Anda di halaman 1dari 13

Eritroblastosis fetalis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Eritroblastosis fetalis adalah kelainan darah yang berpotensi mengancam


nyawa janin atau bayi yang baru lahir.[1] Eritroblastosis fetalis umumnya disebabkan
terjadinya isoimunisasi, yaitu proses pembentukan antibodi terhadap antigen individu lain yang
berbeda.[2][3][4]Kelahiran anak pertama belum terkena dampak serius dari eritroblastosis fetalis,
namun kelahiran anak berikutnya akan menimbulkan komplikasi.[2]

Sebab[sunting | sunting sumber]


Eritroblastosis fetalis biasanya terjadi karena tubuh ibu yang mengandung membentuk antibodi
yang akan menyerang sel darah merah janin yang dikandungnya.[1] Pembentukan antibodi
merupakan respon tubuh ibu karena ibu dan janin memiliki rhesus atau golongan darah yang
berbeda.[1][3] Diperkirakan 20% bayi menghadapi isoimunisasi golongan darah, namun hanya 5%
yang mengalami hemolisis.[3]
Selain penyebab di atas, eritroblastosis juga dapat terjadi tanpa adanya proses
isoimunisasi.[3] Hemolisis parah yang tidak didasari isoimunisasi juga akan mengarah kepada
eritroblastosis fetalis dengan kemungkinan 1 : 3.700.000 kehamilan.[3]

Gejala[sunting | sunting sumber]

USG janin dengan hidrops fetalis

Gejala-gejala eritroblastosis fetalis mencakup:[1][2]

anemia, yaitu kekurangan sel darah merah


edema, yaitu radang di bawah permukaan kulit
radang pada hati atau limpa
kematian intrauterin
hidrops fetalis, yaitu masuknya cairan ke dalam ruang pada jaringan tubuh

BIOLOGI ERITROBLASTOSIS FETALIS


I. Definisi

Eritroblastosis fetalis atau dalam adalah suatu kelainan berupa hemolisis (pecahnya sel darah merah)
pada janin yang akan nampak pada bayi yang baru lahir karena perbedaan golongan darah dengan
ibunya.

Perbedaan faktor golongan darah ini akan mengakibatkan terbentuknya sistem imun (antibodi) ibu
sebagai respon terhadap sel darah bayi yang mengadung suatu antigen. Eritroblastosis
fetalis biasanya terjadi apabila bayi bergolongan darah rhesus positif sedangkan ibu bergolongan
darah rhesus negatif.
Gambar di atas merupakan gambar eritrosit anak golongan Rh+ digumpalkan oleh antibodi ibu
(warna putih) yang bergolongan Rh- ketika dalam kandungan.

II. Golongan Darah Rhesus

Sistem rhesus membedakan darah menjadi dua golongan, yaitu golongan darah rhesus positif yang
mengandung antigen rhesus dan golongan darah rhesus negatif yang tidak mengandung antigen
rhesus. Apabila antigen rhesus pada darah rhesus positif masuk ke dalam sirkulasi darah rhesus
negatif, maka tubuh orang rhesus negatif akan membentuk antibodi untuk melawan antigen dari
darah rhesus positif tadi. Antibodi adalah suatu protein yang berfungsi menyerang dan
menghancurkan sel-sel yang dianggap benda asing atau membawa benda asing atau membawa benda
asing (antigen).

Contohnya adalah, apabila ada donor darah dari darah rhesus positif yang diberikan kepada resipien
yang berdarah rhesus negatif, maka pada tubuh resipien akan mengalami pembekuan darah. Hal ini
tidak membantu, tapi justru merugikan resipien karena ginjalnya akan bekerja lebih keras
membersihkan darah yang membeku.

Hal sebaliknya tidak terjadi apabila darah rhesus negatif didonorkan pada resipien berdarah rhesus
positif; tidak terjadi pembekuan darah karena darah dari donor tidak mengadung antigen

III. Eritroblastosis Fetalis

Eritroblastosis fetalis terjadi apabila seorang laki-laki yang bergolongan darah rhesus positif menikah
dengan wanita yang bergolongan darah rhesus negatif, maka anak mereka kemungkinan besar
bergolongan darah rhesus positif karena faktor rhesus bersifat dominan secera genetika.
Kasus Eritroblastosis fetalis biasanya terjadi pada kehamilan anak kedua dan seterusnya jika semua
anak rhesusnya positif. Pada kehamilan pertama darah janin tidak banyak yang masuk ke dalam
sirkulasi darah ibu sehingga tidak terbentuk antibodi pada tubuh ibu, baru pada saat melahirkan
darah janin banyak masuk ke sistem sirkulasi darah ibu. Terbentuknya antibodi setelahnya tidak
berpengaruh karena bayi sudah terlahir.
Pada kehamilan berikutnya janin dalam keadaan yang lebih berbahaya karena antibodi ibu yang
terbentuk setelah proses kelahiran sebelumnya menyerang sel darah janin yang mengadung antigen.
Akibatnya sel-sel darah janin mengalami hemolisis (pecah) hebat.

Hemolisis menyebabkan bayi mengalami anemia. Tubuh bayi akan merespon kekurangan sel darah
merah ini dengan melepaskan sel darah merah yang masih muda yang disebut eritroblas ke dalam
sirkulasi darahnya (makanya disebut eritroblastosis fetalis; fetal = fetus= janin).
IV. Hubungannya dengan Eritroblastosis Fetalis
Orang Asia pada umumnya bergolongan darah rhesus positif, di Indonesia hanya 0,5 % saja yg
bergolongan darah rhesus negatif. Berbeda dengan orang bule (Amerika, Eropa, dan Australia) yang
lebih banyak bergolongan darah rhesus negatif (15%-18%).

Jadi apabila laki-laki Indonesia yang mayoritas rhesus positif menikah dengan wanita bule yang
kemungkinan rhesus negatif, anaknya beresiko mengalami eritroblastosis fetalis.
V. Cara Meminimalisasi Eritroblastosis Fetalis

Apabila diketahui ayah bergolongan rhesus positif dan ibu rhesus negatif, sebaiknya dilakukan
pemantauan berkala antibodi yang terbentuk dalam darah ibu. Bila memungkinkan dapat dilakukan
amniosintesis atau pengambilan darah janin dari umbilical cord sehingga golongan darah janin dapat
diketahui. Apabila ada tanda bahaya dan kehamilan telah berusia 32-34 minggu hendaknya
kehamilan segera diakhiri dengan segera melakukan kelahiran.
ERITROBLASTOSIS FETALIS

Eritroblastosis Fetalis adalah kelainan berupa hemolisis (pecahnya sel darah merah) pada janin
yang akan nampak pada bayi yang baru lahir karena perbedaan golongan darah dengan ibunya.

Penurunan usia sel darah merah karena ketidakcocokan antara darah ibu (Rh-) dan fetusnya (Rh+)
kadar eritroblast janin tinggi karena eritrosit hancur.

Beberapa sel darah fetus masuk ke sirkulasi darah ibu. Antigen Rh pada permukaan sel darah ibu
sel darah putih ibu, sel plasma memproduksi antibodi anti-Rh menembus plasenta.

Bila masuk ke sirkulasi darah fetus antibodi mengaglutinasi sel darah merah fetus.

= TANDA PANAH

Patogenesis

Erythroblastosis fetalis (erythro, red; blast, a formative cell; osis, disease condition) adalah sebuah
anemia hemolisis pada fetus karena adanya antibodi (IgG) ibu melawan antigen eritrosit bayi melalui
plasenta.

Penurunan usia sel darah merah karena ketidakcocokan darah ibu (Rh-) dan fetusnya (Rh+)
produksi antibodi terhadap antigen Rh(D), kadar eritroblast fetus tinggi karena eritrosit hancur.
Penyebab

Eritroblastosis Fetalis terjadi ketika seorang ibu dan bayinya yang belum lahir (Janin) memiliki
Rhesus darah yang berbeda

Rhesus positif => mengandung antigen rhesus

Rhesus negatif => tidak mengandung antigen rhesus.

Ibu rhesus negatif => menghasilkan zat yang disebut antibodi yang akan menyerang sel darah
merah bayi (rhesus positif).

Manifestasi

Eritrosblastofetalis dapat merusak sel darah bayi dengan cepat. Adapun tanda-tandanya berupa :

Edema (bengkak di bawah permukaan kulit)

Ikterus pada bayi yang baru lahir

Anemia atau jumlah darah yang rendah

Pembesaran hati atau limpa

Hidrops (cairan di seluruh jaringan tubuh, termasuk di ruang yang berisi paru-paru, jantung, dan
abdominal ) yang dapat menyebabkan gagal jantung karena terlalu banyak cairan

4 Tipe / akibat Eritroblastosis fetalis


Intra-uterie death of fetus

Sering ditemukan pada kasus Rh isoimmunization dalam kandungan.

Antigen D (Rh) hanya ada pada eritrosit primata. Mutasi gen D menyebabkan tidak adanya ekspresi
antigen D pada eritrosit. Individu ini dianggap sebagai Rh-. Jika janin berasal dari ibu yang Rh- makan
tidak terjadi sensitisasi Rh. Meskipun demikian 60% ibu Rh- akan memiliki janin dengan Rh+.

Etiological facts 95% or more of cases have Rh negative mother who is auto-immunized toRh
positive fetus.

Congenital Hydrops

Congenital hidrops (hidrop fetalis) = edema janin

Sering berhubungan dengan hidramnion dan penebalan plasenta (>6 mm)

Biasanya fetus pucat dan mengalami jaundice.

Fetus kemungkinan lahir dalam keadaan meninggal atau bertahan hanya dalam waktu yang singkat.

Masalah dasar: gangguan keseimbangan cairan homeostasis di mana terjadi banyak akumulasi cairan
dalam rongga tubuh (pleural, pericardial, dan peritoneal) dan jaringan lunak tubuh dengan ketebalan
dinding lebih dari 5 mm. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan adanya 2 kategori patologi:

Hidrop fetalis non-imune

Hidrop fetalis imun

Berasal dari anemia hemolitik alloimuni (Rhesus isoimmunization)

Paparan darah Rh+ pada ibu Rh- akan memicu respon antibodi

Patogenesis: HF imune terjadi ketika eritrosit janin mengekspresikan protein yang tidak terdapat di
dalam eritrosit

Ibu sensitisasi sistem imunologi

Ibu antibodi IgG untuk melawan antibodi tersebut

IgG melintasi plasenta dan menghancurkan eritrosit janin anemia dan gagal jantung

HF imune biasa disertai dengan hematokrit janin < 15% (normal = 50%)
Icterus Gravis Group

Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jauneartinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk
jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin
(pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.

Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu banyak,
kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks
bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu
menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia
dengan manifestasi klinis berupa ikterus.

Anemia of Newborn

Anemia hemolitik yang berlanjut akan

meningkatkan jumlah eritroblast dalam sirkulasi darah,

memperlebar ukuran hati dan limfa (hepatosplenomegali)

kecenderungan mengalami pendarahan,

kernicterus,

berakhir pada kematian atau kerusakan otak pada fetus.

Uji Klinis

A positive direct Coombs test result

menunjukkan apakah tubuh membuat antibodi (protein) untuk menghancurkan sel darah
merah.

ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan

kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%

kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg%,

Hepatosplenomegali
kelainan pada pemeriksaan darah tepi

Uji Umum Anemia Hemolitik dengan Hitung Darah Lengkap (CBC)

Tes ini memeriksa tingkat hemoglobin dan hematokrit. Rendahnya tingkat hemoglobin atau
hematokrit merupakan tanda anemia. CBC juga memeriksa jumlah sel darah merah, sel darah putih,
dan trombosit dalam darah. Apabila terdapat Hasil yang abnormal mungkin merupakan tanda dari
anemia hemolitik, gangguan darah yang berbeda, infeksi, atau kondisi lain. CBC melihat rata-rata
corpuscular volume/ Mean cospucular volume (MCV). MCV adalah ukuran dari ukuran rata-rata sel
darah merah. Hasilnya mungkin petunjuk mengenai penyebab anemia.

Cara pencegahan

1. Wanita dengan Rh- dapat diidentifikasi pada awal kehamilan dengan tes darah

2. Jika seorang ibu Rh negatif dan belum mengidentifikasinya, dia biasanya diberikan obat yang
disebut immunoglobulin Rh (RhIg), juga dikenal sebagai RhoGAM. Ini adalah produk darah khusus
dikembangkan yang dapat mencegah antibodi ibu negatif Rh ini dapat bereaksi terhadap sel Rh
positif.

3. Banyak perempuan diberikan RhoGAM sekitar Minggu ke-28 kehamilan. Setelah bayi lahir,
seorang wanita harus menerima dosis kedua obat dalam waktu 72 jam, jika bayinya Rh positif. Jika
bayinya Rh negatif, dia tidak perlu dosis yang lain
RHESUS
MENGENAL RHESUS DARAH
25 Januari 2012 oleh infosehat09hartonoprasetyo

Saat menunggu antrian di Tempat Pelayanan Terpadu, saya tertarik pada artikel di surat kabar yang

membahas tentang orang Indonesia yang memiliki rhesus negatif beserta tantangan yang dihadapi.

Ternyata selain penggolongan darah ABO (A, B, AB dan O) darah juga dapat digolongkan menjadi

rhesus positif dan rhesus negatif.

Apa yang dimaksud dengan Rhesus ?

Rhesus adalah protein (antigen) yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Sistem penggolongan

berdasarkan rhesus ini ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener tahun 1940. Disebut rhesus karena

saat itu Landsteiner-Wienermelakukan riset dengan menggunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta),

salah satu spesies kera yang banyak dijumpai di India dan Cina. Mereka yang mempunyai faktor protein

ini disebut rhesus positif. Sedangkan yang tidak memiliki faktor protein ini disebut rhesus negatif.

Mengapa kita perlu mengetahui rhesus darah ?

Mengenali rhesus khususnya rhesus negatif menjadi begitu penting karena di dunia ini hanya sedikit

orang yang memiliki rhesus negatif. Persentase jumlah pemilik rhesus negatif berbeda-beda antar

kelompok ras. Pada ras bule (seperti warga Eropa, Amerika, dan Australia), jumlah pemilik rhesus

negatif sekitar 15 18%. Sedangkan pada ras Asia, persentase pemilik rhesus negatif jauh lebih kecil.

Menurut data Biro Pusat Statistik 2010, hanya kurang dari satu persen penduduk Indonesia, atau sekitar

1,2 juta orang yang memiliki rhesus negatif. Karena persentasenya sangat kecil, jumlah pendonor pun

amat langka, sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit.

Apa yang terjadi bila darah dengan rhesus positif didonorkan pada pasien dengan rhesus

negatif ?

Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditranfusi dengan darah rhesus positif. Ini dikarenakan sistem

pertahanan tubuh si reseptor (penerima donor) akan menganggap darah (rhesus positif) dari donor itu

sebagai benda asing yang perlu dilawan seperti virus atau bakteri. Sebagai bentuk perlawanan, tubuh

reseptor akan memproduksi antirhesus. Saat transfusi pertama, kadar antirhesus masih belum cukup
tinggi sehingga relatif tak menimbulkan masalah serius. Tapi pada tranfusi kedua, akibatnya bisa fatal

karena antirhesus mencapai kadar yang cukup tinggi. Antirhesus ini akan menyerang dan memecah sel-

sel darah merah dari donor, sehingga ginjal harus bekerja keras mengeluarkan sisa pemecahan sel-sel

darah merah itu. Kondisi ini bukan hanya menyebabkan tujuan tranfusi darah tak tercapai, tapi malah

memperparah kondisi si reseptor sendiri.

Bagaimana bila hal itu terjadi pada ibu dan janinnya / kehamilan ?

Meskipun faktor rhesus tidak berpengaruh terhadap kesehatan, namun hal itu perlu diperhatikan bila

seandainya Anda dan pasangan Anda memiliki rhesus yang berbeda

Ibu Ayah Janin Injeksi immunoglobulin


Rhesus positif Rhesus positif Rhesus positif Tdk diperlukan
Rhesus negatif Rhesus negatif Rhesus negatif Tdk diperlukan
Rhesus positif Rhesus negatif Bisa Rhesus + / Tdk diperlukan
Rhesus negatif Rhesus positif Bisa Rhesus + / Diperlukan
Hal ini disebabkan karena akan terbentuk antibodi bila ibu dan janinnya memiliki rhesus yang

berbeda. Bila ibu memiliki rhesus positif dan janin memiliki rhesus negatif, maka perbedaan itu tidak

menimbulkan masalah. Masalah akan muncul bila ibu memiliki rhesus negatif sedangkan janin rhesus

positif (diturunkan dari ayahnya).

Apa yang dimaksud dengan antibodi ?

Selama kehamilan, plasenta bertugas sebagai penghalang antara sel-sel darah merah ibu dan janin.

Namun, terkadang ada sejumlah kecil darah janin yang dapat melintas ke dalam pembuluh darah

ibunya. Jika ada sel darah janin rhesus positif bercampur dengan darah ibu yang rhesus negatif, maka

tubuh ibu secara alamiah akan bereaksi dengan merangsang sel darah merah berupa zat

antibodi/antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan benda asing tersebut (janin). Inilah

yang menimbulkan antirhesus (penghancuran sel arah merah) atau hemolitik. Kondisi ini dapat

menyebabkan kematian janin dalam rahim atau jika lahir menderita hati yang bengkak, anemia, kuning

(jaundice), dan gagal jantung.

Kondisi A. Antibodi belum terbentuk saat kehamilan

Pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan suntikan anti-D

(Rho) immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. RhoGam ini akan menghancurkan sel darah

merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi

yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian sang janin akan terlindung

dari serangan antibodi. Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan terus memantau apakan

telah terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu, untuk menghindari telah terbentuknya
antibodi. Dan injeksi RhoGam terus diulang pada setiap kehamilan kedua, ketiga, dan seterusnya.

Suntikan immunoglobulin mungkin juga diperlukan ibu dengan rhesus negatif bila terjadi :

a. Keguguran

b. Aborsi

c. Hamil di luar kandungan (ectopic)

d. Perdarahan selama kehamilan

Kondisi B Antibodi sudah terbentuk saat kehamilan

Bila ibu menunjukkan kadar antibodi yang sangat tinggi dalam darahnya, maka akan dilakukan

penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu :

1. Scanner ultrasonografi, untuk mengecek masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-

paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah

merah.

2. Pengecekan amniosentesis secara berkala untuk mengecek level anemia dalam darah bayi.

3. Persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar rahim dan diikuti

penggantian darah janin dari donor yang tepat.

4. Pada kasus yang lebih gawat, dan janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, akan dilakukan

transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan.

Perhatian :

Karena pemilik rhesus negatif pada ras Asia dan Afrika kurang dari 1 %, maka jumlah pendonor pun

amat langka. Lebih-lebih golongan AB Rhesus negatif. Ini merupakan golongan darah paling langka. Di

bank darah PMI, stok darah Rhesus negatif biasanya hanya satu kantung untuk masing-masing

golongan darah ABO. Selain karena jumlah pendonor langka, permintaannya pun memang sangat

jarang.

Untuk menyiasati jika ada kebutuhan sewaktu-waktu, PMI menerapkan sistem donor panggilan (on call).

Sebagai bank data, PMI mencatat identitas lengkap orang-orang yang diketahui berhesus negatif. Jika

ada permintaan darah Rhesus negatif, PMI akan menghubungi mereka agar mendonorkan darahnya.

Kendati demikian, saat-saat tertentu PMI kadang tetap tidak bisa memenuhi permintaan darah Rhesus

negatif. Bank data pemilik Rhesus negatif ini biasanya tercatat di PMI tingkat daerah (provinsi) dan

cabang (kabupaten atau kota).

Anda juga dapat menghubungi komunitas Rhesus Negatiif Indonesia (RNI)

Rhesus Negatif Bukan Kelainan Darah


13/06/17

Pembagian golongan darah yang dikenal masyarakat secara umum adalah A, B, AB, dan O.
Ini adalah penggolongan jenis darah berdasarkan adanya antigen di permukaan sel darah
merah atau antibodi di plasma. Tetapi ada sistem penggolongan darah berdasarkan ada
faktor rhesus (Rh) yang kemudian membagi golongan darah menjadi dua yaitu rhesus positif
dan rhesus negatif. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya
disebut memiliki golongan darah Rh+ (Rhesus Positif). Sebaliknya bagi yang tidak ada faktor
Rh disebut rhesus negatif.

Beberapa orang menyebut rhesus negatif merupakan kelainan darah langka. Diduga hanya
15% orang yang memiliki faktor rhesus (Rh-) di seluruh dunia, biasanya pada orang-orang
Kaukasian (Kulit Putih). Tetapi meskipun langka, ada penduduk Indonesia yang memiliki
golongan darah rhesus negatif. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik 2010, jumlah pemilik
rhesus negatif di Indonesia hanya kurang dari 1% penduduk atau sekitar 1,2 juta orang.

Rh negatif bukan sebuah kelainan melainkan hanya variasi dari golongan darah, sama
seperti golongan darah lain. Sama saja seperti warna rambut atau warna bola mata yang
berbeda-beda. Perbedaannya ada pada DNA yang mengendalikan semua sifat fisik
manusia.

Tetapi sampai saat ini ada anggapan bahwa orang dengan Rh negatif dianggap aneh,
karena memang ada konsekuensi tersendiri saat perempuan dengan Rh negatif ini hamil.
Jika seorang perempuan dengan Rh negatif hamil dan anak yang dikandungnya memiliki
golongan darah Rh positif, maka sistem imun tubuh ibu akan menyerang janin karena
dianggap benda asing. Risikonya, ada kelainan pada janin yang dapat ringan atau berat
bahkan sampai menyebabkan kematian bayi.

Oleh karena itu penting melakukan skrining pra nikah, sehingga risiko ini dapat diantisipasi
sebelum seorang perempuan dengan rhesus negatif ini menikah dan kemudian hamil.
Perempuan dengan golongan darah rhesus negatif akan mendapatkan pengawasan
terhadap kehamilan pertamanya. Jika status rhesus ibu dan janinnya sama-sama negatif,
maka tidak akan menimbulkan masalah. Namun umumnya janin memiliki rhesus positif yang
diwariskan dari ayahnya.

Kalaupun terjadi perbedaan rhesus antara ibu dan janin selama pemeriksaan kehamilan
pertama, umumnya tidak atau belum menimbulkan masalah. Pada kehamilan pertama
sebenarnya sudah mulai terbentuk antibodi namun belum terlalu tinggi. Masalah umumnya
terjadi pada kehamilan kedua. Antibodi yang terbentuk saat kehamilan pertama akan
menguat dan semakin banyak sehingga dapat masuk ke dalam plasenta dan menyerang
sel-sel darah janin. Untuk mencegah hal ini terjadi, ibu hamil perlu mendapatkan suntikan
rutin yang disebut anti imunoglobulin D (anti-D) sejak kehamilan pertama, untuk mencegah
komplikasi pada janin.
Saat ini di Indonesia sudah ada komunitas Rhesus Negatif Indonesia (RNI) yang merupakan
komunitas yang murni bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan (Non Profit) yang
dibentuk atas dasar kesamaan rhesus darah dan ketergantungan yang tinggi antar sesama
pemilik darah rhesus negatif, sehingga jika suatu saat ada salah satu di antara pemiliknya
membutuhkan transfusi dapat teratasi dengan cepat.

Mengapa saya perlu anti-D, dan apakah


aman?
Bagikan

Jawaban Ahli

Joe Aquilina
Konsultan obstetri dan ginekolog
Ini sangat aman untuk Anda dan bayi Anda jika Anda memiliki injeksi anti-D.

Semua wanita hamil dengan darah negatif rhesus (RhD negatif) disarankan untuk memiliki anti-D, jika bayi mereka memiliki
status rhesus positif (RhD positif). Ini berarti ada ketidakcocokan antara status rhesus dan status rhesus bayi Anda.

Anda akan mengetahui apakah Anda rhesus negatif dari tes darah rutin pada janji pemesanan Anda .

Selama kehamilan dan kelahiran ada kalanya darah bayi Anda bisa bercampur dengan Anda. Hal ini bisa terjadi akibat
berdarah kecil dari plasenta. Bahkan jika tidak ada pencampuran darah selama kehamilan, darah dan darah bayi Anda hampir
pasti akan bersentuhan selama kelahiran .

Tanpa anti-D, tubuh Anda akan merawat darah bayi Anda sebagai penyerbu asing. Sistem kekebalan tubuh Anda akan
menghasilkan antibodi untuk menghancurkan sel darah dari bayi Anda. Dokter menyebut sensitisasi ini.

Antibodi dapat menyebabkan masalah serius jika wanita RhD-negatif yang peka hamil lagi dengan bayi RhD-positif
lainnya. Begitu antibodi telah dibuat, sensitisasi berarti mereka akan terbiasa menyerang sel darah merah RhD-positif.

Jika antibodi melewati plasenta dan mencapai sistem darah bayi, hal itu dapat menyebabkan kondisi serius yang disebut
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (HDN). HDN bisa menyebabkan anemia dan penyakit kuning . Pada kasus yang parah,
HND dapat menyebabkan kerusakan otak permanen, atau bahkan menyebabkan bayi lahir mati.

Anti-D menetralkan setiap sel darah dari bayi RhD-positif Anda sebelum tubuh Anda memiliki kesempatan untuk membuat
antibodi. Berkat anti-D, HDN sekarang sangat langka, mempengaruhi satu dari 21.000 kelahiran.

Anda akan ditawari anti-D setiap kali Anda hamil. Ada dua cara untuk memilikinya:

pengobatan satu dosis: di mana Anda menerima suntikan anti-D pada suatu saat selama minggu ke 28 sampai 30 kehamilan
Anda
pengobatan dua dosis: di mana Anda menerima dua suntikan; satu selama minggu ke 28 dan yang lainnya selama minggu ke
34

Keduanya bekerja sama baiknya. Perawatan mana yang Anda tawarkan tergantung pada kebijakan otoritas kesehatan Anda.

Anti-D terbuat dari plasma darah manusia, yang diberikan oleh donor. Pembuatan produk darah, termasuk anti-D, dikontrol
ketat.

Semua donor darah diskrining untuk hepatitis B , hepatitis C dan HIV , dan plasma hanya diimpor dari negara-negara yang
bebas dari varian CJD. Produk akhir juga diobati untuk membunuh atau menghapus virus, sehingga risiko tertular virus melalui
anti-D sangat rendah.

Sangat jarang, anti-D bisa menyebabkan reaksi alergi. Untuk berjaga-jaga, bidan Anda mungkin menyarankan Anda untuk
tinggal di klinik selama 20 menit setelah mendapat suntikan. Anda harus segera mengatakan jika merasa tidak enak badan.

Satu-satunya keadaan di mana Anda mungkin tidak memerlukan injeksi anti-D selama kehamilan adalah jika Anda memilih
untuk disterilisasi setelah melahirkan bayi Anda, atau Anda yakin bahwa Anda tidak akan memiliki anak lagi. Tapi jika ada
kemungkinan Anda hamil lagi , sebaiknya lakukan injeksi anti-D pada setiap kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai