Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyebab umum kematian di dunia. Perkiraan
terdahulu menempatkan diare sebagai penyebab kematian lima teratas di dunia yang sering
terjadi pada anak-anak. Gastroenteritis disebabkan oleh banyak hal meliputi bakteri, virus,
parasit, toksin, dan obat. Penyebab utama yang paling umum adalah virus dan bakteri. Virus
dan bakteri sangat mudah menyebar melalui makanan dan air yang telah terkontaminasi. Dalam
50% kasus diare, tidak ditemukan penyebab yang spesifik. Virus menjadi penyebab kasus
kematian dunia persentasi yang signifikan pada semua umur.
Faktor utama tingginya kejadian dan tingkat kematian karena gastroenteritis adalah
karena penggunan air yang tidak bersih, sanitasi yang tidak memenuhi sehingga
memungkinkan penyebaran agen penginfeksi, dan atau kondisi fisiologis seperti malnutrisi
yang menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga memudahkan proses infeksi
oleh agen penginfeksi.
Diseluruh dunia, pengobatan yang tidak memadai bagi penderita membunuh 5 sampai 8
juta orang per tahun dan menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak dibawah umur.
Dalam kasus ini akan dibahas pasien dengan GEA disertai dehidrasi ringan sedang dan
suspek OMSK, dapat juga dijelaskan penatalaksanaan awal pada pelayanan kesehatan tipe D.

1
BAB II

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : An. Rizky Adryan Pratama
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 1 tahun
Alamat : Jl Kepu Dalam,gang VIII, RT 02,RW 03, No.84, kelurahan Kemayoran
Agama : Islam
Status : Pasien BPJS
Pasien Masuk : 6 juli 2017, pukul 12.00
Status Perkawinan : Belum menikah

Primary Survey
Airway airway clear
Breathing Pasien tidak tampak sesak, frekuensi nafas 22 x/menit
CirculationFrekuensi nadi 102x/menit, ireguler dan teraba kuat.
Disability GCS 15
EnvironmentTidak ada trauma atau luka terbuka

Secondary Survey
Anamnesis
Dilakukan pada tanggal 6 juli 2017, di ruang ranap anak, pukul 14.30
Keluhan Utama
BAB cair
Keluhan Tambahan
Mual +, muntah +, setiap habis makan, batuk (+), sejak 3 hari SMRS demam 1 hari SMRS,
demam dari pagi hingga malam hari, dan tidak terus menerus demam, disertai dengan keluar
cairan kekuningan bewarna kehijauan yang keluar dari telinga kanan dan kiri 1 hari SMRS,
cairan berbentuk kental, dan sedikit berbau.

2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bab cair sebanyak 6x/hari sejak 3 hari SMRS, pasien mengeluhkan diare bab cair
sedikit bercampur dengan ampas, lendir-, darah-, bab bewarna kekuningan, setiap bab cair
sekitar seperempat aqua gelas, pasien bisa mengganti popok 2-3x / hari. Pasien diare setelah
memakan jajanan kue pasar berupa kue. Karena sebelum makan jajanan pasar tersebut, pasien
belum memakan apapun, 2 jam setelah memakan jajanan pasar pasien mengeluhkan diare.
Pasien merasakan mual dan muntah dirasakan 3 hari SMRS, sehabis selesai makan dan minum,
mual dan muntah 3-5x/hari, muntah yang dikeluarkan berupa cairan dan sedikit ampas,
bewarna kekuningan. Batuk (+), 3 hari SMRS, batuk sukar dikeluarkan dahaknya, batuk tidak
terus menerus dirasakan. Pasien juga mengeluhkan demam 1 hari SMRS, dari pagi ke malam
hari, saat dirumah suhunya mencapai 38,5, demam dirasakan hilang timbul dan akan turun bila
diberikan obat penurun panas. Pasien sudah berobat ke klinik, 1 hari SMRS, namun keluhan
belum berkurang, obat yang diberikan di klinik adalah zink syrup 1x1 cth, lacto b 2x1 sachet
dan paracetamol syrup 3x cth.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama dirawat 3 hari dirumah sakit dan pasien
sembuh. Riwayat sakit diare akut sekitar 5 bulan yang lalu.
Riwayat lingkungan dan sosial
Mandi dan makan menggunakan air sumur.
Di sekeliling lingkungan pasien banyak balita yang terkena diare.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah :-
Frekuensi nadi : 108 x/menit, ireguler, teraba kuat, isi cukup dan equal.
Frekuensi napas : 22 x/menit, reguler dan torakoabdominal.
Suhu : 37,50C, 2 jam sesudah minum obat paracetamol.
Saturasi : 99 %
BB : 7,3 kg.
Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit baik dan tidak ada ikterus.
Kepala : normosepal, tidak ada nyeri tekan, ubun ubun cekung +.
Rambut : rambut hitam, persebaran merata dan tidak mudah dicabut.

3
Mata :
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +, mata cekung +/+, air mata +/+.
g
Hidung :
T Tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret, tidak hiperemis dan tidak hipertrofi/edema.

Tenggorok:
Arkus faring simetris, uvula ditengah, tidak hiperemis, tidak edema, tonsil T0/T0, tidak edema.

Gigi dan mulut:


Mulut tampak kering, tidak ada oral trust.

Leher :
tidak teraba pembesaran KGB

Telinga :
Telinga Kanan :
Normotia, simetris kanan dan kiri, di sekeliling liang telinga ada bercak kerak putih, ada
serumen,ada sekret, tidak ada darah, dan gendang telinga sulit dinilai.
Telinga Kiri :
Normotia, simetris kanan dan kiri, di sekeliling liang telinga ada bercak kerak putih, ada
serumen, ada sekret, tidak ada darah, dan gendang telinga sulit dinilai.

Jantung : S1/S2 reguler, tidak ada murmur atau gallop


Paru :
Inspeksi : tidak tampak sesak,tidak tampak penggunaan otot bantu napas, bentuk dada
normal, tidak ada retraksi intercostal, diameter AP dan lateral 1:2 tidak ada
penyempitan dan pelebaran sela iga, pergerakan dada statis dan dinamis
simetris, terlihat ictus cordis di sela iga ke v, linea midclavicularis sinistra
Palpasi :trakea ditengah, perabaan seluruh dada normal, ekspansi dada normal, fremitus
simetris kanan dan kiri pada dada depan dan dada belakang.

4
i Perkusi :Dada depan sonor di kedua lapangan paru
Dada belakang sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi :Dada depan dan dada belakang vesikuler pada kedua lapangan paru, tidak ada
ronkhi dan wheezing.

Abdomen :
Inspeksi :darm contour dan darm steiffung tidak terlihat, datar, lemas, tidak tampak
jaringan parut dan tidak tampak venektasi
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, hati, limpa dan ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA-,
turgor kulit perut kembali lambat 1-2 detik.

i Perkusi :Suara timpani seluruh lapangan abdomen.


Auskultasi :Bising usus meningkat > 8x/menit

Ekstremitas :Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis-/-,edema-/-

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,8 10,7-12,8g/dL
Hematokrit 33 40 50
Eritrosit 5,0 x 106 4,5 5,5 x 106
MCV 67 83 101 fL
MCH 24 27 32 pg
MCHC 32 32 35 g/dL
Trombosit 589000 200-500 / uL
Leukosit 29000 5000-15000 / uL
LED 1 <10
Elektrolit
Natrium 135 135-145
Kalium 3,4 3,5-5
Klorida 101 97-107
Gula Darah
Glukosa sewaktu 124 <140
Resume:
5
Pasien datang ke IGD RSUK Kemayoran, anak R, usia 1 tahun, bab cair sebanyak 6x/hari
sejak 3 hari SMRS, pasien mengeluhkan diare bab cair sedikit bercampur dengan ampas,
lendir-, darah-, bab bewarna kekuningan, pasien mengeluhkan bab cair, setiap bab cair sekitar
seperempat aqua gelas, pasien bisa mengganti popok 2-3x/ hari, pasien mengalami diare setelah
memakan jajanan kue di pinggir jalan yang dibeli oleh kakaknya. Mual dan muntah dirasakan
3 hari SMRS, sehabis selesai makan dan minum, mual dan muntah 3-5x/hari, muntah yang
dikeluarkan berupa cairan dan sedikit ampas, bewarna kekuningan. Pasien juga mengeluhkan
demam 1 hari SMRS, dari pagi ke malam hari, demam dirasakan tidak terus menerus, dan akan
berkurang setelah minum obat penurun demam. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nadi
108x/menit, RR= 22x/menit, kepala: uub cekung +, mata: cekung +/+, masih mengeluarkan air
mata saat menangis, abdomen: turgor kulit kembali lambat 1-2 detik, yang termasuk dehidrasi
ringan-sedang, ekstermitas: dbn. Pasien dalam keadaan rewel dan sering merasa haus.
Pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis = 29000. Pasien mendapatkan obat ivfd kaen
3b 720cc/24jam, ondancentron 3x 0,8 mg (k/p), ampisilin 4x 180 mg dan zinc kid syrup 1x 20
mg.

Diagnosis Klinis:
GEA (Gastroenteritis akut) disertai dehirasi ringan sedang disertai suspek OMSK.

Diagnosis Banding:
GEA dengan dehidrasi ringan sedang et causa DD/ Rotavirus,
+ Bakteri
Rencana Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan darah lengkap setiap 12 jam
2. Pemeriksaan kultur feses

Tatalaksana
Norfarmakologis :
1. Edukasi mengenai penyakit diare pada anak
2. Edukasi pemberian larutan untuk pasien diare pada anak
3. Diet makanan untuk pasien diare pada anak
4. Melakukan pembersihan telinga dengan menggunakan kapas lembut.
5. Memberikan edukasi telinga jangan sampai kemasukan air.
6. Kontrol ke poli spesialis anak.

6
Farmakologis :
1. Ivfd kaen 3b 720 cc/24 jam.
2. Ondancentron 3 x 0,8 mg (k/p).
3. Ampicillin 4 x 180 mg.
4. Zinc syrup 1 x 20 mg.

Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanacionam : dubia

Pemeriksaan Follow-up

07/07/2017 S:
Demam -, mual- muntah -, bab cair berbentuk lembek + 2x / hari pada pagi hari,
lendir -, darah -, lebih banyak cairan dibandingkan dengan ampasnya. berbau-,
batuk -, pilek -, bak dbn. Anak tidak terlalu rewel, rasa haus sudah mulai
berkurang, anak masih sulit makan.
O:
Ku : baik, Kes: TSS, N : 100x/menit R :22x/menit S: 36,8
Px.fisik :
Kepala :
Normocepali, uub cekung +, persebaran rambut merata
Mata :
CA-/-, SI -/-, Mata cekung +/+, Air mata +/+
Bibir : kering
Telinga : normotia +/+, edema -/-,sekret -/-
Thorax : ves +/+, w-/-, R-/-, BJ 1-11 reguler, murmur (-), gallop (-)
08/07/2017 Abdomen:
Datar, BU (+) meningkat, normal,supel, NT (-), turgor kulit masih kembali
melambat.
Ekstremitas:
akral hangat, CRT > 2 detik, sianosis-/-,edema-/-
A: GEA (Gastroenteritis Akut) dengan dehidrasi ringan sedang
P:
1. Ivfd kaen 3b 720 cc/24 jam
2. Ondancentron 3 x 0,8 mg (k/p)
3. Ampicillin 4 x 180 mg
4. Zink syrup 1x 20 mg

7
S:
Demam -, mual- muntah -, bab cair berbentuk lembek + 1x/ hari pada pagi hari,
lendir -, darah -, berbau-, bab cair sudah lebih banyak ampasnya dibandingkan
cairan. batuk -, pilek -, bak dbn,mulai keluar sekret kental dari telinga kanan dan
kiri, sekret keluar tadi malam, berbau -, bewarna kehijauan dan kental +, sekret
keluar 3x dalam satu malam, sekret tidak keluar terus terusan, anak tidak terlalu
rewel, rasa haus sudah mulai berkurang, anak masih sulit makan.
O:
Ku : baik, Kes: TSS, N : 110 x/menit R: 22x/menit S: 35,3
Px.fisik :
Kepala :
Normocepali, uub cekung + sudah berkurang, persebaran rambut merata
Mata :
CA-/-, SI -/-, Mata cekung +/+ sudah mengalami pengurangan
Bibir : kering
Telinga : normotia +/+, edema -/-, sekret +/+ bewarna kuning kehijauan.
Di sekitar telinga luar terdapat kerak bekas cairan yang keluar di telinga kanan
dan kiri.
Thorax : ves +/+, w-/-,R-/-, BJ 1-11 reguler, murmur (-),gallop (-)
Abdomen:
Datar, BU (+) meningkat, normal,supel, NT (-), turgor kulit kembali agak lebih
cepat kembali
Ekstremitas:
akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis-/-,edema-/-
A: GEA (Gastroenteritis Akut) dengan dehidrasi ringan sedang dan suspek OMSK
ADS.
P:
1. Ivfd kaen 3b 720 cc/24 jam
2. Ondancentron 3 x 0,8 mg (k/p)
3. Ampicillin 4 x 180 mg
4. Tarivid 3x2 tetes ADS
5. Zink syrup 1x20mg
09/07/2017 S:
Demam -, mual- muntah -, bab cair (-) pada pagi hari, lendir -, darah -, berbau-,
batuk -, pilek -, bak dbn, sekret kental tidak keluar lagi dari telinga kanan dan
kiri, anak tidak terlalu rewel, rasa haus sudah mulai wajar, anak sudah tidak sulit
makan.
O:
Ku : baik, Kes: TSS, N : 115 x/menit R : 21x/menit S : 35,3
Px.fisik :
Kepala :
Normocepali, uub cekung -, persebaran rambut merata
Mata :
CA-/-, SI -/-, Mata cekung -/-

8
Bibir : mulai lembap
Telinga : normotia +/+, edema -/-, kerak putih di bagian luar telinga bewarna
putih, di telinga kanan pasien -/-
Thorax : ves +/+, w-/-,R-/-, BJ 1-11 reguler, murmur (-),gallop (-)
Abdomen:
Datar, BU (+) meningkat, normal,supel, NT (-), turgor kulit kembali dengan
cepat.
Ekstremitas:
akral hangat, CRT<2 detik, sianosis-/-,edema-/-
A: GEA (Gastroenteritis Akut) dengan dehidrasi ringan sedang (perbaikan) dan
suspek OMSK ADS.
P:
1. Ivfd kaen 3b 720 cc/24 jam
2. Ondancentron 3 x 0,8 mg (k/p)
3. Ampicillin 4 x 180 mg
4. Tarivid 3x2 tetes ADS
5. Zink syrup 1 x 20 mg
10/07/2017 S:
Demam -, mual- muntah -, bab cair (-) pada pagi hari, lendir -, darah -, berbau-,
batuk -, pilek -, bak dbn, sekret kental tidak keluar lagi dari telinga kanan dan
kiri, anak tidak rewel, rasa haus tidak berlebihan, anak sudah banyak makan.
O:
Ku : baik, Kes: TSS, N : 120 x/menit R: 22x/menit S : 35,3
Px.fisik :
Kepala :
Normocepali, uub cekung -, persebaran rambut merata
Mata :
CA-/-, SI -/-, Mata cekung -/-
Bibir : lembab
Telinga : normotia +/+, edema -/-, sekret -/-bewarna kuning kehijauan.
Thorax : ves +/+, w-/-,R-/-, BJ 1-11 reguler, murmur (-),gallop (-)
Abdomen:
Datar, BU (+) normal ,supel, NT (-), turgor kulit kembali dengan cepat.
Ekstremitas:
akral hangat, CRT<2 detik, sianosis-/-,edema-/-
A: GEA (Gastroenteritis Akut), terrehidrasi dan suspek OMSK ADS.
P:
1. Ivfd kaen 3b 720 cc/24 jam
2. Ondancentron 3 x 0,8 mg (k/p)
3. Ampicillin 4 x 180 mg
4. Tarivid 3x2 tetes ADS
5. Zink syrup 1 x 20 mg

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DIARE AKUT PADA ANAK

A. DEFINISI
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya terjadi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare akut adalah buang air besar
pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang
minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini masih
bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal maka tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna.

B. EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang, termasuk
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan
Riskesdas 2007, sebanyak 42% kematian bayi disebabkan oleh diare, untuk golongan 1-4
tahun, kematian akibat diare mencapai 25.5%.

C. CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya,
dapat dikatakan melalui 4F yakni Ifinger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan field
(lingkungan). Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 46 bulan pertama kehidupan
Tidak memadainya penyediaan air bersih

10
Pencemaran air oleh tinja
Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
Gizi buruk
Imunodefisiensi
Berkurangnya asam lambung menurunnya motilitas usus
menderita campak dalam 4 minggu terakhir
Faktor genetic
Faktor lainnya:
o Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi
pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan
tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
o Infeksi asimtomatik
Proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan
imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius.
o Faktor musim
Di daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri
cenderung meningkat pada musim hujan.
o Epidemi dan pandemic
Vivrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.
D. ETIOLOGI
Penyebab infeksi utama pada diare adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Pada
golongan virus, yang dapat menyebabkan diare akut adalah Astrovirus, Enteric Adenovirus,
Coronavirus, Rotavirus, Norwalk virus. Pada golongan bakteri, yang dapat menyebabkan diare
akut adalah Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens,
Clostidium defficile, Eschericia coli, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio
cholera, Yersinia enterocolitica. Pada golongan parasit, yang dapat menyebabkan diare akut
11
adalah Balantidium coli, Entamoeba histolitica, Giardia lamblia, Strongyloides Stercoralis,
Trichuris trichiura.

Namun, telah diketahui bahwa penyebab utama diare pada anak adalah rotavirus.
Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare akut pada 20-8-% anak di dunia. Juga
merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per tahunnya di seluruh dunia.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus diare akut pada
balita disebabkan oleh rotavirus.

E. PATOGENESIS
Patogenesis diare yang diakibatkan oleh virus diawali oleh hancurnya sel-sel ujung-
ujung villus pada usus halus. Kerusakan pada villus ini akan menyebabkan terjadinya gangguan
absorpsi usus halys. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan
dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan
tekanan koloid osmotik usus halus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta
makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik
dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna. Enterosit villus bagian atas juga berfungsi
untuk menghidrolisis disakarida. Dengan rusaknya villus tersebut akibat virus, maka akan
terjadi juga malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.

Patogenesis diare yang diakibatkan oleh bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme
yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus, seperti cAMP, cGMP
dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh Salmonella, Shigella, E
coli agak berbeda dengan patogenesis diare akibat virus. Pada bakteri, terjadi invasi ke dalam
sel mukosa usus halus sehingga dapat mengakibatkan reaksi sistemik.

F. PATOFISIOLOGI
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi. Terdapat
beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi

12
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon
lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau kolon yang
mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan proses sekresi.
Diare juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.

Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena: a)
Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi
sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas.
Akibat adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah, maka pada segmen
jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum, dan air akan
terkumpul di dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian
akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.

Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang secara
normal akan menyerap Na dan air) daoat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory bowel
disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang
menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi.

Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia
kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya
akan menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne secretagogeus, diare
umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.

Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas usus
yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas,
keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan yang pada akhirnya dapat menyebabkan diare. Diare akibat hiperperistaltik pada
anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
iritable pada bayi.

13
Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan tight
junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek
infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi
dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa
peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan barrier tight junction oleh
toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya
hipersekresi klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.

Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan
IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi
tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada
Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari respon imun
akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang
sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.

G. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus dapat memberikan gejala berupa gangguan pada sistem gastrointestinal
berupa diare, kram perut dan muntah. Apabila telah terjadi komplikasi ekstra intestinal, maka
dapat pula ditemukan manifestasi neurologik maupun sistemik yang akan berbeda-beda sesuai
dengan penyebabnya.

Pasien diare dapat mengalami dehidrasi, asidosis metabolik maupun hipokalemia yang
disebabkan karena kehilangan cairan tubuh secara terus menerus tanpa diimbangi oleh intake
cairan yang cukup. Pada pasien diare, terjadi kehilangan ion-ion seperti natrium, klorida dan
bikarbonat, sehingga terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Apabila terjadi dehidrasi, jika
tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular
dan kematian.

14
Apabila sudah terjadi infeksi ekstraintestinal, pasien akan menunjukkan manifestasi
neurologis berupa paresthesia, hipotoni, dan kelemahan otot. Bila terdapat demam,
kemungkinan hal ini terjadi akibat proses peradangan atau akibat dehidrasi. Gejala ini
umumnya terjadi pada inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dam tenesmus yang
terjadi pada perut bagian bawah serta rektum terjadi bila terjadi infeksi pada usus besar.

Mual dan muntah merupakan tanda non-spesifik yang diakibatkan oleh infeksi saluran
cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada diare non inflammatory.

Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Klinik

Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual Sering Jarang Sering + - -


muntah

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Sering


kramp kolik kramp kramp

Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit

Sifat Tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus


Menerus

15
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - Kadang - + -

Bau Langu Busuk + - Amis khas

Warna Kuning hijau Merah hijau kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air
cucian beras

Leukosit - + + - - -

Lain-Lain Anoreksia Kejang Sepsis + Metorismus Infeksi


sistemik

Tabel 1 Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.


H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir, dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau tidak kencing dalam 6-8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit
lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan
ibu selama anak diare: memberikan oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah
Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya,
seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah. Pernafasan yang cepat dan dalam
indikasi adanya asidosis metabolic.

16
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis.
Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja adalah pada pemeriksaan makroskopis dinilai
konsistensi, warna, apakah terdapat lendir, apakah terdapat darah, dan baunya. Pada
pemeriksaan mikroskopis, dinilai hitung leukosit, eritrosit, parasit dan bakteri. Pada
pemeriksaan kimia, dinilai pH, clinitest, dan elektrolit (Na, K, HCO3). Sedangkan
pemeriksaan biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut.
Dapat pula dilakukan analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit..
I. DERAJAT DEHIDRASI
Penilaian berat atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lainnya.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003


Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat,
dehidrasi, Sedang, Kehilangan Kehilangan BB > 9%
Kehilangan BB <3% BB 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, tidak
irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardia,
bradikardia pada kasus
berat
Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal

17
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengangkaan-Maurice King (1974)


Bagian Tubuh Nilai Untuk Gejala Yang Ditemukan
Yang Diperiksa
0 1 2

Keadaan Umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, koma atau


apatis, ngantuk syok

Kekenyalan Kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Ubun-ubun Besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering & Sianosis

Denyut Nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah >140

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan tabel, kemudian
dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12 adalah berat.
Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar. *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering.
Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau tidak
haus banyak bisa minum
Periksa :
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat

18
Hasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi ringan- Dehidrasi berat bila ada1
sedang bila ada 1 tanda * tanda * ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih lebih tanda lain.
tanda lain
Terapi : Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

J. PENATALAKSANAAN

Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata


Laksana Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare
yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi
intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi
kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh
WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/Liter


Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total Osmolalitas 245

19
Ketentuan pemberian Oralit Baru :

a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.


b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketemtuan sebagai berikut:
- Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB.
- Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB.
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya diare,
mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak.

Dosis Zinc

Umur Dosis
< 6 bulan 10 mg (1/2 tablet)/ hari
> 6 bulan 20 mg (1 tablet)/ hari.

Efek pemberian zinc terhadap diare adalah dengan menjaga integritas usus melalui
pengaktivan enzim superoxide dismutase (SOD) Zinc juga berperan sebagai antioksidan yang
merupakan stabilisator intramolekular, mencegah pembentukan ikatan disulfida, dan
berkompetisi dengan Cu dan Fe. Selain itu, Zinc juga mampu untuk menghambat sintesis Nitric
Oxide (NO). Zinc juga berperan dalam penguatan sistem imun, yaitu dalam modulasi sel T dan
sel B. Peranan zinc juga terlihat dalam aktivasi limfosit T dan menjaga keutuhan epitel. Semua
kegunaan inilah yang mendukung dilakukannya pemberian zinc dalam tatalaksana diare akut.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan


Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat untuk mengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak terjadi gizi buruk. Pada
diare berdarah, nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare cair akut maupun pada diare akut
berdarah dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas

20
sebaiknya mendapat makan seperti biasanya. Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah
mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan.

4. Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare
infeksi disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh
antibiotik. Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.

Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap
Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada tahap awal diberi
antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat ini telah banyak strain
Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin, mentronidazol,tetrasiklin, golongan
aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan kotromoksazol sehingga WHO tidak
merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat pilihan untuk pengobatan disentri
berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-
50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari
pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare
berkurang, darah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada
perbaikan, maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan berikan
antibiotik yang sensitif terhadap Shigella berdasarkan area.

5. Nasihat kepada orang tua


Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja berdarah,
muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau minum
belum membaik selama 3 hari.

Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang
dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang
datang sudah dengan komplikasi.

Tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :


21
1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi

22
2. Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

23
3. Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Berat
K. KOMPLIKASI

Komplikasi dari diare akut yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat atau muncul
pada saat dilakukan terapi rehidrasi diantaranya adalah gangguan elektrolit berupa
24
hipernatremia, hiponatremia, hiperkalsemia, dan hipokalemia. Apabila upaya rehidrasi oral
mengalami kegagalan, dapat terjadi kejang yang disebabkan karena hipoglikemi, hiperpireksia,
hipernatremi atau hiponatremi.

L. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah penyebaran kuman
patogen penyebab diare, dengan cara: pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan
penyimpanan makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan
kebiasaan mecuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan,
penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, dan membuang
tinja bayi yang benar

Selain itu, upaya pencegahan diare juga dapat dilakukan dengan meningkatkan daya
tahan tubuh dengan cara pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun, meningkatkan nilai gizi
makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki
status gizi anak, dan dilakukannya imunisasi campak.

Salah satu upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam
waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Perbiotik adalah
mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui
terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pada sistematik review yang
dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and
Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik
untuk pencegahan diare.

Otitis Media Supuratif Kronik


A Definisi

25
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan suatu radang kronis telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari
2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
B Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio -ekonomi. Misalnya, OMSK lebih
sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak -anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90%
beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik
Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan s erta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam
hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan
beban dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair,
60% di antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK
merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia.

C. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius
yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan
faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.

Penyebab OMSK antara lain:


Lingkungan

26
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal
ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.

Otitis media sebelumnya.


Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-
usus, dan beberapa organisme lainnya.
Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus auditoris
eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli
dan Aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridians
(Streptococcus -hemolitikus, Streptococcus -hemolitikus dan Pneumococcus).
Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.

Alergi

27
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga
yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga
purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas
sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh
jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.

D. Patogenesis

28
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis
media).
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang
belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi
tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada
anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering
menimbulkan Otitis Media daripada dewasa.

Gambar Anatomi Tuba Eustachius Anak dan Dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah.
Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, d a n l e u k o s i t s e r t a s e l l o k a l s e p e r t i k e r a t i n o s i t d a n s e l
mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas
p e m b u l u h d a r a h d a n m e n a m b a h s e k r e t d i t e l i n g a t e n g a h . Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah

29
karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga
tengah.

Bagan perjalanan penyakit Otitis Media Supuratif Kronik

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari


satu l a p i s a n , e p i t e l s k u a m o s a s e d e r h a n a , m e n j a d i pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan Otitis Media ditandai dengan hilangnya sel -sel
tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.

30
E. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi Tuba eustachius, infeksi saluran nafas
atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gaga l pada pasien dengan daya
tahan tubuh rendah, d i s a m p i n g i t u c a m p u r a n b a k t e r i a e r o b d a n a n a e r o b ,
luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
s k u a m o u s . S e k r e t mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
A. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, Berkembang dibelakang dari
membran timpani yang masih utuh.
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital
kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral,
dan gangguan keseimbangan

B. Didapat.
Kolesteatom yang sering berkembang dari suatu kantong retraksi, jika telah
terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi
dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan
bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal: mereka menjadi area kolaps
pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani.
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-
sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi d a n p r o s e s
pembersihan ini akan gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada
a k h i r n ya membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi
tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami perforasi dalam arti kata yang
31
sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang
tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh
dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa
pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau
adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir
perforasi, terutama pada perforasi marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat,
yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma
kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya
hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga
tengah atau mastoid. Granula kolestrol disebabkan oleh adanya kristal kolestrol d a r i eksudat
serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi
khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

Gambar 2: perjalanan penyakit OMSK

Manifestasi Klinis OMSK

32
F.PENATALAKSANAAN:
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-
faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah
dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan -
33
perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan
proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum
operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas:
1. Konservatif
2. Operasi
Penatalaksanaan OMSK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera
berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
Penatalaksanaan OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah:
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet)
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.

Bagan pengerjaan aural toilet

34
Cara pembersihan liang telinga (aural toilet)
a. Aural toilet secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di
beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
b. Aural toilet secara basah ( syringing)
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dengan k a p a s l i d i s t e r i l d a n d i b e r i k a n a n t i b i o t i k . M e s k i p u n c a r a
i n i s a n g a t e f e k t i f u n t u k membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada
kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan
Iodine.
c. Aural toilet dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan
mukosa yangberproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan.
Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif
cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian
telinga d e n g a n H 2 O 2 3 % a k a n m e n c a p a i s a s a r a n n ya b i l a d i l a k u k a n d e n g a n
d i s p l a c e m e n t methode.

2. Pemberian antibiotika :

35
a. Antibiotika/antimikroba topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan
secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi dib erikan obat tetes yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi d e n g a n g a r a m f a a l a g a r l i n g k u n g a n
b e r s i f a t a s a m d a n m e r u p a k a n m e d i a y a n g b u r u k untuk tumbuhnya kuman.
Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika
topikal.
Menggunakan antibiotik topical sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan
kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk
sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik, misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang
paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah
telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti:
1) Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
2) Terramycin
3) Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif,
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Staphylococcus aureus tetapi tidak
aktif melawan gram n e g a t i f a n a e r o b d a n m e m p u n ya i k e r j a ya n g t e r b a t a s
melawan Pseudomonas karena
meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan
beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram
p o s i t i f . S e p e r t i aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif
melawan basil gram negative. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan
kuman anaerob.

36
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-
steroid tetes mata. Kloramfenicol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan
sakit bila diteteskan, kloramfenicol aktif melawan basil gram positif dan gram negativ, kecuali
Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya.
Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung
aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.

A n t i b i o t i k a t o p i k a l ya n g s e r i n g d i g u n a k a n p a d a p e n g o b a t a n O t i t i s
M e d i a S u p u r a t i f Kronik (OMSK) adalah
Bagan antibiotika topikal pada pengobatan OMSK

Sebagai catatan, terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik.
Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan
antibiotik yang memilikiaktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan
gram positifterutama Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal,
hal ini dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik
diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid,
tentunya tidak didapatkan hanya dengan terapi topikal saja, pemberian an tibiotik
sistemik (seringkali iv) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini
sebaiknya pasien di rawat di RS untuk aural toilet yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan hingga
3-4 minggu setelah otore hilang.

37
Antibiotika sistemik
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah

Tabel pilihan antibiotic sistemik dalam pengobatan OMSK

Antibiotika golongan kuinolon (ciprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai aktifitas


anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan diberikan untuk
anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim,
seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap Pseudomonas, tetapi harus diberikan
secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti
cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai
efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK
aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

38
Penatalaksanaan OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan atau te khnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)

39
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Kemayoran dengan keluhan bab cair kurang lebih 6x/hari
3 hari SMRS, bab dengan sedikit ampas dan lebih banyak mengandung air, sesuai dengan
pengertian diare adalah terjadinya perubahan konsistensi tinja, dalam bentuk yang lebih cair
atau lebih lunak dengan frekuensi >3x/24 jam. Pasien juga mengalami mual, muntah dan
demam, keluhan tersebut juga dapat menyebabkan gejala penyerta dari diare akut. Gejala
penyerta lainnya juga termasuk dalam gejala gastroenteritis, yang berdasrkan teorinya,
Gastroenteritis adalah infeksi yang terjadi di lambung yang disertai dengan gejala diare dan dapat juga
disertai dengan muntah.
Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung melalui mulut.
Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya terletak pada
formasio retikularis lateral medulla oblongata yang berdekatan dengan pusat-pusat lain yang
meregulasi pernafasan, vasomotor, dan fungsi otonom lain. Pusat-pusat ini juga memiliki
peranan dalam terjadinya muntah. Stimuli emetic dapat ditransmisikan langsung ke pusat
muntah ataupun melalui chemoreceptor trigger zone
Pada anak yang terkena diare dapat ditanyakan juga, 1.kontak terakhir pada anak yang
mengalami diare atau muntah, 2. Pajanan terhadap sumber makanan yang terinfeksi bakteri
atau virus 3.Wilayah bepergian ke daerah endemik diare. Pada kasus ini, lingkungan di sekitar
rumah pasien banyak juga yang terkena diare, keluhan diare dapat juga ditunjang dengan
kontak oral fekal pasien terhadap lingkungan yaitu, kurang dapat menjaga sanitasi kebersihan
lingkungan. Faktor yang kedua adalah adanya makanan yang masuk ke dalam tubuh pasien
sudah terkontaminasi dengan bakteri atau virus, jajanan pasar yang di makan oleh anak ini bisa
saja sudah terkontaminasi oleh bakteri sehingga dapat menjadi pemicu timbulnya diare. Dapat
juga dibuktikan dengan pemeriksaan darah lengkap yaitu pemeriksaan hasil leukosit yang
tinggi pada pasien ini, yang bernilai 29000, proses infeksi ini yang dapat memicu terjadi
demam pada pasien anak. R.

40
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan keadaan pasien tampak gelisah dan rewel, mata
sedikit cekung +, kekenyalan kulit sedikit berkurang, uub sedikit cekung, berdasarkan
penilaian skoring maurice king poin yang di dapatkan adalah 5 poin, dari poin tersebut, pasien
ini termasuk diare akut disertai dehidrasi ringan sedang.
Penggunaan pemberian cairan secara maintenanance, digunakan untuk mengganti
cairan yang hilang dari proses diare akut beserta muntah yang dialami pasien. Ondancentron
obat yang digunakan untuk menyembuhkan keluhan mual dan muntah pasien, karena sistem
kerja dari ondancentron adalah menghambat serotonin bertemu dengan resptor 5HT3, di usus
dan otak kecil, sehingga keluhan mual dan muntah yang dirasakan pasien berkurang, sementara
serotonin sendiri adalah senyawa alami tubuh yang dapat menyebabkan mual dan muntah, yang
biasanya mengalami peningkatan di dalam tubuh, apabila mengalami proses kemoterapi,
radiasi dan oprasi.
Ampisilin adalah antibiotik golongan beta laktam, termasuk keluarga penisillinum yang
mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif, ampisilin
adalah bakteriosidal yang bekerja dengan cara menghambat secara ireversibel aktivitas enzim
transpeptidase yang dibutuhkan untuk proses pembuatan dinding sel bakteri, secara spesifik,
ampisilin menghambat tiga tahap akhir dari proses sintesis dinding sel bakteri yang merupakan
awal dari kehancuran sel bakteri tersebut. Obat tersebut dapat mengobati:infeksi saluran
pernafasan pneumonia dan bronkitis, infeksi telinga, infeksi saluran kemih, infeksi saluran
pencernaan, infeksi gonore, dan endokarditis.
Penggunaan zinc kid syrup untuk mengobati dehidrasi dan untuk mencegah kekurangan
nutrisi, pemberian zinc dapat mengurangi tingkat dehidrasi yang dialami pasien, serta
penggunaannya dapat mengurangi anak tersebut, mengalami resiko diare kembali dalam waktu
2-3 bulan.
Pasien mengalami batuk yang jarang dirasakan, 3 hari SMRS, adanya infeksi ISPA
pada pasien bisa merupakan pintu masuk yang merupakan gejala omsk, karena 1 hari SMRS,
pasien mengeluhkan keluarnya cairan dari kedua telinga, cairan tidak keluar terus menerus,
dalam sehari bisa 2-3x/hari, pada saat saat hari kedua perawatan, pasien baru mengeluhkan
keluar cairan berbentuk kental seperti lem power glue, dan bisa berubah menjadi warrna
kehijauan, dari keluhan tersebut dapat ditemukan diagnosis lain berupa OMSK ADS.

41
Otitis Media Supurative Kronik, diawali dengan infeksi saluran nafas, seperti radang
tenggorokan dan pilek, yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius, saat bakteri
lewat di saluran tersebut, dapat menyebabkan pembengkakan di telinga tersebut, yang
disebabakan oleh lendir dan nanah hasil dari sel darah putih yang melawan serangan bakteri
tersebut. Bila cairan tersebut bertahan terus menerus, maka akan timbul sakit di daerah telinga,
yang akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat, cairan, lendir dan nanah yang terakumulasi
akan menumpuk di gendang telinga, dan bila dibiarkan dalam waktu yang lama, akan dapat
menyebabkan robekan gendang telinga, dan mengeluarkan sekret yang dinamakan suspek otitis
media supurative kronik (OMSK), merupakan suatu radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea), lebih dari 2
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Tidak dapat di diagnosis secara pasti, karena
belum sempat melihat permukaan dalam telinga dengan menggunakan otoskop secara
langsung. Pasien mengeluhkan keluhan keluarnya sekret di telinga sudah lebih dari 6 bulan,
namun ibu pasien belum sempat pergi berobat, pernyataan ibu pasien semakin menguatkan
bahwa keluhan yang di alami sudah berlangsung lama dan termasuk kriteria otitis media
supurative kronik.
Penggunaan tetes telinga tarivid merupakan jenis tetes telinga yang berisi kandungan
oflofloxacin, antibiotik golongan fluoroquinolone, yang dapat menghambat enzim DNA girase
dan topoisomerase di inti sel bakteri sehingga bersifat bakterisidal.

42
REFERENSI

1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta:
UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120
2. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief
S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta:
UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136
3. Pickering LK, Snyder JD.Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson. eds. Nelson textbook
of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6
4. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS.Geneva. 2006
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2008). Buku Ajar ilmu penyakit tropis anak, edisi
pertama. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna Restuti. 2007. Komplikasi Otitis Media Supuratif. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FK-UI; 78 85.

43

Anda mungkin juga menyukai