Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu tanpa ada halangan sedikitpun.
Tujuan kami membuat makalah ini sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa
yang membutuhkan ilmu tambahan tentang Makalah Terapi Okupasi.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada orang tua yang telah memberikan dukungan bagi kami. Serta tak lupa
teman teman yang ikut bekerja sama menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna
maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Karena kesalahan adalah milik semua orang dan kesempurnaan hanya milik
Allah SWT. Semoga makalah ini dapat berguna dan membantu proses pembelajaran.

Ungaran, 9 Oktober 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar orang beranggapan bahwa rehabilitasi merupakan kegiatan
exyramural dari pengobatan pasien mental sehingga selalu diorentasikan pada
pekerjaan dan masalah-masalah social saja, hal tersebut tentunya kurang sesuai
dengan tuntutan dan perkembangan psikiatri modern. Dengan adanya kemajuan
dibidang psiko-farmakai dimana telah ditemukan berbagai jenis obat yang dapat
mempercepat hilangnya/kurang gejala-gejala psikiatrik,maka bentuk pelayanan
rehabilitasi juga harus disesuaikan dengan kemajuan tersebut maka perlu disusun
kegiatan yang diberikan pada para rehabilitan yang sesuai ketika mereka dirawat di
Rumah Sakit Jiwa.Upaya Rehabilitasi pasien mental di Indonesia mulai dirintis pada
tahun 1969 dan berkembang sampai sekarang ini.
Menurut L.E.Hinsie dan RJ.Cambell pengertian rehabilitasi dalam psychiatric
Dictionary adalah segala tindakan fisik,penyesuaian psikososial dan latihan
vokasional sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara
maksimal dan untuk mempersiapkan pasien secara fisik,mental,dan vokasional untuk
suatu kehidupan penuh sesuai dengan kemampuan dan ketidak mampuan yang
ditunjukkan ke arah mencapai perbaikan fisik sebesar-besarnya, penempatan
vokasional sehingga dapat bekerja dengan kapasitas maksimal, penyesuaian diri
dalam hubungan perseorangan dan sosial secara memuaskan sehingga dapat berfungsi
sebagai warga masyarakat yang berguna.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud terapi okupasi?
2. Apa perbedaan trapi okupasi dan rehabilitasi medis?
3. Apa fungsi dan tujuan terapi okupasi?
4. Bagaimana peran terapi okupasi dalam pengobatan?
5. Apa saja indikasi proses terapi okupasi?
6. Bagaimana proses terapi okupasi?
7. Bagaimana pelaksanaan terapi okupasi?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud terapi okupasi.
2. Untuk mengetahui apa perbedaan trapi okupasi dan rehabilitasi medis.
3. Untuk mengetahui apa fungsi dan tujuan terapi okupasi.
4. Untuk mengetahui bagaimana peran terapi okupasi dalam pengobatan.
5. Untuk mengetahui apa saja indikasi proses terapi okupasi.
6. Untuk mengetahui bagaimana proses terapi okupasi.
7. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan terapi okupasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi
ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri,
tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang
merupakan proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak
hanya sekedar membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang
mengandung efek terapetik dan bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang
langsung diaplikasikan dalam kehidupan.. Penekanan terapi ini adalah pada
sensomotorik dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan
menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan
kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai terapi serta mempunyai
tujuan yang jelas.
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk
mempertahankan hidup atau survival, dan juga diketahui sebagai sumber kesenangan.
Dengan bekerja, seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya
dengan melakukan permainan (game), latihan gerak badan, kerajinan tangan dan lain-
lain, dimana hal ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit timbul
karena ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya
hubungan yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan
pasiennya untuk melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan
pasiennya. Di Mesir dan Yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan
adalah salah suatu media terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain musik,
bermain boneka untuk anak-anak, dan bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat
bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik manusia.
Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu
bekerja secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan
sebagai pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk
memikirkan hal-hal yang lain. Dengan okupasi/pekerjaan, pasien jiwa akan
dikembalikan ke arah hidup yang normal dan dapat meningkatkan minatnya sekaligus
memelihara dan mempraktikan keahlian yang dimilikinya sebelum sakit sehingga dia
akan tetap sebagai seseorang yang produktif.
Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berati
suatu pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah perpaduan
antara seni dan ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas
selektif, agar kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah
kecacatan melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita cacat mental maupun
fisik. (American Occupational therapist Association). Terapis okupasi membantu
individu yang mengalami gangguan dalam fungsi motorik, sensorik, kognitif juga
fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut mengalami hambatan dalam
melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan dalam aktivitas untuk
mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan Terapi Okupasi itu sendiri adalah untuk
mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal ke
normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan
aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita
diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.
Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang telah
dianalisis dan adaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak sesuai dengan
kebutuhan khususnya. Secara garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut :
1. Kemampuan (abilities)
a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions).
b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength)
c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)
d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill) seperti
memegang/melepas, ketrampilan manipulasi gerak jari, misal penggunaan
pensil, gunting, ketrampilan, dan lain-lain.
e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari,
lompat, naik turun tangga, jongkok, jalan, dan lain-lain.
f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)
g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory integration)
h. Perilaku termsuk level kesadaran, atensi, problem solving skill, dan lain-
lain
2. Ketrampilan (skill)
a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum,
berpakaian, mandi, dan lain-lain
b. Pre-academic skill
c. Ketrampilan sosial
d. Ketrampilan bermain

3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
b. Situasi keluarga
c. Dukungan dari komunitas

4. Okupasi Terapis sebagai konsultan


Okupasi terapis sebagai konsultan pada area berikut ini:
a. Program intervensi awal
b. Pengaturan rumah, sekolah, dan area bermain
c. Lingkungan dan adaptasi mainan atau media belajar
d. Alat bantu
e. Strategi perilaku
Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu penanganan terapi
okupasi :
a. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main bola, dan
lain-lain
b. Ketrampilan motorik halus seperti ketrampilan memegang pensil, hasil
tulisan tidak rata tebal tipisnya, dan lain-lain
c. Hiperaktif atau hipoaktif
d. Tidak mampu menjaga proses berbahasa
e. Tidak mampu menjaga dan mengatur posisi saat belajar
f. Gangguan persepsi visual seperti tidak lengkap dalam menyalin tulisan
g. Gangguan atensi dan konsentrasi
h. Menarik diri
i. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya
j. Keterlambatan dalam bermain
k. Tidak disiplin
Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki dua prinsip
kerja, yaitu sebagai berikut :
a. Supportive Occupational Therapy, yaitu menolong penderita untuk
menghilangkan dari perasaan cemas, takut, dan memotivasi penderita
untuk lebih giat didalam melakukan latihan
b. Fungsional Occupational Therapy, antara lain untuk pengaturan posisi
(bagi anak Cerebral Palsy), meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan
kerja, meningkatkan motorik kasar (gross motor) maupun motorik halus,
(fine motor) serta meningkatkan konsentrasi dan koordinasi gerak maupun
sikap
Sebaiknya terpai okupasi dilakukan sedini mungkin, sejak penderita
dirujuk oleh dokter. Sebelum penderita mulai latihan, perlu diberikan
evaluasi awal dengan dilakukan observasi dan tes sederhana. Dalam
evaluasi awal ini, hal yang harus diperhatikan adalah catatan medik dari
dokter, macam kecacatan (Cerebral Palsy atau Retradasi Mental), berat
ringannya kecacatan, kecerdasan, kebutuhan dari penderita itu sendiri dan
hal-hal yang harus dijauhi/dihindarkan untuk segi keamanan penderita.
Evaluasi awal ini sangat berguna untuk menentukan aktivitas yang
akan diberikan, agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penderita itu
sendiri. Aktivitas yang diberikan di bagian terapi okupasi adalah sebagai
berikut :
1. Aktivitas kehidupan sehari-hari/ADL. Aktiviats ini diberikan agar
penderita dapat mandiri tanpa tergantung orang lain
2. Aktivitas bermain. Bermain ini diharapkan untuk dapat
memperbaiki konsentrasi, koordinasi, motorik serta menumbuhkan
bakat, hobi, minat, serta kesenangan
3. Seni dan hasta karya. Untuk memeberikan kesempatan pada
penderita dalam mencapai suatu hasil yang maksimal, yang
mengandung unsur-unsur kedewasaan dan kerumah tangga yang
disesuaikan dengan kapasitas penderita
Terapis di dalam memberikan suatu latihan harus bersikap
sabar, ramah, dan dituntut untuk kreatif, selain itu tidak kalah
pentingnya juga peran serta orangtua dalam proses latihan. Pada hal ini
diharapkan terapis dapat memberikan masukan-masukan kepada
orangtua penderita untuk brlatih dirumah.
B. Perbedaan Terapi Okupasi Dan Rehabilitasi Medis
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang
untuk melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan kemampuan, serta mempermudah
belajarkeahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan
lingkungan. Selain itu, juga untuk meningkatakan produktiviats, mengurangi dan atau
memperbaiki ketidaknormalan (kecacatan), serta memelihara atau
meningkatkanderajat kesehatan. Terapi okupasi lebih dititikberatkan pada pengenalan
kemampuan yang masih ada pada seseorang, kemudian memelihara atau
meningkatkannya sehingga dia mampu mengatasi masalah-masalah yang
diharapkannya.
Terapi okupasi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai
media. Tugas pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan pemilihan
terapis disesuaikan dengan tujuan terapis itu sendiri. Jadi, bukan hanya sekedar
kegiatan untuk membuat seseorang sibuk. Tujuan utama terapi okupasi adalah
membentuk seseorang agar mampu berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada
pertolongan orang lain. Rehabilitasi adalah suatu usaha yang terkoordinasi yang
terdiri atas usaha medis, sosial, edukasional, dan vokasional, untuk melatih kembali
seseorang untuk mencapai kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin.
Sementara itu, rehabilitasi medis adalah usaha-usaha yang dilakukan secara medis
khususnya untuk mengurangi invaliditas atau mencegah memburuknya invaliditas
yang ada.
C. Fungsi Dan Tujuan Terapi Okupasi
Terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik maupun
mental dengan menggunakan aktifitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan
kembali fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktifitas
tersebut adalah berbagai macam kegiatan yang di rencanakan dan di sesuaikan dengan
tujuan terapi. Pasien yang di kirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi okupasi
adalah dengan maksud sebagai berikut.
1. Terapi khusus untuk pasien mental / jiwa
a. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat
menggembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan
orang lain dan masyarakat sekitar
b. Membantu dalam melampiaskan gerakan gerakan emosi secara wajar
dan produktif.
c. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan
keadaannya.
d. Membantu dlam pengumpulan data guna penegakan diagnosis dan
penetapan terapi lainnya.
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak
sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
3. Mengejarkan aktifitas kehidupan sehari hari seperti makan, berpakaian,
belajar menggunakan fasilitas umum (telephon, televisi, dll), baik dengan
maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dll
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di
rumahnya, dan memberi syarta penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun
letak alat alat kebutuhan sehari hari.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan
yang masih ada
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk di jajaki oleh pasien sebagai
langkah dalam pre cocational training. Berdasarkan aktifitas ini akan dapat
diketahui kemampuan mental dan fisik, sosialisasi, minat, potensi dan lainnya
dari si pasien dalam mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat dalam latihan
kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu
selama masarawat dengan berguna.
8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat di gunakan setelah kembali ke
keluarga.
Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan
rehabilitasi total seseorang pasien melalui kerja sama dengan petugas lain di rumah
sakit. Dalam pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak overlapping
dengan terapi lainnya sehingga dibutuhkan adanya kerja sama yang terkoordinir dan
terpadu.
D. Peranan Terapi Okupasi Dalam Pengobatan
Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui
aktifitas manusia dihubungkan dengan lingkungan, kemudian mempelajarinya,
mencoba ketrampilan atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi
kebutuhan fisik maupun emosi, mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk
mencapai tujuan hidup. Potensi tersebutlah yang di gunakan sebagai dasar dalam
pelaksanaan terapi okupasi, baik bagi penderita fisik maupun mental.
Aktifitas dalam terapi okupasi di gunakan sebagai media baik untuk evaluasi,
diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien
saat mengerjakan suatu aktifitas dan menilai hasil pekerjaan dapat di tentukan arah
terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk di ingat bahwa
aktifitas dalam terapi okupasi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai
media. Diskiusi yang teraarah setelah penyelesaian suatu aktifitas adalah sangat
penting karena dalam kesempatan tersebut terapis dapat mengarahkan pasien dan
pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi persoalannya. Aktifitas yang di lakukan
pasien di harapkan dapat menjadi tempat untuk berkomunikasi lebih bai dalam
mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh terapi
maupun oleh pasien itu sendiri melalui aktifitas yang dilakukan oleh pasien. Alat
alat atau bahan bahan yang digunakan dalam melakukan suatu aktifitas, pasien akan
didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan kelemahannya.
Aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya interaksi diantara
anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi dan menilai kemampuan diri
masing-masing dalam hal keefisiensianya untuk berhubungan dengan orang lain.
Aktivitas yang dilakukan meliputi aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi
dimana sangat dipengaruhi oleh konteks-konteks terapi secara keseluruhan,
lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapis sendiri
(pengetahuan, ketrampilan, minat, dan kreatifitasnya). Adapun hal-hal yang
mempengaruhi aktivitas dalam terapi okupasi antara lain sebagai berikut:
1. Jenis
Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut :
a. Latihan gerak badan
b. Olahrga
c. Permainan
d. Kerajinan tangan
e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
g. Praktik pre- vokasional
h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dll)
i. Rekreasi (tamsya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun, dll)
j. Diskusi dengan topik tertentu (berita, surat kabar, majalah, televisi, radio,
atau keadaan lingkungan)
k. Dan lain-lain
2. Karakteristik aktivitas
Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam aktivitas yang
dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk
belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kekeuasaan emosional
maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan dalam terapi
okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada
hubungannya dengan pasien.
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa
kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatanatau kondisi pasien, bahkan
harus dapat meningkatkan atau setidak tidaknnya memelihara
kondisinya.
f. Harus dapat memberi dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat
sehingga dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat di modifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian
dengan kemampuan pasien.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktifitas adalaah sebagai
berikut:
a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah di kontrol, ulet,
kasar, kotor, halus, dsb.
b. Apakah aktifitas rumit atau tidak
c. Apakah perlu di persiapkan sebelum di laksanakan
d. Cara pemberian instruksi bagaimana
e. Bagaimana kira kira setelah hasil selesai
f. Apakah perlu pasien membuat keputusan
g. Apakah perlu konsentrasi
h. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan
i. Apakah di perlukan kemampuan berkomunikasi
j. Berapa lama dapat di selesaikan
k. Apakah daqpat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat di sesuaikan
dengan kemampuan dan ketrampilan pasien. Dsb.
3. Analisis aktifitas.
Untuk dapat menegenal karakteristik maupun potensi atau aktifitas
dalam rangka perencanaan terapi, maka aktifitas tersebut harus di analaisis
terlebih dahulu. Hal hal yang perlu di analaisis adalah sebagai berikut.
a. Jenis aktifitas
b. Maksud penggunaan aktifitas tersebut (sesuai dengan tujuan terapi).
c. Bahan yang digunakan
1) Khusus atau tidak
2) Karakteristik bahan :
a) Mudah di tekuk atau tidak
b) Mudah di kontrol atau tidak
c) Meni,mbulkan kekotoran atau tidak
d) Licin atau tidak
3) Rangsangan yang dapat di timbulkan :
a) Taktil
b) Pendengaran
c) Pembahuan
d) Pengelihatan
e) Perabaan
f) Gerakan sendi
4) Warna
5) Macam macamnya dan namanya
6) Banyaknya
d. Bagian bagian aktifitas
1) Banyaknya bagian
2) Rumit atau sederhana
3) Apakah membutuhkan pengulangan
4) Apakah menbutuhkan perhitungan matematika
e. Persiapan pelaksanaan
1) Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu
2) Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan
3) Apakah bahan sudah tersedia tau harus dicari terlabih dahulu
4) Apakah ruangan untuk melaksanakan harus di atur.
f. Pelaksanaan, apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya:
1) Konsentrasi
2) Ketangkasan
3) Rasa sosial di antara pasien
4) Kemmpuan mengatasi masalah
5) Kemapuan bekerja sendiri
6) Toleransi terhadap frustasi
7) Kemampuan mengikuti instruksi
8) Kemampuan membuat keputusan
g. Apakah aktifitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksidi antara
mereka
h. Apakah aktifitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan,
inisiatif, penilaian, ingatan, komprehensi, dll
i. Apakah aktifitas tersebut melibatkan imaginasi, kreatifitas, pelampiasan
emosi dll
j. Apakah ada kontraindikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus
bertindak hati hati karena dapat berbahaya bagi pasien maupun
sekelilingnya (misalnya untuk pasien dengan paranoid sangat riskan
memberikan benda tajam).
k. Hal yang penting lagi apakah di sukai oleh pasien.
E. Peran Terapi Okupasi
1. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi pada pasien
dan meningkatkan motovasi dengan memberikan penjelasan ada pasien
tentang kondisinya, memberikan penjelasan dan menyakinkan pada pasien
akan sukses.
2. Sebagi guru : terapi memberikan pengalaman learning re-rearnign okupasi
terapi harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus dapat
menciptakan dan menerapkan aktifitas mengajarnya pada pasien
3. Sebagai peran model social : seorang terapi harus dapat menampilkan perilaku
yang dapat dipelajari oleh pasien, pasien mengidentifikasikan dan meniru
terapi melalui role playing, terapi mengidentifikasikan tingkah laku yang
diinginkan (verbal nonverbal) yang akan dicontoh pasien.
4. Sebagi konsultan : terapis menentukan program perilaku yang dapat
menghasilkan respon terbaik dari pasien, terapis bekerja sama dengan pasien
dan keluarga dalam merencanakan rencana tersebut.
F. Indikasi Terapi Okupasi
1. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan
kesulitan yang di hadapi dalam pengintregrasian perkembangan
psikososisalnya.
2. Kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan
orang lain
3. Tingkah laku tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau kebutuhan
yang premitif.
4. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksinya
terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula.
5. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang yang
mengalami kemunduran.
6. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu
aktifitas daripada dengan percakapan.
7. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara
mempraktikkannya dari pada dengan membeyangkan.
8. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya.
G. Proses Terapi Okupasi
Dokter yang mengirimkan pasien untuk terapi okupasi akan menyertakan data
mengenai data pasien berupa diagnosis, masalahnya, dan juga akan menyatakan apa
yang perlu di perbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang
lebih banyak untuk keperluan diagnosis, terapi, atau rehabilitasi. Setelah pasien
berada di unit terapi okupasi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut.
1. Koleksi data
Data biasa di dapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang di
sertakan ketika pertamakali pasien mengunjungi unit terapi okupasional. Jika
dengan mengadakan waancara dengan pasien atau keluargannya, atau dengan
mengadakan kunjungan rumah. Data ini di perlukan untuk menyusun rencana
terapi bagi pasien. Proses ini dapat berlangsung beberapa hari sesuai dengan
kebutuhan.
2. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara
tentang masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di
lingkungan keluarga atau pasien itu sendiri.
3. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan terapi
sesuai dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
4. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang
masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan
keluarga atau pasien itu sendiri.
5. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan terapi
sesuai dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
Hal hal yang perlu di evaluasi antara lain adalah sebai berikut.
a. Kemampuan membuat keputusan
b. Tingkah laku selama bekerja
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang
mempunyai kebutuhan sendiri.
d. Kerja sama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dll)
f. Inisiatif dan tanggung jawab
g. Kemampuan untuk di ajak atau mengajak berunding
h. Menyatakan perasaan tanpa agresi
i. Kompetisi tanpa permusuhan
j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab
atas pendapatnya tersebut
l. Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya.
m. Wajar dalam penampilan
n. Orientasi tempat, waktu, situasi, dan orang lain.
o. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya.
p. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus di awasi
q. Kerapian bekerja
r. Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
s. Toleransi terhadap frustasi
t. Lambat atau cepat

H. Pelaksanaan
1. Metode
Terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual, maupun berkelompok,
tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dll.
a. Metode individual dilakukan untuk:
1) Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi
dan sekaligus untuk evaluasi pasien.
2) Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup
baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu
kelancaran suatu kelompok bila dia dimasukkan dalam kelompok
tersebut.
3) Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis
dapat mengevaluasi pasien leih efektif.
b. Metode kelompok dilakukan untuk: pasien lama atas dasar seleksi dengan
masalah atau hampir bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk
tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai kegiatan
baik secara individual maupun kelompok, maka terapis harus mempersiapkan
terlebih dahulu segala sesuatu yang menyangkut pelaksanaan kegiatan
tersebut. Pasien juga perlu diperkan dengan cara memperkenalkan kegiatan
dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau
mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam
suatu kelompok disesuaikan dengan jenis aktivitas yang akan dilakukan, dan
kemampuan terapis mengawasi.
2. Waktu
Okupasi terapi dilakukan antara 1-2 jam setiap sesi baik yang individu maupun
kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi,
tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Sesi ini dibagi menjadi dua
bagian yaitu -1 jam untuk menyelesaikan kegiatan- kegiatan dan 1- 1
jamuntuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan
tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut
kearah yang sesuai tujuan terapi.
3. Terminasi
Keikutsertaan seorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri dengan
dasar bahwa pasien:
1) Dianggap telah mampu mengawasi permasalahannya
2) Dianggap tidak akan berkembang lagi
3) Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasi terapi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi
ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri,
tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Sebaiknya terpai okupasi dilakukan sedini mungkin, sejak penderita dirujuk
oleh dokter. Sebelum penderita mulai latihan, perlu diberikan evaluasi awal dengan
dilakukan observasi dan tes sederhana. Dalam evaluasi awal ini, hal yang harus
diperhatikan adalah catatan medik dari dokter, macam kecacatan (Cerebral Palsy atau
Retradasi Mental), berat ringannya kecacatan, kecerdasan, kebutuhan dari penderita
itu sendiri dan hal-hal yang harus dijauhi/dihindarkan untuk segi keamanan penderita.
B. Saran
Kita sebagai mahasiswa keperawatan bisa mengetahui dan memahami terapi
yang cocok di terapkan pada pasien yang mengalami gangguan jiwa khususnya terapi
okupasi yang digunakan untuk rehabilitasi pada pasien yang mengalami gangguan
mental dan fisik.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai