KATA PENGANTAR
Puji syukur kami hadiahkan atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang mana dengan
kemudahan dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugaslaporan observasi yang
bertemakan E-learning .
Adapun laporan observasi ini kami susun guna memenuhi persyaratan nilai
tugas dalam mata kuliah Psikologi Pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Pendidikan karena telah memberikan kami tugas sehingga menambah pengetahuan dan
pengalaman kami serta membentuk kebersamaan dan sinergi dalam kelompok kami ini. Dan secara
khusus kami juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami yang senantiasa
memberikan semangat dan dukungan serta doa yang selalu mengiringi kami.
Kami selaku penyusun sadar akan ketidaksempurnaan dan kekurangan dalamlaporan ini baik dalam hal
sistem penyusunan maupun hasil observasinya. Oleh sebab itu kami sangat berharap atas kritik dan
saran yang membangun guna mengembangkan pengetahuan kita bersama dan penunjang lebih baik lagi
untuk laporan observasiselanjutnya.
Tim Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
Di era modern ini, orang di seluruh penjuru dunia dituntut untuk memahami dan mengaplikasikan
teknologi dalam kehidupannya, tidak terkecuali siswa. Atas dasar inilah pembelajaran E-learning mulai
diterapkan dalam sekolah-sekolah di Indonesia. E-learning merupakan elektronik learning atau
pembelajaran elektronik. Secara ringkas, E-learning berarti belajar dengan menggunakan media
elektronik. Metode pembelajaran E-learning tergolong masih sangat muda di Indonesia. Dengan
menggunakan metode E-learning ini, siswa di seluruh bagian Indonesia diharapkan dapat memahami
dan mengaplikasikan teknologi agar tidak tertinggal oleh zaman yang semakin berkembang.
2. Untuk mengetahui teori belajar, motivasi, orientasi belajar, dan manajemen kelas yang digunakan
dalam proses E-learning.
LANDASAN TEORI
E-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke
siswa dengan menggunakan media internet, intranet, atau media jaringan computer lain (Hartley, 2001).
Salah satu yang memudahkan proses E-learning adalah adanya koneksi internet. Internet adalah inti dari
komunikasi melalui komputer. Sistem internet berisi ribuan jaringan komputer yang terhubung di
seluruh dunia, menyediakan informasi yang tak terhingga yang dapat diakses oleh murid (Santrok,
2011).
Dalam proses pembelajaran ada beberapa aspek yang terlibak, diantaranya teori belajar ynag
digunakan, motivasi siswa, orientasi belajar, serta manejemen kelas. Ada dua pendekatan dalam teori
belajar yaitu, pendekatan behaviorisme dan pendekatan asosiatif. Pendekatan behaviorisme adalah
pandangan bahwa perilku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diobservasi. Sedangkan
pendekatan asosiatif adalah pembelajaran meliputi dua kejadian yang saling terkait.
1. Perspektif behavioral yang menekan bahwa kunci dari motivasi siswa adalah imbalan dan
hukuman.
2. Perspektif humanistik menekankan pada kapasitas siswa untuk mengembangkan kepribadian dan
kebebasan untuk memilih nasib mereka.
3. Perspektif kognitif menekankan bahwa pemikiran siswa akan memandu motivasi mereka.
Orientasi belajar terbagi dua, yaitu Student Center Learning yaitu pembelajaran yang menjadikan siswa
sebagai pusat dari pembelajaran dan Teacher Center Learningyang menjadikan guru sebagai pusat
pembelajaran.
Manejemen kelas merupakan suatu usaha untuk mengelola kelas dengan baik sehingga memaksimalkan
kesmpatan pembelajaran siswa.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.2. Motivasi
Berdasarkan hasil pengamatan, motivasi siswa kelas X.7 di SMA Negeri 13 Medan yang paling dominan
adalah motivasi berdasarkan persepektif humanistik yaitu menekankan pada kapasitas murid untuk
mengembangkan kepribadian dan kebebasan untuk memilih sendiri nasib mereka.
Hal ini terlihat dari kondisi belajar. Siswa bebas memilih apakah mereka ingin mendengarkan penjelasan
guru atau tidak. Dalam hal ini, guru juga tidak menuntut bahwa siswa harus mendengarkannya dengan
seksama. Guru tidak memberikan hukuman bagi siswa yang tidak mendengarkan. Dari kondisi inilah,
terlihat bahwa motivasi siswa adalah humanistik yang bebas menentukan nasibnya.
Motivasi yang juga terlihat namun tidak dominan adalah motivasi berdasarkan persepktif behavioral.
Siswa memang bebas memilih apakah mereka ingin mendengarkan guru atau tidak, dan guru pun tidak
menuntut siswa untuk mendengarkannya. Namun ketika ada pertanyaan dari guru, siswa yang berhasil
menjawab akan mendapat nilai yang baik.
Orientasi belajar yang digunakan adalah perpaduan antara Student-Centered Learning (SCL) dan
Teacher-Centered Learning (TCL). Namun yang lebih dominan adalah TCL.
Orientasi SCL terlihat dengan adanya diskusi dalam membahas suatu topik tertentu.
Orientasi TCL terlihat ketika guru menerangkan di depan dengan gaya presentasi dan siswa
memperhatikan guru. Selain itu guru juga memberikan tugas yang sudah diarahkan cara pengerjaannya.
Hal ini terlihat pada hari observasi, dimana siswa mengumpulkan tugas makalah dari hari sebelumnya.
Guru menilai makalah tersebut dan mengatakan bahwa siswa seharusnya melakukan hal ini dan itu
dalam makalahnya. Hal ini menunjukkan adanya intruksi langsung oleh guru yang dicirikan oleh arahan
dan kontrol guru dan ekspektasi guru atas kemajuan siswanya.
Hal yang disayangkan adalah kondisi kelas yang kurang pencahayaan dan pengap. Kelas yang terletak di
antara dua bangunan kelas lainnya membuat kelas X.7 ini menjadi gelap. Sedangkan kondisi pengap
disebabkan karena udara yang panas dan tidak adanya pendingin ruangan, seperti AC atau kipas angin
dalam ruangan kelas.
Pada kondisi umum, gaya penataan kelas adalah gaya auditorium dimana semua siswa duduk
menghadap guru. Gaya auditorium ini menmbatasi kontak antar siswa tatap muka dan guru bebas
bergerak kemana saja. Ketika diskusi berlangsung gaya penataan kelas yang digunakan adalah gaya
klaster dimana beberapa siswa duduk dalam kelompok kecil.
b. Gaya Pengajaran
Gaya pengajaran yang digunakan oleh Guru Sejarah ketika observasi dilakukan adalah gabungan antara
gaya permisif dan otoritatif. Guru tidak memberikan banyak dukungan untuk pengelolaan perilaku
namun guru melibatkan murid dalam kerja sama dan menjelaskan aturan untuk dipahami dalam
pengerjaan tugas. Hal ini terlihat ketika pengumpulan makalah, beberapa siswa memang berperan aktif
dalam bertanya namun siswa lainnya tidak peduli dan sesuka hati untuk keluar masuk kelas. Dalam hal
ini, guru tidak menegur siswa yang keluar masuk kelas sehingga tidak ada dukungan untuk
pengembangan perilaku siswa.
3.2. Evaluasi
E-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke
siswa dengan menggunakan media internet, intranet, atau media jaringan computer lain (Hartley, 2001).
Konsep E-learning yang digunakan oleh SMA Negeri 13 adalah power point. Motivasi siswa kelas X.7
merupakan motivasi humanistik baik bagi siswa yang benar-benar ingin belajar namun sulit bagi siswa
yang harus didorong untuk belajar. Siswa yang harus didorong ini membutuhkan motivasi behavioral
untuk memunculkan motivasi humanistik. Perpaduan antara motivasi humanistik dan behavioral yang
diterapkan sekolah sudah cukup bagus, namun tidak dapat disamaratakan bagi seluruh siswa karena
adanya perbedaan karakteristik di atas. Sebagai siswa Sekolah Menengah Atas yang berada pada masa
remaja yang sedang mencari jati diri diperlukan bimbingan oleh guru untuk memunculkan motivasi
instrinsik siswa.
Orientasi belajar yang digunakan bagus karena menggabungkan SCL dan TCL. SCL akan membantu siswa
aktif dalam proses belajar mengajar dan TCL akan membantu siswa dalam menentukan perilaku yang
sesuai karena dalam proses TCL guru merupakan pengarah. Jadi dengan adanya penggabungan SCL dan
TCL ini diharapkan siswa dapat menjadi orang yang aktif terarah.
Pengaturan manejemen kelas sudah cukup baik namun belum maksimal. Untuk uang sekolah yang
terbilang cukup besar, sekolah seharusnya dapat memberikan fasilitas yang lebih baik demi kenyamanan
siswa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.
Dari semua uraian evaluasi di atas, SMA Negeri 13 Medan sudah cukup baik dalam menggunakan
metode E-learning namun semua aspek yang diamati di atas masih harus dimaksimalkan.
BAB IV
PENUTUP
E-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke
siswa dengan menggunakan media internet, intranet, atau media jaringan computer lain (Hartley, 2001).
Proses E-learning di SMA Negeri 13 adalah pembelajaran dengan menggunakanpower point. Dalam
setiap proses pembelajaran ada banyak aspek yang dapat dilihat, aspek ini juga dapat diamati saat
proses E-learning berlangsung. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah motivasi, teori belajar, orientasi
belajar, dan manejemen kelas.
Motivasi yang dimiliki oleh siswa kelas X.7 SMA Negeri 13 Medan adalah motivasi humanistik yang
digabungkan dengan sedikit motivasi behavioral. Motivasi ini dipadukan dengan teori belajar behavioral
yaitu operant conditioning. Konsep manajemen kelas yang digunakan adalah gaya ruangan klaster dan
auditorium. Gaya ruangan ini sesuai dengan orientasi belajar yang digunakan, yaitu perpaduan antara
SCL dan TCL.
pada dasarnya sudah banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang menggunakan system E-learning.
System E-learning ini merupakan system belajar yang mengguanakan perangkat-perangkat elektronik
dan aplikasi-aplikasi seperti power point yang dapat memudahkan setiap murid untuk lebih memahami
pelajaran yang diberikan guru dan juga guru pun tidah sulit lagi untuk menjelaskan kepada murid-nya.
Salah satu sekolah yang sudah menggunakan E-learning adalah SMA Negeri 13 Medan yang
menggunakan power point untuk memudahkan dalam proses belajar-mengajar. Pada observasi ini ada
beberapa aspek yang dapat di lihat yaitu motivasi siswa, teori belajar, manajemen kelas, dan orientasi
belajar.
Motivasi yang dimiliki murid-murid di SMA Negeri 13 medan pada kelas X.7 adalah motivasi
humanistik yang digabungkan dengan motivasi behavioral. Konsep manajemen yang digunakan adalah
gaya ruangan klaster dan auditorium. Ruangan gaya ini sangat cocok untuk orientasi belajar SCL dan TCL
dimana murid memerhatikan guru yang belajar didepan kelas.
4.3 Testimoni
Observasi sekolah ini diawali dengan menentukan sekolah yang akan kami observasi dan kami
beserta kelompok dari kelas ganjil memilih SMA Negri 13 yang akan kami observasi. Pada tanggal 23 mei
2013 kami mendatangi sekolah tersebut, dan kepala sekolah mengijikan kami masuk ke kelas X.7 yang
pada saat itu sedang berlangsung belajar-mengajar pelajaran sejarah. Proses observasi berjalan lebih
dari 60 menit. Pada saat kami meng-observasi kelas tersebut kami merasa bahwa kelas itu kurang tertib
karena ada beberapa anak yang berjalan-jalan dan duduk bukan pada kursinya. Kelasnya juga panas dan
pengap. Walau begitu proses belajar-mengajar belangsung dengan lancar apalagi di bantu dengan
sistem pembelajaran E-learning yang semakin memudahkan guru dan murid dalam proses belajar-
mengajar.
Daftar Pustaka
Hartley, Darin E. 2001. Selling e-Learning, American Society for Training and Development, New
York. [online], (http://www.m-edukasi.web.id/2012/11/pengertian-e-learning.html, diakses tanggal 6
Juni 2013)
Di era glabalisasi ini upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya dilakukan oleh negara-
negara berkembang saja, tetapi juga dilakukan oleh negara maju. Peningkatan kualitas pendidikan
merupakan upaya yang dilakukan terus menerus, tidak pernah berhenti searah dengan perubahan
kebutuhan manusia (Unru & Alexander dalam Murbojono, 2007). World Bank menyatakan bahwa untuk
mencapai kesuksesan dalam perbaikan pendidikan dibutuhkan waktu yang lama dan dari 21 negara yang
didata rata-rata membutuhkan waktu antara 15-20 tahun (Per Dalin, 1994).
Reformasi atau perbaikan pada sejumlah negara mengalami peningkatan besar pada akhir abad
ke dua puluh, karena pengaruh dari perubahan kebijakan yang mengarah pada desentralization,
marketzation, accountability, managerialisme, dan profesionalism (Zaten, 2002).
Esensi dari desentralisasi bidang pendidikan adalah otoritas dalam pengambilan keputusan
diberikan sepenuhnya kepada sekolah , termasuk di dalamnya melakukan perbaikan pendidikan.
Desentralisasi pendidikan di Indonesia mulai dicobakan sejak tahun 1998, ketika Bank Dunia
merekomendasikan perlunya pemberian otonomi kepada sekolah untuk merekoveri krisis (Mulyasa,
2002). Singapura telah melaksanakan otonomi sekolah sejak tahun 1994, sehingga pada tahun2000
berhasil menduduki peringkat ke tiga pada skala internasional di bidang matematika dan Sain (Shape &
Gopinathan, 2002). Marketization menghendaki perubahan pendidikan berorientasi pasar. Tuntutan
pasar terhadap pendidikan antara lain berupa : relevansi, kualitas produk, dan layanan yang memuaskan
pelanggan (Salis, 2006). Realisasinya sekolah harus mengubah kurikulum dengan kebutuhan pasar kerja,
menghasilkan lulusan dengan kualitas tinggi, dan memberikan pelayanan optimal kepada para
pelanggan, baik internal maupun eksternal, seperti guru, siswa, orang tua dan masyarakat. Akuntabilitas
adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang
telah dilaksanakan. Laporan prestasi sekolah yang diberikan kepada stakeholder hendaknya dapat
memacu kinerja sekolah dalam melakukan perbaikan terutama pada kualitas proses pendidikan.
Profesionalisme dalam menjalankan manajemen pendidikan sekolah dilakukan melalui penerapan
pelayanan prima yang berorientasi kepada kepuasan semua pihak. Dengan penerapan manajemen mutu
total mengharuskan sekolah menata kembali implementasi manajemen pada tataran dan pelaksanaan
pembelajaran yang mengarah pada kualitas. Pelaksanaan reformasi pendidikan berdampak positif bagi
perpustakaan sekolah karena perpustakaan sekolah merupakan salah satu objek peningkatan sarana
dan prasarana pendidikan terutama sesuai dengan fungsinya sebagai sumber belajar dan pusat formasi
serta penunjang proses pembelajaran.
Menurut Kepala Institut Penelitian Pendidikan Prof Dr. Tadahiko Inahaki, sekitar 50 tahun yang
lalu yakni setelah kalah perang, ekonomi Jepang sangat buruk. Bangsa Jepang miskin. Untuk bangkit dan
memajukannya, yang paling utama adalah meningkatkan pendidikan (kita ingat Kaisar bertanya setelah
Jepang di bom oleh Amerika Serikat Ada berapa guru yang masih hidup?). Untuk itu, Pemerintah
Jepang mengeluarkan undang-undang untuk meningkatkan pembelajaran IPA di sekolah-sekolah.
Konsekuensinya, Pemerintah Jepang harus mengeluarkan anggaran untuk mengadakan peralatan di
sekolah. Jadi fasilitas pembelajaran terpenuhi. Apakah guru Jepang memanfaatkan fasilitas tersebut, itu
soal lain, kata Inahaki pada pertemuan dengan para peserta counterpart training dari Indonesia.
Artinya, kelengkapan peralatan tidak menjamin digunakannya peralatan tersebut oleh guru sehingga
meningkat pula kualitas pembelajarannya.
Sejak saat itu terjadilah persaingan siswa untuk memasuki sekolah pada jenjang lebih tinggi.
Untuk dapat bersaing mengikuti tes dan lulus dengan memuaskan, siswa harus menguasai materi
pelajarannya. Maka dalam proses pembelajaran yang dipentingkan adalah hafalan. Jadi meskipun sejak
tahun 1952 fasilitas pembelajaran IPA lengkap dan baik, tetapi ternyata guru kurang memanfaatkannya.
Bagi guru, yang penting siswanya lulus ujian dengan nilai baik.
Akibat persaingan yang ketat ini maka terdapat anak-anak yang berhasil dan anak-anak yang
gagal. Dari anak-anak yang berhasil tidak mampu membuahkan kreativitas, sementara itu anak-anak
yang tidak berhasil menjadi frustasi. Di sela-sela himpitan gedung yang menjulang tinggi dan di antara
kehidupan masyarakat industri yang terus dipacu oleh kesibukan dan waktu, terdapat anak-anak yang
kurang mendapat perhatian, atau terjepit kondisi sosial ekonomi sehingga tidak mampu bersaing
dengan yang lain, ditambah dengan persaingan di kelas yang ketat. Anak-anak yang demikian
memunculkan berbagai masalah, misalnya kenakalan remaja, perkelahian antar siswa, suka membolos,
prestasi sekolah yang rendah dan bahkan ada anak yang bunuh diri. Sekolah yang tidak dapat
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan prestasi siswanya rendah akibat permasalahan
siswanya itu dikenal sebagai sekolah yang runtuh.
Selain runtuhnya sekolah, para lulusan yang berhasil bekerja di sektor industri hanya bekerja
berdasarkan instruksi, kehilangan kreativitas. Jadi persaingan dalam pendidikan hanya akan
menghasilkan lulusan yang tidak kreatif, sementara yang berprestasi rendah mengalami frustasi. Murase
Masatsugu (dosen Universitas Shinsu) mengatakan bahwa pendidikan konvensional di Jepang
menghasilkan tenaga kerja yang hanya bekerja sesuai petunjuk, yang hanya cocok untuk produksi
massal pada era industrialisasi.
Di Jepang, penurunan kualitas belajar siswa menjadi sorotan masyarakat. Sebagai contoh,
berdasarkan hasil survai PISA menunjukkan bahwa hasil belajar siswa Jepang menurun. Hal ini
menimbulkan kecaman masyarakat. Untuk mengatasi agar sekolah yang runtuh itu bangkit, dilakukanlah
reformasi sekolah dan membentuk komunitas belajar (Learning community).
Dengan adanya reformasi pendidikan di sekolah, jelas akan menjadikan mutu sekolah bukanlah
merupakan cita cita diatas kertas bagi institusi sekolah, melainkan menjadi penunjang proses
pembelajaran sehingga memiliki posisi yang strategis terutama dalam membantu sekolah dalam
menghasilkan out put yang berkualitas dan memiliki daya saing.
Permasalahannya adalah aspek-aspek apa saja yang harus direformasi di sekolah terutama yang
menyangkut peningkatan kualitas dan bagaimana dampaknya terhadap perpustakaan sekolah ?Hal
inilah yang melatar belakangi observasi kami di SMA Negeri 1 Pontang.
1.2 Tujuan Observasi
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan atau reformasi yang terjadi di SMA Negeri 1
Pontang.
Berdasarkan observasi tersebut, manfaat yang dapat diambil dari penulisan laporan ini adalah
sebagai berikut:
Mahasiswa dapat ikut serta dalam menuangkan ide kreatifnya untuk membantu
mengembangkan pendidikan secara langsung.
Memberikan sumbangan pikiran dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan dan dampaknya
terhadap satuan pendidikan.
Observasi dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pontang di jl. Kubang Puji Pontang kec.Pontang kab.
Pontang, provinsi Banten 42192 Telp. (0254)7016484/281369.
BAB II GAMBARAN UMUM SMA NEGERI 1 PONTANG
SMAN 1 Pontang pertama kali berdiri pada tahun 1993 yang beralamatkan di jalan Kubang Puji
Pontang, kecamatan Pontang, kabupaten Pontang, provinsi Banten. Jumlah seluruh siswa SMAN 1
Pontang adalah 813 siswa yang terbagi menjadi kelas X sebanyak 256 siswa, kelas IX sebanyak 261 siswa,
kelas XII sebayak 296 siswa. SMAN 1 Pontang berdiri diatas tanah seluas 7.134 m2 dengan bangunan
seluas 2.190 m2 dan sissanya merupakan halaman sekolah, taman, lapangan olah raga, kebun, dll.
Beberapa bangunan memiliki kategori tersendiri, terdapat 27 ruang (termasuk parkir dan garasi
mobil) dalam kondisi baik dan 14 ruangan dalam keadaan rusak ringan dan dalam tahap renovasi.
Ruangan yang masuk dalam kategori rusak ringan ini adalah tujuh ruang kelas, laboratorium kimia,
laboratorium fisika, ruang guru, ruang TU, toilet siswa, dan gudang.
1. Visi sekolah
SMA NEGERI 1 PONTANG MEMBINA DAN MENGHANTARKAN PESERTA DIDIK MENUJU HARI ESOK YANG
LEBIH BAIK (WALAL AKHIRATU KHAIRULLAKA MINAL UULA)
Indikator :
5) Budaya tertib, disiplin, bersih, sehat, aman, menghargai waktu dan tanggung jawab meningkat
2. Misi Sekolah
4) Mengembangkan etika dan estetika melalui cabang seni budaya, kajian agama, olah raga, KIR,
keterampilan dan kelompok belajar mata pelajaran.
5) Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu hidup mandiri dan
dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
6) Menghasilkan SDM yang memiliki keckapan hidup dan mampu bersaing di dunia kerja.
9) Mempersiapkan siswa dalam berbagai evan baik bidang akademik maupun bidang non akademik
12) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif : aman, nyaman, tertib, disiplin, sehat kekeluargaan
dan penuh tanggung jawab
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab(UU No. 20 tahun
2003). Sedang tujuan pendidikan menegah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan tersebut dijabarkan menjadi tujuan sekolah sbb:
2. Mempersiapkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan sebagai bekal melanjutkan ke
jenjang lebih tinggi.
3. Membekali siswa dengan ketrampilan bagi siswa yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi
dari tahun ke tahun diharapkan ada peningkatan.
10. Memiliki kelompok / klub secara spesifik pada setiap mata pelajaran dan sains yang dilombakan
BAB III HASIL KEGIATAN OBSERVASI
dengan orang tua peserta didik dilaksanakan melalui komite sekolah. Ada lima peran orang tua
dalam pengembangan sekolah, yaitu sebagai :
1. donatur dalam penunjang kegiatan dan sarana sekolah, namun belum berjalan optimal mengingat
kondisi ekonominya
5. sumber belajar.
Dalam rangka mengembangkan sekolah perlu terus dijalin kerja sama yang harmonis dengan
komite sekolah.adapun peran komite sekolah:
antara sekolah dengan alumni belum dapat digali secara maksimal hal ini disebabkan karena
minimnya komunikasi dan belum terbentuknya wadah alumni yang dapat membantu mengembangkan
sekolah.
yang akan dijalin tahun ini adalah membangun kemitraan dengan perusahaan yang ada di
wilayah kecamatan pontang dalam rangka mengembangkan sekolah. Kerja sama yang akan dibangun
adalah program beasiswa bagi siswa berprestasi dari keluarga tidak mampu, kerja sama dalam hal
pengembangan sumber belajar, dan kerja sama dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas dan
produktif.
Salah tujuan pendidikan menengah adalah menyiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke
perguruan tinggi. Untuk meningkatkan angka persentasi peserta didik yang diterima di perguruan tinggi
perlu dijalin dengan Universitas, sekolah tinggi, balai latihan kerja, beaya pendidikan dan informasi lain
sehingga dapat mengarahkan dan memberi peluang kepada peserta didik untuk dapat diterima di
perguruan tinggi sesuai bakat, minat, keadaan ekonomi orang tua dan sebagainya.
Dalam perkembangan sekolah yang teriring dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi,
pembangunan gedung merupakan hal yang sangat perlu sekali untuk dilakukan satuan pendidikan
sebagai reformasi bangunan. Terhitung mulai tahun 2008 SMAN 1 pontang telah merintis pembangunan
gedung barunya, yang diharapkan selesai pada akhir desember. Pembanguna gedung ini menelan beaya
yang tidak sedikit yang salah satu sumber beaya berasal dari sumbangan dari orang tua siswa yang
jumlahnya lebih dari lima ratus juta rupiah.
Pembangunan gedung baru tersebut bukan hanya bertujuan untuk reformasi bangunan semata,
tetapi berfungsi untuk mengatasi kekurangan ruang kelas di sekolah SMAN 1 pontang. Tercatat ada 813
siswa saat ini dan terjadi pelonjakan peminat yang cukup signifikan di tahun ajaran barunya. Angka 813
itu sebenarnya bukanlah angka yang maksimal, masih banyak para peminat yang harus rela pindah
haluan karena kuota di SMAN 1 Pontang sudah terpenuhi. Dengan mencanangkan program RSSN
(Rintisan Sekolsh Standar Nasional) maka SMAN 1 Pontang harus selalu profesional dalam segala hal.
Termasuk dalam penerimaan siswa baru untuk tidak melebihi kuota, yaitu 32 siswa perkelas.
Kondisi ruang yang belum tertata sedemikian rupa, reformasi ruang juga masih dilalkukan SMAN 1
Pontang. Pada tahun 2011 terjadi pengalih fungsian laboratorium kimia menjadi ruang guru. Sedangkan
ruang guru menjadi laboratorium kimia. Pertimbangan ini didasari karena jumlah guru yang banyak (43
orang) sedangkan ruangan guru tidak mencapai kapasitas itu. Sebagai alternatif adalah reformasi
ruangan dengan mengalihfungsikan laboratorium kimia yang ruangannya lebih luas sebagai ruang guru.
3.3 Reformasi Jadwal Rombel
Terkait dengan jadwal belajar siswa pihak sekolah selalu berupaya untuk memberikan yang terbaik
bagi siswa dan para guru sebagai pengajar. Pembangunganan gedung baru yang selesai akhir desember
akan merubah jadwal belajar yang berlaku di SMA Negeri 1 Pontang. Sebelum adanya gedung baru
SMAN 1 Pontang memiliki sistem dua rombel yaitu diwaktu pagi dan sore. Hal ini di karenakan jumlah
ruang kelas yang tidak memenuhi jumlah siswa di SMAN 1 Pontang. Jumlah total semua kelas adalah 24
kelas, namun ruangan yang tidak tersedia sehingga dibagi dalam dua rombel. Enam belas kelas masuk di
pagi hari sedangkan delapan kelas masuk di waktu siang.
Reformasi ini disambut bahagia dari beberapa guru pengajar karena waktu kerja dapat selesai
tepat waktu. Reformasi jadwal belajar ini juga mendukung waktu efektif belajar siswa. Reformasi
rombel tersebut akan diberlakukan mulai semester genap tahun ajaran saat ini. Dengan demikian semua
kelas dapat belajar pada waktu yang sama dan kegiatan ekstrakurikuler dapat berjalan dengan lancar
tanpa mengganggu siswa lainnya.
Sesuai dengan asas demokrasi Struktur kepengurusan di SMA Negeri 1 Pontang telah mengalami
empat kali pergantian kepala sekolah. Masa kepemimpinan kepala sekolah di SMAN 1 Pontang selama
empat tahun. Terakhir kali pemilihan kepala sekolah dilakukan pada tahun 2007 yang dijabat oleh
Dr.Satal Mawardi yang sebelumnya dijabat oleh Dr. Sawali. SMA Negeri 1 Pontang kembali akan memilih
kepala sekolah baru pada semester genap tahun ajaran saat ini. Visi misi SMA Negeri 1 pontang tidak
pernah berubah dari sejak pertama kali SMA ini berdiri. Meskipun telah terjadi pergantian empat kali
dalam struktur kepengurusannya.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pelaksanaan reformasi sekolah berdampak positif bagi peningkatan mutu sekolah sehingga
kualitas bukan hanya merupakan pelengkap dari institusi sekolah, melainkan berfungsi sebagai
penunjang proses pembelajaran. Hal tersebut akan terwujud bila pengembangan dari segala bidang
menjadi salah satu agenda reformasi sekolah dengan menempatkannya dalam prioritas program
sekolah.
Daftar Pustaka
http://sawali.wordpress.com/2007/08/20/reformasi-sekolah-kepemimpinan-feodalistis-dan-ktsp/
http://desainwebsite.net/pendidikan/reformasi-sekolah-dalam-membangun-komunitas-belajar-
http://library.um.ac.id/index.php/Artikel-Jurnal-Perpustakaan-Sekolah-ISSN/dampak-reformasi-sekolah-
terhadap-peningkatan peran perpustakaan sebagai sumber belajar.