Anda di halaman 1dari 14

BAB V

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CACAR AIR

5.1. KONSEP DASAR VARICELLA


Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini
dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken
pox. Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella
Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan
oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-bintik merah
yang kemudian mengandung cairan.
Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang disebabkan
oleh Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa, ditandai oleh
adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008)
Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya terjadi
pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella Zoster.
Varicella pada anak mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal yang pendek
bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal disertai dengan papul, vesikel, pustula,
dan pada akhirnya, crusta, walaupun banyak juga lesi kulit yang tidak berkembang sampai
vesikel.
June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan oleh
virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya
menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan erupsi kulit
berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel
selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson, 1986, p. 1483).
Sedangkan menurut Adhi Djuanda varisela yang mempunyai sinonim cacar air
atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang
kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorfi terutama dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).

5.2. EPIDEMIOLOGI
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak tetapi dapat juga
menyerang orang dewasa. Tranmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularan lebih
kurang 7 hati dihitung dari timbulnya gejala kulit.

5.3. ETIOLOGI
49
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok
Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid, terdiri
dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang
(L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang disusun dari 162
capsomir dan sangat infeksius.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan dalam
darah penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari
Fibroblast paru embrio manusia.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes Zoster.
Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella, sedangkan bila terjadi
serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster, sehingga Varicella sering
disebut sebagai infeksi primer virus ini.

5.4. PATOFISIOLOGI
Menyebar Hematogen.Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di
sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa
kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250 500 benjolan
akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit
kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun
dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan bersamaan
dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 3 minggu bekas pada kulit yang mengering
akan terlepas. Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari
satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin
penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang
terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian tubuh
melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar
dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa
kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua membiarkan
anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin
empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada
umumnya penyakit ini tidak begitu berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan
orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi
diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan
dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.

50
5.5. SIGN / SYMTOMS
1. Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh.
2. Pusing.
3. Demam dan kadang kadang diiringi batuk.
4. Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang
terangkat karena terbakar).
5. Terakhir menjadi benjolan benjolan kecil berisi cairan.
6. Sebelum munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan adanya
rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari
kemudian, muncul erupsi kulit yang khas.
7. Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna kemerahan
(makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil pada kulit),
papula kemudian berubah menjadi vesikel (gelembung kecil berisi cairan jernih)
dan akhirnya cairan dalam gelembung tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak
terjadi infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa meninggalkan abses.

5.6. TANDA DAN GEJALA

Masa inkubasi Varicella bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 10-14 hari.
Penyebaran varicella terutama secara langsung melalui udara dengan perantaraan
percikan liur. Pada umumnya tertular dalam keluarga atau sekolah.( Rampengan,2008 )
Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:
1. Stadium Prodromal
24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas yang tidak
terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada
punggung dan kadang-kadang disertai batuk kering diikuti eritema pada kulit
dapat berbentuk scarlatinaform atau morbiliform. Panas biasanya menghilang
dalam 4 hari, bilamana panas tubuh menetap perlu dicurigai adanya komplikasi
atau gangguan imunitas.
2. Stadium erupsi
Dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam beberapa jam)
berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang kemerahan lalu menjadi
vesikel. Vesikel ini biasannya kecil, berisi cairan jernih, tidak umbilicated dengan
dasar eritematous, mudah pecah serta mongering membentuk krusta, bentuk ini
sangat khas dan lebih dikenal sebagai tetesan embun/air mata.
Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara

51
sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan
penyakit ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula,
vesikel, krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini disebut
polimorf. Jumlah lesi pada kulit dapat 250-500, namun kadang-kadang dapat
hanya 10 bahkan lebih sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari, lesi
sering menjadi bentuk krusta pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh
lengkap pada hari ke-16 (hari ke-7 sampai ke-34).
Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan
penyembuhan, biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas
seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak kemerahan dan
bengkak serta cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus disertai
limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit, melainkan juga
terdapat pada mukosa mulut, mata, dan faring.

Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun defisiensi)
sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan, bersifat progresif
dan menyebar menjadi infeksi sistemik. Demikian pula pada penderita yang sedang
mendapat imunosupresif. Hal ini disebabkan oleh terjadinya limfopenia.
Pada ibu hamil yang menderita varicella dapat menimbulkan beberapa masalah
pada bayi yang akan dilahirkan dan bergantung pada masa kehamilan ibu, antara lain:
1. Varisela neonatal
Varisela neonatal dapat merupakan penyakit serius, hal ini bergantung pada
saat ibu kena varisela dan persalinan.
Bila ibu hamil terinfeksi varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah
partus, berarti bayi tersebut terinfeksi saat viremia kedua dari ibu, bayi terinfeksi
transplasental, tetapi tidak memperoleh kekebalan dari ibu karena belum
cukupnya waktu ibu untuk memproduksi antibody. Pada keadaan ini, bayi yang
dilahirkan akan mengalami varisela berat dan menyebar. Perlu diberikan
profilaksis atau pengobatan dengan varicella-zoster immune globulin (VZIG)
dan asiklovir. Bila tidak diobati dengan adekuat, angka kematian sebesar30%.
Penyebab kematian utama akibat pneumonia berat dan hepatitis fulminan.
Bila ibu terinfeksi varisela lebih dari 5 hari antepartum, sehingga ibu
mempunyai waktu yang cukup untuk memproduksi antibody dan dapat diteruskan
kepada bayi. Bayi cukup bulan akan menderita varisela ringan karena pelemahan
oleh antibody transplasental dari ibu. Pengobatan dengan VZIG tidak perlu, tetapi
asiklovir dapat dipertimbangkan pemakaiannya, bergantung pada keadaan bayi.
2. Sindrom varisela congenital
Varisela congenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang menderita varisela

52
pada umur kehamilan trimester I atau II dengan insidens 2%.
Manisfestasi klinik dapat berupa retardasi pertumbuhan intrauterine,
mikrosefali, atrofi kortikalis, hipoplasia ekstremitas, mikroftalmin, katarak,
korioretinitis dan scarring pada kulit. Beratnya gejala pada bayi tidak
berhubungan dengan beratnya penyakit pada ibu. Ibu hamil dengan zoster tidak
berhubungan dengan kelainan pada bayi.

3. Zoster infantile
Penyakit ini sering muncul dalam umur bayi satu tahun pertama, hal ini
disebabkan karena infeksi varisela maternal setelah nasa gestasi ke-20. Penyakit
ini sering menyerangg pada saraf dermatom thoracis.

5.7. PATOGENESIS
Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring, kemudian
replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe ( viremia pertama )
kemudian berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah itu menyebar melalui
pembuluh darah (viremia ke dua) maka timbullah demam dan malaise.
Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler endothelial pada
lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis, folikel kulit dan glandula
sebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang
berkembang cepat menjadi papula, vesikel da akhirnya menjadi crusta. Jarang lesi yang
menetap dalam bentuk makula dan papula saja. Vesikel ini akan berada pada lapisan sel
dibawah kulit. Dan membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan
dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam. Degenarasi sel akan diikuti dengan
terbentuknya sel raksasa berinti banyak, dimana kebanyakan dari sel tersebut
mengandung inclusion body intranuclear type A. Penularan secara airborne droplet.
Virus dapat menetap dan laten pada sel syaraf. Lalu dapat terjadi reaktivitas maka dapat
terjadi herpes Zooster.

5.8. KOMPLIKASI
Komplikasi varisela pada anak biasanya jarang dan lebih sering pada orang
dewasa.
1. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok dan
menyebabkan selulitis, furunkel. Infeksi sekunder pada kulit kebanyakan pada
kelompok umur di bawah 5 tahun. Dijumpai pada 5-10% anak. Adanya infeksi
sekunder bila manifestasi sistemik tidak menghilang dalam 3-4 hari atau bahkan
memburuk

53
2. Otak
Komplikasi ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas. Acute
postinfectious cerebellar ataxia merupakan komplikasi pada otak yang paling
ditemukan (1:4000 kasus varisela). Ataxia timbul tiba-tiba biasanya pada 2-3
minggu setelah varisela dan menetap selama 2 bulan. Klinis mulai dari yang
ringan sampai berat, sedang sensorium tetap normal walaupun ataxia berat.
Prognosis keadaan ini baik, walaupun beberapa anak dapat mengalami
inkoordinasi atau dysarthria.
Ensefalitis dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan gejala
ataksia serebelar dan biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari ke-8 setelah
timbulnya rash. Biasanya bersifat fatal.
3. Pneumonitis
Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan, neonatus,
imunodefisiensi, dan orang dewasa. Pernah dilaporkan seorang bayi 13 hari
dengan komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30 hari.
Gambaran klinis pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi, batuk,
sesak napas, takipnu dan kadang-kadang sianosis serta hemoptoe. Pada
pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran nodular yang radio-opak pada
kedua paru.
4. Sindrom Reye
Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala sebagai berikut, yaitu
nausea dan vomitus, hepatomegali dan pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan SPGT dan SGOT serta ammonia.
5. Hepatitis
Dapat terjadi tetapi jarang.
6. Komplikasi lain
Seperti arthritis, trombositopenia purpura, miokarditis, keratitis. Penderita
perlu dikonsulkan ke spesialis bila dijumpai adanya gejala-gejala berikut:
a. Varisela yang progesif atau berat
b. Komplikasi yang dapat mengancam jiwa seperti pneumonia, ensefalitis
c. Infeksi bakteri sekunder yang berat terutama dari golongan grup A
Streptococcus yang dapat memicu terjadinya nekrosis kulit dengan cepat
serta terjadi Toxic Shock Syndrome

54
Penderita dengan komplikasi berat perlu dirawat di Rumah Sakit atau bila
perlu ICU. Indikasi rawat di ICU/NICU antara lain:
Penurunan kesadaran
Kejang
Sulit jalan
Gangguan pernapasan
Sianosis
Saturasi oksigen menurun

Semua neonatus lahir dari ibu yang menderita varisela kurang dari 5 hari
sebelum melahirkan atau 2 hari setelah melahirkan.

5.9. PENGOBATAN
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi
khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering
menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari
kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat
timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk
dilihat.
1. Umum
a. Isolasi untuk mencegah penularan.
b. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
c. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
d. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik
pada air mandi.
e. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
Jangan menggaruk vesikel.
Kuku jangan dibiarkan panjang.
Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda
kulit, jangan digosok.

55
2. Farmakologi:
a. Obat topical
Pengobatan local dapat diberikan Kalamin lotion atau bedak salisil 1%.
b. Antipiretik/analgetik
Biasanya dipakai aspirin, asetaminofen, ibuprofen.
c. Antihistamin
Golongan antihistamin yang dapat digunakan, yaitu Diphenhydramine,
tersedia dalam bentuk cair (12,5mg/5mL), kapsul (25mg/50mg) dan injeksi
(10 dan 50 mg/mL). Dosis 5mg/kg/hari, dibagi dalam 3 kali pemberian.
d. Obat anti virus
Vidarabin (adenosine arabinoside)
Vidarabin adalah obat antivirus yang diperoleh dari fosforilase
dalam sel dan dalam bentuk trifosfat, menghambat polymerase DNA virus.
Dosis: 10-20 mg/kg BB/hari, diberikan sehari dalam infuse selama 12 jam,
lama pemberian 5-7 hari. Pada pemberian vidarabin, vesikel menghilang
secara cepat dalam 5 hari.
Efek samping:
Gangguan neurologi berupa tremor, kejang
Gangguan hematologi berupa netropenia, trombositopia
Gangguan gastrointestinal berupa muntah serta peninggian SGPT dan
SGOT.
Asiklovir = 9 (2 Hidroksi etoksi metal) Guanine
Asiklovir merupakan salah satu antivirus yang banyak digunakan
akhir-akhir ini. Asiklovir lebih baik dibandingkan dengan vidarabin. Obat
ini bekerja dengan menghambat polymerase DNA virus Herpes dan
mengakhiri replikasi virus. Obat ini dapat mengurangi bertambahnya lesi
pada kulit dan lamanya panas, bila diberikan dalam 24 jam mulai
timbulnya rash.
Pada anak kecil yang tanpa komplikasi, penggunaan obat ini
kurang bermanfaat dan tidak direkomendasikan secara rutin sehingga
Asiklovir lebih banyak digunakan pada penderita dengan komplikasi atau
penderita dengan gangguan imunitas. Obat ini tidak mengurangi rasa gatal
pada kulit, komplikasi atau penularan sekunder.
Dosis: 5-10 mg/kg BB dibagi dalam 4-5 dosis/hari, dapat diberikan
secara oral atau iv/drip tiap 8 jam selama 5-7 hari. Dengan dosis jangan
melebihi 3200 mg/hari. Tersedia dalam bentuk kapsul (200 mg/400
mg/800 mg), cairan (400 mg/5 mL), injeksi (500 mg/5 mL).

56
Efek samping:
Gangguan ginjal berupa renal insufisiensi, malaise dan gangguan
pencernaan.
e. Diet yang adekuat
Berikan makanan penuh dan jangan dibatasi. Kadang-kadang penderita
mengalami anoreksia, sebaiknya dimotivasi banyak minum untuk
mempertahankan status hidrasi. Cairan yang cukup sangat diperlukan bila
penderita diberikan Asiklovor, karena obat ini dapat berkristalisasi dalam
tubulus renalis bila penderita dalam keadaan dehidrasi.

5.10. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster virus dilakukan dengan cara
imunisasi pasif atau aktif.
1. Imunisasi aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang dilemahkan (live
attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan efek imunogenisitas tinggi dan
tingkat proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. Dapat
diberikan pada anak sehat ataupun penderita leukemia, imunodefisiensi. Untuk
penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72 jam dengan
maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala penyakit.
Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini ternyata
cukup aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya proteksi yang
sama dan efek samping hanya berupa rash yang ringan.
Efek samping: Efek samping biasanya tidak ada, tetapi bila ada biasanya
bersifat ringan.
2. Imunisasi pasif
Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG) dan Zoster
Imun Plasma (ZIP).
Zoster Imun Globulin (ZIG) adalah suatu globulin-gama dengan titer
antibody yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari
infeksi herpes zoster. Dosis Zoster Imuno Globulin (ZIG): 0,6 mL/kg BB
intramuscular diberikan sebanyak 5mL dalam 72 jam setelah kontak.

57
Indikasi pemberian Zoster Imunoglobulin ialah:
a. Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum partus atau
2 hari setelah melahirkan.
b. Penderita leukemia atau limfoma terinfeksi varisela yang sebelumnya
belum divaksinasi.
c. Penderita HIV atau gangguan imunitas lainnya.
d. Penderita sedang mendapat pengobatan imunosupresan
seperti kortikosteroid.
Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea atau penyakit
keganasan lainnya, pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) tidak menyebabkan
pencegahan yang sempurna, lagi pula diperlukan Zoster Imun Globulin (ZIG)
dengan titer yang tinggi dan dalan jumlah yang lebih besar.
Zoster Imun Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari penderita yang
baru sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3
mL/kg BB. Pemberian Zoster Imun Plasma (ZIP) dalam 1-7 hari setelah kontak
dengan penderita varisela pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia, atau
penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insiden varisela dan
merubah perjalanan penyakit varisela menjadi ringan dan dapat mencegah varisela
untuk kedua kalinya.

5.11. PEMBANTU DIAGNOSIS


Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang
diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel
datia berinti banyak (multinukleated).

5.12. DIAGNOSIS BANDING


Harus dibedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, memberi gambaran
monomorf, dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh yakni telapak tangan dan
telapak kaki.

5.13. PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti dan senantiasa memperhatikan kebersihan (hygiene)
diri dan lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan terbentuknya
jaringan parut hanya sedikit, kecuali jika klien melakukan garukan/tindakan lain yang
menyebabkan kerusakan kulit lebih dalam.

58
5.14. PARHWAY

5.15. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Data subjektif : pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan
dan sakit kepala.
b. Data Objektif :
Integumen : kulit hangat, pucat., adanya bintik-bintik
kemerahan pda kulit yang berisi cairan jernih.
Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
Psikologis : menarik diri.
GI : anoreksia.
Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.

59
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan
kurangnya intake makanan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
3. Intervensi
Diagnosa 1
a. Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.
b. Intervensi
Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu
yang datang kontak dnegan pasien.
R/ : mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama
perawatan kulit.
R/ : mencegah masuknya organisme infeksius.
Awasi atau batasi pengunjung bila perlu.
R/ : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.
Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi.
R/ : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)
R/ : meningkatkan penyembuhan.
Awasi tanda vital
R/ : Indikator terjadinya infeksi.
Diagnosa 2
a. Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi jaringan.
b. Intervensi
Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
R/ : mengetahui keadaan integritas kulit.
Berikan perawatan kulit
R/ : menghindari gangguan integritas kulit.

60
Diagnosa 3
a. Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nitrisi sesuai dengan kebutuhan.
b. Intervensi
Berikan makanan sedikit tapi sering.
R/ : membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan
meningkatkan pemasukan.
Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat
untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
R/ : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat
memperbaiki pemasukan.
Diagnosa 4
a. Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
b. Intervensi
Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
R/ : memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.
Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
R/ : memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.
Diagnosa 5
a. Tujuan : adanya pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan.
b. Intervensi
Diskusikan perawatan erupsi pada kulit.
R/ : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan menngkatkan
kemandirian.
4. Implementasi
Diagnosa 1
a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua
individu yang datang kontak dengan pasien.
b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama
perawatan luka.
c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.
e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya
lepuh).
f. Mengawasi tanda vital.
Diagnosa 2
a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Memberikan perawatan kulit.

61
Diagnosa 3
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang
terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
Diagnosa 4
a. Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
b. Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
Diagnosa 5
a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit.
5. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
intervensi.

62

Anda mungkin juga menyukai