Anda di halaman 1dari 5

Sinopsis Dongeng Sangkuriang

Menulis Biografi Ki Hajar Dewantara

Resensi Novel Salah Pilih Nur St. Iskandar


Posted on 10 January 2015by titasyiamiq

Judul Novel : Salah Pilih

Penulis : Nur St. Iskandar

Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta

Cetakan :

1, 1928
16, 1992
17, 1993
18, 1995
19, 1997
20, 2000
21, 2000
22, 2000
Tebal : 232 halaman

Kepengarangan:
Nur Sutan Iskandar ketika kecil bernama Muhammad Nur. Setelah beristri ia diberi
gelar Sutan Iskandar, sesuai dengan adat Minangkabau tempat asalnya. Pengarang ini
lahir di Sungaibatang, Maninjau, tanggal 3 November 1893 dan meninggal di Jakarta
tanggal 28 November 1975 dalam usia 82 tahun. Setelah mendapat didikan pada
sekolah Melayu dan bahasa Belanda, ia diangkat menjadi guru. Sering pula ia menulis
untuk surat-surat kabar di Padang. Kemudian, ia pindah bekerja pada Balai Pustaka.
Mula-mula sebagai korektor, kemudian berturut-turut diangkat menjadi redaktur dan
redaktur kepala. Tak kurang dari 82 judul buku diterbitkan atas namanya. Karyanya
yang mula-mula diterbitkan berjudul Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922).
Kemudian terbit pula buku-buku lainnya; Cinta yang Membawa Maut (BP-
1926), Salah Pilih (BP-1928), Hulubalang Raja (BP-1934), Neraka Dunia (BP-
1938). Cobaan (BP-1946, sekarang diganti judulnya jadi Turun ke Desa). Selain itu ia
juga menulis buku bacaan untuk pelajar seperti Ceritera Tiga Ekor Kucing,
Pengalaman Masa Kecil, Cinta Tanah Air, serta menterjemahkan karya Alexander
Dumas: Tiga Orang Panglima Perang, Dua Puluh Tahun Kemudian, Graf de Monte
Cristo; karya Sinkiewiz Iman dan Pengasihan, dan terakhir karya Tagore: Cinta dan
Mata.
Sinopsis Novel:
Di suatu daerah bernama sungai batang. Asnah tinggal bersama ibu Mariati, di sebuah
rumah gedang. Asnah merupakan anak yang cantik, dan juga baik hati sehingga tak
heran apabila ia disenangi oleh semua orang. Disana ia diperlakukan selayaknya anak
kandungnya sendiri oleh ibu Mariati. Meskipun Asnah adalah anak angkat ibu
Mariati, namun ia sangat sayang kepada Asnah. Begitu pula Asnah yang juga sangat
menyayangi ibu Mariati. Asnah sangat berbakti kepada ibu Mariati, ia senantiasa ada
saat sembuh maupun saat sakit. Asnah merupakan pelipur lara bagi ibu Mariati.

Selain Asnah, ibu Mariati mempunyai seorang anak yang bernama Asri. Asri adalah
seorang pemuda yang tampan, pintar dan juga ramah. Tak heran apabila semua warga
juga sangat menghormati dan menyukainya. Sama halnya dengan ibu Mariati, Asri
juga sangat menyayangi Asnah. Asnah selalu menjadi obat dikala ia sakit, dan hanya
Asnahlah yang sangat mengerti akan perasaan Asri.

Di rumah gedang tersebut juga tinggal Siti Maliah seorang pembantu yang sudah lama
berada dalam rumah itu dan telah dianggap sebagai saudara sendiri oleh ibu Mariati.
Siti Maliah pun juga sangat menyayangi Asnah karena sikap dan perilaku Asnah yang
baik.

Sebenarnya sudah sejak lama Asnah memendam perasaannya terhadap Asri. Kini Asri
tengah berada di Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Namun perasaan Asnah
tidak pernah berubah terhadap Asri. Ia tetap mencintai Asri dengan segenap jiwanya.
Namun, Asnah sadar bahwa perasaannya tersebut tidak pantas ia ungkapkan pada
kakaknya tersebut. Meskipun hanya sekedar adik angkat, namun adat menentang
sebuah percintaan antara sesama suku.

Suatu hari Asri pulang ke rumahnya, keadaan ibu Mariati lama kelamaan membaik,
dan berangsur sembuh. Ibu Mariati sangat senang akan kedatangan Asri dan meminta
kepada anaknya tersebut untuk tidak kembali ke Jakarta dan mencari pekerjaan di
daerahnya saja, karena keadaan Ibu Mariati yang seringkali jatuh sakit karena usia
yang tua. Dengan berat hati akhirnya Asri menuruti kemauan ibunya untuk tinggal di
rumah gedang tersebut. Asnah tahu bahwa Asri sebenarnya sangat sedih karena tidak
bisa melanjutkan sekolahnya. Namun, berkat sikap Asnah, akhirnya Asri pun dapat
menerima semua itu karena nasihat-nasihat yang diberikan oleh adiknya tersebut.
Asnah mencoba memendam semua perasaannya saat bertemu dengan Asri. Dia tak
ingin Asri tahu akan perasaannya yang demikian itu.
Asnah sangat gembira saat mengetahui Asri akan tinggal di rumah tersebut. Namun,
ada satu hal yang membuat ia kecewa, yakni ibu Mariati menyuruh Asri untuk segera
menikah. Asri pun menuruti kembali apa yang ibunya inginkan. Ia pun mulai mencari
gadis yang tepat yang kelak akan menjadi istrinya. Lalu dipilih-pilihlah wanita di
Negerinya yang belum menikah. Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang
dianggap cocok untuk menjadi pendampingnya kelak. Gadis itu adalah Saniah.
Keinginannya melamar Saniah bukanlah tanpa alasan. Asri lebih dahulu tertarik
kepada kakak Saniah, yaitu Rusiah. Rusiah adalah seorang perempuan yang baik
hatinya, dan lembut perangainya. Namun ketika Asri bersekolah di Bukittinggi,
ternyata Rusiah dikawinkan dengan seorang laki-laki bernama Sutan Sinaro. Jadi Asri
memutuskan untuk meminang Saniah karena dirasa bahwa Saniah pun tak akan jauh
beda dengan kakaknya, baik rupa ataupun baik hatinya.

Sampai suatu saat Asri bersama-sama ibunya memutuskan untuk bertamu ke rumah
keluarga Saniah. Keluarga itu adalah keluarga orang terpandang, keluarga seorang
bangsawan kaya dan terpelajar.

Tak berapa lama, Asri memutuskan memilih Saniah sebagai calon istrinya. Mereka
berdua melaksanakan acara pertunangan terlebih dahulu. Saat pertunangan, Saniah
benar-benar menampakkan perilakunya yang sangat baik, ia pun hormat terhadap
seluruh keluarga Asri. Perilaku demikian itu membuat Asri semakin yakin dengan
pilihannya itu. Tak lama, upacara perkawinan Asri dengan Saniah terlaksana.

Setelah menikah, mereka berdua pindah ke Rumah Gedang milik keluarga Asri. Dari
sana Asri tahu bahwa perilaku Saniah tidaklah sebaik yang dia perlihatkan saat
sebelum menikah. Saniah memandang rendah Asnah, hanya karena Asnah adalah
anak angkat. Dia merasa bahwa tidak pantas Asnah disejajarkan dengan dirinya yang
berasal dari kaum bangsawan. Ternyata, perilaku Saniah begitu angkuh, berbeda
dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah dahulu. Saniah sering menyindir
bahkan mencaci maki yang begitu menyakitkan hati Asnah. Bahkan terhadap
mertuanya pun, Saniah bersikap tidak sopan. Namun Asnah adalah seorang gadis
tegar dan sabar yang mempunyai hati yang baik, dia tidak pernah membalas
perlakuan buruk dari Kakak iparnya itu.

Semakin lama sifat buruk Saniah semakin menjadi. Dia kerap kali ia juga berkata-kata
kasar terhadap suaminya. Suatu hari Saniah pulang ke rumah orang tuanya saat itu
Sidi Sutan, pembantunya datang menjemput. Yang semula bermaksud menjemput
Saniah dan Asri, namun karena pertengkaran itu, jadilah Saniah pulang sendiri tanpa
didampingi oleh suaminya.

Rangkayo Saleah mendapat kabar bahwa anak laki-lakinya, Kaharuddin akan


menikah dengan seorang perempuan, anak seorang pebisnis batik di kota Padang. Ia
pun sangat marah. Karena menganggap gadis tersebut tidak sesuai dengan
pilihannya. Sementara Dt. Indomo ayah Kaharuddin, dan juga ayah Saniah, merasa
tidak setuju dengan pendapat istrinya itu. Ia menganggap bahwa kebahagian anaknya
adalah yang utama. Tetapi suaminya tersebut pun tidak berdaya akibat kesombongan
Rangkayo Saleah.
Namun Rangkayo Saleah tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui
pernikahan Kaharuddin. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi ke Padang untuk
tidak memperbolehkan Kaharuddin menikah. Saniah yang berada di rumahnya
setelah Sidi Sutan menjemputnya dari rumah Gedang diajaknya untuk pergi ke kota
Padang. Di tengah jalan, kendaraan yang mereka tumpangi sempat berhenti. Lalu
sejenak Saniah memandang negeri yang ia tinggalkan. Tetapi entah mengapa, begitu
banyak yang ia ingat saat ia melihat Rumah Gedang yang nampak jelas terlihat
dikejauhan. Tiba-tiba ia teringat akan suaminya, yang begitu sayang terhadapnya, ia
telah durhaka terhadap suaminya, teringat ia akan dosa-dosa yang telah ia perbuat
terhadap Asnah.

Setelah lama melihat, seakan-akan ia akan pergi jauh. Lalu dilanjutkannyalah


perjalanan mereka. Rangkayo Saleah menyuruh sang supir untuk mengebut agar
cepat sampai. Sang sopir pun begitu senang karena baginya inilah saatnya untuk
memperlihatkan keahliannya dalam mengendalikan mobil, walaupun jalanan
berkelok tajam, juga tebingnya yang begitu curam.

Namun yang terjadi, sang sopir kehilangan kendalinya, dan mobil yang
dikendalikannya itu jatuh terbalik dan masuk ke dalam sungai yang kering airnya.
Rangkayo Saleah meninggal di tempat kejadian, sementara Saniah yang masih
bernafas segera diselamatkan orang-orang dan dibawa ke rumah sakit. Namun,
karena kecelakaan yang dialaminya begitu parah, akhirnya Saniah pun meninggal
dunia setelah sempat bertemu dan meminta maaf kepada suaminya.

Begitu banyak lamaran datang kepada Asri setelah istrinya meninggal. Namun, dia tak
ingin salah pilih lagi. Ia memutuskan kalaupun ia hendak menikah lagi, ia hanya akan
menikah dengan orang yang sudah sangat dikenal oleh dirinya dan dapat menjadi
kawan yang selalu ada dalam susah, sedih, senang dan gembira, yaitu Asnah. Ia tak
ingin salah pilih lagi karena ia yakin bahwa Asnah lah satu-satunya perempuan terbaik
bagi dirinya. Akhirnya ia pun mendatangi rumah Asnah dan mengutarakan niatnya
untuk menikah dengan Asnah secara diam-diam. Karena mereka tahu bahwa
pernikahan mereka pastilah di tentang oleh masyarakat di daerah mereka yang tidak
membenarkan adanya suatu pernikahan sesama suku.

Adat tersebut mengatakan bahwa jika ada yang menikah dengan saudara sesuku maka
konsekuensinya mereka harus di usir dari daerah tersebut. Asri pun berpikir, daripada
ia harus mengikuti adat yang bertentangan dengan hati nuraninya serta harus
kehilangan orang yang dicintainya, ia pun memutuskan untuk membawa Asnah pergi
meninggalkan Minangkabau. Ia pun rela melepaskan pekerjaannya sebagai seorang
Sutan Bendahara. Mereka memutuskan untuk pergi ke Jawa.

Saat berada di Jawa, kehidupan mereka disana tidak begitu cukup. Mereka pun
banyak dijauhi oleh orang-orang sekampung mereka yang kebetulan sama-sama
tinggal di Jawa. Namun karena usaha keras dan kesabaran hati mereka, akhirnya Asri
mendapatkan pekerjaan yang layak dan yang terpenting, Asri mendapatkan
kebahagian bersama Asnah.

Beberapa tahun kemudian Asri mendapat surat dari kampung halamannya untuk
pulang. Penduduk kampung telah kehilangan sosok cerdas seperti Asri yang dapat
memajukan kampung mereka. Akhirnya Asnah dan Asri pun pulang ke kampung
halaman. Di sana mereka disambut seperti seorang Raja. Asnah sangat bahagia karena
dapat bertemu dengan keluarganya dan tetangganya di rumah gedang tersebut begitu
pula dengan Asri yang siap membawa kemajuan untuk kampungnya.

Ulasan:
Novel tersebut merupakan novel yang kontra adat yang menceritakan tentang kisah
Asri yang menentang suatu peraturan adat yakni dengan menikahi Asnah yang
merupakan adik angkatnya dan merupakan larangan bagi daerah tersebut jika
menikah sesama suku. Kisah yang disuguhkan tetap kisah percintaan atau roman.
Yakni kisah antara Asri, Asnah, dan juga Saniah. Sedangkan nilai yang dapat diambil
dari novel tersebut adalah bahwasannya sesama manusia hendaknya saling
menghormati tidak perlu ada perbedaan derajat maupun sebagainya. Serta jangan
sampai kita salah memilih, karena tidak semua yang kita lihat secara kasat mata
merupakan suatu kebenaran. Di novel ini digambarkan adat istiadat suku Minang
yang ketat namun seorang yang berpendidikan seperti Asri mampu meluruskan adat
tersebut, jika ada yang tidak logis, maka tidak perlu dipakai lagi. Kebaikan keluarga
ibu Mariati dan Asnah patut dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Novel
tersebut mengamanatkan agar kita tidak serakah dan congkak.

Kesimpulan:
Novel berjudul salah pilih karya Nur. ST. Iskandar adalah buku yang ke-2 diterbitkan.
Novel tersebut masih menggunakan gaya bahasa melayu dan juga terdapat beberapa
pantun dan peribahasa Melayu sehingga sulit dipahami untuk pembaca sekarang. Alur
cerita ini menggunakan alur maju sehingga pembaca mudah untuk mengerti. Novel
ini mengandung banyak unsur dan nilai, seperti unsur sosial, unsur agama, nilai
budaya dan unsur sejarah yang baik sehingga pembaca dapat memetik pesan-pesan
moral yang terkandung dalam novel ini, maka dari itu novel ini layak untuk dijadikan
rujukan dan model bagi pembaca yang ingin menganalisis karya sastra.

Anda mungkin juga menyukai