Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebagian besar orang beranggapan bahwa rehabilitasi merupakan kegiatan
exyramural dari pengobatan pasien mental sehingga selalu diorentasikan pada pekerjaan dan
masalah-masalah social saja, hal tersebut tentunya kurang sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan psikiatri modern. Dengan adanya kemajuan dibidang psiko-farmakai dimana
telah ditemukan berbagai jenis obat yang dapat mempercepat hilangnya/kurang gejala-gejala
psikiatrik,maka bentuk pelayanan rehabilitasi juga harus disesuaikan dengan kemajuan
tersebut maka perlu disusun kegiatan yang diberikan pada para rehabilitan yang sesuai ketika
mereka dirawat di Rumah Sakit Jiwa.Upaya Rehabilitasi pasien mental di Indonesia mulai
dirintis pada tahun 1969 dan berkembang sampai sekarang ini.
Menurut L.E.Hinsie dan RJ.Cambell pengertian rehabilitasi dalam psychiatric
Dictionary adalah segala tindakan fisik,penyesuaian psikososial dan latihan vokasional
sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal dan untuk
mempersiapkan pasien secara fisik,mental,dan vokasional untuk suatu kehidupan penuh
sesuai dengan kemampuan dan ketidak mampuan yang ditunjukkan ke arah mencapai
perbaikan fisik sebesar-besarnya, penempatan vokasional sehingga dapat bekerja dengan
kapasitas maksimal, penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan sosial secara
memuaskan sehingga dapat berfungsi sebagai warga masyarakat yang berguna.

1.2RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud terapi okupasi?
2. Apa perbedaan trapi okupasi dan rehabilitasi medis?
3. Apa fungsi dan tujuan terapi okupasi?
4. Bagaimana peran terapi okupasi dalam pengobatan?
5. Apa saja indikasi proses terapi okupasi?
6. Bagaimana proses terapi okupasi?
7. Bagaimana pelaksanaan terapi okupasi?

1
1.3TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud terapi okupasi.
2. Untuk mengetahui apa perbedaan trapi okupasi dan rehabilitasi medis.
3. Untuk mengetahui apa fungsi dan tujuan terapi okupasi.
4. Untuk mengetahui bagaimana peran terapi okupasi dalam pengobatan.
5. Untuk mengetahui apa saja indikasi proses terapi okupasi.
6. Untuk mengetahui bagaimana proses terapi okupasi.
7. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan terapi okupasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1DEFINISI

Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang
lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan
proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar
membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek terapetik dan
bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan..
Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara
memanipulasi, memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan,
perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai terapi
serta mempunyai tujuan yang jelas.

Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk
mempertahankan hidup atau survival, dan juga diketahui sebagai sumber kesenangan.
Dengan bekerja, seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan
melakukan permainan (game), latihan gerak badan, kerajinan tangan dan lain-lain, dimana hal
ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit timbul karena
ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya hubungan
yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk
melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya. Di Mesir dan
Yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah salah suatu media terapi
yang ampuh, misalnya menari, bermain musik, bermain boneka untuk anak-anak, dan
bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia.

3
Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja
secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan sebagai
pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal
yang lain. Dengan okupasi/pekerjaan, pasien jiwa akan dikembalikan ke arah hidup yang
normal dan dapat meningkatkan minatnya sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian
yang dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang produktif.

Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berati suatu
pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah perpaduan antara seni dan
ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar kesehatan
dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan melalui kegiatan dan
kesibukan kerja untuk penderita cacat mental maupun fisik. (American Occupational
therapist Association). Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam
fungsi motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut
mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan
dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan Terapi Okupasi itu sendiri
adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal
ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan
aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita
diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.

Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang telah dianalisis dan
adaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Secara garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut :

1. Kemampuan (abilities)
a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions).
b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength)
c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)
d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill) seperti
memegang/melepas, ketrampilan manipulasi gerak jari, misal penggunaan pensil,
gunting, ketrampilan, dan lain-lain.
e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari, lompat,
naik turun tangga, jongkok, jalan, dan lain-lain.
f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)

4
g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory integration)
h. Perilaku termsuk level kesadaran, atensi, problem solving skill, dan lain-lain

2. Ketrampilan (skill)
a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum, berpakaian,
mandi, dan lain-lain
b. Pre-academic skill
c. Ketrampilan sosial
d. Ketrampilan bermain

3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
b. Situasi keluarga
c. Dukungan dari komunitas

4. Okupasi Terapis sebagai konsultan


Okupasi terapis sebagai konsultan pada area berikut ini
a. Program intervensi awal
b. Pengaturan rumah, sekolah, dan area bermain
c. Lingkungan dan adaptasi mainan atau media belajar
d. Alat bantu
e. Strategi perilaku

Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu penanganan terapi okupasi :

a. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main bola, dan lain-
lain
b. Ketrampilan motorik halus seperti ketrampilan memegang pensil, hasil tulisan
tidak rata tebal tipisnya, dan lain-lain
c. Hiperaktif atau hipoaktif
d. Tidak mampu menjaga proses berbahasa
e. Tidak mampu menjaga dan mengatur posisi saat belajar
f. Gangguan persepsi visual seperti tidak lengkap dalam menyalin tulisan
g. Gangguan atensi dan konsentrasi
h. Menarik diri

5
i. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya
j. Keterlambatan dalam bermain
k. Tidak disiplin

Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki dua prinsip kerja,
yaitu sebagai berikut :

a. Supportive Occupational Therapy, yaitu menolong penderita untuk menghilangkan


dari perasaan cemas, takut, dan memotivasi penderita untuk lebih giat didalam
melakukan latihan
b. Fungsional Occupational Therapy, antara lain untuk pengaturan posisi (bagi anak
Cerebral Palsy), meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan kerja, meningkatkan
motorik kasar (gross motor) maupun motorik halus, (fine motor) serta meningkatkan
konsentrasi dan koordinasi gerak maupun sikap

Sebaiknya terpai okupasi dilakukan sedini mungkin, sejak penderita dirujuk oleh
dokter. Sebelum penderita mulai latihan, perlu diberikan evaluasi awal dengan dilakukan
observasi dan tes sederhana. Dalam evaluasi awal ini, hal yang harus diperhatikan adalah
catatan medik dari dokter, macam kecacatan (Cerebral Palsy atau Retradasi Mental), berat
ringannya kecacatan, kecerdasan, kebutuhan dari penderita itu sendiri dan hal-hal yang harus
dijauhi/dihindarkan untuk segi keamanan penderita.
Evaluasi awal ini sangat berguna untuk menentukan aktivitas yang akan diberikan,
agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penderita itu sendiri. Aktivitas yang diberikan di
bagian terapi okupasi adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas kehidupan sehari-hari/ADL. Aktiviats ini diberikan agar penderita dapat
mandiri tanpa tergantung orang lain
2. Aktivitas bermain. Bermain ini diharapkan untuk dapat memperbaiki konsentrasi,
koordinasi, motorik serta menumbuhkan bakat, hobi, minat, serta kesenangan
3. Seni dan hasta karya. Untuk memeberikan kesempatan pada penderita dalam
mencapai suatu hasil yang maksimal, yang mengandung unsur-unsur kedewasaan dan
kerumah tangga yang disesuaikan dengan kapasitas penderita
Terapis di dalam memberikan suatu latihan harus bersikap sabar, ramah, dan dituntut
untuk kreatif, selain itu tidak kalah pentingnya juga peran serta orangtua dalam proses
latihan. Pada hal ini diharapkan terapis dapat memberikan masukan-masukan kepada
orangtua penderita untuk brlatih dirumah.

6
2.2PERBEDAAN TERAPI OKUPASI DAN REHABILITASI MEDIS
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk memperbaiki,
memperkuat, dan meningkatkan kemampuan, serta mempermudah belajarkeahlian atau
fungsi yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Selain itu, juga
untuk meningkatakan produktiviats, mengurangi dan atau memperbaiki ketidaknormalan
(kecacatan), serta memelihara atau meningkatkanderajat kesehatan. Terapi okupasi lebih
dititikberatkan pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, kemudian
memelihara atau meningkatkannya sehingga dia mampu mengatasi masalah-masalah yang
diharapkannya.
Terapi okupasi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai media. Tugas
pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan pemilihan terapis disesuaikan
dengan tujuan terapis itu sendiri. Jadi, bukan hanya sekedar kegiatan untuk membuat
seseorang sibuk. Tujuan utama terapi okupasi adalah membentuk seseorang agar mampu
berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada pertolongan orang lain. Rehabilitasi adalah
suatu usaha yang terkoordinasi yang terdiri atas usaha medis, sosial, edukasional, dan
vokasional, untuk melatih kembali seseorang untuk mencapai kemampuan fungsional pada
taraf setinggi mungkin. Sementara itu, rehabilitasi medis adalah usaha-usaha yang dilakukan
secara medis khususnya untuk mengurangi invaliditas atau mencegah memburuknya
invaliditas yang ada.

2.3 FUNGSI DAN TUJUAN TERAPI OKUPASI


Terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik maupun mental
dengan menggunakan aktifitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali
fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktifitas tersebut adalah
berbagai macam kegiatan yang di rencanakan dan di sesuaikan dengan tujuan terapi. Pasien
yang di kirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi okupasi adalah dengan maksud
sebagai berikut.
1. Terapi khusus untuk pasien mental / jiwa
a. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat menggembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat
sekitar

7
b. Membantu dalam melampiaskan gerakan gerakan emosi secara wajar dan
produktif.
c. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan
keadaannya.
d. Membantu dlam pengumpulan data guna penegakan diagnosis dan penetapan
terapi lainnya.
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi,
kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
3. Mengejarkan aktifitas kehidupan sehari hari seperti makan, berpakaian, belajar
menggunakan fasilitas umum (telephon, televisi, dll), baik dengan maupun tanpa alat
bantu, mandi yang bersih, dll
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan
memberi syarta penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat alat
kebutuhan sehari hari.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan yang
masih ada
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk di jajaki oleh pasien sebagai langkah
dalam pre cocational training. Berdasarkan aktifitas ini akan dapat diketahui
kemampuan mental dan fisik, sosialisasi, minat, potensi dan lainnya dari si pasien
dalam mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu selama
masarawat dengan berguna.
8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat di gunakan setelah kembali ke keluarga.

Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan rehabilitasi
total seseorang pasien melalui kerja sama dengan petugas lain di rumah sakit. Dalam
pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak overlapping dengan terapi lainnya
sehingga dibutuhkan adanya kerja sama yang terkoordinir dan terpadu.

2.4 PERANAN TERAPI OKUPASI DALAM PENGOBATAN


Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui aktifitas
manusia dihubungkan dengan lingkungan, kemudian mempelajarinya, mencoba ketrampilan
atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi kebutuhan fisik maupun emosi,

8
mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup. Potensi
tersebutlah yang di gunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan terapi okupasi, baik bagi
penderita fisik maupun mental.
Aktifitas dalam terapi okupasi di gunakan sebagai media baik untuk evaluasi,
diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien saat
mengerjakan suatu aktifitas dan menilai hasil pekerjaan dapat di tentukan arah terapi dan
rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk di ingat bahwa aktifitas dalam
terapi okupasi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskiusi yang
teraarah setelah penyelesaian suatu aktifitas adalah sangat penting karena dalam kesempatan
tersebut terapis dapat mengarahkan pasien dan pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi
persoalannya. Aktifitas yang di lakukan pasien di harapkan dapat menjadi tempat untuk
berkomunikasi lebih bai dalam mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat
diketahui baik oleh terapi maupun oleh pasien itu sendiri melalui aktifitas yang dilakukan
oleh pasien. Alat alat atau bahan bahan yang digunakan dalam melakukan suatu aktifitas,
pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan
kelemahannya. Aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya interaksi
diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi dan menilai kemampuan diri
masing-masing dalam hal keefisiensianya untuk berhubungan dengan orang lain. Aktivitas
yang dilakukan meliputi aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi dimana sangat
dipengaruhi oleh konteks-konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang
tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan, ketrampilan, minat, dan
kreatifitasnya). Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dalam terapi okupasi antara lain
sebagai berikut
1. Jenis
Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut :
a. Latihan gerak badan
b. Olahrga
c. Permainan
d. Kerajinan tangan
e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
g. Praktik pre- vokasional
h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dll)
i. Rekreasi (tamsya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun, dll)

9
j. Diskusi dengan topik tertentu (berita, surat kabar, majalah, televisi, radio, atau
keadaan lingkungan)
k. Dan lain-lain

2. Karakteristik aktivitas
Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan
seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang,
sekaligus sebagai sumber kekeuasaan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap
aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya
dengan pasien.
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa
kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatanatau kondisi pasien, bahkan harus dapat
meningkatkan atau setidak tidaknnya memelihara kondisinya.
f. Harus dapat memberi dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat sehingga
dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat di modifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan
kemampuan pasien.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktifitas adalaah sebagai berikut
a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah di kontrol, ulet, kasar,
kotor, halus, dsb.
b. Apakah aktifitas rumit atau tidak
c. Apakah perlu di persiapkan sebelum di laksanakan
d. Cara pemberian instruksi bagaimana
e. Bagaimana kira kira setelah hasil selesai
f. Apakah perlu pasien membuat keputusan
g. Apakah perlu konsentrasi
h. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan

10
i. Apakah di perlukan kemampuan berkomunikasi
j. Berapa lama dapat di selesaikan
k. Apakah daqpat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat di sesuaikan dengan
kemampuan dan ketrampilan pasien. Dsb.
3. Analisis aktifitas.
Untuk dapat menegenal karakteristik maupun potensi atau aktifitas dalam rangka
perencanaan terapi, maka aktifitas tersebut harus di analaisis terlebih dahulu. Hal
hal yang perlu di analaisis adalah sebagai berikut.
a. Jenis aktifitas
b. Maksud penggunaan aktifitas tersebut (sesuai dengan tujuan terapi).
c. Bahan yang digunakan
Khusus atau tidak
Karakteristik bahan :
1) Mudah di tekuk atau tidak
2) Mudah di kontrol atau tidak
3) Meni,mbulkan kekotoran atau tidak
4) Licin atau tidak
Rangsangan yang dapat di timbulkan :
1) Taktil
2) Pendengaran
3) Pembahuan
4) Pengelihatan
5) Perabaan
6) Gerakan sendi
Warna
Macam macamnya dan namanya
Banyaknya
d. Bagian bagian aktifitas
Banyaknya bagian
Rumit atau sederhana
Apakah membutuhkan pengulangan
Apakah menbutuhkan perhitungan matematika
e. Persiapan pelaksanaan

11
Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu
Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan
Apakah bahan sudah tersedia tau harus dicari terlabih dahulu
Apakah ruangan untuk melaksanakan harus di atur.
f. Pelaksanaan, apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya:
Konsentrasi
Ketangkasan
Rasa sosial di antara pasien
Kemmpuan mengatasi masalah
Kemapuan bekerja sendiri
Toleransi terhadap frustasi
Kemampuan mengikuti instruksi
Kemampuan membuat keputusan
g. Apakah aktifitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksidi antara mereka
h. Apakah aktifitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, inisiatif,
penilaian, ingatan, komprehensi, dll
i. Apakah aktifitas tersebut melibatkan imaginasi, kreatifitas, pelampiasan emosi dll
j. Apakah ada kontraindikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus bertindak
hati hati karena dapat berbahaya bagi pasien maupun sekelilingnya (misalnya
untuk pasien dengan paranoid sangat riskan memberikan benda tajam).
k. Hal yang penting lagi apakah di sukai oleh pasien.

Peran Terapi

1. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi pada pasien dan
meningkatkan motovasi dengan memberikan penjelasan ada pasien tentang
kondisinya, memberikan penjelasan dan menyakinkan pada pasien akan sukses.

2. Sebagi guru : terapi memberikan pengalaman learning re-rearnign okupasi terapi


harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus dapat menciptakan dan
menerapkan aktifitas mengajarnya pada pasien

3. Sebagai peran model social : seorang terapi harus dapat menampilkan perilaku
yang dapat dipelajari oleh pasien, pasien mengidentifikasikan dan meniru terapi

12
melalui role playing, terapi mengidentifikasikan tingkah laku yang diinginkan
(verbal nonverbal) yang akan dicontoh pasien.

4. Sebagi konsultan : terapis menentukan program perilaku yang dapat menghasilkan


respon terbaik dari pasien, terapis bekerja sama dengan pasien dan keluarga
dalam merencanakan rencana tersebut.

2.5 INDIKASI TERAPI OKUPASI


1. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan kesulitan
yang di hadapi dalam pengintregrasian perkembangan psikososisalnya.
2. Kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan orang
lain
3. Tingkah laku tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau kebutuhan yang
premitif.
4. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksinya terhadap
rangsangan tersebut tidak wajar pula.
5. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang yang
mengalami kemunduran.
6. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu aktifitas
daripada dengan percakapan.
7. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara
mempraktikkannya dari pada dengan membeyangkan.
8. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya.

2.6 PROSES TERAPI OKUPASI


Dokter yang mengirimkan pasien untuk terapi okupasi akan menyertakan data
mengenai data pasien berupa diagnosis, masalahnya, dan juga akan menyatakan apa yang
perlu di perbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang lebih banyak
untuk keperluan diagnosis, terapi, atau rehabilitasi. Setelah pasien berada di unit terapi
okupasi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut.
1. Koleksi data
Data biasa di dapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang di sertakan ketika
pertamakali pasien mengunjungi unit terapi okupasional. Jika dengan mengadakan
waancara dengan pasien atau keluargannya, atau dengan mengadakan kunjungan

13
rumah. Data ini di perlukan untuk menyusun rencana terapi bagi pasien. Proses ini
dapat berlangsung beberapa hari sesuai dengan kebutuhan.
2. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang masalah
atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan keluarga atau
pasien itu sendiri.
3. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan terapi sesuai
dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
4. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang masalah
atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan keluarga atau
pasien itu sendiri.
5. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan terapi sesuai
dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
Hal hal yang perlu di evaluasi antara lain adalah sebai berikut.
a. Kemampuan membuat keputusan
b. Tingkah laku selama bekerja
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai
kebutuhan sendiri.
d. Kerja sama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dll)
f. Inisiatif dan tanggung jawab
g. Kemampuan untuk di ajak atau mengajak berunding
h. Menyatakan perasaan tanpa agresi
i. Kompetisi tanpa permusuhan
j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab atas
pendapatnya tersebut
l. Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya.
m. Wajar dalam penampilan
n. Orientasi tempat, waktu, situasi, dan orang lain.
o. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya.

14
p. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus di awasi
q. Kerapian bekerja
r. Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
s. Toleransi terhadap frustasi
t. Lambat atau cepat

2.7 PELAKSANAAN
1. Metode
Terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual, maupun berkelompok,
tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dll.
a. Metode individual dilakukan untuk:
Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi
dan sekaligus untuk evaluasi pasien.
Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup
baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu
kelancaran suatu kelompok bila dia dimasukkan dalam kelompok tersebut.
Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis
dapat mengevaluasi pasien leih efektif.
b. Metode kelompok dilakukan untuk: pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah
atau hampir bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk tujuan
tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai kegiatan baik secara
individual maupun kelompok, maka terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu
segala sesuatu yang menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu
diperkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan
pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan
berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan
dengan jenis aktivitas yang akan dilakukan, dan kemampuan terapis mengawasi.
2. Waktu
Okupasi terapi dilakukan antara 1-2 jam setiap sesi baik yang individu maupun
kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi,
tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Sesi ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu -1 jam untuk menyelesaikan kegiatan- kegiatan dan 1- 1 jamuntuk diskusi.
Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain

15
kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai
tujuan terapi.
3. Terminasi
Keikutsertaan seorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri dengan
dasar bahwa pasien:
Dianggap telah mampu mengawasi permasalahannya
Dianggap tidak akan berkembang lagi
Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasiterapi.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang
lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Sebaiknya terpai okupasi dilakukan sedini mungkin, sejak penderita dirujuk oleh
dokter. Sebelum penderita mulai latihan, perlu diberikan evaluasi awal dengan dilakukan
observasi dan tes sederhana. Dalam evaluasi awal ini, hal yang harus diperhatikan adalah
catatan medik dari dokter, macam kecacatan (Cerebral Palsy atau Retradasi Mental), berat
ringannya kecacatan, kecerdasan, kebutuhan dari penderita itu sendiri dan hal-hal yang harus
dijauhi/dihindarkan untuk segi keamanan penderita.

3.2 SARAN

Kita sebagai mahasiswa keperawatan bisa mengetahui dan memahami terapi yang
cocok di terapkan pada pasien yang mengalami gangguan jiwa khususnya terapi okupasi yang
digunakan untuk rehabilitasi pada pasien yang mengalami gangguan mental dan fisik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

18

Anda mungkin juga menyukai