoh pelanggaran-
pelanggaran etika politik yang mungkin terjadi:
a. Pelanggaran etika politik yang paling besar adalah perbuatan yang bertujuan
meniadakan atau mengganti Pancasila dengan ideologi negara yang lain. Ini
berarti pembubaran negara Pancasila yang setiap 1 Oktober selalu kita
peringati mulai berdirinya.
b. Menghilangkan cita- cita hukum (Rechsidee),yang menguasai dasar hukum
negara kita, baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.
c. Secara sengaja menafsirkan secara keliru pasal- pasal aturan perundangan
sehingga bertentangan dengan Pancasila, dan melaksanakannya sejalan
dengan kekeliruannya yang disengaja tersebut sehingga bertentangan dengan
maksud dan jiwa Pancasila.
d. Pelanggaran dalam tata pergaulan dalam rangka aktifitas politik di dalam
Negara Pancasila.
e. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan social. Budaya politik yang
cendrung antagonis, pada akhirnya sering membenarkan kekerasan sebagai
panglima digjaya. Ketamakan dan kehausannya berwujud dalamsikap korupsi
sehingga terjadi pengabaian kemiskinan, kesenjangan sosial, dan feodalisme
kekuasaan yang mengangkangi hukum, dan pengabaian pada sejarah
kekerasan di masa lalu dengan mengubur ingatan sosial.
f. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama
dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga
memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
g. Korupsi
Hal ini telah menjadi permasalahan yang pelik di Indonesia. Bahkan sejak
masa Orde Lama pun, korupsi telah mewarnai dunia politik di negara kita.
Apalagi sekarang, korupsi semakin tumbuh subur saja.
Orde Lama
Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960
Antara 1951 - 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal
seperti Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan
Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan
Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel.
8
Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan
pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas
intervensi PM Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang
menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer.
Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu
setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh
dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut
mantan Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap
(kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur
Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara
tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di
Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal
berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal AH
Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan
perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa
Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI.
Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan
korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil.
Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan
korupsi paling subur.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga
terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen
Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas
Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima
Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya.
Proses hukum Suharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot
Subroto, yang kemudian mengirim Suharto ke Seskoad di
Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak
pencalonan Suharto menjadi ketua Senat Seskoad.
9
Orde Baru
Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971
Korupsi orde baru dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-
bisnis strategis.
Reformasi
Dasar Hukum: UU 31 tahun 1999, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh
beberapa institusi:
1. Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi)
2. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
3. Kepolisian
4. Kejaksaan
5. BPKP
6. Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa
(mis: ICW)
h. Mengkonotasikan politik sebagai dunianya laki-laki. Padahal sesungguhnya
politik bicara strategi, kepedulian, dan keadilan. Politik juga memberi hak atas
pilihan pribadi perempuan sebagai manusia yang mandiri, yang suaranya pun
menjadi sesuatu yang penting untuk di dengar.
10
Ketiga, memperkuat komunitas di tingkat akar rumput, terutama perempuan
agar melek politik, serta adanya peraturan yang tegas dan dijamin dalam
hukum (berupa sangsi) yang ketat terhadap proses-proses pengambilan
kebijakan yang tidakmenyertakan perempuan di setiap institusi.
Keempat, perlu memotivasi perempuan untuk bersedia mengambil peran
dalam kancah politik melalui sosialisasi, advokasi dan fasilitasi bagi kader
politik perempuan, pematangan konsensus bersama untuk mewujudkan
keadilan bersama, perempuan dan laki-laki.
Kelima, yang lebih signifikan adalah, membangun proses penyadaran akan
pentingnya etika politik dalam setiap lapisan masyarakat.
Terakhir, ingatan sosial terhadap kekerasan di masa lalu membutuhkan
pertanggungjawaban sebagai wujud dari sebuah etika politik, karena itu, perlu
tindakan kongkrit seluruh instansi, terutama pemerintah dalam menyikapi
situasi ini yang juga melibatkan komponen perempuan di dalamnya.
Dilihat dari rumus rangkaian kesatuan sila-sila Pancasila, maka masalah etika
dalam hal ini etika politik Pancasila, paling dekat dengan sila kedua. Maka dari itu
rumus rangkaian kesatuannya dengan keempat sila yang lain adalah sebagai berikut:
Etika politik Pancasila ialah perilaku atau perbuatan politik yang sesuai
dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersila ketiga, bersila
keempat, bersila kelima, dan bersila kesatu.
Seperti yang kita ketahui, masalah etika adalah masalah nilai; sedangkan
postulat tentang nilai Ilmu Filsafat Pancasila adalah hakikat manusia Pancasila. Maka
dari itu rumus dari rangkaian kesatuan sila-sila dalam Pancasila yang berkenaan
dengan etika Politik Pancasila dimulai dari sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab.
Untuk menjabarkan rumus kunci tersebut ke dalam deskripsi yang cukup jelas
mengenai etika politik Pancasila harus disesuaikan dengan keperluannya. Yakni
setiap sila pancasila harus dijabarkan ke dalam pengertian-pengertiannya dari yang
umum ke yang semakin khusus-konkrit, dan bersamaan dengan itu tidak boleh
11
dilupakan bahwa setiap pengertian jabaran sila-sila Pancasila secara otomatis
dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.
Contoh kasusnya adalah bagaimana berkampanye sesuai dengan etika
Pancasila?, maka jawabannya ada bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya:
Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan,
misalnya jangan menggangu keamanan orang lain, jangan merugikan orang
lain, hubungan dengan sesama manusia harus dijaga agar tetap baik, jangan
sampai bentrok dengan masa partai lain. Langkah ini didasarkan pada sila ke-
3
Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati peraturan berarti menaati
diri kita semua. Langkah ini didasarkan pada sila ke-4
Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya adalah demi
kesejahteraan dan kemakmuran hidup kita bersama, usahakan jangan sampai
menghambat usaha-usaha menuju kemakmuran bersama. Langkah ini
didasarkan pada sila ke-5
Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang berdalihkan Pemilu atau
berkampanye selalu tidak lepas dari pengamatan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Langkah ini didasarkan pada sila ke-1
Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi
politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-
manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk menyelenggarakan
suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.
Itu tadi adalah pengertian politik yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian
politik yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan
dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu tujuan
menghalalkan cara. Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat
dan bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula
tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara
yang lain. Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepada Pancasila. Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik
yang demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi
12
seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi politik dalam pengertiannya yang ilmiah
ini betapa banyak politisi kita yang nampaknya bermasalah.
Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden
Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu pasti
bukan cita-cita Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden Soekarno
dan presiden Suharto yang bisa dinilai tidak nyaman dengan berbagai masalah di
baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau. Semua ini menunjukkan bahwa
merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap
berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh
tidak mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan. Kalau tidak
diupayakan dengan sungguh-sungguh, maka hambatan, kesukaran, dan godaan-
godaan akan selalu membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk
menjalankan politik dalam pengertiannya yang tidak ilmiah, yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada Filsafat Politik Pancasila.
13
a) Mengosongkan diri sendiri, yakni membebaskan diri dari segala
prasangka, baik atau pun buruk
b) Mengobjektifkan diri sendiri, adalah bersikap seperti apa adanya,
mengatakan sesuatu yang baik bukan karena cinta atau simpatinya, dan
mengatakan sesuatu yang buruk bukan karena benci atau tidak
senangnya.
Tidak ada yang tidak mungkin untuk sebuah politik yang beretika!
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika Politik Pancasila adalah cabang dari filsafat politik Pancasila yang
menilai baik dan buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan Filsafat
Politik Pancasila. Peran etika politik Pancasila sangat dibutuhkan dalam menangani
pelanggaran-pelanggaran etika politik di Indonesia, karena etika politik pancasila
mampu mendeteksi adanya gejala- gejala awal dari pelanggaran terhadap filsafat
politik pancasila.
Merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap
berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh tidak
mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Suseno, Franz Magnis. 2007. Etika Politik; Sebuah Keharusan. Yogyakarta: Makalah
Kuliah Umum Prof. Frans Magnis Suseno
15