Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH EKOLOGI PANGAN DAN GIZI

SISTEM PANGAN DAN GIZI


Dosen Pengampu : Indah Budiastutik, SKM, M.Kes

Kelompok 2 :
Hj. Siti Fatimah
Mariyam
Nurhayati
Juliati Hutagalung

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
taufik-Nya, sehingga tugas Makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Dalam menyusun makalah ini, penulis mendapat banyak rintangan dan hambatan. Tetapi
berkat kerja keras, ketekunan dan dukungan dari berbagai pihak, maka semua halangan dan
rintangan tersebut bias kami diatasi.
Dalam judul makalah Sistem Pangan Dan Gizi ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tiada lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan,
referensi dan waktu yang tersedia bagi penulis. Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati sangat
diharapkan konstribusinya baik berupa saran-saran maupun kritikan yang sifatnya membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak 17 Okt 2014

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997 membawa dampak yang sangat besar
bagi kehidupan rakyat Indonesia, terutama bagi kalangan menengah kebawah. Akibat
krisis moneter, harga berbagai kebutuhan pokok terus melonjak. Hal tersebut menyebabkan
jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat tajam. Dampak beruntun dari krisis
moneter, meningkatnya harga kebutuhan pokok serta kemiskinan yang kian merajalela
berimbas pada perubahan pola konsumsi masyarakat (dalam hal ini mengarah pada
penurunan). Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan ketahanan pangan masyarakat
anjlok.
Ketahanan pangan merupakan persoalan hidup mati suatu bangsa. Seseorang atau
sekelompok masyarakat bila tidak makan dalam jangka waktu tertentu akan menemui ajal.
Bila makan, tetapi dengan asupan yang tidak memenuhi standar gizipun hanya
menghasilkan generasi yang lemah, kurang sehat, tidak cerdas dan malas.
Dewasa ini, harga sembako seperti beras, beras, kedelai dan minyak goreng semakin
hari semakin tidak terjangkau oleh daya beli rakyat Indonesia. Akibatnya, prahara
kekurangan pangan dan gizi buruk merebak di berbagai daerah. Berita tentang adanya
sejumlah rakyat yang kelaparan, makan nasi aking, lumpuh layu dan bunuh diri lantaran
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok menghiasi media massa hampir setiap hari.
Penderita gizi buruk semakin bertambah. Jika pada tahun 2005 anak balita yang menderita
gizi buruk sebanyak 1,8 juta jiwa, pada tahun 2007 menjadi 5 juta jiwa (prakarsa-
rakyat.org).
Sumber lain memaparkan hal yang lebih memprihatinkan lagi, tercatat 2 sampai 4
dari 10 anak balita di 72 kabupaten terkena busung lapar, sekitar 11 juta dari 13 juta anak
usia sekolah di seluruh Indonesia kini mengalami anemia gizi (republika.co.id). Fenomena
tersebut sungguh ironi yang memilukan, karena terjadi di negara agraris dan maritim
terbesar di dunia, memiliki kekayaan alam yang luar biasa banyaknya. Indonesia dikenal
sebagai negara agraris dan maritim terbesar, namun pada kenyataanya masih sangat banyak
rakyatnya yang kelaparan dan terkena gizi buruk.
Fenomena gizi buruk sebagian besar terjadi akibat kemiskinan, diperparah dengan
perilaku para komprador pemburu keuntungan yang selama ini kecanduan mangimpor
secara besar-besaran aneka bahan pangan, mulai dari beras, kedelai, gula, daging sampai
buah-buahan. Impor bahan pangan yang berlebihan dapat menyengsarakan para petani,
meningkatkan pengangguran, menghamburkan devisa dan membunuh sektor pertanian
yang mestinya menjadi keunggulan kompetitif bangsa. Dewasa ini Indonesia mengimpor
sekitar 2,5 juta ton beras/tahun (terbesar di dunia); 2 juta ton gula/tahun (terbesar ke dua);
1,2 juta ton kedelai/tahun; 1,3 juta ton jagung/tahun; 5 juta ton gandum/tahun dan 550.000
ekor/tahun. Sungguh angka yang mencenganngkan bagi sebuah negara yang memiliki
kondisi agroekologis nusantara cocok untuk budi daya semua bahan pangan tersebut.
Buktinya Indonesia pernah mengukir prestasi menumental yang diakui dunia (FAO), yaitu
swasembada beras pada tahun 1984. indonesia juga pernah mencapai swasembada gula,
jagung dan kedelai (prakarsa-rakyat.org).
Tragedi kerawanan pangan dan gizi memang sungguh ironis terjadi di Negara sesubur
Indonesia. Padahal pemerintah terus berupaya meningkatkan dari APBN untuk bantuan
bagi rakyat miskin diantaranya melauli asuransi lesehatan rakyat miskin (Askeskin). Jika
pada tahun 2005 anggaran yang disiapkan untuk rakyat miskin (Askeskin) adalah sebesar
2,3 triliun, tahun 2006 sebesar 3,6 triliun, tahun 2007, 2,2 triliun dan untuk 2008
dianggarkan 4,6 triliun (lampungnews.com).

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini, adalah untuk dapat mengetahui :
Kebijakan pemerintah dalam bidang pangan dan gizi
Gizi seimbang dan sistem ketahanan pangan
Penerapan sistem dalam bidang pangan dan gizi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar
Sistem adalah : rangkaian komponen yang saling terkait menuju suatu tujuan yang
sama.
Contoh :
Tubuh manusia merupakan suatu system dengan komponen jaringan, organ, syaraf,
pembuluh darah dan sebagainya dengan tujuan menjaga keseimbangan fungsi tubuh.

Sistem Pangan Dan Gizi


Mempunyai tujuan meningkatkan dan mempertahankan status gizi masyarakat dalam
keadaan optimal.
Dalam sistem pangan dan gizi ada 4 komponen yaitu :
1. Penyediaan pangan
2. Distribusi pangan
3. Konsumsi makanan
4. Utilisasi makanan

Beberapa Pengertian / Istilah Dalam Gizi


1. Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh.
2. Zat Gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta
mengatur proses-proses kehidupan.
3. Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dri organ-organ, serta menghasilkan energi.
4. Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan.
5. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/
ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan
ke dalam tubuh.
6. Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan mentah.
7. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi.
Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza, yg berarti makanan. Ilmu gizi bisa
berkaitan dengan makanan dan tubuh manusia. Dalam bahasa inggris, food menyatakan
makan, pangan dan bahan makanan.
Pengertian gizi terbagi secara klasik dan masa sekarang yaitu :
1. Secara klasik : gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh (menyediakan energi,
membangun, memelihara jaringan tubuh, mengatur proses-proses kehidupan dalan
tubuh).
2. Sekarang : selain untuk kesehatan, juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang
karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas
kerja.

Sejarah Perkembangan Ilmu Gizi


Berdiri tahun 1926, oleh Mary Swartz Rose saat dikukuhkan sebagai profesor ilmu
gizi di Universitas Columbia, New York, AS. Pada zaman purba, makanan penting untuk
kelangsungan hidup. Sedangkan pada zaman Yunani, tahun 400 SM ada teori Hipocrates
yang menyatakan bahwa makanan sebagai panas yang dibutuhkan manusia, artinya
manusia butuh makan.
Beberapa penelitian yang menegaskan bahwa ilmu gizi sudah ada sejak dulu, antara
lain:
1. Penelitian tentang Pernafasan dan Kalorimetri Pertama dipelajari oleh Antoine
Lavoisier (1743-1794). Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan energi
makanan yang meliputi proses pernafasan, oksidasi dan kalorimetri. Kemudian
berkembang hingga awal abad 20, adanya penelitian tentang pertukaran energi dan
sifat-sifat bahan makanan pokok.
2. Penemuan Mineral Sejak lama mineral telah diketahui dalam tulang dan gigi. Pada
tahun 1808 ditemukan kalsium. Tahun 1808, Boussingault menemukan zat besi sebagai
zat esensial. Ringer (1885) dan Locke (1990), menemukan cairan tubuh perlu
konsentrasi elektrolit tertentu. Awal abad 20, penelitian Loeb tentang pengaruh
konsentrasi garam natrium, kalium dan kalsium klorida terhadap jaringan hidup.
3. Penemuan Vitamin Awal abad 20, vitamin sudah dikenal. Sejak tahun 1887-1905
muncul penelitian-penelitian dengan makanan yang dimurnikan dan makanan utuh.
Dengan hasil: ditemukan suatu zat aktif dalam makanan yang tidak tergolong zat gizi
utama dan berperan dalam pencegahan penyakit (Scurvy dan Rickets). Pada tahun
1912, Funk mengusulkan memberi nama vitamine untuk zat tersebut. Tahun 1920,
vitamin diganti menjadi vitamine dan diakui sebagai zat esensial.
4. Penelitian Tingkat Molekular dan Selular Penelitian ini dimulai tahun 1955, dan
diperoleh pengertian tentang struktur sel yang rumit serta peranan kompleks dan vital
zat gizi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel. Setelah tahun 1960, penelitian
bergeser dari zat-zat gizi esensial ke inter relationship antara zat-zat gizi, peranan
biologik spesifik, penetapan kebutuhan zat gizi manusia dan pengolahan makanan thdp
kandungan zat gizi.
5. Keadaan Sekarang Muncul konsep-konsep baru antara lain: pengaruh keturunan
terhadap kebutuhan gizi; pengaruh gizi terhadap perkembangan otak dan perilaku,
kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi. Pada
bidang teknologi pangan ditemukan : cara mengolah makanan bergizi, fortifikasi bahan
pangan dengan zat-zat gizi esensial, pemanfaatan sifat struktural bahan pangan, dsb.
FAO dan WHO mengeluarkan Codex Alimentaris (peraturan food labeling dan batas
keracunan).

Ruang Lingkup Ilmu Gizi


Ruang lingkup cukup luas, dimulai dari cara produksi pangan, perubahan pascapanen
(penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan, konsumsi makanan serta cara
pemanfaatan makanan oleh tubuh yang sehat dan sakit).
Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi,
biokimia, faal, biologi molekular dan kedokteran.
Informasi gizi yang diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu, keluarga
dan masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga.
Perkembangan gizi klinis :
Anamnesis dan pengkajian status nutrisi pasien.
Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan defisiensi zat besi.
Pemeriksaan antropometris dan tindak lanjut terahdap gangguannya.
Pemeriksaan radiologi dan tes laboratorium dengan status nutrisi pasien.
Suplementasi oral, enteral dan parenteral.
Interaksi timbal balik antara nutrien dan obat-obatan.
Bahan tambahan makanan (pewarna, penyedap dan sejenis serta bahan-bahan
kontaminan).

Pengelompokan Zat Gizi Menurut Kebutuhan


Terbagi dalam dua golongan besar yaitu makronutrien dan mikronutrien.
Makronutrien :
Komponen terbesar dari susunan diet, berfungsi untuk menyuplai energi dan zat-zat
esensial (pertumbuhan sel/ jaringan), pemeliharaan aktivitas tubuh. Karbohodrat (hidrat
arang), lemak, protein, makromineral dan air.
Mikronutrien
Golongan mikronutrien terdiri dari :
1. Karbohidrat Glukosa; serat.
2. Lemak/ lipida Asam linoleat (omega-6); asam linolenat (omega-3).
3. Protein Asam-asam amino; leusin; isoleusin; lisin; metionin; fenilalanin; treonin;
valin; histidin; nitrogen nonesensial.
4. Mineral Kalsium; fosfor; natrium; kalium; sulfur; klor; magnesium; zat besi;
selenium; seng; mangan; tembaga; kobalt; iodium; krom fluor; timah; nikel; silikon,
arsen, boron; vanadium, molibden.
5. Vitamin Vitamin A (retinol); vitamin D (kolekalsiferol); vitamin E (tokoferol);
vitamin K; tiamin; riboflavin; niaclin; biotin; folasin/folat; vitamin B6; vitamin B12;
asam pantotenat; vitamin C.
6. Air

Fungsi Zat Gizi


1. Memberi energi (zat pembakar) Karbohidrat, lemak dan protein, merupakan ikatan
organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar dan dibutuhkan tubuh untuk
melakukan kegiatan/aktivitas.
2. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) Protein, mineral dan
air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan menganti sel yang
rusak.
3. Mengatur proses tubuh (zat pengatur) Protein, mineral, air dan vitamin. Protein
bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel,bertindak sebagai buffer dalam
upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal
organisme yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam
tubuh. Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi
normal sarafdan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam
darah, cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh, peredaran darah,
pembuangan sisa-sisa/ ekskresi dan lain-lain proses tubuh.

B. Elemen Dan Sub Elemen Pangan


Sistem dan Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan,
distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam
hal stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan
pangan (food utilization) termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan dalam keluarga.
Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan terlihat pada status gizi
masyarakat, yang dapat dideteksi antara lain dari status gizi anak balita (usia di bawah lima
tahun). Apabila salah satu atau lebih, dari ke tiga subsistem tersebut tidak berfungsi dengan
baik, maka akan terjadi masalah kerawanan pangan yang akan berdampak peningkatan
kasus gizi kurang dan/atau gizi buruk. Dalam kondisi demikian, negara atau daerah dapat
dikatakan belum mampu mewujudkan ketahanan pangan.

a. Sub sistem Ketersediaan


Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan
keamanannya. Terdapat acuan kuantitatif untuk ketersediaan, yaitu Angka Kecukupan
Gizi (AKG) rekomendasi Widya Karya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004, dalam satuan
rata-rata perkapita perhari untuk energi sebesar 2.200 Kilo kalori dan protein 57 gram.
Angka tersebut merupakan standar kebutuhan energi bagi setiap individu agar mampu
menjalankan aktivitas sehari-hari. Di samping itu juga terdapat acuan untuk menilai
tingkat keragaman ketersediaan pangan, yaitu Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor
100 sebagai PPH yang ideal. Kinerja keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu
dapat dinilai dengan metoda PPH (suaramerdeka.com).
Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu : (1) produksi dalam
negeri, (2) impor pangan dan (3) pengelolaan cadangan pangan. Dengan jumlah
penduduk cukup besar dan kemampuan ekonomi relatif lemah, maka kemauan untuk
menjadi bangsa yang mandiri di bidang pangan harus terus diupayakan. Karena itu,
bangsa Indonesia mempunyai komitmen tinggi untuk memenuhi kebutuhan pangannya
dari produksi dalam negeri. Impor pangan merupakan pilihan akhir, apabila terjadi
kelangkaan produksi pangan dalam negeri. Hal ini sangat penting untuk menghindari
ketergantungan pangan terhadap negara lain, yang dapat berdampak pada kerentanan
oleh campur tangan asing baik secara ekonomi maupun politik. Hal yang perlu disadari
adalah, bahwa kemampuan memenuhi kebutuhan pangan dari produksi sendiri,
khususnya bahan pangan pokok, juga menyangkut harkat martabat dan kelanjutan
eksistensi bangsa.
Impor pangan sebagai alternatif terakhir untuk mengisi kesenjangan antara
produksi dan kebutuhan pangan dalam negeri, diatur sedemikian rupa agar tidak
merugikan kepentingan para produsen pangan di dalam negeri, yang mayoritas petani
skala kecil, juga kepentingan konsumen khususnya kelompok miskin. Kedua kelompok
produsen dan konsumen tersebut rentan terhadap gejolak perubahan harga yang tinggi.
Cadangan pangan merupakan salah satu sumber pasokan untuk mengisi
kesenjangan antara produksi dan kebutuhan dalam negeri atau daerah. Stabilitas
pasokan pangan dapat dijaga dengan pengelolaan cadangan yang tepat. Cadangan
pangan terdiri atas cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat.
Cadangan pangan masyarakat meliputi rumah tangga, pedagang dan industri
pengolahan. Cadangan pangan pemerintah (pemerintah pusat, propinsi dan
kabupaten/kota) hanya mencakup pangan tertentu yang bersifat pokok.
Untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan produksi pangan domestik
diperlukan kebijakan yang kondusif, meliputi insentif untuk berproduksi secara efisien
dengan pendapatan yang memadai, serta kebijakan perlindungan dari persaingan usaha
yang merugikan petani. Seperti dibahas di muka, kebijakan perdagangan perlu
diterapkan dengan tepat untuk melindungi kepentingan produsen maupun konsumen.
b. Subsistem Distribusi
Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan
efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat
memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan
harga yang terjangkau. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan
antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi, sehingga pangan
tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah. Kinerja subsistem distribusi dipengaruhi
oleh kondisi prasarana dan sarana, kelembagaan dan peraturan perundangan.
Sebagai negara kepulauan, selain memerlukan prasarana dan sarana distribusi
darat dan antar pulau yang memadai untuk mendistribusikan pangan, juga input
produksi pangan ke seluruh pelosok wilayah yang membutuhkan. Untuk itu penyediaan
prasarana dan sarana distribusi pangan merupakan bagian dari fungsi fasilitasi
pemerintah, yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan aspek efektivitas
distribusi pangan sekaligus aspek efisiensi secara ekonomi. Biaya distribusi yang
paling efisien harus menjadi acuan utama, agar tidak membebani produsen maupun
konsumen secara berlebihan.
Lembaga pemasaran berperan menjaga kestabilan distribusi dan harga pangan.
Lembaga ini menggerakkan aliran produk pangan dari sentra-sentra produksi ke sentra-
sentra konsumsi, sehingga tercapai keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan.
Apabila lembaga pemasaran bekerja dengan baik, maka tidak akan terjadi fluktuasi
harga terlalu besar pada musim panen maupun paceklik, pada saat banjir maupun
sungai (sebagai jalur distribusi) mengering, ketika ombak normal maupun ombak
ganas, saat normal maupun saat bencana.
Peraturan-peraturan pemerintah daerah, seperti biaya retribusi dan pungutan
lainnya dapat mengakibatkan biaya tinggi yang mengurangi efisiensi kinerja subsistem
distribusi. Di samping itu, keamanan di sepanjang jalur distribusi, di lokasi pemasaran
maupun pada proses transaksi sangat mempengaruhi besarnya biaya distribusi. Untuk
itu, iklim perdagangan yang adil, khususnya dalam penentuan harga dan cara
pembayaran perlu diwujudkan, sehingga tidak terjadi eksploitasi oleh salah satu pihak
terhadap pihak lain (pihak yang kuat terhadap yang lemah). Dalam hal ini, penjagaan
keamanan, pengaturan perdagangan yang kondusif dan penegakan hukum menjadi
kunci keberhasilan kinerja subsistem distribusi.
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan
kinerja subsistem distribusi. Harga yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan petani
produsen, pengolah, pedagang hingga konsumen, sehingga berpotensi menimbulkan
keresahan sosial. Oleh sebab itu hampir semua negara melakukan intervensi kebijakan
untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok yang mempengaruhi kehidupan sebagian
besar masyarakat. Dalam kaitan ini Pemerintah telah menerapkan kebijakan stabilitasi
harga pangan, melalui pembelian maupun penyaluran bahan pangan (beras) oleh Perum
Bulog.
Sistem perdagangan pangan global yang semakin terbuka dapat menjadi kendala
dalam upaya stabilitasi harga pangan. Kebijakan-kebijakan subsidi domestik, subsidi
ekspor dan kredit ekspor yang diterapkan oleh negara-negara eksportir telah
menyebabkan harga pangan global terdistorsi dan tidak merefleksikan biaya produksi
yang sebenarnya. Untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan yang tidak
adil, diperlukan kebijakan proteksi secara selektif dengan perhitungan yang cermat.

c. Subsistem Konsumsi
Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara
nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan
kehalalan, Di samping juga efisiensi untuk mencegah pemborosan.
Subsistem konsumsi juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh
(food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola
konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan
mineral, pemeliharaan sanitasi dan higiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam
lingkungan rumah tangga. Hal ini dilakukan melalui pendidikan dan penyadaran
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemauan menerapkan
kaidah kaidah tersebut dalam pengelolaan konsumsi.
Kinerja subsistem konsumsi tercermin dalam pola konsumsi masyarakat di tingkat
rumah tangga. Pola konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain kondisi ekonomi, sosial dan budaya setempat. Untuk itu, penanaman
kesadaran pola konsumsi yang sehat perlu dilakukan sejak dini melalui pendidikan
formal dan non-formal. Dengan kesadaran gizi yang baik, masyarakat dapat
menentukan pilihan pangan sesuai kemampuannya dengan tetap memperhatikan
kuantitas, kualitas, keragaman dan keseimbangan gizi. Dengan kesadaran gizi yang
baik, masyarakat dapat meninggalkan kebiasaan serta budaya konsumsi yang kurang
sesuai dengan kaidah gizi dan kesehatan. Kesadaran yang baik ini lebih menjamin
terpenuhinya kebutuhan gizi masing-masing anggota keluarga sesuai dengan tingkatan
usia dan aktivitasnya.
Acuan kuantitatif untuk konsumsi pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG)
rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-VIII tahun 2004,
dalam satuan rata-rata per kapita perhari, untuk energi 2.000 Kilo kalori dan protein 52
gram. Acuan untuk menilai tingkat keragaman konsusi pangan adalah Pola Pangan
Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola yang ideal. Kinerja keragaman konsumsi
pangan pada suatu waktu untuk komunitas tertentu dapat dinilai dengan metoda PPH
(suaramerdeka.com).
Dalam kondisi kegagalan berfungsinya salah satu subsistem di atas, maka
pemerintah perlu melakukan tindakan intervensi. Berbagai macam intervensi yang
dapat dilakukan adalah: (a) pada subsistem ketersediaan berupa bantuan/subsidi
saprodi, kebijakan harga pangan, kebijakan impor/ekspor, kebijakan cadangan pangan
pemerintah; (b) pada subsistem distribusi berupa penyaluran pangan bersubsidi,
penyaluran pangan untuk keadaan darurat dan operasi pasar untuk pengendalian harga
pangan; dan (c) pada subsistem konsumsi dapat dilakukan pemberian makanan
tambahan untuk kelompok rawan pangan/gizi buruk, pemberian bantuan tunai untuk
meningkatkan kemampuan mengakses pangan.

C. Elemen Dan Sub Elemen Gizi


Kriteria gizi seimbang yaitu :
1. Makanan beraneka ragam dapat memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan.
Sebab zat gizi tertentu yang tidak terkandung dalam satu jenis bahan makanan akan
dapat dilengkapi oleh gizi serupa dari bahan makanan yang lain. Demikian juga bahan
makanan dalam susunan aneka ragam menu seimbang akan saling melengkapi.
2. Bahan makanan sumber zat tenaga adalah beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti, dan mi yang mengandung karbohidrat, serta minyak, margarine,
dan santan yang mengandung lemak.
3. Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah
kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan dari hewani adalah telur, ikan, ayam,
daging, susu serta hasil olahan seperti keju.
4. Zat pembangun berperanan sangat penting untuk perkembangan kualitas tingkat
kecerdasan seseorang.
5. Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan.
Bahan makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk
melancarkan bekerjanya fungsi-fungsi organ tubuh.
6. Setiap orang dianjurkan makan cukup hidangan mengandung zat tenaga atau energi,
agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar,
berolah raga, berekreasi, kegiatan sosial, dan kegiatan yang lain. Kebutuhan energi
dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi bahan makanan sumber karbohidrat, protein,
lemak. Kecukupan energi seseorang ditandai dengan berat badannya yang normal.
Untuk mengetahui berat badan normal, seseorang dapat menggunakan digunakan
indeks massa tubuh (IMT). Kekurangan energi yang berlangsung lama akan
mengakibatkan menurunnya berat badan.
7. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi, terdapat dua
kelompok karbohidrat yaitu:
8. Karbohidrat kompleks: Bahan makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-
padian (beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang) dan bahan
makanan lain yang mengandung banyak karbohidrat (sagu, pisang).
9. Karbohidrat sederhana: Golongan karbohidrat sederhana yang tidak mengandung zat
gizi lain, yang sifatnya hanya mengenyangkan dan cenderung dikonsumsi berlebihan.
Konsumsi gula dapat menyebabkan kegemukan, karies gigi atau keropos. Oleh karena
itu konsumsi gula sebaiknya dibatasi sampai 5% dari jumlah kecukupan energi.
Seyogyanya sekitar 50-60% kebutuhan energi diperlukan oleh karbohidrat kompleks,
atau setara dengan 3-4 piring nasi.
10. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi Lemak
dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah
energi, membantu penyerapan vitamin-vitamin A, D, E, dan K, serta menambah
lezatnya hidangan. Konsumsi lemak dan minyak paling sedikit 10% dari kebutuhan
energi. Seyogyanya menggunakan lemak dan minyak nabati, misalnya minyak kelapa,
minyak jagung, minyak kacang atau nabati yang lain.
11. Gunakan garam beryodium Garam beryodium yang dikonsumsi setiap hari bermanfaat
untuk mencegah timbulnya Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY
dapat menghambat perkembangan tingkat kecerdasan pada balita, penyakit gondok,
endemik dan kretin.
12. Makanlah makan sumber zat besi Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari
secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi.
13. Berikan ASI saja kepada bayi sampai berumur 6 bulan Air Susu Ibu (ASI) mampu
memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dan menjadi sehat sampai ia
berumur 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan ASI saja tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi, oleh karena itu setelah 6 bulan bayi mendapatkan Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) diberikan kepada bayi secara bertahap sesuai
dengan pertambahan umur, pertumbuhan berat badan dan perkembangan
kecerdasannya.
14. Biasakan makan pagi Makanan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang.
Bagi orang dewasa makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan
daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerjanya. Bagi anak sekolah
makan pagi dapat memudahkan konsentrasi belajar, menyerap pelajaran, sehingga
prestasi belajarnya pun menjadi lebih baik. Kebiasaan makan pagi membantu
seseorang untuk mencukupi kebutuhan gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk
makan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan, dan akan lebih baik bila
terdiri dari makanan sumber zat tenaga sumber zat pembangun dan zat pengatur.
15. Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya Air minum harus bersih and bebas
kuman. Oleh karena itu, air minum harus terlebih dahulu dididihkan. Sedangkan air
minum dalam kemasan yang banyak beredar di pasaran, juga harus terlebih dulu
diproses oleh pabrik sesuai dengan ketentuan pemerintah dan memenuhi syaratsyarat
kesehatan. Cairan yang dikonsumsi seseorang terutama air minum, sekurangkurangnya
dua liter atau setara dengan delapan gelas setiap harinya, agar proses faali dalam tubuh
berlangsung dengan lancar dan seimbang. Dengan mengkonsumsi cukup cairan,
seseorang dapat terhindar dari menderita dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh, serta
dapat menurunkan risiko menderita penyakit batu ginjal.
16. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur Kegiatan fisik dan olah secara
teratur dan cukup takarannya, dapat membantu mempertahankan derajat kesehatan
yang optimal bagi yang bersangkutan.
17. Hindari minuman beralkohol. Minum-minuman beralkohol dapat menyebabkan
ketagihan, mabuk dan tidak mampu mengendalikan diri. Kehilangan kendali diri sering
menjadi pencetus tindak kriminal. Selain itu minum-minuman beralkohol secara
berlebihan dapat menyebabkan penyakit gawat, misalnya penyakit hati.
18. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan
yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri, tidak
mengandung bahan kimia yang berbahaya, telah diolah dengan cara yang benar
sehingga fisik dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan keyakinan
masyarakat. Makan makanan tidak aman dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
antara lain menderita keracunan makanan yang dapat menyebabkan kematian.
19. Bacalah label pada makanan yang dikemas. Peraturan perundangan-undangan, bahwa
setiap produk makanan yang dikemas harus mencantumkan keterangan pada labelnya
mengenai bahan-bahan yang digunakan, susunan (komposisi) zat gizinya, tanggal
kadaluwarsa, dan keterangan penting lainnya. Semua keterangan yang rinci pada label
makanan kemas sangat membantu konsumen pada saat memilih dan menggunkannya.
Keterangan mengenai susunan zat gizi pada label diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan kesehatan konsumen. Keterangan mengenai
kadaluwarsa pada label menunjukkan kelayakan makanan tersebut untuk bisa dimakan
atau tidak. Sedangkan keterangan mengenai bahan-bahan, yang terkandung dalam
makanan kemas tersebut memberikan informasi kepada konsumen untuk menilai halal
atau tidaknya bahan makanan tersebut.

D. Penerapan Sub Elemen Dalam Membentuk Sistem Pangan


Berbagai kebijakan pertanian dan pangan selama ini tengah dikembangkan dan
diimplementasikan melalui aneka program. Meski demikian berita tentang rawan pangan
pada suatu komunitas tidak juga hilang begitu saja. Sedemikian banyaknya proyek-proyek
tentang ketahanan pangan, namun masih saja tidak mampu menjangkau semua kelompok
masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh tingginya tingkat kerentanan masyarakat di suatu
wilayah, seperti di pulau-pulau kecil atau dampak dari bencana alam.
Fenomena rawan pangan yang terus terjadi ditengah maraknya aneka program
pemerintah, mestinya menjadi salah satu momentum untuk mawas diri. Menjamin
ketahanan pangan masyarakat yang tersebar di Nusantara dengan aneka kondisinya, tidak
bisa dilakukan melalui sebuah paket program yang masif. Kebijakan terkait ketahanan
pangan, meskipun terbuka untuk dimodifikasi dengan mengakomodasi keragaman, namun
perangkat pelaksanaannya masih serupa.
Sebagai misal, Kredit Ketahanan Pangan hingga Desa Mandiri Pangan atau Lembaga
Distribusi Pangan Masyarakat, dikembangkan atas semangat mengakomodasi keragaman
dan memberikan peluang partisipasi. Sayangnya, perangkat implementasinya justru
membuat pelaksana di tingkat operasional menjadi mekanistis. Persyaratan administratif
gabungan kelompok (gapoktan) atau ketersediaan lahan untuk membangun lumbung
LDPM, justru membuat peluang untuk mengakomodasi keragaman menjadi hilang.
Kondisi-kondisi tersebut kian menambah keyakinan KRKP bahwa untuk mewujudkan
kedaulatan bangsa atas pangan ataupun ketahanan pangan di tingkat nasional, mestinya
dilakukan dengan membangun sistem pangan komunitas. Bangsa Indonesia dibangun oleh
kesatuan keragaman atas suku suku bangsa yang berjumlah ribuan. Keragaman kondisi
sosial maupun ekologi ibarat mozaik yang menyusun sebuah gambar besar. Demikian pula
sistem pangan komunitas adalah mozaik-mozaik kecil yang cukup banyak dan tersebar,
sehingga terwujud sebuah gambaran ideal dari ketahanan pangan tersebut.
Sistem Pangan Komunitas adalah pilihan rasional untuk mewujudkan kedaulatan
pangan baik ditingkat kabupaten maupun wilayah yang lebih luas. Sistem Pangan ini tidak
saja mendorong produksi pangan, akan tetapi juga mempertimbangkan aspek distribusi dan
konsumsi, bahkan lebih lengkap lagi karena memasukkan unsuk cadangan pangan.
Subsistem cadangan pangan ini merupakan hal yang seringkali dilupakan, sehingga
masyarakat menjadi rentan terhadap goncangan (shock).
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka sistem pangan komunitas tidak
hanya menjadi milik wilayah yang secara ekologi tersedia lahan untuk budidaya tanaman
pangan. Sistem pangan komunitas mestinya merasuk hingga ke wilayah-wilayah dimana
masyarakat tidak mampu memproduksi pangan sendiri. Dengan demikian diperlukan
sebuah kelembagaan pangan yang tidak hanya mengurus soal-soal sarana produksi tetapi
juga memperhitungkan berapa jumlah pangan yang harus disediakan oleh masyarakat dan
darimana didapatkan, jika tidak mampu memproduksi sendiri.

Terdapat lima konsep dasar dari Sistem Pangan Komunitas:


1. Memenuhi kebutuhan pangan dari masyarakat berpengahsilan rendah melalui
pelatihan, pengembangan kemampuan bisnis, penghijauan di perkotaan, pelestarian
lahan pertanian, dan revitalisasi komuniti.
2. Fokus pada menghidupkan sumber daya pangan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhann sendiri.
3. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian melalui peningkatan kemampuan
anggota masyarakat dalam penyediaan kebutuhan pangan mereka.
4. Melindungi pertanian lokal dengan membangun hubungan yang lebih baik antara
petani dan konsumen.
5. Meletakkan pendekatan sistem pangan dalam kerangka hubungan multi pihak,
kelompok dan rumah tangga dan keterpautan seluruh aspek dari sistem pangan.

Sistem pangan lokal mempertimbangkan beberapa prinsip dan pendekatan seperti:


Berpusat pada masyarakat: SPK seyogyanya focus dalam memenuhi kebutuhan semua
masyarakat baik menyangkut budaya, fisik, social, ekonomi dan lingkungan.
Keterkaitan: SPK mestinya didasarkan pada hubungan pihak-pihak yang memproduksi
pangan, prosesing dan konsumen.
Kewilayahan: Unit SPK merupakan satu unit komunitas yang menempati wilayah
tertentu. Pangan adalah yang diproduksi pada lahan dihadapan kita atau dimana
lahannya bias kita kunjungi. Dengan kata lain : pangan di tanam, dipanen, diproses,
dijual dan dikonsumsi sebisa mungkin dekat mungkin dengan rumah.
Partisipatif: sistem pangan komunitas melibatkan anggota masyarakat mulai dari yang
termiskin hingga paling kaya, mulai dari termuda hingga tertua dalam memutuskan apa
yang akan dikonsumsi dan yang harus ditanam. Dimana, bagaimana dan oleh siapa
pangan ditanam dan bagaimana didistribusikan.
Sehat: SPK menjamin bahwa produksi dan konsumsi pangan sehat bagi masyarakat,
lahan dan ekosistem.
Solidaritas: produksi dan konsumsi pangan terkait dengan semua masyarakat, semua
anggota komunitas mempunyai akses terhadap pangan ketika membutuhkan.
Lokal ekonomi: SPK adalah bagian dari ekonomi masyarakat. produksi, proses dan
konsumsi pangan memberikan keuntungan bagi semua anggota masyaarakat.
Untuk menggerakkan kelembagaan pangan, diperlukan kepedulian yang dalam
tentang hak atas pangan bagi seluruh lapisan masyarakatnya. Kelembagaan pangan
dapat berkelanjutan melebihi umur proyek yang selama ini dikembangkan oleh
pemerintah. Artinya, kelembagaan pangan dibentuk atas kesadaran masyarakat untuk
menjamin ketersediaan pangan dalam kualias dan kuantitas
yang memadai, sehingga selama masyarakat perlu pangan, kelembagaan pangan akan
tetap hidup.
Mendorong keberlanjutan kelembagaan pangan, dapat dimulai dari berbagai sisi
atau berbagai aktor. Tahapan yang lebih penting adalah pasca inisiasi program, siapa
dan darimana aktor-aktor penggerak sistem pangan, sehingga mampu menjaga
dinamika dan irama sistem pangan komunitas tetap hidup. Kelembagaan pangan sebisa
mungkin berasal dari dalam masyarakat sendiri, dan digerakkan oleh aktor atau kader-
kader penggerak dari kalangan masyarakat sendiri.

E. Penerapan Sub Elemen Dalam Membentuk Sistem Gizi


Banyak hal yang menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memilih, membeli, dan
mengonsumsi makanan, baik untuk dirinya sendiri, anggota keluarganya, maupun orang
lain yang menjadi tanggung jawabnya. Cita rasa jelas menjadi faktor utama, selanjutnya
pertimbangan harga, kepraktisan penyajian, kemudahan mendapatkan, dan manfaat bagi
kesehatan bisa berubah urutannya tergantung kondisi konsumen.
Masyarakat dewasa ini semakin meyakini bahwa melalui konsumsi makanan mereka
bisa memelihara kesehatan dan menghindarkan diri dari risiko menderita sakit. Mereka
yang berusaha mengendalikan kadar kolesterol darah berusaha menghindari lemak hewani.
Yang ingin menjaga struktur tulang yang kokoh akan mengutamakan, misalnya,
mengonsumsi susu sebagai sumber kalsium. Yang ingin mencegah risiko kanker usus besar
(kolon) akan mengonsumsi makanan berserat. Yang ingin mengendalikan berat badan akan
memperhatikan nilai kalori makanannya.
Pemahaman masyarakat tersebut muncul karena advokasi atau rekomendasi dari para
ahli berbagai asosiasi profesi yang berkaitan dengan makanan dan kesehatan hampir di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Rekomendasi tersebut disebarluaskan sebagai upaya
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat melalui konsumsi makanan. Namun,
masyarakat juga sering bingung ketika dihadapkan dengan kenyataan bahwa jenis makanan
yang sama dikonsumsi oleh individu yang berbeda menimbulkan efek yang berbeda pula.
Hal yang kurang disadari adalah walaupun secara genetik memiliki kesamaan hingga
99,9 persen, semua manusia masih menyisakan 0,1 persen perbedaan yang justru menjadi
pembeda antarindividu. Dengan kata lain, bisa dipahami bahwa tidak ada dua individu
yang semuanya sama persis sekalipun mereka saudara kembar. Dalam perjalanan usia tidak
ada dua individu yang memiliki "sejarah" makan dan kegiatan yang sama persis. Demikian
pula kondisi psikologis dan fisiologis tubuh manusia tidaklah stabil selama 24 jam.
Hal-hal inilah yang ditengarai sebagai penyebab kenapa penelitian menggunakan
hewan coba ataupun manusia hasil- hasilnya sering saling kontradiksi. Lebih parah lagi
kalau perbedaan hasil penelitian ini diatasi dengan saling menyalahkan antarpeneliti.
Hubungan antara konsumsi makanan dan beragamnnya respons pada berbagai individu
dengan latar belakang genetik yang berbeda sudah lama diketahui, misalnya pada kasus
galaktosemia dan phenylketonuria (PKU). Galaktosemia, pertama kali ditemukan tahun
1917 oleh F Goppart, adalah varian genetik di mana individu sejak lahir tidak memiliki
kemampuan memetabolisme galaktosa (tidak memiliki aktivitas enzim galaktosa-1-
phosphat uridyltranferase).
Sebagai akibatnya pada individu ini jika mengonsumi makanan yang mengandung
galaktosa akan terjadi akumulasi galaktosa dalam darahnya yang berimplikasi munculya
berbagai gangguan kesehatan, termasuk gangguan pertumbuhan mental. PKU, ditemukan
tahun 1934 oleh Asbjorn Folling, adalah varian genetik pada individu yang menyebabkan
tidak adanya aktivitas enzim phenilalanin hidroksilase.
Sebagai akibatnya pada individu ini jika mengonsumsi makanan yang mengandung
phenilalanin akan terjadi akumulasi phenilalanin dalam darahnya yang bisa berakibat
terjadinya kerusakan neurologis. Namun, adanya kedua varian tersebut sudah bisa
diketahui sejak dini setelah lahir dan ditangani dengan mengelola makanannya agar rendah
galaktosa atau rendah phenilalanin.
Dengan semakin majunya perkembangan ilmu gizi, biologi molekuler, genetika
molekuler, patologi, toksikologi, fisiologi, dan bioinformatika telah membawa kemajuan
pengetahuan manusia menuju dunia ilmu yang baru yang disebut Nutrigenomik.
Nutrigenomik mempelajari interaksi antara komponen bioaktif dari makanan dan
pengaruhnya pada pola- pola ekspresi gen.
Dalam hal ini termasuk juga interaksi antara komponen bioaktif dari makanan dengan
sitesis protein, degradasi protein, dan modifikasi protein yang
keseluruhannya bermuara pada metabolisme sel. Munculnya ilmu baru ini dilandasi oleh
beberapa fakta yang telah diketahui hingga saat terakhir ini.
Pertama, zat-zat kimia pada makanan berpengaruh pada gen-gen manusia, baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang bisa mengganggu ekspresi gen.
Kedua, dalam kondisi tertentu atau pada individu tertentu, zat-zat bioaktif makanan bisa
menjadi pemicu yang menyebabkan sakit. Ketiga, sejauh mana zat makanan berpengaruh
menyehatkan atau menyebabkan sakit bagi individu tergantung pada kondisi genetik
masing-masing. Keempat, konsumsi makanan tertentu yang didasarkan pada pengetahuan
kebutuhan gizi, status gizi, dan genotipe individu bisa diarahkan untuk mencegah,
mengendalikan, atau bahkan menyembuhkan penyakit kronis.
Di atas sudah dijelaskan bahwa masing-masing kita sebagai individu memiliki
perbedaan genetik dan pola tanggap terhadap zat-zat makanan. Sekarang dari sisi makanan
itu sendiri ternyata juga sangat kompleks dan beragam kandungan zat-zat bioaktifnya. Pada
berbagai penelitian secara klinis yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh keberadaan
zat makanan tertentu (misalnya: lemak rendah vs tinggi, atau lemak jenuh vs tidak jenuh)
sering menghasilkan efek yang berbeda-beda. Hal ini juga bisa disebabkan oleh komposisi
makanan yang terdiri dari berbagai komponen minor (kadarnya rendah) yang macamnya
sangat banyak.
Untuk mempengaruhi terjadinya perubahan pada tahap ekspresi gen ataupun status
metabolisme sel, mungkin komponen minor inilah yang secara efektif berperan. Misalnya
untuk menu yang disiapkan atau diolah dengan menambahkan minyak jagung, maka bukan
hanya asam lemak tidak jenuh (85 persen) yang ada pada minyak jagung tersebut, namun
terdapat juga asam lemak jenuh (13 persen).
Bukan hanya itu, di dalam minyak jagung tersebut juga masih ditemukan berpuluh-
puluh macam senyawa lain, misalnya kelompok sterol, sterol asam lemak, tokoferol. Pada
tokoferol sendiri bisa terdiri dari alfa, beta, gama, dan delta tokoferol. Demikian pula pada
minyak nabati yang lain yang telah dimurnikan sekalipun masih mengandung senyawa-
senyawa tersebut dalam jumlah yang sangat kecil (ppm).
Hasil penelitian dari banyak studi ada yang secara konsisten menunjukkan hubungan
antara konsumsi makanan tertentu dengan munculnya penyakit kronis dan tingkat
keparahannya. Meskipun demikian, secara jelas mekanisme hubungan keduanya belum
bisa disimpulkan secara meyakinkan sebagai sebab-akibat. Hal tersebut antara lain
disebabkan oleh adanya zat-zat bioaktif lain yang macamnya dan kadarnya tidak bisa
dijaga agar 100 persen selalu sama.
Zat bioaktif pada makanan bisa mempengaruhi ekspresi gen baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pada tingkat sel, zat bioaktif ada makanan bisa (1) berperan
sebagai ligan (penyambung) reseptor faktor transkripsi, (2) dimetabolisme melalui jalur
metabolik primer atau sekunder, dan (3) mempengaruhi jalur pemrosesan sinyal untuk
"komunikasi" di dalam atau di luar sel.
Bertambahnya pengetahuan baru di lingkup nutrigenomik selanjutnya akan
berdampak pada makin tipisnya batasan antara makanan dan obat. Perbedaan definisi obat
dan makanan yang sekarang ada akan mendapat tantangan baru dengan makin majunya
nutrigenomik pada dekade mendatang. Pada waktu lampau para ahli pangan dan gizi hanya
bisa menduga bahwa komponen bioaktif pada makanan memiliki pengaruh terhadap
proses-proses yang berlangsung di dalam sel. Sekarang mulai muncul bukti-bukti yang
mengarah ke situ dan makin banyak terkumpul dari waktu ke waktu. Ini bukan berarti
bahwa makanan di masa datang harus diregulasi seperti obat. Hanya saja, harus mulai
disadari bahwa peranan komponen bioaktif pada makanan kesehatan dan kebugaran
konsumen makin nyata.
Lalu, bagaimanakah dampak munculnya nutrigenomik terhadap industri pangan ?
Seperti halnya pemasaran produk-produk makanan fungsional yang mulai banyak beredar
dan dikonsumsi masyarakat segmen tertentu, maka nutrigenomik akan menjadi dasar untuk
membuka era baru industri makanan kesehatan di masa depan. Hanya segmen tertentu dari
konsumen yang akan memiliki peluang untuk mencoba menggunakan produk-produk yang
didasari oleh pengetahuan nutrigenomik. Pada tahap awalnya yang diperlukan konsumen
adalah adanya layanan bagi mereka untuk mengetahui pola- pola genetik yang berbeda
secara spesifik antarindividu.
Selanjutnya berkembang menuju tersedianya metode monitoring terhadap penanda
biologis untuk mengetahui sejauh mana latar belakang genetik memberikan respons
terhadap makanan. Pada saat yang bersamaan, industri makanan akan mulai
mengembangkan, memproduksi, dan menghadirkan produk-produk baru dengan muatan
nutrigenomik yang makin kuat.
Akhirnya masyarakat konsumen memerlukan layanan konsultasi atau konseling untuk
memahami arti hasil uji latar belakang genetik dan hubungannya dengan pilihan makanan
yang memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Bagi industri pengolah produk pangan jelas
bahwa munculnya nutrigenomik tidak bisa lagi dihadapi dengan cara produksi dengan pola
lama.
Mengingat demikian banyaknya komponen keahlian yang terlibat, industri perlu
membangun atau memperkuat kemitraannya dengan berbagai partner bisnis, termasuk
institusi penelitian yang relevan. Sekalipun nutrigenomik diawali di negara-negara maju,
bagi Indonesia memiliki peluang yang tidak kalah besar untuk memajukan bidang ini.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Banyak kebijakan yang telah di buat pemerintah terkait pemenuhan kebutuhan gizi
masyarakat, diantaranya yang paling banyak diperbincangkan adalah UUd Republik
Indonesia 10945 sebagai sumber dari segala sumber hukum. Atau secara umum UU
tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat wajib mewujudkan
ketahanan pangan.
2. Aplikasi kebijakan pemerintah terkait masalah pemenuhan kebutuhan gizi masih belum
sesuai harapan, masih banyak warna Negara yang kekurangan bahan pangan yang
belum tersentuh aparat pemerintah.

B. Saran
hendaknya pemerintah lebih serius lagi dalam menangani kasus kurang gizi yang
terjadi di masyarakat karena masalah kurang gizi ini adalah permasalahan yang paling
mendasar bagi keberlangsungan suatu bangsa.
hendaknya masyarakat senantiasa menambah pengetahuannya mengenai pentingnya
gizi cukup serta merubah pandangan bahwa yang bergizi adalah yang mahal dan
menghilangkan budaya Mc Donaldisasi dan menumbuh kembangkan budaya kerja
keras demi peningkatan kesejahteraan hidup bersama.
hendaknya mahasiswa senantiasa meningkatkan kepekaannya terhadap masalah-
masalah yang berkembang dimasyarakat dan senantiasa berupaya menemukan solusi
untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai