Anda di halaman 1dari 9

A.

KONSEP DASAR
1. Definisi

Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan yang telah


terpenuhi kebutuhan dasar klien. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman
(suatu kepuasan yang meningkatkan ketrampilan sehari hari) , kelegaan (kebutuhan
yang terpenuhi) dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
nyeri). Kenyamanan sering diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari nyeri.
Gangguan kenyamanan berarti keadaan ketika klien mengalami sensasi tidak
menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya. Nyeri
merupakan perasaan dan pengalaman emosional yang timbul dari kerusakan jaringan
yang actual dan potensional atau gambaran adanya kerusakan (NANDA, 2005).
2. Epidemiologi
Nyeri merupakan masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah
satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri dapat
mengenai semua orang tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan
pekerjaan (Crombie, 1999). Nyeri yang terjadi adalah akibat dari penyakit diderita
yang mendasari seperti kanker, trauma, dan sebagainya.
3. Penyebab
Nyeri dipandang sebagai suatu respons fisik terhadap gangguan (disfungsi)
organik. Berikut merupakan beberapa etiologi atau penyebab nyeri:
a. Agen cedera fisik : penyebab nyeri karena trauma fisik.
b. Agen cedera biologis : penyebab nyeri karena kerusakan fungsional organatau
jaringan tubuh.
c. Agen cedera fisikologis : penyebab nyeri yang bersifat fisikologik seperti
kelainan organic, neurois, traumatic, skizo frenia.
d. Agen cedera kimia : penyebab nyeri karea bahan atau zat kimia.
Menurut Potter dan Perry (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri
diantaranya:
a. Usia
Usia merupakan veriabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri.
b. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon
terhadap nyeri (Gil, 1990). Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin,
misalnya menganggap bahwa seorang anak laki laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Petugas
kesehatan sering sekali berasumsi bahwa cara yang mereka lakukan dan apa yang
mereka yakini adalah sama dengan cara dan keyakinan orang lain.
d. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Misalnya seorang wanita
yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seseorang
wanita yang menyalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat
dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri.
e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan yeri
yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan
respon nyeri yang menurun (Gil, 1990).
f. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering kali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan
ansietas. Individu yang sehat secara emosional biasanya lebih mempu
mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang memiliki status
emosional yang kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau menderita
penyakit kritis, seringkali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan dan
perawatan diri dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak
kunjung hilang sering kali menyebabkan psikosi dan gangguan kepribadian.
g. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi
masalah umum pada setiap undividu yang menderita penyakit dalam jangka lama.
Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa
lebih berat.
h. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya
tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri
berat maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila
individu mengalami nyeri, dengan jenis yang sama secara berulang ulang, tetapi
kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi
individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya klien akan
lebih siap untuk melakukan tindakan tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan nyeri.
i. Gaya koping
Apabila klien mengalami nyeri dikeadaan perawatan kesehatan, seperti di
rumah sakit, klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering
terjadi adalah klien merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau
kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa peristiwa yang terjadi.
Dengan demikian gaya koping mempengaruhi kemapuan individu tersebut untuk
mengatasi nyeri.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri nyeri ialah kehadiran
orang orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu
yang mengalami nyeri sering kali bergantung kepada anggota keluarga atau teman
dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri
tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada teman atau keluarga, seringkali
pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan.
4. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan
otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam
kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri
psikosomatis (Aziz Alimul, 2012).
5. Gejala Klinis
a. Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal.
b. Menunjukan adanya kerusakan.
c. Posisi pasien berhati hati untuk menghindari nyeri.
d. Gerakan melindungi diri.
e. Tingkah laku berhati hati.
f. Muka topeng.
g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak lelah, pergerakan yang sulit atau kacau).
h. Focus pada diri sendiri.
i. Focus menjempit (penurunan persepsi tentang waktu, kerusakan proses pikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan).
j. Aktivitas distraksi (jalan jalan, menemui orang lain dan atau aktivitas, aktivitas
yang berulang ulang).
k. Respon otonomi (diaphoresis, perubahan tekenan, perubahan nafas, nadi dan
dilates pupil).
l. Perubahan respon otonomi pada tonus otot (tampak dari lemah kekaku).
m. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, nafas panjang,
berkeluh kesal).
n. Perubahan nafsu makan dan minum.
6. Stimulasi nyeri
Seseorang dapat menoleransi nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah
stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis
stimulus nyeri, diantaranya:
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan
jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri.
c. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
e. Spasme tot dapat menstimulasi mekanik.
7. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri,
seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis dan menjerit. Semua ini merupakan
bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti arti nyeri,
tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan
fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia dan lain-lain.
8. Tindakan penanganan
Tindakan penanganan yang dapat dilakukan perawat untuk manajemen nyeri antara
lain:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitas.
b. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien.
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respons nyeri.
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau.
g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nyeri dapat dibagi 2 cara yaitu:
1. Manajemen Farmakologi.
1) Analgetika narkotika.
2) Analgetika non narkotika
2. Manajemen Farmakologi.
1) Distraksi, distraksi merupakan metode nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang
dialami.
2) Relaksasi, relaksasi adalah pembebasan mental dan fisikal dari ketegangan.
3) Stimulasi Kulit, stimulasi kulit dapat digunakan dengan cara pemberian
kompres dingin, kompres hangat, balsam analgetik, dan stimulasi kontrateral.
Pemberian kompre hangat dan dingin bersifat terapeutik
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat
nyeri; keluhan nyeri seperti lokasi nyeri; intensitas nyeri; kualitas, dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST:
P (Pemacu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.
R (Region), yaitu daerah perjalan nyeri.
S (Severity), yaitu keparahan atau intensitas nyeri.
T (Time), adalah lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri.
Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala
nyeri seperti berikut:

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka operasi.
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri.
c. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri.
3. Rencana tindakan dan rasionalisasi keperawatan
No. Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan kep Kaji tingkat intesitas nyeri Mengidentifikasikan
selama 3x24 jam, diharapkan: lingkup masalah untuk
Maka nyeri pasien teratasi menidaklanjuti intervensi.
dengan kriteria hasil: Atur posisi pasien Menurunkan tingkat
Skala nyeri berkurang > 3 senyaman mungkin. ketegangan pada daerah
Kondis umum dan vital nyeri.
sign dalam batas normal. Observasi vital sign setiap Perubahan TD & Nadi
dapat digunakan untuk
6 jam
perkiraan kasar
kehilangan darah
Analgetik berfungsi
Kolaborasi pemberian
menghilangkan rasa nyeri.
analgetik.

2 Setelah dilakukan tindakan kep Kaji kemampuan klien Mempengaruhi pemilihan


selama 3x24 jam, diharapkan: melakukan aktivitas. intervensi.
Kebersihan diri klien terpenuhi Biarkan klien Ketidakefektifan klien
dengan kriteria hasil: berpatisipasi dalam terdapat pada tonus otot
klien dapat perawatan diri. dan struktur sendi.
mendemostrasikan teknik Memfasilitasi klien dalam Membantu klien dalam
teknik untuk memenuhi upaya pemenuhunan pemenuhan sarana
kebutuhan perawatan diri. perawatan diri. perawatan diri
Klien tampak rapi. Bantu klien dalam Membantu pemenuhan
Klien terbebas dari bau. beraktifitas yang tidak perawatan diri
Klien dapat mandi dan dapat dilakukan seperti
merapikan diri sendiri mandi, eliminasi,
mengganti pakaian.

3 tindakan
Setelah dilakukan Pantau keadaan umum Mengetahui kesadaran,
keperawatan selama 3 x 24 pasien dan TTV dan kondisi tubuh dalam
jam, diharapkan gangguan pola tahap normal atau tidak.
tidur klien teratasi dengan Kaji pola tidur
Untuk mengetahui
kriteria hasil: kemudahan dalam tidur
Klien mengatakan tidurnya Ciptakan suasana nyaman Untuk membantu
nyeyak. relaksasi saat tidur.
Batasi pengunjung selama
Klien tidak terlihat pucat Tidur akan sulit dilakukan
periode istirahat yang
Tidak ada kantung mata tanpa relaksasi
optimal

4. Implementasi keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
a. Nyeri klien berkurang atau teratasi.
b. Tidak ada defisit perawatan diri.
c. Gangguan pola tidur klien teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012 2014.
(Made Sumarwati, S.Kp, MN., dkk, Pentj). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nurarif, Amin Huda., Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (Nort American Nursing Diagnosis Association) NIC
NOC ,Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, E/4, Vol.2. (Renata Komalasari, S.Kep., dkk, Pentj). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tarwoto., Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai