Makalah Ekologi Pangan Dan Gizi
Makalah Ekologi Pangan Dan Gizi
Kelompok 2 :
Hj. Siti Fatimah
Mariyam
Nurhayati
Juliati Hutagalung
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
taufik-Nya, sehingga tugas Makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Dalam menyusun makalah ini, penulis mendapat banyak rintangan dan hambatan. Tetapi
berkat kerja keras, ketekunan dan dukungan dari berbagai pihak, maka semua halangan dan
rintangan tersebut bias kami diatasi.
Dalam judul makalah Sistem Pangan Dan Gizi ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tiada lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan,
referensi dan waktu yang tersedia bagi penulis. Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati sangat
diharapkan konstribusinya baik berupa saran-saran maupun kritikan yang sifatnya membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997 membawa dampak yang sangat besar
bagi kehidupan rakyat Indonesia, terutama bagi kalangan menengah kebawah. Akibat
krisis moneter, harga berbagai kebutuhan pokok terus melonjak. Hal tersebut menyebabkan
jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat tajam. Dampak beruntun dari krisis
moneter, meningkatnya harga kebutuhan pokok serta kemiskinan yang kian merajalela
berimbas pada perubahan pola konsumsi masyarakat (dalam hal ini mengarah pada
penurunan). Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan ketahanan pangan masyarakat
anjlok.
Ketahanan pangan merupakan persoalan hidup mati suatu bangsa. Seseorang atau
sekelompok masyarakat bila tidak makan dalam jangka waktu tertentu akan menemui ajal.
Bila makan, tetapi dengan asupan yang tidak memenuhi standar gizipun hanya
menghasilkan generasi yang lemah, kurang sehat, tidak cerdas dan malas.
Dewasa ini, harga sembako seperti beras, beras, kedelai dan minyak goreng semakin
hari semakin tidak terjangkau oleh daya beli rakyat Indonesia. Akibatnya, prahara
kekurangan pangan dan gizi buruk merebak di berbagai daerah. Berita tentang adanya
sejumlah rakyat yang kelaparan, makan nasi aking, lumpuh layu dan bunuh diri lantaran
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok menghiasi media massa hampir setiap hari.
Penderita gizi buruk semakin bertambah. Jika pada tahun 2005 anak balita yang menderita
gizi buruk sebanyak 1,8 juta jiwa, pada tahun 2007 menjadi 5 juta jiwa (prakarsa-
rakyat.org).
Sumber lain memaparkan hal yang lebih memprihatinkan lagi, tercatat 2 sampai 4
dari 10 anak balita di 72 kabupaten terkena busung lapar, sekitar 11 juta dari 13 juta anak
usia sekolah di seluruh Indonesia kini mengalami anemia gizi (republika.co.id). Fenomena
tersebut sungguh ironi yang memilukan, karena terjadi di negara agraris dan maritim
terbesar di dunia, memiliki kekayaan alam yang luar biasa banyaknya. Indonesia dikenal
sebagai negara agraris dan maritim terbesar, namun pada kenyataanya masih sangat banyak
rakyatnya yang kelaparan dan terkena gizi buruk.
Fenomena gizi buruk sebagian besar terjadi akibat kemiskinan, diperparah dengan
perilaku para komprador pemburu keuntungan yang selama ini kecanduan mangimpor
secara besar-besaran aneka bahan pangan, mulai dari beras, kedelai, gula, daging sampai
buah-buahan. Impor bahan pangan yang berlebihan dapat menyengsarakan para petani,
meningkatkan pengangguran, menghamburkan devisa dan membunuh sektor pertanian
yang mestinya menjadi keunggulan kompetitif bangsa. Dewasa ini Indonesia mengimpor
sekitar 2,5 juta ton beras/tahun (terbesar di dunia); 2 juta ton gula/tahun (terbesar ke dua);
1,2 juta ton kedelai/tahun; 1,3 juta ton jagung/tahun; 5 juta ton gandum/tahun dan 550.000
ekor/tahun. Sungguh angka yang mencenganngkan bagi sebuah negara yang memiliki
kondisi agroekologis nusantara cocok untuk budi daya semua bahan pangan tersebut.
Buktinya Indonesia pernah mengukir prestasi menumental yang diakui dunia (FAO), yaitu
swasembada beras pada tahun 1984. indonesia juga pernah mencapai swasembada gula,
jagung dan kedelai (prakarsa-rakyat.org).
Tragedi kerawanan pangan dan gizi memang sungguh ironis terjadi di Negara sesubur
Indonesia. Padahal pemerintah terus berupaya meningkatkan dari APBN untuk bantuan
bagi rakyat miskin diantaranya melauli asuransi lesehatan rakyat miskin (Askeskin). Jika
pada tahun 2005 anggaran yang disiapkan untuk rakyat miskin (Askeskin) adalah sebesar
2,3 triliun, tahun 2006 sebesar 3,6 triliun, tahun 2007, 2,2 triliun dan untuk 2008
dianggarkan 4,6 triliun (lampungnews.com).
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini, adalah untuk dapat mengetahui :
Kebijakan pemerintah dalam bidang pangan dan gizi
Gizi seimbang dan sistem ketahanan pangan
Penerapan sistem dalam bidang pangan dan gizi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
Sistem adalah : rangkaian komponen yang saling terkait menuju suatu tujuan yang
sama.
Contoh :
Tubuh manusia merupakan suatu system dengan komponen jaringan, organ, syaraf,
pembuluh darah dan sebagainya dengan tujuan menjaga keseimbangan fungsi tubuh.
c. Subsistem Konsumsi
Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara
nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan
kehalalan, Di samping juga efisiensi untuk mencegah pemborosan.
Subsistem konsumsi juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh
(food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola
konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan
mineral, pemeliharaan sanitasi dan higiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam
lingkungan rumah tangga. Hal ini dilakukan melalui pendidikan dan penyadaran
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemauan menerapkan
kaidah kaidah tersebut dalam pengelolaan konsumsi.
Kinerja subsistem konsumsi tercermin dalam pola konsumsi masyarakat di tingkat
rumah tangga. Pola konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain kondisi ekonomi, sosial dan budaya setempat. Untuk itu, penanaman
kesadaran pola konsumsi yang sehat perlu dilakukan sejak dini melalui pendidikan
formal dan non-formal. Dengan kesadaran gizi yang baik, masyarakat dapat
menentukan pilihan pangan sesuai kemampuannya dengan tetap memperhatikan
kuantitas, kualitas, keragaman dan keseimbangan gizi. Dengan kesadaran gizi yang
baik, masyarakat dapat meninggalkan kebiasaan serta budaya konsumsi yang kurang
sesuai dengan kaidah gizi dan kesehatan. Kesadaran yang baik ini lebih menjamin
terpenuhinya kebutuhan gizi masing-masing anggota keluarga sesuai dengan tingkatan
usia dan aktivitasnya.
Acuan kuantitatif untuk konsumsi pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG)
rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-VIII tahun 2004,
dalam satuan rata-rata per kapita perhari, untuk energi 2.000 Kilo kalori dan protein 52
gram. Acuan untuk menilai tingkat keragaman konsusi pangan adalah Pola Pangan
Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola yang ideal. Kinerja keragaman konsumsi
pangan pada suatu waktu untuk komunitas tertentu dapat dinilai dengan metoda PPH
(suaramerdeka.com).
Dalam kondisi kegagalan berfungsinya salah satu subsistem di atas, maka
pemerintah perlu melakukan tindakan intervensi. Berbagai macam intervensi yang
dapat dilakukan adalah: (a) pada subsistem ketersediaan berupa bantuan/subsidi
saprodi, kebijakan harga pangan, kebijakan impor/ekspor, kebijakan cadangan pangan
pemerintah; (b) pada subsistem distribusi berupa penyaluran pangan bersubsidi,
penyaluran pangan untuk keadaan darurat dan operasi pasar untuk pengendalian harga
pangan; dan (c) pada subsistem konsumsi dapat dilakukan pemberian makanan
tambahan untuk kelompok rawan pangan/gizi buruk, pemberian bantuan tunai untuk
meningkatkan kemampuan mengakses pangan.
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Banyak kebijakan yang telah di buat pemerintah terkait pemenuhan kebutuhan gizi
masyarakat, diantaranya yang paling banyak diperbincangkan adalah UUd Republik
Indonesia 10945 sebagai sumber dari segala sumber hukum. Atau secara umum UU
tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat wajib mewujudkan
ketahanan pangan.
2. Aplikasi kebijakan pemerintah terkait masalah pemenuhan kebutuhan gizi masih belum
sesuai harapan, masih banyak warna Negara yang kekurangan bahan pangan yang
belum tersentuh aparat pemerintah.
B. Saran
hendaknya pemerintah lebih serius lagi dalam menangani kasus kurang gizi yang
terjadi di masyarakat karena masalah kurang gizi ini adalah permasalahan yang paling
mendasar bagi keberlangsungan suatu bangsa.
hendaknya masyarakat senantiasa menambah pengetahuannya mengenai pentingnya
gizi cukup serta merubah pandangan bahwa yang bergizi adalah yang mahal dan
menghilangkan budaya Mc Donaldisasi dan menumbuh kembangkan budaya kerja
keras demi peningkatan kesejahteraan hidup bersama.
hendaknya mahasiswa senantiasa meningkatkan kepekaannya terhadap masalah-
masalah yang berkembang dimasyarakat dan senantiasa berupaya menemukan solusi
untuk menyelesaikan masalah tersebut.