Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

FAO dalam Suhendang menyebutkan pada tahun 2000 luas hutan dunia
sekitar 3,87 miliar hektar. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki
hutan seluas 3,1 % dari luas hutan dunia, sehingga tidak mengherankankalau
pada era orde baru sektor kehutanan di Indonesia merupakan sektor idola di
mana sektor ini menyumbang devisa terbesar ke dua setelah migas. Namun
kebanggaan ini tidak berlangsung lama. Hamparan permadani hijau yang dulu
di banggakan kini tinggal kenangan, Nafsu dan keserakahan telah mengubah
segalanya.
Forest Watch Indonesia / GlobalForest Watch (2001) mengemukakan
beberapa pokok temuan mengenai kerusakan hutan tropis di Indonesia antara
lain pada tahun 1980-an laju kehilangan hutan rata rata 1 juta ha pertahun,
Kemudian meningkat menjadi 1,7 juta ha pertahun pada awal tahun 1980-an.
Sejak tahun 1966, laju deforesasi meningkat lagi menjadi rata rata 2 juta ha
pertahun. Untuk wilayah Sumatera, pada tahun 1985 tutpan hutan di Sumatera
meliputi 49 % (23.323.500 ha) dari luas daratannya (47.530.143 ha), dalam
kurun waktu 12 tahun jumlah tersebut telahmenurun menjadi 35 % (16.632.143
ha) atau kehilangan sebesar 6.691.357 ha sampai dengan tahun 1997.
Berikut di kemukakan beberapa kasus terkait dengan degradasi moral
yang mengakibatkan deforestasi di wilayah Sumatera Utara antara lain :
FFI-SECP (2002) bahwa di provinsi Sumatera Utara sampai dengan
pertengahan 1990-an, hutan yang telah terdegradasi mencapai 386.006 ha
sementara yang sudah dalam keadaan gundul mencapai 365.000 ha.
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan provinsiSumatere Utara dalam Malley
(2003) di kemukakan bahwa lebih dari 1 juta ha lahan kritis di Sumatera Utara,
sekitar 894.186 ha di antaranya merupakan bagian dari 3,68 juta kawasan hutan
yang ada. Ini berarti hampir 25 % kawasan hutan di Sumatera Utara sudah
dalam keadaan rusak total.
Malley (2003) mengemukakan bahwa salah satu kawasan konservasi di
Sumatera yang gencar di lakukan perambahan adalah Taman Nasional Gunung
Leuser (TNGL) dan ekosistemnya yang sebagian berada di provinsi Sumatera
Utara. Bupati Langkat mengakui bahwa sudah 42.000 ha hutan TNGL di
wilayahnya telah habis di rambah.
Kapoldasu (2003) mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 2000 2003,
Polda Sumatera Utara berhasil menindak kasus illegal loging di kawasan
TNGL. Jumlah kasus yang di tanganinya sekitar 43 kasus dengan melibatkan
132 tersangka dan barang bukti 415,16 m3 kayu.
Malley (2003) mengemukakan bahwa sumber dari Kepolisian Republik
Indonesia pernah menyebutkan bahwa selama kurun waktu 1999 sampai dengan
Maret 2001, polda Sumatera Utara telah mengajukan lebih dari 70 berkas
perkara yang melibatkan lebih dari 200 pelaku perambahan / pencurian kayu di
TNGL berikut barang bukti seperti parang, chai saw, Buldozer, truk tronton dan
kayu gelondongan.

1.2 Rumusan masalah

1. Membahas tentang defenisi dari etika dan profesi kehutanan

2. Dapat memperoleh informasi tentang memejemen perjalan sebagai seorang


etika rimbawan

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujan dari makalah ini adalah dapat memperoleh sebagian ilmu yang
berkaitan dengan etika rimbawan secara mendetail.
Manfaat dari makalah ini adalah dapat berguna bagi nusa dan bangsa
terhadap apa yang kita peroleh dari materi tersebut
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rimbawan

Rimbawan (kamus kehutanan 1989) adalah seseoran gyang


berkecimpung dalam profesi bidang kehutanan.Dalam kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI) Rimbawan adalah seorang ahli kehutanan dan pecinta hutan.
Perimba : orang yang mencari nafkah di hutan. Intinya seseorang yang memiliki
profesi bidang kehutanan yang menguasai dan memahami ilmu pengetahuan
dan teknologi yang diperlukandalam profesi kehutanan (Suhendang, 2002).
Dengan kata lain, rimbawan adalah seseorang yang mempunyai pendidikan
kehutanan.

Nilai Dasar Rimbawan

Nilai pada umumnya :

- Jujur, lugas,
- tulus dalam bekerja
- Tanggung jawab
- Adil

Nilai utama bagi rimbawan :

- Ikhlas

- Disiplin

- Visioner

- Peduli

- Kerjasama
2.1 Pengertian Etika Rimbawa

Mengupas definisi rimbawan, sangatlah luas dimensi yang tercakup di


dalamnya. Membicarakan rimbawan, adalah berbicara mengenai orang yang
bertanggung jawab mengelola sumberdaya alam. Rimba atau hutan adalah
induk pembahasan masalah sumberdaya lahan. Bukankah lahan pertanian
berasal dari hutan yang dibuka, dibersihkan lalu ditanami.
Semua kegiatan pengelolaan lahan bermula dari hutan. Maka pembahasan
mengenai definisi, peran dan tanggung jawab rimbawan mengacu pada
perspekstif pelestarian alam. Jadi, rimbawan bukan sekedar profesi dengan
syarat menyandang gelar tertentu, tetapi semua pihak yang bertanggung jawab
atas pengelolaan alam ini khususnya hutan. Sungguh mulia sorang rimbawan.

2.2 Etika Rimbawan

Dalam profesi bidang kedokteran, kita mengenal kode etik jurnalistik,


bidang jurnalistik dikenal kode etik jurnalistik dan di parlemen ada kode etik
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Bila menyimak kamus bahasa Inggris maka
etika diambil dari kata ethical yang berarti etis, pantas, layak, beradab, susila
dan ethics yang berarti etika dan tata susila. Etika rimbawan bisa dimaknai
dengan prinsip, sikap dan tindakan yang menunjukkan rasa peduli dan tanggung
jawab terhadap pelestarian alam.

2.3 Profesi Kehutanan

Profesi sarjana kehutanan merupakan profesi khusus yang tumbuh dan


berkembang di lingkungan pendidikan kehutanan, seperti Fakultas Kehutanan.
Profesi khusus ini juga memiliki sebutan sakral, yaitu Rimbawan (Inggris:
Forester) yang diakui di seluruh dunia. Bahkan di dua negara besar, Amerika
Serikat dan Rusia, untuk menjadi seorang rimbawan harus menempuh uji
sertifikasi profesi rimbawan agar jelas definisi, pemakaian profesi, batasan-
batasan, wewenang, dan untuk siapa profesi khusus tersebut bekerja. Sehingga
profesi ini menuntut pelakunya memahami situasi dan kondisi hutan dan
kehutanan, terutama di Indonesia, beserta dengan turunannya, seperti tanah, air,
iklim, udara, hingga aspek sosiologi dan antropologi yang juga terkandung di
dalam konsep kehutanan.
Prinsip seorang rimbawan hendaknya selalu kokoh, tegas dan
berkomitmen kuat untuk menjadikan hutan lestari dan bermanfaat untuk
kemakmuran semua manusia. Dengan berprinsip seperti itu, maka sikap yang
muncul dari seorang rimbawan adalah peduli, jujur, loyal, berhati-hati, teliti,
kritis, bersahabat, dekat dengan alam dan sederhana. Sehingga tindakan yang
mucul adalah tindakan yang mulia laksana seorang manusia yang diberikan
mandat langsung oleh Tuhannya untuk menjadi pengelola alam ini (khalifah).
Dengan memahami prinsip, sikap dan perilaku rimbawan, maka segala
perilaku yang menyimpang dari perbuatan mulia maka bisa dikatakan telah
melanggar etika kerimbawanan. Meskipun tidak ada sanksi dan peringatan apa
pun dari kumpulan organisasi rimbawan, maka sanksi dan hukuman paling tidak
akan datang dari Tuhan.

2.4 Manajemen Perjalanan

Rimbawan merupakan orang yang paling dekat dengan alam. Dia juga
kelompok orang yang tak gentar dengan tantangan alam. Pada kesempatan lain
rimbawan melakukan kegiatan berkelompok dan melibatkan pihak-pihak lain.
Maka perjalanan yang dilakukan oleh seorang rimbawan adalah perjalanan
bernuansa petualangan, berkelompok, kerjasama dan pengembaraan. Rimbawan
sering melakukan petualangan di alam bebas, bekerja dalam tim, bekerjasama
dan berinteraksi dengan berbagai pihak dan tak jarang berpindah-pindah menuju
tempat yang telah direncanankannya.
Berpetualang di alam bebas perlu memahami karakteristik alam,
kecukupan bekal (fisik, pengetahuan, materiil dan spirituil). Karakter hutan
yang penuh tantangan dan bahaya perlu dipahami secara utuh tanpa menjadikan
rimbawan gentar. Kondisi spiritual atau iman yang kuat dan fisik rimbawan
yang bugar adalah syarat mutlak untuk dapat menelusuri dan menikmati alam
bebas. Pengetahuan praktis bertahan hidup dan teknik menghadapi suasana
darurat sangat diperlukan bagi orang yang berpetualang. Bekal lain yang tak
kalah pentingnya yaitu kecukupan bekal makanan, pakaian, obat-obatan dan
peralatan praktis lapangan (kompas, peta, survival kit, bivak, alat memasak, dll)
Perjalanan dalam kelompok mebutuhkan kerjasama dan kesolidan tim.
Perbedaaan personil dalam kelompok harus bisa dipadukan menjadi kekuatan
tim. Maka perlu diangkat seorang ketua kelompok yang akan menjadi
pemimpin perjalanan dan kegiatan selama di lapangan. Dengan bekerja dalam
kelompok maka setiap personil akan banyak belajar bagaimana membina
kekompakan, menghargai pendapat, membuat keputusan bersama, merasakan
kesenangan dan kepahitan bersama serta mencapai tujuan tim.
Saat ini hampir semua kawasan hutan telah dikelola baik kalangan
pemerintah, swasta maupun masyarakat lokal. Maka rimbawan perlu
bekerjasama dengan pihak-pihak tersebut untuk kelancaran kegiatannya.
Kemampuan berkomunikasi, negosiasi, lobi, adaptasi lingkungan dan menjadi
solusi buat masyarakat adalah ketrampilan yang dibutuhkan seorang rimbawan.
Diharapkan kehadiran rimbawan di setiap tempat kegiatannya mampu
memberikan penyegaran bagi pihak terkait.

2.5 Tip dalam Perjalanan

-Usahakan Minta Ijin dan doa orangtua Mempersiapkan spirituil, mental, fisik
dan perbekalan

-Menjalankan Ibadah dan tingkatkan Selalu berdoa setiap beraktifitas Selalu


koordinasi dengan pihak terkait/pengelola (minimal opening meeting dan exit
briefing)
-Selalu adakan briefing dan evaluasi harian Tidak sungkan meminta bantuan
pengelola Tulislah catatan harian.

-Berolahraga untuk menjaga stamina Memenuhi kebutuhan gizi tubuh Inisiatif,


kreatif dan tenang dalam menghadapi masalah

-Memilah dan memilih kegiatan yang mendesak, penting, tidak mendesak dan
tidak penting kemudian lakukan yang terbaik

-Memanfaatkan kelebihan orang sekitar Anda untuk mendapatkan pengetahuan


darinya

-Meninggalkan kenangan dan kesan Indah dengan pihak yang membantu Anda

-Teliti dan berhati-hati dalam bertindak Peduli dengan lingkungan (teman,


masyarakat dan pengelola hutan) dan siap membantu Membawa buku yang
membantu Anda merasa betah dan tenang di lapangan (Kitab Suci, Diary,
Bacaaan Ringan)

-Menghargai jasa orang lain meski tidak harus berbentuk hadiah barang Mengisi
waktu luang dengan kegiatan bermanfaat atau sosial (berinteraksi sosial)

-Mencoba memenuhi undangan acara yang tidak bertentangan dengan


keyakinan agama dan kebiasaan baik Membawa alat dokumentasi (perekam
suara, video recorder, kamera)

-Perselisihan dengan orangtua, saudara dan teman sebelum berangkat Makanan


yang merusak kesehatan (miras, narkoba, dopping, dll)Bertindak diluar
wewenang dan tanpa koordinasi Perselisihan dalam tim di lapangan

-Membuat masalah dengan perusahaan dan masyarakat Naik kendaraan di


tempat yang berbahaya Panik dan putus asa menghadapi masalah

-Mengikuti aktifitas di dalam komplek perusahaan atau desa di luar tugas PKL
Membawa perbekalan yang berlebihan, Ingat PKL bukan pindah rumah
Melakukan kegiatan sendiri di luar kesepakatan tim Membawa barang terlarang
(secara hukum dan adat) Membuat janji dengan pengelola dan masyarakat yang
sulit dipenuhi Pergi dari lokasi PKL (setelah PKL selesai) tanpa ijin pengelola
Berlebih-lebihan membelanjakan bekal Menerima apa adanya kondisi lapangan
tanpa berusaha maksimal
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.Mengetahui tentang seluru penjabaran etika profesi secara terstruktur dan


mendetail
2. Dapat memperoleh informasi yang mendetail tentang etika rimbawan dan
kode etika di lapangan
3.Dapat memperoleh proses sangkut paut antara satu dengan yang lain dalam
proses interaksi dalam suatu hal yang menyangkut dengan etika rimbawan
4. Mengetahui tentang penjabaran yang mendetail yang menyangkut dengan
etika rimbawan

3.2 Saran

Menurut saya tentang masalah ini yaitu etika rimbawan adalah salasatu
informasi yang sangat mendetail terhadap kalangan sosial hingga dapat berguna
bagi nusa dan bangsa
DAFTAR PUSTAKA

file:///F:Galaunya Rimbawan Indonesia .htm

file:///F:Peningkatan Peran Rimbawan dalam Sistem Pengelolaan Hutan


Lestari di Indonesia weblognya,priyantoshut.htm

iinindawati.blogspot.co.id/2015/06/hubungan-etika-dan-
rimbawan.html#ixzz4oSvN7Zvn

Anda mungkin juga menyukai