Anda di halaman 1dari 22

IDENTIFIKASI PROBLEM PRODUKSI

Problem Produksi
Di dalam memproduksikan fluida reservoir, selalu diusahakan agar sumur tetap
berproduksi secara optimum. Menurunnya kapasitas produksi dan laju produksi minyak
secara drastis dari suatu sumur minyak merupakan problem produksi. Problem produksi
ini harus diidentifikasi secara dini untuk dapat ditangani sebelum problem terjadi
maupun setelah terjadi. Penanganan problem produksi yang tepat akan mengembalikan
sumur berproduksi dengan kapasitas yang optimum.
Pada prinsipnya problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya produksi
minyak di suatu sumur dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok :
A. Menurunnya produktivitas formasi
- Problem kepasiran
- Problem coning baik gas maupun air
B. Menurunnya laju produksi
- Problem emulsi
- Problem scale
- Problem korosi
- Problem parafin

Sebab sebab Problem Produksi


Problem produksi yang terjadi sangat bergantung pada karakteristik batuan reservoir,
karakteristik fluida reservoir, dan kondisi reservoir itu sendiri. Oleh karena itu faktor-
faktor diatas manjadi acuan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya problem
produksi.
Kepasiran
Sebab sebab dari terproduksinya pasir berhubungan dengan :
- Tenaga pengerukan (drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh aliran fluida dimana
laju aliran dan visositasnya meningkat menjadi lebih tinggi.
- Pengurangan kekuatan formasinya, hal ini sering dihubungkan dengan produksi air,
karena melarutkan material penyemen atau pengurangan gaya kapiler dengan
meningkatnya saturasi air.
- Penurunan tekanan reservoir, dengan penurunan ini akan mengganggu sifat
penyemenan antar batuan.
Ikut terproduksinya pasir pada operasi produksi menimbulkan problem produksi.
Problem produksi ini biasanya berhubungan dengan formasi dangkal berumur tersier
yang umumnya batupasir berjenis lepas-lepas (unconsolidated sand) dengan sementasi
antar butiran kurang kuat. Hal ini berarti pekerjaan komplesi sumur menjadi perhatian
kritis dalam zona-zona kepasiran. Berdasarkan kemudahan pasir ikut terproduksi maka
formasi batupasir dibedakan ke dalam tiga jenis sebagai berikut :
1. Quicksand
Pada formasi jenis ini ikatan antar butiran pasir lemah sehingga mudah bergerak
bersama-sama fluida produksi (tersuspensi oleh fluida). Pasir ini ikut terproduksi
secara kontinyu dengan kapasitas kepasiran tetap selama kapasitas produksi fluida
juga tetap. Ikut terproduksinya pasir jenis ini tidak menyebabkan terjadinya
pembesaran lubang di sekitar sumur karena rongga-rongga yang semula ditempati
pasir yang ikut terproduksi selalu diisi oleh pasir yang tersuspensi fluida produksi.
2. Packed Sand
Formasi pasir jenis ini mempunyai bahan penyemen yang sangat sedikit sehingga
kekuatan sementasinya sangat lemah dan pasir mudah terproduksi bersama-
sama fluida pada kapasitas produksi yang tertentu. Ikut terproduksinya pasir ini
menyebabkan rongga-rongga di sekitar lubang perforasi yang semula ditempati
oleh pasir yang ikut terproduksi. Pembentukan rongga-rongga ini tidak
berlangsung terus karena pada suatu saat terbentuknya lengkungan ketsatbilan
pasir (sand arch) di sekitar lubang perforasi yang mampu menahan
terproduksinya butiran pasir (Gambar 3.1.). Problem lengkungan kestabilan pasir
ini dapat runtuh dalam jumlah yang besar akibat adanya lempung atau lanau
yang hampir tidak punya kekuatan rekat sama sekali terhadap butiran pasir.
3. Friable Sand
Pada formasi pasir jenis ini ikatan antar butirnya nampak cukup kuat tetapi pada
kenyataannya butiran pasair dapat tererosi oleh fluida yang terproduksi. Sama
halnya packed sand, jenis friable sand bisa menyebabkan terbentuknya rongga-
rongga di sekeliling lubang perforasi. Kepasiran berkurang dengan terbentuknya
lengkungan pasir dengan kestabilan lemah. Runtuhnya lengkungan pasir
menyebabkan kepasiran dalam jumlah besar. Selain kekuatan formasi
(kemampuan formasi untuk menahan butiran pasir untuk tetap pada tempatnya)
maka faktor lain yang menyebabkan kepasiran adalahsebagai berikut :
a. Tingginya kapasitas produksi fluida gaya seret fluida yang bekerja pada
lengkungan kestabilan pasir juga tinggi. Jika penurunan tekanan telah
melewati batas kestabilan lengkungan pasir, maka lengkungan kestabilan
menjadi runtuh. Lengkungan kestabilan yang lebih kecil umumnya lebih kuat
b. Pertambahan saturasi air menyebabkan gaya kapileritas yang menahan
butiran pasir pada lengkungan kestabilan menjadi berkurang atau hilang
sama sekali, sehingga lengkungan kestabilan pasir mudah runtuh.
Faktor faktor yang mempengaruhi rusaknya kestabilan formasi pasir tercakup
dalam sifat batuan itu sendiri disamping pengaruh fluida, faktor faktor tersebut
adalah:
a. Kecepatan aliran; adalah fungsi penurunan tekanan aliran formasi. Semakin
besar aliran fluda, semakin besar pula gaya seret fluida yang bekerja pada
busur kestabilan. Dengan membesarnya kecepatan fluida, kestabilan formasi
semakin berkurang dan dapat menyebabkan runtuhnya formasi
b. Sementasi batuan; faktor sementasi tergantung pada tingkat konsolidasi
batuan. Formasi dengan faktor sementasi lebih kecil dari 1,8 merupakan
formasi yang tidak stabil dan sering terjadi problem kepasiran pada formasi
ini.
c. Kandungan lempung formasi; Pada umumnya formasi pasir mengandung
lempung sebagai matrik atau semen batuan dan kadarclay lining akan
bertambah besar jika diameter pori pori mengecil. Biasanya lempung
mempunyai sifat yang basah air atau water wet, sehingga apabila air bebas
melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat;
lempung menjadi lembek dan gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap
material yang dilaluinya akan naik. Akibatnya , butiran pasir cenderung
bergerak ke lubang sumur, apabila air formasi mulai terproduksi.
Pembengkakan(swelling) lempung menyebabkan ruang pori semakin
mengecil, sehingga porositas batuan berkurang. Dengan begitu,
permeabilitas akan mengalami penurunan pula.
d. Migrasi butir butir halus; butir butir halus formasi didefinisikan oleh
Muecke adalah butir butir halus yang dapat melewati saringan mesh
terkecil, yaitu 400 mesh atau 37 m, diendapkan sewaktu terbentuknya
batuan dan masuk ke dalam formasi pada waktu operasi pemboran dan
komplesi sumur. Material padat yang sangat halus ini terdapat di dalam
ruang pori pori sebagai indiidu partikel yang bebas bermigrasi bersama
aliran fluida. Dengan ikut terproduksinya partikel ke lubang sumur kemudian
ke permukaan dan dianggap sebagai pasir, sedangkan sisanya akan
menyumbat pori pori disekitar lubang sumur. Karena tertutupnya pori
pori akan menyebabkan penurunan permeabilitas dan naiknya gradien
tekanan pada busur kestabilan, sehingga gaya akibat aliran semakin tinggi.
Penambahan gaya ini menjadi penyebab runtuhnya kestabilan formasi.
Kepasiran dapat menghambat kelangsungan operasi produksi, baik pada sumur
atau di permukaan. Kepasiran menimbulkan problem sebagai berikut :
a. Kapasitas produksi turun dratis akibat naiknya butiran pasir tersuspensi
dalam fluida produksi. Faktor lainnya antara lain : tersumbatnya lubang
perforasi dan pipa salur di permukaan.
b. Pembengkokan selubung atau liner akibat terbentuknya rongga-rongga di
sekitar lubang perforasi karena pasir terproduksi terus-menerus ke
permukaan.
c. Pengikisan atau erosi pada peralatan produksi di bawah permukaan dan di
permukaan pada choke atau di persimpangan pipa salur.

4. Coning
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan produksi
minyak, tetapi juga dapat mengakibatkan sumur ditutup atau ditinggalkan
sebelum waktunya. Selain itu terproduksinya air atau gas yang berlebihan akan
menyebabkan proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih sulit.
Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan karena:
Pergerakan air atau posisi batas air minyak telah mencapai lubang perforasi.
Pergerakan gas atau batas gas minyak telah mencapai lubang perforasi.
Terjadinya water fingering atau gas fingering
a. Water Coning
Water coning didefinisikan sebagi gerakan vertikal dari air yang memotong
bidang perlapisan formasi produktif seperti terlihat dalam Gambar 3.2.
Water coning tidak akan memotong penghalang permeabilitas vertikal
kecuali pada rekahan alami atau buatan.
Water coning yang tinggi sering terjadi pada reservoir terumbu karang atau
reservoir lain yang memiliki permeabilitas relatif air yang tinggi. Water
coning terjadi karena produksi sumur melebihi kondisi aliran kritis sehingga
air yang berada di aquifer terikut aliran fluida produksi dan menghambat
aliran hidrokarbon ke permukaan.
b. Gas Coning
Gas coning atau terproduksinya gas secara berlebihan yang berasal dari gas
terlarut dalam minyak, tudung gas primer atau sekunder dan aliran gas dari
zona gas di atas atau di bawah zona minyak.
Pada reservoir bertenaga dorong gas terlarut terjadi kenaikkan saturasi gas
(Sg) akibat penurunan tekanan selama pengambilan minyak. Jika gas terlarut
dalam minyak terbebaskan, maka gas mengalir menuju sumur dan menjadi
fluida yang paling mobil karena tekanan yang terus-menerus.
Jika tidak ada penghalang permeabilitas vertikal, maka gas mengembang ke
dalam interval produktif. Adanya beda tekanan yang tinggi di sumur, maka
gas coning terjadi pada sumur yang memiliki perubahan permeabilitas
vertikal secara kontinyu. Dalam reservoir berlapis-lapis, aliran gas di atas
atau di bawah zona minyak terjadi karena adanya selubung yang pecah,
pecahnya semen dan rekahan-rekahan yang berhubungan dengan zona gas.

5. Emulsi
Emulsi adalah campuran dua jenis cairan yang tidak dapat campur. Dalam emulsi
salah satu cairan dihamburkan dalam cairan lain berupa butiran-butiran yang
sangat kecil. Kondisi-kondisi yang menyebabkan terbentuknya emulsi adalah
sebagai berikut :
a. Adanya dua macam zat cair yang tidak saling campur pada kondisi tertentu.
b. Adanya zat koloid yang membantu terbentuknya emulsi (emulsifying agent).
c. Adanya agitasi (pengadukan) yang mampu menghamburkan salah satu cairan
menjadi tetes-tetes (droplet) dalam cairan yang lainnya.
Emulsi kental memiliki jumlah oksigen droplet yang dihamburkan dalam cairan
lebih banyak dan emulsi encer adalah sebaliknya. Emulsi semacam itu ditinjau
dari viskositasnya. Sedang berdasarkan fasanya maka emulsi dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Air dalam emulsi minyak (water in oil emulsion) jika minyak sebagai fasa
eksternal dan air menjadi fasa internal.
2. Minyak dalam emulsi air (oil in water emulsion) jika sebaliknya.
Kestabilan emulsi merupakan ketahanan emulsi terhadap tenaga yang
memecahkan emulsi. Kestabilan emulsi tergantung pada faktor-faktor berikut ini:
Emulsifying agent yang merupakan faktor penentu kestabilan emulsi. Tanpa
emulsifying agent tidak akan terjadi emulsi yang stabil karena tenaga
emulsifying agent berpengaruh pada kestabilan emulsi.
Viskositas yang merupakan sifat keengganan fluida untuk mengalir. Minyak
bervikositas tinggi cenderung menahan butiran air dalam jumlah besar.
Minyak bervikositas tinggi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
melepaskan droplet air.
Specific gravity (SG) yang merupakan berat zat dalam cairan per satuan
volume tertentu. Perbedaan SG yang besar menyebabkan waktu pemisahan
emulsi lebih cepat sehingga minyak berat (SG besar, 0API kecil) cenderung
menyimpan droplet air lebih lama.
Prosentase air yang besar cenderung membentuk emulsi tidak stabil karena
droplet per satuan volumenya lebih besar sehingga bisa bergabung menjadi
droplet yang lebih besar dan mudah terpisah dari minyak dengan gaya berat
sendiri.
Umur emulsi sejalan dengan waktu dimana masih terdapat prosentase air
dalam minyak maka emulsi lebih stabil dan sukar diperlakukan.

6. Pengendapan Scale
Endapan scale adalah endapan mineral yang terbentuk pada bidang permukaan
yang bersentuhan dengan air formasi sewaktu minyak diproduksikan ke
permukaan. Timbulnya endapan scale tergantung dari komposisi air yang
diproduksikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat reaksi pembentukan scale di
bawah ini :
a. BaCl2 + Na2SO4 BaSO4 + 2 NaCl scale barium sulfat dengan air tak
kompatibel.
b. SrCl2 + MgSO4 SrSO4 + MgCl2 scale strontium sulfat dengan air tak
kompatibel.
c. CaCl2 + Na2SO4 CaCO4 + 2 NaCl scale gipsum dengan air tak kompatibel
dan supersaturasi.
d. 2 NaHCO3 + CaCl2 CaCO3 + 2 NaCl + CO2 + H2O scale kalsium karbonat
dengan air tak kompatibel.
e. Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O scale kalsium karbonat dengan
supersaturasi sampai terjadi penurunan tekanan, panas dan adanya agitasi.
Air mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mempertahankan
komponennya yang terdiri dari ion-ion agar tetap dalam larutan air. Jika
kelarutan ion terlampaui maka komponen menjadiu terpisah dari larutan sebagai
padatan, dan membentuk endapan scale.
Sebab-sebab terjadinya endapan scale antara lain :
1. Air tak kompatibel
Air tak kompatibel adalah bercampurnya dua jenis air yang tak dapat campur
akibat adanya kandungan dan sifat kimia ion-ion air formasi yang berbeda.
Jika dua macam air ini bercampur maka terjadi ion-ion yang berlainan sifat
tersebut sehingga menyebabkan terbentuknya zat baru tersusun atas kristal-
kristal atau endapan scale.
2. Penurunan tekanan
Selama produksi terjadi penurunan tekanan reservoir akibat fluida
diproduksikan ke permukaan. Penurunan tekanan ini terjadi pada formasi ke
dasar sumur, ke permukaan dan dari kepala sumur ke tangki penimbun.
Adanya penurunan tekanan ini, maka gas CO2 jadi terlepas dari ion-ion
bikarbonat. Pelepasan CO2 menyebabkan berubahnya kelarutan ion yang
terkandung dalam air formasi sehingga mempercepat terjadinya endapan
scale.
3. Perubahan temperatur
Sejalan dengan berubahnya temperatur (ada kenaikkan temperatur ) terjadi
penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan ion yang menyebabkan
terbentuknya endapan scale. Perubahan temperatur ini disebabkan
oleh penurunan tekanan.
4. Faktor-faktor lainnya
Agitasi menyebabkan terjadinya turbulensi aliran, sehingga endapan scale
lebih cepat terbentuk. Semakin lama waktu kontak semakin besar pula
endapan scale yang terbentuk. Semakin besar pH larutan mempercepat
terbentuknya endapan scale.

7. Pengendapan Parafin dan Aspal


Terbentuknya endapan parafin dan aspal disebabkan oleh perubahan
kesetimbangan fluida reservoir akibat menurunnya kelarutan lilin dalam minyak
mentah. Pengendapan yang terjadi pada sumur produksi dipengaruhi oleh
kelarutan minyak mentah dan kandungan lilin dalam minyak. Kristal-kristal lilin
yang menjarum berhamburan dalam minyak mentah saat berbentuk kristal-
kristal tunggal. Bahan penginti (nucleating agent) yang terdapat bersama-sama
dengan kristal lilin dapat memisahkan diri dari larutan minyak mentah dan
membentuk endapan dalam sumur produksi.
Penyebab utama terbentuknya endapan parafin dan aspal adalah penurunan
tekanan karena kelarutan lilin dalam minyak mentah menurun saat menurunnya
temperatur. Adanya gerakan ekspansi gas pada lubang perforasi dan di dasar
sumur dapat menyebabkan terjadinya pendinginan atau penurunan temperatur
sampai di bawah titik cair parafin, sehingga timbul parafin dan aspal.
Terlepasnya gas dan hidrokarbon ringan dari minyak mentah bisa menyebabkan
penurunnan kelarutan lilin, sehingga terbentuk endapan parafin dan aspal. GOR
yang tinggi dapat mempercepat terbentuknya endapan parafin dan aspal.

Identifikasi Problem Produksi


Untuk mengetahui problem produksi, perlu dilakukan identifikasi problem produksi
tersebut, dalam usaha pencegahan dan penanggulangannya. Sehingga bila terjadi
penurunan kapasitas produksi dari sumur minyak, maka segera dapat dilakukan
penanggulangan. Usaha penanggulangan problem produksi secara tepat akan
mengembalikan produksi sumur menjadi berproduksi dengan kapasitas optimum.
Problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya minyak yang diproduksikan di
suatu sumur, yaitu pertama menurunnya produktifitas formasi. Pengidentifikasian
problem produksi ini bertumpu pada reservoar dan masalahnya. Macam problem yang
menyebabkan menurunya produktifitas formasi, antara lain; problem kepasiran,
problem produksi air dan gas berlebihan, invasi cairan dan invasi padatan. Kedua,
menurunnya laju produksi. Pengidentifikasian problem produksi yang kedua ini
dititikberatkan pada material produksi. Akibat yang ditimbulkan lebih luas, tidak hanya
di formasi tetapi juga dapat berlanjut sampai ke permukaan, bahkan sampai
ke refinery (pengilangan).
Problem ini meliputi: problem emulsi, problem scale, problem korosi, problem parafin.
Identifikasi problem produksi secara visual dilakukan di permukaan dengan cara
mengamati laju produksi yang tercatat pada meter aliran. Penurunan laju produksi
secara drastis memberikan informasi adanya problem produksi pada sumur. Analisa
BS&W (Basic Sediment & Water) yang diambil di kepala sumur, choke manifold dan
keluaran separator juga dapat mengidentifikasikan adanya problem produksi. Telah
diketahui bahwa hasil analisa BS&W (dalam persen) bisa memberikan informasi tentang
jumlah sedimen/padatan dalam minyak mentah berhubungan kepasiran atau air formasi
yang mengandung bahan-bahan pembentuk endapan scale, gas-gas korosif dan bahan
emulsi.
Analisa lanjutan adalah analisa fluida reservoir (uji PVT) di laboratorium untuk
mendapatkan sifat fisik fluida.
Uji produksi menghasilkan data laju produksi untuk masing-masing fasa yaitu laju
produksi minyak (Qo), air (Qw) dan gas (Qg), sehingga identifikasi problem produksi
seperti water atas gas coning dapat dilakukan dengan mengamati rasio gas/minyak
(GOR), kadar air (WC) dan rasio air/minyak (WOR).
Uji produksi adalah kegiatan produksi sumur yang dilakukan secara rutin. Choke
manifold atau orifice digunakan dalam uji produksi untuk mendapatkan data laju
produksi gas. Laju produksi minyak diperoleh dari separator atau tangki pengumpul.
Sedangkan basic sediment and water (BS dan W) didapatkan melalui centrifuge.
A. Peralatan Produksi
Peralatan uji produksi di permukaaan antara lain : choke manifold, separator, tangki
pengumpul dan centrifuge yang dipakai untuk mengukur besaran-besaran produksi.
1. Choke Manifold
Choke manifold mempunyai dua fungsi yaitu :
a). Mengatur aliran dari wellhead. Untuk keperluan ini choke manifold memiliki tiga
cabang yaitu :
- Manifold baypass (tengah) digunakan untuk mengalirkan fluida pada saat clean up
period.
- Choke manifold (kiri dan kanan) digunakan untuk mengatur kapasitas aliran
fluida yang masuk separator pada saat flowing period dengan mengganti-ganti ukuran-
ukuran choke yang telah dipersiapkan. Penggantian ukuran choke menyebabkan
perubahan tekanan dan temperatur kepala sumur (FWHP dan FWHT).
b). Menutup aliran fluida dari wellhead bila diperlukan. Misalnya untuk memperol
eh data tekanan dan temperatur di kepala sumur pada waktu tutup sumur (SWHP dan
SWHT).
2. Separator
Fungsi utama separator adalah untuk memisahkan gas, minyak dan air yang datang dari
sumur minyak atau gas, sehingga dapat dilakukan pengukuran data laju produksi gas,
minyak dan air. Laju produksi dapat berubah jika ukuran choke yang dipasang di
manifold dirubah. Bentuk separator ada tiga macam yaitu : vertikal, horisontal dan
sferikal.
3. Tangki Pengumpul
Tangki pengumpul digunakan untuk menampung minyak dan air yang keluar dari
separator-separator dengan maksud untuk mengambil tambahan sampel fluida, jika oil
meter atau water meter tidak berfungsi dengan baik untuk mengukur laju produksi
minyak atau air dan untuk kepentingan kalibrasi kapasitas minyak atau air dan untuk
kepentingan kalibrasi kapasitas minyak atau air dapat ditentukan pada tangki
pengumpul. Caranya dengan mengukur waktu yang dibutuhkan untuk pengisian satu
satuan tangki pengumpul yang sudah diberi tanda (misalnya 1 bbl) kemudian dilakukan
perhitungan kapasitas produksinya.
B. Laju Produksi Minyak, Gas dan Air
Laju produksi dari sumur bisa terdiri dari tiga macam yaitu laju produksi minyak, gas dan
air. Besarnya ketiga laju produksi sangat penting dalam uji produksi. Laju produksi
minyak (Qo) ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

....................................................(3-1)
dimana
Qo = Laju Produksi minyak pada keadaan standart, STBO/d.
Fm = Koefisien oil meter. Ditentukan dari kalibrasi oil meter dan
umumnya diambil Fm = 1.
K = Koreksi volume ke temperatur standart (600F).
Shr = Faktor penyusutan minyak. Ditentukan dari shrinkage meter.
BSW = Basic sediment and water. Ditentukan dengan centrifuge.
R = Selisih pembacaan oil meter, bbl untuk interval T.
T = Interval waktu alir, jam.

Untuk mengukur minyak bersih memakai meteran aliran, maka faktor meteran
harus ditetapkan dulu melalui kalibrasi. Jika meteran dengan kompresator temperatur
dan gravity otomatis, maka pembacaan sudah dikonversikan untuk
volume minyak pada 600F.

Laju produksi air (Qw) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Laju produksi gas (Qg) dihitung berdasarkan pembacaan tekanan, temperatur, gas
gravity dan ukuran jepitan atau orifice yang digunakan :
1. Perhitungan melalui jepitan (di kepala sumur) untuk temperatur alir dan gas gravity
diketahui :

............................................................................(3-3)
2.
Perhitungan melalui jepitan untuk temperatur alir dan gas gravity tidak diketahui :

dimana :
Qg = laju produksi gas, MSCF/d.
C = Koefisien jepitan.
P = Tekanan masuk, psi.
g = Specific gravity gas.
T = Temperatur alir, 0R (T0R = 460 + T0F).
3. Perhitungan melalui orifice meter (di separator )

................................................................(3-5)
dimana :
Qg = Laju produksi gas pada kondisi reservoir, cuft/d
C1 = Konstanta aliran orific. Yaitu kapasitas aliran dalam cuft/jam

pada kondisi reservoir jika pressure extension, .


hw = Beda tekanan, in. Udara.
Pf = Tekanan statik, psi.

Harga C1 dapat diperoleh dari hasil kali beberapa faktor yang dinyatakan
sebagai berikut :

........................................(3-6)
dimana :
Fb = Faktor dasar aliran orific.
Fr = Faktor bilangan Reynolds.

............................................................................(3-7)
Y = Faktor ekspansi.
Fpb = Faktor tekanan dasar sumur.
Ftb = Faktor temperatur dasar sumur.

........................................................................................(3-8)
Tb = Temperatur dasar sumur absolut.
Fg = Faktor specific gravity gas.
Ftf = Faktor temperatur alir gas yang diukur bukan pada 600F.

........................................................................................(3-9)
Tf = Temperatur alir absolut sebenarnya.
Fm = Faktor meteran (hanya alat ukur jenis merkuri).
Fpv = Faktor superkompressibilitas.

C. Gas Oil Ratio, Water Oil Ratio dan Gas Liquid Ratio
Selama berlangsungnya produksi terjadi penurunan tekanan reservoir terus-menerus.
Setelah melewati tekanan titik gelembung maka gas yang semula terlarut dalam minyak
terbebaskan. Gas yang terbebaskan ini ikut terproduksi bersama minyak. Rasio
gas/minyak (GOR) adalah perbandingan gas bebas atau gas terlarut dalam minyak dan
gas tanpoa adanya air yang ikut terproduksi, maka minyak dan gas ikutan mengalir
bersama-sama ke permukaan. Secara matematis, GOR dinyatakan sebagai perbandingan
antara laju produksi gas (Qg) dan laju produksi minyak (Qo) dalam kondisi reservoir
sebagai berikut :

..........................................................................(3-10)
Untuk menyatakan kondisi permukaan, maka Persamaan 3-26 berubah menjadi :

..................................................(3-
11) dimana :
GOR = Rs = Rasio gas/minyak pada kondisi reservoir, SCF/STB.
Qg = Laju produksi gas, cuft/d.
Qo = Laju produksi minyak, bbl/d.
kg = Permeabilitas efektif gas, md.
ko = Permeabilitas efektif minyak, md.
g = Viskositas gas, cp.
o = Viskositas minyak, cp.
(GOR)PERMUKAAN = RP = GOR Produksi, SCF/STB.
Bo = Faktor volume formasi minyak, bbl/STB.
Bg = Faktor volume formasi gas, cuft/SCF.
Untuk Ps di atas Pb, maka produksi fluida belum menghasilkan gas bebas sehingga harga
GOR sama dengan keluaran gas dalam minyak mula-mula (Rsi). Dengan naiknya produksi
kumulatif, maka Pssampai di bawah Pb dan gas bergerak ke permukaan sehingga
Sgsumur naik dan ko turun, yang selanjutnya menaikkan GOR produksi.
Rasio air/minyak (WOR) adalah perbandingan antara laju produksi air (Qw) terhadap laju
produksi minyak (Qo). Jika reservoir berproduksi minyak dan air tanpa adanya gas yang
ikut terproduksi, maka minyak dan air mengalir bersama-sama ke permukaan. Pada
kondisi reservoir besarnya WOR dapat ditulis sebagai berikut :

..........................................................................(3-12)
Untuk kondisi permukaan WOR dinyatakan sebagai berikut :

..........................................................................(3-13)
dimana harga faktor volume formasi air (Bw) = 1.0 bbl/STB.
Jika aliran minyak yang bercampur dengan air dan gas, maka diturunkan
persamaan rasio gas/cairan (GLR). GLR didefinisikan sebagai perbandingan antara laju
produksi gas (Qg) dan laju produksi cairan total (Qo + Qw). Persamaan GLR dinyatakan
sebagai berikut :

......................................(3-14)
dimana w = viskositas air (cp) dan kw = permeabilitas efektif air (md) dan Bw = 1.0
bbl/STB.
D. Basic Sediment and Water
Penentuan kadar air dan sedimern (BS & W) dari minyak mentah dilakukan memakai
centrifuge yang terdiri dari centrifuge, centrifuge tube 100 ml dan transformer. Sampel
BS & W diambil di kepala sumur, choke manifold atau keluaran separator jika
dimungkinkan.
Caranya adalah sebagai berikut :
1. Mengambil 100 ml sampel minyak dari kepala sumur sebanyak 4 kali.
2. Memasukkan sampel ke dalam centrifuge tube dalam posisi berpasangan.
3. Centrifuge tube dimasukkan ke dalam centrifuge.
4. Menghubungkan centrifuge dengan trnasformer.
5. Mengatur timer dalam 10 menit.
6. Mengatur regulator pada posisi 0 dan membaca putaran tiap menit (rpm).
7. Setelah berhenti, mengambil centrifuge tube dan melaporkan BS & W dalam
prosen.
8. Jika minyak berelmusi tinggi, maka sampel ditambahkan emulsion breaker 3 tetes.
Informasi yang bisa didapatkan dari analisa BS & W adalah identifikasi kandungan
sedimen/padatan dalam minyak mentah, emulsi, korosi & scale.
E. Identifikasi Water Cut
Identifikasi water cut pertama kali dengan mengamati kelakuan kurva log
resistivitas, baik kurva resistivitas induksi dalam (R d) dan mikrosferikal (RMSFL)
ditunjang dengan log porositas densitas-netron dan kurva gamma ray. Kurva resistivitas
mendefinisikan keberadaan air yang memiliki konduktivitas tinggi (beresistivitas rendah)
dari pembacaan kurva R d < RMSFL. Kurva densitas dan netron menunjukkan harga
yang tinggi, karena air berdensitas tinggi dan banyak mengandung atom hidrogen
minyak. Kurva gamma ray mendefinisikan lapisan porus dan permeabel berkandungan
air dan minyak.
Identifikasi selanjutnya dilakukan dengan uji produksi melalui pengukuran laju
produksi air dan laju cairan total. Water Cut (WC) didefinisikan sebagai perbandingan
antara laju produksi air (Qw) dan laju propduksi cairan total (Qo + Qw) dan dinyatakan
sebagai berikut :

..................................................(3-15)
dimana : Bw = 1.0 bbl/STB.

Identifikasi Kepasiran
Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan dari ikatan butir-butir pasir yang
disebabkan oleh adanya gaya gesekan serta tumbukan yang ditimbulkan oleh suatu
aliran dari fluida dimana laju aliran yang terjadi melampaui batas maksimum dari laju
aliran kritis yang diperbolehkan, sehingga butiran-butiran pasir akan ikut terproduksi
bersama-sama minyak ke permukaan.
Butiran - butiran pasir yang terkumpul di dalam suatu sistem akan membentuk suatu
ikatan antar butiran itu sendiri dalam suatu ikatan sementasi yang mana ikatan
sementasi tersebut membuat butiran-butiran itu pasir bersatu dan kuat. Semakin besar
harga faktor sementasi yang didapat, maka akan semakin kuat ikatan antar butiran
butiran pasir yang ada dan semakin terkonsolidasi, demikian juga sebaliknya semakin
rendah harga faktor sementasi, semakin rendah tingkat konsolidasinya, dan akhirnya
butiran - butiran pasir tersebut akan mudah lepas.
Harga faktor sementasi ini dapat diketahui dari analisa yang dilakukan pada core yang
didapatkan dan analisa tersebut merupakan analisa core spesial yang merupakan
rangkaian dari suatu penilaian formasi. Dimana merupakan harga faktor sementasi yang
diperoleh dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya kemungkinan problem
kepasiran, semakin kecil faktor sementasi yang diperoleh maka semakin besar
kemungkinan problem kepasiran terbentuk.
Archie mengemukakan suatu persamaan yang meupakan hubungan antara porositas,
faktor sementasi dan faktor formasi, yang dapat digunakan untuk menentukan
sementasi batuan, ini ditunjukkan dalam persamaan :

..(3-16)

..(3-17)

dimana ;
F = faktor formasi
= porositas batuan
m = faktor sementasi
Ro = resistivitas batuan dengan saturasi 100% air
Rw = resistivitas air formasi

Tabel III 1
Faktor Sementasi untuk Berbagai Jenis Batuan
Litologi Harga m
Batupasir
Loose uncemented sand 1,3
Slightly cemented sand 1,3 1,7
Moderatly cemented sand 1,7 1,9
Well cemented sand 1,9 2,2

Batugamping
Moderatly porous limestone 2
Some oolitic limestone 2,8

3.1.1. Identifikasi Coning


Produksi air atau gas yang berlebihan sebelum waktunya merupakan indikasi
terjadinya water / gas coning dan water / gas fingering. Oleh karena itu sejak awal
produksi, sumur sudah harus diperhatikan kemungkinan kemungkinan
penanggulangannya.
Penyebab water / gas coning adalah adanya zone air / gas yang cukup besar dibawah
maupun diatas zone minyak. Untuk mengidentifikasi suatu sumur akan
mengalami water / gas coning perlu diketahui antara lain:
a. Jenis Reservoir
Misalnya reservoir water drive untuk kasus water coning dan reservor gas cap drive
untuk kasus gas coning. Sedangkan data untuk mengetahui jenis reservoir tersebut
diperoleh dari data eksplorasi.
b. Karakteristik Reservoir
Data karakteristik reservoir meliputi:
- Ketebalan zone minyak, yang diperoleh dari logging
- Permeabilitas efektif minyak dari arah vertikal dan horisontal, diperoleh dari
analisa inti batuan.
- Massa jenis minyak, air dan gas, diperoleh dari analisa fluida reservoir.
- Faktor volume formasi dan viskositas fluida, yang diperoleh dari FVT.
Dari data diatas maka dapat dihitung kapasitas produksi kritis. Dengan perhitungan
tersebut dapat diperkirakan kapan sumur tersebut akan memproduksi air atau gas.
Penyebab dari water atau gas fingering karena adanya perbedaan permeabilitas pada
reservoir berlapis. Data yang perlu diketahui untuk mengidentifikasi problem ini adalah:
a. Karateristik Reservoir meliputi :
- Densitas air, gas, dan minyak , yang diperoleh dari analisa fluida reservoir.
- Tebal reservoir dan jari jari lubang bor, diperoleh dari logging.
- Jari jari pengurasan, diperoleh dari test sumur
- Permeabilitas efektif minyak, diperoleh dari analisa inti batuan.
- Viscositas, yang diperoleh dari FVT
b. Jenis Reservoir
c. Kondisi Reservoir
- Tekanan, diperoleh dari well test.
Dengan menempatkan perforasi dan menggunakan laju aliran yang sesuai,
tentunya diharapkan problem ini dapat dihindari semaksimal mungkin.

Identifikasi Emulsi
Jenis water in oil emultion jika dibandingkan dengan oil in water emultion lebih sering
terjadi dan ditemui di lapangan. Karena sering ditemukan, maka untuk
mengidentifikasikan ada tidaknya emulsi tersebut dapat digunakan salah satu cara yaitu
berupa analisa fluida hidrokarbon yang dilakukan di laboratorium. Adapun metode yang
digunakan adalah Dean and Stark Methode , ini merupakan pengidentifikasian
problem emulsi secara tidak langsung
Sedangkan identifikasi secara langsung dapat dilihat dari hasil production test yang
berupa yang berupa water oil ratio (WOR). Dari WOR tersebut dapat dilihat bahwa
semakin besar harga WOR maka makin besar pula kandungan air dalam minyak, maka
tendensi untuk timbulnya emulsi menjadi makin besar. Disamping itu dari tipe tenaga
pendorong air (water drive mechanism) juga dapat menimbulkan emulsi karena semakin
banyak air yang ikut terproduksi sejalan dengan produksi jika dibandingkan dengan
minyak yang ada.
Pada analisa fluida formasi tadi harga standar yang diijinkan untuk perbandingan antara
air dengan minyak berkisar antara 2 3%. Diatas ataupun dibawah harga standart
tersebut dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya emulsi, baik itu water in oil
emultion maupun oil in water emultion.

Identifikasi Endapan Scale


Identifikasi problem dapat dilakukan dari air formasi yang diambil dari production test.
Identifikasi ini dilakukan dengan mengadakan perhitungan kelarutan.
Perhitungan kelarutan dapat digunakan untuk meramalkan pembentukan beberapa
scale. Perhitungan tersebut mengindikasikan derajat dan scaling tendensi
(kecenderungan pembentukan scale). Harga yang didapat dari prosedur perhitungan
sebaiknya diambil hanya sebagai petunjuk karena anggapan yang mempermudah telah
dibuat pada penurunan setiap persamaan. Sedangkan kelarutan pada air alamiah adalah
gejala yang komplek. Apabila ditemukan sumber air yang menunjukkan gejala scaling
maka harus dihindari atau melakukan treatment. Begitu pula harus dihindari
tercampurnya air yang analisa komposisinya menunjukkan kecenderungan pengendapan
scale. Berikut akan diuraikan perhitungan kelarutan calsium carbonat, calsium sulfat,
dan barium sulfat.
a. Perhitungan calcium carbonat
Metode yang dipakai adalah metode Stiff dan Davis sebagai perluasan metode Langelier.
Indeks kelarutan dari Langelierdikembangkan untuk memperkirakan pembentukan scale
CaCO3dari fresh water oleh Stiff dan Davis untuk digunakan dalam analisa air formasi.
Persamaan empirisnya adalah sebagai berikut:
SI = pH pHs .(3-18)
pHs = K p Ca p Alk .(3-19)
SI = pH K p Ca p Alk .(3-20)
Dimana :
SI = Scaling indeks. Jika SI berharga (-), air dibawah kejenuhan dan scale tidak
terbentuk.
pH = pH air sebenarnya
K = konstanta yang merupakan fungsi komposisi, salinitas dan temperatur air.
Harga K didapat dari hubungan grafik dengan ionic strength dan temperatur air.
Ionic Strength adalah :
= (c1z12 + c2z22 + c3z32 + .. cnzn2)
c = Konsentrasi ion dalam mole/1000 gr air
z = Valensi ion

Dimana total alkalinity = CO32- + HCO3-


Dalam menghitung kelarutan Kalsium Carbonat dengan cara ini, kita harus
mengetahui pH, temperatur air dan konsentrasi ion-ion : Na+, Ca++, Mg++, Cl-, CO32-,
HCO3-, dan SO.
Sangat penting bahwa pH CO32- dan HCO3- diukur di lapangan segera setelah contoh
diambil, karena parameter ini berubah sangat cepat setelah sampling. Perhitungan yang
akurat tidak bila diperoleh di laboratorium.
Harga K adalah fungsi dari ionis strength dan chart untuk menentukan p Ca dan p Alk
yang didapat dari grafik (Lampiran).
Hasil dari perhitungan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil SI negatif, maka air tidak jenuh dengan CaCO3 dan scale tidak terbentuk.
2. Hasil SI positif, maka air diatas kejenuhan CaCO3 dan terdapat indikasi
terbentuknya scale.
3. Hasil SI nol, maka air pada titik kejenuhan.

b. Perhitungan kelarutan Calcium Sulfate (Gypsum)


Metode yang digunakan adalah Metode Skillman, McDonald dan Stiff. Metode ini
banyak digunakan untuk memperkirakan kelarutan Gypsum di lapangan minyak pada
temperatur diatas 80oC.
Metode ini didasarkan pada penguykuran kelarutan thermodinamika dan mempunyai
dasar teoritis sebagai berikut :

..(3-21)
Dimana :
S = Kelarutan gypsum hasil perhitungan (meq/l)
K = Konstanta yang merupakan fungsi komposisi air dan temperatur yang
disebut Solubility Product Constant (konstanta hasil kelarutan). Harga K didapat dari
grafik korelasi dengan ionic strength seperti halnya pada CaCO3. k sebagai fungsi ionic
strength diberikan pada lampiran.
X = Kelebihan konsentrasi ion dalam grol/liter. Ini adalah perbedaan konsentrasi ion
Calcium dan Sulfate.
Data yang sama diperlukan dalam perhitungan ini seperti halnya pada perhitungan SI.
Perhitungan kelarutan gypsum (ml/l) dibanding dengan konsentrasi aktual Ca== dan
SO42- yang terdapat di dalam air.
Jika S lebih kecil dari yang terkecil dari kedua konsentrasi (Ca++ dan SO42-) maka scale
gypsum akan terbentuk. Jika S lebih besar maka air tidak dijenuhi oleh gypsum dan
scaling tidak mungkin terbentuk.
c. Perhitungan kelarutan Barium Sulfate
Kita dapat mempekirakan kelarutan BaSO4 dalam air yang mengandung ion sodium dan
chlorida yang agak dominan dan ion calcium yang sangat kecil, tetapi hal tersebut tidak
begitu penting karena kelarutan BaSO4 sangat terbatas sehingga adanya ion Ba++dan
SO4= menujukkan kemungkinan terbentuknya scale.
Pembentukan scale dan plugging di sumur injeksi sering diakibatkan oleh bercampurnya
dua atau lebih air yang sesungguhnya tidak boleh digabungkan (incompatible). Bila air
tersebut dialirkan sendiri-sendiri maka tidak akan menyebabkan problem scale, tetapi
bila digabungkan akan terjadi reaksi antara ion-ion yang terlarut dari masing-masing air
dan membentuk endapan.
Sebagai contoh : adalah salah bila mencampur air yang mengandung banyak ion
Ba++ dan air yang mengandung banyak ion SO4=, karena endapan BaSO4 akan
terbentuk.
Situasi akan menjadi rumit bila lebih dari dua air yang bercampur. Mencampurkan dua
atau lebih air yang incompatible dipermukaan tidak dianjurkan digunakan untuk sumur
injeksi.
Problem lain akan timbul jika air injeksi tidak compatible dengan air formasi. Tetapi
hanya sedikit plugging yang disebabkan oleh hal tersebut pada sumur injeksi, karena
hanya sedikit daerah kontak air injeksi dan formasi. Problem yang serius timbul sesudah
air injeksi menerobos (breaktrough) ke sumur produksi dimana kesempatan air untuk
kontak semakin besar, sehingga semakin banyak air injeksi yang terproduksi dan akan
semakin banyak pembentukan scale (di daerah produksi).
Kompabilitas dari air yang bercampur dapat diperkirakan dengan perhitungan
atau dengan percobaan. Penentuan dengan percobaan lebih dapat dipercaya apabila
contoh air yang akan bercampur ada.
Perhiyungan kelarutan yang dilakukan adalah:
1. Analisa air yang akan dicampur
2. Hitung komposisi anion dan kation untuk beberapa perbandingan percampuran
yang mungkin terjadi
3. Hitung kecenderungan pengendapan scale
Sedangkan pengetesan kompabilitas air adalah sebagai berikut: Air contoh yang akan
dicampur di saring untuk menghilangkan padatan yang tersuspensi dan kemudian
dicampur pada berbagai macam perbandingan, kemudian diamati apakah menimbulkan
endapan atau tidak.
Identifikasi Endapan Parafin dan Aspal
Masalah endapan parafin pada prinsipnya terjadi karena sifat yang dimiliki oleh minyak
yang diproduksikan, yaitu berkaitan dengan komposisi minyak, dimana komposisi
minyak tersbut dapat mempengaruhi harga titik kabut (cloud point) dan titik tuang (pour
point)dari minyak yang bersangkutan
Pada umumnya endapan parafin terjadi bila minyak yang diproduksikan banyak
mengandung komponen berat (C18 - C38) atau biasa disebut minyak berat, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa minyak berat sering menimbulkan endapan parafin.
Selain itu parafin dapat juga terbentuk jika temperatur minyak lebih rendah dari pour
dan cloud pointnya.
Kemungkinan terbentuknya endapan parafin dapat diidentifikasikan dari analisa drilling
log pada contoh cutting yang didapatkan dari analisa tersebut dapat diperkirakan jenis
hidrokarbon yang ada apakah termasuk minyak berat atau minyak ringan.
Selain dari analisa drilling log endapan parafin dapat juga diidentifikasikan dari analisa
air formasi yang dilakukan di laboratorium yang berupa uji harga pour point dan cloud
point dari minyak yang ada, dimana endapan parafin akan terbentuk pada temperatur
yang lebih rendah dari pour point serta cloud point-nya.
Dengan demikian identifikasi problem endapan parafin dapat dilakukan dari data yang
didapat dari penilaian formasi seperti drilling log dan analisa air formasi.
Identifikasi Korosi
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya problem korosi, yaitu
:
1. Pemeriksaan secara langsung
Pada metode ini peralatan yang digunakan diperiksa secara langsung kerusakan yang
terjadi akibat adanya korosi. Metode ini memang mudah dan sederhana, tetapi tentu
saja pemeriksaannya hanya terbatas pada peralatan yang terlihat oleh mata, sedang
bagian dalam peralatan digunakan peralatan tersendiri.
a. Caliper Survey
Caliper survey dilakukan untuk memeriksan bagian dalam tubing atau casing. Cara ini
sangat berguna untuk mengetahui area kerusakan akibat korosi.
b. Casing Thickness Log
Disini digunakan suatu alat untuk mengukur ketebalan casing. Jika logam yang hilang
dari bagian dalam casing diukur dengan caliper log, maka kehilangan logam pada bagian
luar casing dapat diperkirakan dari data thickness log.
c. Mengukur Kehilangan Logam dengan Coupons
Disini sepotong logam (coupon) disisipkan ke dalam sistem untuk suatu waktu
tertentu. Sebelumnya logam tersebut ditimbang dahulu. Dengan demikian dapat
ditentukan jumlah logam yang hilang, masa jenis logam dan waktu yang diperlukan. Laju
korosi biasa dinyatakan dalam mils per year (MPY).

Adapun satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan derajat korosi adalah:
Laju korosi < 5 MPY ; korosi ringan
Laju korosi 5 MPY ; korosi sedang
Laju korosi 15 MPY ; korosi berat
2. Pemeriksaan secara tidak langsung
Mengetahui korosi secara tidak langsung yaitu dengan mengadakan analisa air formasi,
hal ini dimaksudkan untuk:
Memperkirakan adanya korosi dengan menentukan kadar O2, H2S, CO2 dalam air yang
diproduksikan.
Mengetahui efektifitas inhibitor dengan jalan menentukan kadar besi dalam fluida yang
diproduksikan sebelum dan sesudah pemakaian inhibitor.
3. Pengukuran ketebalan metal dari satu sisi
Dengan menggunakan audio gauge dan penetron dapat mengukur ketebalan pipa dan
dinding tangki hanya dari satu sisi sisi saja. Audio gauge mengukur kecepatan suara
dalam metal sedangkan penetron mengintensitaskan sinar gamma yang dihamburkan
oleh metal.
http://fatmapetroleum.blogspot.com/2011/06/identifikasi-problem-produksi.html

Anda mungkin juga menyukai