Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BIOFUEL

BIODIESEL BERBAHAN BAKU ALGA

Oleh :

Ardika Ageng Samudera (1410401074)

AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TIDAR

MAGELANG

2016
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak hal yang mengakibatkan semakin mahalnya harga minyak bumi. Namun satu
fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa minyak bumi akan habis pada suatu saat. Minyak
bumi adalah sumber energi yang tidak bisa diperbarui, minyak bumi dapat diambil dan
dipergunakan selama persediaan di dalam perut bumi masih ada.

Motor diesel yang ada saat ini sebagian besar menggunakan bahan bakar dari minyak
bumi, yaitu solar atau diesel. Beberapa tahun lalu harga solar di Indonesia terpaut sangat jauh
lebih murah dibanding harga bensin, namun dengan perubahan kebijakan pemerintah yang
berusaha melepaskan diri dari jerat subsidi, maka harga solar melambung tinggi. Oleh sebab
itu, jika kita mencari bahan bakar alternatif yang dapat digunakan oleh motor diesel maka
sebaiknya merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari tanaman atau hewan yang dikenal
dengan biodiesel.

Biodiesel adalah semua bahan bakar yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewan
yang merupakan transformasi energi dari matahari menjadi energi kinetik yang paling mudah,
bersih, efisien, dapat diperbarui dan memiliki kesetimbangan energiyang tinggi. Biodiesel
dapat digunakan sebagai bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil atau alkil asam
lemak (ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans atau esterifikasi.
Istilah biodiesel identik dengan bahan bakar murni. Minyak nabati sebagai sumber utama
biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumber daya
utama yang banyak terdapat di suatu tempat atau negara. Indonesia mempunyai banyak
sumber daya untuk bahan baku biodiesel. Salah satu sumber minyak nabati yang potensial
sebagai bahan baku biodiesel yang terdapat di Indonesia yaitu alga.

Alga mengandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin,mineral


dan juga senyawa bioaktif. Sejauh ini, pemanfaatan alga sebagai komoditi perdagangan atau
bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keanekaragaman jenis alga
yang ada di Indonesia. Padahal komponen kimiawi yang terdapat dalam alga sangat
bermanfaat bagi bahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain. Keuntungan
lain yang dimiliki oleh alga adalah tidak diperlukannya peralatan pertanian seperti didarat,

2
didalam budidaya alga tidak membutuhkan penyemaian benih, gas CO2 yang dihasilkan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar , pengambilan hasil panen yang kontinyu dan waktu
tanam alga yang cukup singkat yaitu satu minggu. Keunggulan alga dibandingkan bahan
nabati lain adalah proses pengambilan minyak dilakukan tanpa penggilingan dan langsung
diekstrak dengan bantuan zat pelarut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan antara lain:
1. Bagaimanakah proses pembuatan biodiesel dari alga?
2. Bagaimanakah potensi pengembangan biodesel berbahan baku alga?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui proses pembuatan biodiesel dari alga.
2. Mengetahui potensi pengembangan biodesel berbahan baku alga.
D. Manfaat Hasil Penulisan
Melalui penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
potensi pengembangan biodesel berbahan baku alga sehingga diharapkan dapat mejadi suatu
alternatif penggunaan biodiesel dari alga sebagai pengganti bahan bakar solar.

BAB II
3
KAJIAN PUSTAKA

A. Alga

Alga merupakan tumbuhan autrotrof yang memiliki bentuk yang bermacam-macam,


ada yang menyerupai benang dan ada yang berbentuk tumbuhan tinggi. Ciri utamanya adalah
tidak mempunyai akar, batang, dan daun sesungguhnya seperti yang dimiliki oleh tumbuhan
besar lainya. Alga adalah tumbuhan yang paling efektif proses fotosintesisnya. Hal ini karena
alga mampu mengoptimalkan sinar matahari dalam proses fotosintesis, walaupun sinar
matahari terhalang oleh permukaan air (Briggs, 2004 : 986). Alga sangat besar perananya
dalam biogeokimia yaitu sebagai bagian penting dari siklus N (nitrogen), O (oksigen), S
(Belerang), P (phosphate), dan C (karbon) (Graham dan Wilcox, 2000: 475).

Makroalga dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Alga coklat, yang dapat mencapai ukuran
paling besar, biasa disebut dengan seaweed (rumput laut); Alga hijau dan Alga merah
(Briggs, 2004 : 993). Mikroalgae (Alga mikro) merupakan jenis ganggang yang paling
banyak dikembangkan untuk keperluan riset dan teknologi. Hal ini karena mikroalga
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu pertumbuhanya lebih cepat dan kandungan asam
lemak lebih besar (Sheehan dkk, 1998:63).

Dua faktor terpenting yang dibutuhkan bagi pertumbuhan alga adalah sinar matahari
yang cukup dan karbondioksida. Selain itu alga juga membutuhkan beberapa nutrisi
tambahan seperti nitrogen, phosphate, dan zat besi agar pertumbuhanya cepat dan optimal.
Beberapa jenis alga juga membutuhkan silikon. Alga dapat berkembang pada air laut dan air
tawar, bahkan pada daerah yang basah dan lembab seperti pegunungan dan derah salju. Alga
mempunyai ukuran yang bervariasi dan tingginya bisa mencapai lebih dari 50 meter (Graham
dan Wilcox, 2000:501). Alga sejenis rumput laut (seaweed) tingginya dapat mencapai 70
meter. Alga dalam bentuk mikro biasa disebut dengan phytoplankton yang merupakan sumber
rantai makanan dilaut (Sheehan dkk, 1998:68).

Jenis alga yang sudah dikenal dan dibudidayakan di Indonesia adalah rumput laut
(seaweed). Rumput laut berbentuk koloni dan berkembang pada perairan yang dangkal, pesut
jernih, berpasir, dan berlumpur. Rumput laut biasanya menempel pada karang mati, potongan
kerang dan substrat yang keras lainya, baik yang terbentuk secara alami atau buatan (Briggs,
2004 : 997).

4
B. Kandungan Alga

Menurut Sheehan dkk (1998) ada tiga komponen zat utama yang terkandung dalam
alga, yaitu karbohidrat, protein dan triacyglycerols. Karbohidrat dapat difermentasikan
menjadi alkohol, protein dapat diolah menjadi produk makanan dan kecantikan dan
triacyglycerols dapat diubah asam lemak. Kombinasi dari pemanfaatan tiga komponen diatas
dapat menghasilkan makanan ternak.

Tabel 1 Komposisi Kimia Alga Ditunjukkan dalam Zat Kering (%)

(Sumber: Becker, 1994:195)

Spesies Alga Protein Karbohidrat Lemak Asam Nukleat


Scenedesmus obliquus 50-56 10-17 12-14 3-6
Scenedesmus quadricauda 47 - 1.9 -
Scededesmus dimorphus 8-18 21-52 16-40 -
Chlamydomonas rheinhardii 48 17 21 -
Chlorella vulagris 51-58 12-17 14-22 4-5
Chlorella pyronoidosa 57 26 2 -
Spirogyra sp. 6-20 33-64 11-21 -
Dunaliella bioculata 49 4 8 -
Dunaliella salina 5729 32 6 -
Euglena gracilis 39-61 14-18 14-20 1-2
Prymnesium parvum 29-45 25-33 22-38 -
Tetraselmis maculata 52 15 3 -
Porphyridium cruentum 28-39 40-57 9-14 2-5
Spirulina patensis 46-63 8-14 4-9 3-4.5
Spirulina maxima 60-71 13-16 6-7 5
Synochoccus sp. 63 15 11 -
Anabaema cylindrica 43-56 25-30 4-7 -

C. Biodiesel dan Mekanisme Pembuatannya

Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum. Kelebihan
tersebut antara lain (Haryanto, 2002:135) :

1. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi


2. Mempunyai bilangan setana yang tinggi.
3. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx.
4. Terdapat dalam fase cair.

Biodiesel diproses berdasarkan reaksi kimia yang disebut dengan transesterifikasi.


Proses ini pada dasarnya adalah mereaksikan minyak nabati dengan metanol atau etanol,

5
yang dibantu dengan katalisator soda api (NaOH) atau KOH. Molekul dari minyak dikenal
terdiri dari triester yang ditempeli oleh molekul gliserol dan juga dikenal sebagai trigliserida.
Sekitar 20 % molekul minyak adalah gliserol. Ester dalam minyak adalah bahan dasar dari
minyak biodiesel. Gliserol menjadikan minyak sayur menebal dan lengket. Oleh karena itu,
selama proses pembuatan biodiesel ester dipisahkan dari gliserol. Untuk memecah
trigliserida, perlu ditambahkan katalis. Katalis akan memecah trigliserida dan melepaskan
ester. Pada saat ester terpisah, mereka akan dikombinasikan dengan alkohol. Katalis akan
menggabungkannya dengan gliserol, dan kemudian jatuh ke dasar container reactor biodiesel
atau tangki yang memproduksi alkil ester dan sabun gliserol. Katalis yang biasa digunakan
adalah NaOH (Sodium Hidroksida/Soda Kaustik) dan KOH(Kalium Hidroksida). Namun bila
menggunakan KOH sebagai katalis, maka membutuhkan jumlah bahan yang lebih banyak
(Graham dan Wilcox, 2000:579).

Pada reaksi transesterifikasi minyak tanaman, trigliserida direaksikan dengan alkohol


menghasilkan campuran asam lemak alkil ester dan gliserol. Proses keseluruhan adalah
urutan dari tiga reaksi reversibel, dimana monogliserida terbentuk sebagai intermediet.
Reaksi stoikiometri membutuhkan 1 mol trigliserida dan 3 mol alkohol. Alkohol ditambahkan
berlebih untuk meningkatkan hasil alkil ester yang terbentuk dan agar tejadi pemisahan dari
gliserol. Beberapa faktor seperti jenis katalis (basa atau asam), perbandingan molar alkohol
atau minyak tanaman, temperatur, kemurnian reaktan, dan kandungan asam lemak bebas
berpengaruh terhadap jalannya reaksi transesterifikasi. Penghilangan asam lemak bebas dapat
dilakukan melalui reaksi esterifikasi. Pada reaksi ini asam lemak bebas direaksikan dengan
metanol menjadi sabun sehingga tidak mengurangi perolehan biodiesel. Proses
transesterifikasi menggunakan alkohol akan mengubah trigliserida menjadi alkil ester.
Tujuannya adalah untuk menurunkan viskositas minyak dan meningkatkan daya pembakaran
sehingga dapat digunakan sesuai standar biodiesel. Mekanisme reaksi transesterifikasi dari
minyak tanaman menggunakan katalis basa ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

6
Gambar 1. Reaksi transesterifikasi minyak tanaman menggunakan katalis basa

Reaksi antara basa dengan alkohol, menghasilkan sebuah alkoksida dan katalis yang
terprotonasi (tahap 1). Alkoksida berperan sebagai nukleofil yang menyerang gugus karbonil
dari turunan trigliserida (tahap 2), sehingga terbentuk alkil ester dan anion dari digliserida
(tahap 3). Pada tahap terakhir yaitu deprotonasi katalis, terbentuk katalis seperti semula
(tahap 4) sehingga dapat digunakan kembali untuk bereaksi dengan molekul alkohol
berikutnya. Digliserida dan monogliserida akan diubah dengan mekanisme yang sama untuk
menghasilkan campuran alkil ester dan gliserol (Schuchardt,1997:207).

Metil ester asam lemak memiliki rumus molekul Cn-1H2(n-r)-1COOCH3 dengan nilai
n yang umum adalah angka genap antara 8 sampai 24 dan nilai r yang umum 0, 1, 2,atau 3.
Beberapa metil ester asam lemak yang dikenal adalah :

1. Metil stearat, C17H35COOCH3 [n = 18 ; r = 0]


2. Metil palmitat, C15H31COOCH3 [n = 16 ; r = 0]
3. Metil laurat, C11H23COOCH3 [n = 12 ; r = 0]
4. Metil oleat, C17H33COOCH3 [n = 18 ; r = 1]
5. Metil linoleat, C17H31COOCH3 [n = 18 ; r = 2]
6. Metil linolenat, C17H29COOCH3 [n = 18 ; r = 3]

Kelebihan metil ester asam lemak dibanding asam-asam lemak lainnya :

7
1. Ester dapat diproduksi pada suhu reaksi yang lebih rendah.
2. Gliserol yang dihasilkan dari metanolisis adalah bebas air.
3. Pemurnian metil ester lebih mudah dibanding dengan lemak lainnya karena titik
didihnyalebih rendah.
4. Metil ester dapat diproses dalam peralatan karbon steel dengan biaya lebih rendah
daripadaasam lemak yang memerlukan peralatan stainless steel.

Metil ester asam lemak tak jenuh memiliki bilangan setana yang lebih kecil dibanding
metilester asam lemak jenuh (r = 0). Meningkatnya jumlah ikatan rangkap suatu metil ester
asamlemak akan menyebabkan penurunan bilangan setana (Haryanto, 2002 : 141)..

BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses Pembuatan Biodiesel dari Alga

8
Dalam proses pembuatan biodiesel berbahan baku alga, ada beberapa tahapan proses
yang harus dilakukan yaitu pembudidayaan alga, pemanenan alga, ekstraksi minyak alga, dan
transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel.

a. Proses Kultivasi

Untuk proses kultivasi alga, ada dua metode yang dapat dipilih yaitu menggunakan
open pond (kolam terbuka) dan fotobioreaktor. Penggunaan fotobioreaktor (PBR) lebih
menguntungkan dibandingkan dengan sistem kolam terbuka. Hal ini disebabkan karena
beberapa keunggulan PBR dibandingkan sistem kolam yaitu:

1. Produktivitas lebih tinggi.


2. Mencegah dan mengurangi kontaminasi.
3. Adanya proses pencahayaan dan pengadukan memberikan hasil yang lebih baik.
4. Kondisi pertumbuhan dapat dikontrol selalu (pH, pencahayaan, karbondioksida,
temperature).
5. Mencegah penguapan air.
6. Menghasilkan konsentrai sel yang lebih tinggi
b. Proses Harvesting

Pemanenan alga merupakan faktor utama yang harus diatasi dalam tujuan penggunaan
mikroalga sebagai sumber bahan bakar. Permasalahannya adalah pengembangbiakan
mikroalga memiliki kepekatan yang encer, biasanya kurang dari 500 mg/liter dalam basis
massa organik kering dan memiliki ukuran sel yang sangat kecil. Untuk memproses
mikroalga menjadi biodiesel, mikroalga harus dijadikan ke dalam bentuk pasta terlebih
dahulu, yaitu sekitar 15% padatan. Teknik-teknik seperti flocculation, microstraining,
filtering, sedimentation dan centrifugation biasa digunakan untuk pemanenan mikroalga.
Teknik-teknik ini dapat dikombinasikan bergantung pada ukuran mikroalga dan kualitas
produk yang diinginkan untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi.

Chemical flocculation dan bioflocculation dilakukan untuk menghasilkan densitas


massa mikroalga yang lebih mudah untuk dipindahkan. Dalam teknik bioflocculation,
mikroalga mulai membentuk kumpulan atau koloni alga dalam kondisi tertentu pada sistem
yang timbul. Selain itu, bioflocculation dapat didorong dengan menggunakan biakan mikroba
non-alga. Dalam chemical flocculation, bahan kimia seperti ferric chloride, aluminium sulfat,
ferri sulfat, polymeric flocculants, chitosan digunakan untuk membentuk formasi koloni alga.
Kekurangan dari metode ini adalah biaya pengadaan bahan kimia yang digunakan.

9
Teknik flocculation biasanya diikuti dengan sedimentasi, filtrasi ataupun sentrifugasi.
Dalam proses sedimentasi, mikroalga yang tersuspensi dikumpulkan oleh gaya gravitasi
sehingga menghasilkan konsentrasi massa mikroalga yang lebih mudah untuk dipindahkan.
Sentrifugasi merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperoleh mikroalga dalam
jumlah besar. Efisiensi dari metode ini bergantung pada jenis mikroalga yang digunakan,
pengaturan kedalaman, dan waktu tinggal dari cell slurry. Metode ini memiliki kebutuhan
energi yang paling besar dibandingkan dengan metode yang lainnya.

Filtrasi dapat dilakukan di dalam tekanan atau vakum jika ukuran alga tidak mendekati
ukuran bakteri. Filter mikro (biasanya berukuran 25-20 m) dapat digunakan untuk spesies
spirulina. Jika flocculation dilakukan sebelum filtrasi, maka efisiensi filtrasi yang dihasilkan
akan meningkat.

c. Proses Ekstraksi Minyak Alga

Terdapat dua metode yang paling umum digunakan untuk mengekstraksi minyak dari alga,
yaitu:

1. Pengepresan (Expeller/Press)

Pada metode ini alga yang sudah siap panen dipanaskan dahulu untuk menghilangkan
air yang masih terkandung di dalamnya. Kemudian alga dipres dengan alat pengepres untuk
mengekstraksi minyak yang terkandung dalam alga. Dengan menggunakan alat pengepres ini,
70 75% minyak yang terkandung dalam alga bisa didapatkan.

2. Hexane solvent oil extraction

Minyak dari alga dapat diambil dengan menggunakan larutan kimia, misalnya dengan
menggunakan benzena dan eter. Namum, penggunaan larutan kimia heksana lebih banyak
digunakan sebab harganya yang tidak terlalu mahal. Larutan heksana dapat digunakan
langsung untuk mengekstaksi minyak dari alga atau dikombinasikan dengan alat pengepres.
Cara kerjanya sebagai berikut: setelah minyak berhasil dikeluarkan dari alga dengan
menggunakan alat pengepres, kemudian ampas (pulp) alga dicampur dengan larutan cyclo-
hexane untuk mengambil sisa minyak alga. Proses selanjutnya, ampas alga disaring dari
larutan yang berisi minyak dan cyclo-hexane. Untuk memisahkan minyak dan cyclo-hexane
dapat dilakukan proses distilasi. Kombinasi metode pengepresan dan larutan kimia dapat
mengekstraksi lebih dari 95% minyak yang terkandung dalam alga.

10
3. Supercritical Fluid Extraction

Pada metode ini, CO2 dicairkan dibawah tekanan normal kemudian dipanaskan sampai
mencapai titik kesetimbangan antara fase cair dan gas. Pencairan fluida inilah yang bertindak
sebagai larutan yang akan mengekstraksi minyak dari alga. Metode ini dapat mengekstraksi
hampir 100% minyak yang terkandung dalam alga. Namun, metode ini memerlukan peralatan
khusus untuk penahanan tekanan.

d. Proses Transesterifikasi

Untuk mensintesis minyak alga menjadi biodiesel dilakukan dengan proses


transesterifikasi dengan bantuan katalis untuk mempercepat reaksi. Secara garis besar ada
tiga macam transesterifikasi dengan katalis yang dapat digunakan, yaitu:

1. Transesterifikasi Katalis Basa


2. Transesterifikasi Katalis Asam
3. Transesterifikasi Menggunakan Enzim

Proses transesterifikasi menggunakan katalis basa merupakan proses yang paling umum
dipakai di industri sampai saat ini. Selain itu, proses ini juga menghasilkan biodiesel dengan
kualitas cukup baik untuk digunakan sebagai bahan bakar. Dari sisi teknologi, banyak sekali
teknologi yang berkembang untuk proses transesterifikasi ini, mulai dari proses perlakuan
awal bahan baku (pretreatment), proses transesterifikasi, proses pemisahan biodiesel dan
gliserol, proses pemisahan dan recovery metanol, proses pemisahan gliserol, hingga proses
purifikasi biodiesel dengan air untuk meningkatkan kemurnian biodiesel.

B. Efektifitas Dan Prospek Jangka Panjang Biodiesel Dari Alga

Berdasarkan data Departemen ESDM (2008), kondisi umum penggunaan energi di


Indonesia masih tergantung kepada minyak bumi sebesar 51.66%, gas alam 28.57%,
batubara 15.34%, tenaga air 3.11% dan panas bumi 1.32%. Konsumsi energi terus
meningkat dengan pertumbuhan sekitar 7% pertahun. Sebagai upaya menjamin pasokan
energi dalam negeri, pemerintah telah melakukan diversifikasi energi dengan memanfaatkan
sumber bahan hayati Indonesia melalui pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai
sumber energi alternatif. Pengembangan BBN diharapkan dapat menurunkan penggunaan
Bahan Bakar Minyak (BBM).

11
Terdapat beberapa jenis BBN yang dikenal di masyarakat umum yaitu biodiesel,
bioetanol dan biooil (minyak nabati murni). Penggunaan BBN di Indonesia dan
pemasarannya secara umum sudah mulai dilakukan sejak tahun 2006. BBN yang digunakan
dan dipasarkan tersebut adalah campuran 5% bio-diesel dengan 95% minyak solar, disebut
B5, serta campuran 5% bio-etanol dengan 95% premium, disebut E5. Nama dagang
campuran bahan bakar tersebut adalah Bio-solar (B5) dan Bio-premium (E5).

Biodiesel yang dihasilkan dari alga memiliki kesamaan karakteristik dengan minyak
diesel. Menurut penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, biodiesel bisa
langsung digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel tanpa perlu ada modifikasi
mesin atau campuran dengan bahan bakar solar dengan konsentrasi mulai pada 5%.

Biodiesel memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar lainnya yaitu:

1. Bilangan setana tinggi (di atas 50), yakni bilangan yang menunjukkan ukuran baik
tidaknya kualitas solar berdasarkan sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin.
Semakin tinggi bilangan setana semakin cepat pembakaran dan semakin baik efisiensi
termodinamisnya.
2. Titik kilat tinggi yakni temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap biodiesel
dapat menyala sehingga biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran pada saat disimpan
maupun saat didistribusikan dari pada solar.
3. Tidak mengandung sulfur dan benzena yang mempunyai sifat karsinogen serta dapat
diuraikan secara alami.
4. Menambah pelumasan mesin yang lebih baik dari pada solar sehingga
memperpanjang umur pakai mesin.
5. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi dan
tidak memerlukan modifikasi mesin apapun.
6. Mengurangi asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan walaupun
penambahan hanya 5 10 % volum biodiesel ke dalam solar.

Dari segi lingkungan pemakaian biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan


pemakaian solar yaitu :

1. Pengurangan emisi CO sebesar 50 %.


2. Biodiesel mengandung lebih sedikit hidrokarbon aromatik.
3. Tidak menghasilkan emisi sulfur (SO).
4. Pengurangan emisi partikulat sebesar 60 %.
5. Menghasilkan emisi NOx lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan diesel biasa
disebabkan angka setana yang tinggi.

12
Dari data diatas menunjukkan bahwa biodesel memiliki prospek panjang yang bagus
dalam mencukupi kebutuhan energi bagi masyarakat karena memiliki banyak kelebihan
dibandingkan bahan bakar berbasis minyak bumi (solar). Sedangkan dalam segi
efektifitasnya, potensi biodiesel dapat mengurangi jumlah penggunaan solar sebesar 5-10%.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Proses pembuatan biodiesel berbahan baku alga terdiri dari empat proses, yaitu
proses kultivasi, harvesting, ekstraksi minyak alga dan transesterifikasi.
2. Biodiesel dari alga dapat mengurangi jumlah penggunaan solar sebesar 5-10%.
3. Bahan bakar biodiesel memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan bahan bakar
solar dalam segi efektiftas dan dampak terhadap lingkungan.
13
B. Saran
1. Bagi pemerintah diharapkan dapat berpatisipasi dalam mengembangkan serta lebih
memperkenalkan biodiesel berbahan baku alga sebagai bahan bakar pengganti solar
kepada masyarakat.
2. Bagi perusahaan-perusahaan sebaiknya menjadi sarana penyedia bahan bakar ramah
lingkungan.
3. Bagi masyarakat diharapkan menggunakan bahan bakar nabati (BBN) untuk
mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis minyak yang tidak diperbaharui.

DAFTAR PUSTAKA

Becker, E.1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. New York : Pretice-Hall Mc.
Engelwood Cliffs.

Briggs, M. 2004. Widescale Biodiesel Production from Algae. New York : Heidelberg.

Graham dan Wilcox. 2000. Algae. USA: Pretince Hall Inc.

Haryanto, 2002 . Mekanisme Reaksi dan Sistem Operasi. Jakarta : Salemba Empat

Schuchardt .1997. Transesterification of Vegetable Oils. New York : Braz Chemical


Sociation.

14
Sheehan. J, Dunahay. T, Benemann. J, and Roessler. P. 1998 .A look back at the U.S.
Department of Energy's Aquatic Species Program-Biodiesel from Algae.US : National
Renewable Energy Laboratory, Golden, CO.

15

Anda mungkin juga menyukai