BAB I
PENDAHULUAN
a. Penilaian Kinerja
b. Konsep Profesionalisme Tenaga Kependidikan
c. Kompetensi Guru
d. Standar Kinerja
Bab I : Pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah,
PEMBAHASAN
Setiap metode di atas memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing, sehingga tidak
baik bagi organisasi untuk menggantungkan penilaian kinerjanya hanya pada satu jenis
metode saja. Sebaiknya, organisasi menggabungkan beberapa metode yang sesuai dengan
lingkup organisasinya.
Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan
kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian sesseorang (Kusnandar, 2007:46).
Selanjutnya Profesionalisme menurut Mohamad Surya (2007:214) adalah sebutan yang
mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota asuatu profesi untuk
senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalanya.
Sementara Sudarwan Danin (2002:23) mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah
komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan
terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan
pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Kemudian Freidson (1970) dalam Syaiful Sagala
(2005:199) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah sebagai
komitmen untuk ide-ide profesional dan karir.
Kesimpulannya, profesionalisme adalah suatu bentuk komitmen para anggota suatu
profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar
kualitas keprofesionalannya dapat tercapai secara berkesinambungan.
Dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan profesionalisme tenaga kependidikan
harus ada pihak yang berperan dalam peningkatan mutu tersebut. Dan yang berperan dalam
peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan adalah kepala sekolah sebagai pemimpin
pendidikan di sekolah yang bersama-sama komite sekolah memiliki tanggung jawab terhadap
perkembangan sekolah.
Upaya meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan tidak akan terwujud tanpa
adanya motivasi dan kesadaran dalam diri tenaga kependidikan serta semangat mengabdi
yang akan melahirkan visi kelembagaan maupun kemampuan konsepsional yang jelas. Tanpa
adanya kesadaran dan motivasi semangat mengabdi, semua usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan tidak akan maksimal.
Profesionalitas seorang guru tercermin dalam kegiatan pembelajaran yang
dikelolanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya kegiatan pembelajaran masih
bersifat konvensional, atau masih berpusat pada guru (teacher centered), kurang mendorong
siswa mengembangkan potensi, dan cenderung lebih menekankan pada penyampaian materi
pelajaran (subject matters oriented).
Kegiatan pembelajaran ternyata tidak semuanya dilakukan secara konvensional,
karena beberapa guru telah melakukan pembelajaran sesuai kaidah PAIKEM. Hal ini ditandai
dengan adanya penerapan berbagai metode pembelajaran, pemanfaatan berbagai sumber
3. Kompetensi Sosial
Guru di mata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh dan
merupkan suritauladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial
dengan masyakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Kemampuan
sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan
mempunyai jiwa yang menyenangkan.
4. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk
mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk itu guru
dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran.
Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan.
Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai
sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti
perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.
Kompetensi atau kemampuan kepribadian yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru
berkenaan dengan aspek:
a. Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber
materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan
mengajarnya harus disambut oleh siswa sebagai suatu seni pengelolaan proses
pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak
pernah putus.
b. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu diciptakan dengan
menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang
dapat mendorong siswa untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta
menemukan fakta dan konsep yang benar. Guru harus melakukan kegiatan pembelajaran
menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil
mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai konteks materinya.
Penilaian kinerja yang adil membutuhkan standar / patokan yang dapat digunakan
sebagai perbandingan terhadap kinerja antar karyawan. Menurut Simamora (2004), semakin
jelas standar kinerjanya, makin akurat tingkat penilaian kinerjanya. Masalahnya, baik para
penyelia maupun karyawan tidak seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan.
Karena bisa jadi, standar kinerja tersebut belum pernah disusun. Oleh karena itu, langkah
pertama adalah meninjau standar kinerja yang ada dan menyusun standar yang baru jika
diperlukan. Banyak hal yang dapat diukur untuk menentukan kinerja. Banyak literatur,
menyebutkan bahwa kinerja merupakan keterkaitan unsur motivasi, kemampuan individu,
serta faktor organisasi, yang menghasilkan perilaku.
Perilaku (behavior) merupakan proses / cara seseorang mengerjakan sesuatu. Perilaku
merupakan sebuah unsur yang menjadi pusat perbedaan manusia antar individu. Dapat
dibayangkan, tanpa perilaku dalam pekerjaan pasti tidak akan ada produksi yang dihasilkan.
Perilaku merupakan kata kunci, sebab dalam pekerjaan sangat banyak perilaku yang muncul
yang menyebabkan sebuah hasil tertentu. Perilaku dapat diobservasi yang memungkinkan
Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 19
kita dapat membetulkan, menjumlah, dan menilai dan selanjutnya kita dapat mengelolanya.
Apa yang akan terjadi, jika seorang manajer menaruh perhatiannya hanya pada
pengelolaan hasil saja? Tidak akan efektif, karena perilaku merupakan bagian dari
keseluruhan proses, dan hasil itu adalah keluaran dari perilaku.
Perilaku yang tepat akan membuahkan hasil yang merefleksikan gabungan upaya banyak
individu. Perilaku mencerminkan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu. Sementara itu,
karakteristik individu menunjukkan penyebab perilaku.
Minimal sebuah standar kinerja, harus berisi dua jenis informasi dasar tentang apa
yang harus dilakukan dan seberapa baik harus melakukannya. Standar kinerja merupakan
identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang
harus dilakukan. Standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas akan dilaksanakan.
Agar berdaya guna, setiap standar/kriteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga
manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah telah
tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya menggambarkan
kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang tidak kritis.
Tugas pekerjaan dan standar kinerja saling berkaitan sehingga dapat dikembangkan
pada waktu yang bersamaan. Apapun metode analisis pekerjaan yang digunakan haruslah
memperhitungkan aspek kuantitatif kinerja. Lebih lanjut, setiap standar harus menunjuk pada
aspek spesifik pekerjaan. Tampaknya lebih mudah mengukur kinerja terhadap standar yang
dapat digambarkan dalam istilah kuantitatif. Meskipun demikian, pekerjaan manajerial
memiliki sebuah komponen tambahan yaitu hasil yang merefleksikan kinerja manajer itu
sendiri dan hasil lainnya mencerminkan kinerja unit organisasi yang menjadi tanggung jawab
manajer bersangkutan.
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang dijadikan tolok ukur
atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus
berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan
terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja yang
baik dan benar yaitu validity, agreement, realism, dan objectivity.
1. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai.
Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau
relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
PENUTUP
3.1 Simpulan
Ada lima faktor dalam penilaian kinerja yang populer, yaitu 1) kualitas pekerjaan,
meliputi: akurasi, ketelitian, penampilan dan penerimaan keluaran; 2) kuantitas pekerjaan,
meliputi: volume keluaran dan dan kontribusi; 3) supervisi, meliputi: saran, arahan, dan
perbaikan; 4) kehadiran, meliputi: regulasi, dapat dipercaya, dan ketepatan waktu; 5)
konservasi, meliputi: pencegahan pemborosan, kerusakan, dan pemeliharaan peralatan.
Tantangan utama penilaian kinerja di tingkat nasional di antaranya mencakup beberapa
perspektif kebijakan seperti; (a) kerangka hukum yang saling bertentangan atau tidak
konsisten. (b) Manajemen kinerja belum diinkoporasikan dalam fungsi manajemen
pemerintahan secara terintegrasi, (c) Paket reward & punishment kinerja lembaga dan kinerja
personal belum diintegrasikan, (d) belum adanya cetak biru dan kerangka kerja audit kinerja.
Keterbatasan SDM merupakan perkara yang klasik. Bukan dari jumlah akan tetapi dari
sisi kompetensi teknis. Dukungan kualitas SDM yang kompeten tidak dapat ditawar lagi
dalam penerapan manajemen kinerja.
Berkenaan dengan standar kinerja guru Piet A. Sahertian dalam Kusmianto (1997: 49)
menyampaikan bahwa standar kinerja guru itu berhubungan dengan kualitas guru dalam
menjalankan tugasnya seperti: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan
perencanaan pembelajaran, (3) pendayagunaan media pembelajaran, (4) melibatkan siswa
dalam berbagai pengalaman belajar, dan (5) kepemimpinan yang aktif dari guru.
3.1 Saran
1. Penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran-ukuran yang telah disepakati bersama
dalam standar kerja.
2. Agar berdaya guna, setiap standar/kriteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga
manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah
telah tercapai atau tidak.
3. Tenaga kependidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan
pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik. Semoga sukses.
Anatan, Lina dan Ellitan, Lena. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Bisnis
Modern. Bandung: Alfabeta
Atmodiwirio, Soebagio. 1991. Kepemimpinan Kepala Sekolah . Semarang : Adhi Waskita.
Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manjemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara
Irianto, Jusuf. 2001. Tema-Tema Pokok Sumber Daya Manusia. Jakarta: Insan Cendikia
Kartono, Kartini .2009. Pemimpin dan Kepemimpinan . Jakarta : Rajawali Pers.
Mangkunegara, Anwar . 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Prabu, Anwar . 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sastradipoera, Komarudin. 2001. Asas-Asas Manajemen Perkantoran. Bandung: Kappa
Sigma
Simamora, Henry. 2004. Manjemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN
Sondang, P. Siagian Prof. Dr. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pustaka
Raya.
Steers, M Richard. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Usman, Husaini Prof. Dr. 2008. Manajemen: Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Wahjosumidjo. 1995. Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.