Injeksi Piridoksin HCL
Injeksi Piridoksin HCL
Anieda (14334030)
Nanda Ulfah (14334035)
Ulfah Hasanah (14334031)
Syifa Firdhiana (14334032)
Muhammad Al Fajri (14334033)
Dina Ayu Lupitasari (14334036)
Bayu Kusumo Jati (14334037)
Didi Haryo Tistomo (14334038)
Patricia Amelia Montolalu (14334040)
JAKARTA
2017
0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,rahmat, dan ridha-
Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum teknologi sediaan semi solid yang
membahas tentangInjeksi Piridoksin HCl.
Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Putu Rika Veryanti, S.Farm.M.Farm-Klin, Apt.
selaku pembimbing praktikum. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih
jauh dari kata sempurna serta masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat
dinantikan guna penyempurnaaan makalah ini dimasa mendatang.
Kami juga memohon maaf apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kesalahan dan
kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud kami.Semoga
laporan ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan serta bermanfaat bagi kami maupun
pembaca.Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita
semua.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
1.2. Tujuan.......................................................................................................................... 4
4.2.5. pH....................................................................................................................... 18
2
4.2.6. Uji Sterilitas ....................................................................................................... 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sediaan parenteral adalah sediaan untuk injeksi atau infuse. Sediaan parenteral telah
digunakan manusia sejak tahun 1660. Meskipun demikian, perkembangan injeksi baru
berlangsung tahun 1852 khususnya pada saat dikenalkannya ampul oleh Limosin (Perancis)
dan Friedleader (Jerman) seorang apoteker. Asal kata injection yang berarti memasukkan ke
dalam sedangkan infusio berarti penuangan ke dalam. Injeksi adalah pemakaian dengan cara
penyemprotan larutan atau suspense ke dalam tubuh yang bertujuan untuk diagnostic atau
terapeutik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam aliran darah, jaringan atau organ.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan
melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan
parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran
mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan
beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima. Obat suntik didefinisikan
secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk diberikan secara
parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian sediaan
yang diberikan dengan disuntikkan.
1.2. Tujuan
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan
mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis,
sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk
pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata
kuliah teknologi sediaan steril.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sediaan Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau
serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik
didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk
diberikan secara parenteral. Istilah parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata
ini berasal dari bahasa Yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute
pemberian lain dari rute oral.
1. Injeksi Intravena
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan atau tidak menimbulkan iritasi yang
dapat bercampur dengan air. Volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan injeksi iv, harus jernih
betul dan bebas dari endapan atau pertikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan
menyebabkan kematian.
2. Injeksi Subkutan
Umumnya larutannya isotonis, pH nya sebaiknya netral dimaksudkan untuk
mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis. Jumlah
larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. disuntikkan pada jaringan dibawah kulit
ke dalam alveola.
3. Injeksi Intramuskular
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntikkan
masuk ke otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml.
4. Injeksi Intradermal
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0.1-
0.2 ml).
Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-besaran
adalah air untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara
penyulingan atau osmosis terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan
Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidal lebih dari 1 mg per 100
5
mL Water for Injection, USP dan tidak boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk
obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk
pembuatan produk yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat.air untuk obat suntik
harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di atas kisaran
temperatur dimana mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik dimaksudkan untuk
digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. Tentunya harus ditampung dalam
wadah yang bebas pirogen dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau dilapis gelas.
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas
dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter, seperti air untuk
obat suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat
tambahan lain. Air ini boleh mengandung sedikit lebih banyak zat pada total daripada air untuk
obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat dari lapisan gelas tangki selama proses
sterilisasi. Air ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat
suntik yang telah disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis
ke dalam vial obat untuk membentuk obat suntik yang diinginkan.
Kelemahan :
6
1. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan dengan pernyataan
tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat
kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
2. Penggunaan wadah yang cocok , sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril, tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahan obat dengan material
dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman.
5. Bebas Pirogen.
6. Isotonis.
7. Isohidris.
8. Bebas partikel melayang.
1. Zat aktif
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam
farmakope.
b. Pada etiket tercantum p.i (pro injection).
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi,
glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.
b. Zat pembawa bukan air
7
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum
olivarum, oleum arachidis.
3. Zat tambahan
a. Bahan penambah kelarutan obat
Untuk menaikkan kelarutan obat digunakan :
Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol, propilenglikol,
gliserin.
Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.
Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.
Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.
Kreatinin, niasinamid dan lecitine digunakan untuk menambah kelarutan
steroid.
b. Buffer / pendapar
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan dapar. Penambahan
larutan dapar hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5-9. Pada pH
> 9, jaringan mengalami nekrosis, pada pH < 3, jaringan akan mengalami rasa sakit,
phlebitis, dan dapat menghancurkan jaringan. Pada pH < 3 atau pH > 11 sebaiknya
tidak di dapar karena sulit dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m.
dan s.c. Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
Meningkatkan aktivitas fisiologis obat. Umumnya digunakan larutan dapar
fosfat, larutan dapar boraks, dan larutan dapar lain yang berkapasitas dapar
rendah.
c. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa, KNO3, dan
NaNO3.
d. Antioksidan
Asam ascorbic 0,1%.
BHA 0,02%.
8
BHT 0,02%.
Natrium Bisulfit 0,15%.
Natrium Metabisulfit 0,2%.
Tokoferol 0,5%.
Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk
kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
e. Bahan Pengawet
Benzalkonium chloride 0,05%-0,1%.
Benzyl alkohol 2%.
Chlorobutanol 0,5%.
Chlorocresol 0,1-0,3%.
Fenil merkutik nitrat dan asetat 0,002%.
Fenol 0,5%.
f. Gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida sering digunakan untuk
meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah reaksi kimia antara oksigen
dalam udara dengan obat.
1. Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah
merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan
dikatakan isotoni (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl).
2. Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose dalam serum
darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol
Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran menggunakan
alat osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan).
3. Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah,
sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang
semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah
merah. Disebut Hemolisa.
9
4. Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah
merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran
semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah, disebut
plasmolisa.
Sterilisasi Wadah
1. Ampul
Setelah dicuci letakkan terbaring dalam kaleng bersih mulut lebar, tutup sedikit terbuka.
Sterilkan dalam oven suhu 170oC 30. Setelah disterilkan tutup kaleng dirapatkan dan
dikeluarkan dari oven.
2. Vial
Setelah dicuci dengan air suling, sterilkan dalam oven dengan posisi terbaring seperti
ampul. Tutup karet digodog dengan air suling selama 30 kemudian dikeringkan dalam
setangkup kaca arloji dalam oven (jangan sampai meleleh!).
3. Botol Infus
Setelah dicuci dengan air suling masukkan ke dalam kaleng bersih mulut lebar dan
biarkan sedikit terbuka kemudian disterilkan dalam oven suhu 250oC selama 30. Tutup
karet disterilkan seperti tutup vial.
10
4. Tube
Setelah dicuci diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar tidak tertutup
rapat dan disterilkan dalam oven selama 30. Tutup tube direndam dalam alkohol 70%
selama 30 dan dikeringkan dalam oven.
1. Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan seringkali memiliki celah atau retakan yang tidak terlihat
oleh mata atau secara makroskopik, khususnya pada lokasi penutupan ampul. Ampul
dimasukkan ke dalam larutan metilen biru kemudian divakum. Perhatikan apakah
ampul terwarnai oleh larutan metilen blue. Dengan adanya celah-celah kapiler, larutan
berwarna akan masuk, sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak. Pada
ampul berwarna diuji dengan larutan yang berflourosensi yang diakhiri dengan
pengamatan pada cahaya UV.
2. Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)
Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar 180 berulang-ulang di
depan suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan
berkilauan bila terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau
lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux - 3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap
atau hitam. Umur petugas yang bekerja harus < 40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus
periksa mata.
3. Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetrik, spektrofotometer, HPLC, atau alat
lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan standar Farmakope.
4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan medium pertumbuhan
tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL)
= 10 - 6 atau 12 log reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan
menggunakan aseptik, maka SAL = 10 4.
5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
6. Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih
dari volume yang tertera pada etiket.
11
Tabel Keragaman Volume :
Volume Tambahan yang Dianjurkan
Volume Pada Etiket
Cairan Encer Cairan Kental
7. Keseragaman bobot
1) Hilangkan etiket 10 wadah;
2) cuci bagian luar wadah dengan air;
3) keringkan pada suhu 105C;
4) timbang satu per satu dalam keadaan terbuka;
5) keluarkan isi wadah dan cuci wadah dengan air, kemudian dengan etanol 95%;
6) keringkan lagi pada suhu 105C sampai bonot tetap;
7) dinginkan dan kemudian timbang satu per satu.
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu
wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
8. pH
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas universal (secara
konvensional) atau dengan alat pH meter.
12
BAB III
PRAFORMULASI
3.1. Komponen Zat Aktif
3.1.1. Piridoksin HCl
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih atau hamper putih, stabil di
udara, secara perlahan lahan dipengaruhi oleh cahaya matahari
Kelarutan : Mudah larut dalam air sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam eter. Larutan mempunyai pH lebih kurang 3
pH :3
Farmakologi :
13
Farmakokinetik
Piridoksin, piridoksan dan piridoksamin mudah diabsorpsi melalui saluran
cerna, metabolisme terpenting dari ketiga bentuk saluran cerna. Metabolisme
terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam piridoksal. Ekskresi
melalui urin terutama dan bentuk 4-asam piridoksal.
Dosis : 2,5% - 5%
14
3.3. Rancangan Formulasi
Perhitungan volume Piridoksin HCl yang akan dibuat :
E Piridoksin = 0,36
V = (n + 2) V + (2 x 3)
V = 2 ml + 0,15 ml = 2,15 ml
n = 10
5
W= x 32 ml = 1,6 gram
100
V = W x E x 111,1
Sedangkan hasil yang kita peroleh sudah hipertonis, sehingga tidak memerlukan
penambahan NaCl 0,9%. Oleh sebab itu, didapatkan rancangan formulasi sebagai
berikut :
Per batch
No. Nama Bahan Fungsi % Lazim % Pakai
( 10 ampul )
15
BAB IV
FORMULASI
4.1. Pembuatan Injeksi Piridoksin HCl
Bahan-bahan Formula
16
4.1.3. Prosedur Kerja
1. Ditimbang Piridoksin HCl sebanyak 1,6 gram, dimasukkan ke dalam piala
gelas.
2. Dilarutkan Piridoksin HCl dengan sebagian API (Aqua Pro Injection) yang
akan digunakan dalam pembuatan sediaan obat.
3. Disiapkan erlenmeyer, corong dan kertas saring kemudian basahkan kertas
saring yang akan digunakan dengan sedikit API.
4. Disaring larutan dalam gelas ukur melalui corong ke dalam erlenmeyer yang
telah disiapkan.
5. Dibilas piala gelas yang digunakan untuk melarutkan Piridoksin HCl
dengan sisa API kemudian disaring ke dalam erlenmeyer yang berisi filtrat
larutan sebelumnya.
6. Diisikan larutan obat ke dalam Ampul berwarna gelap sebanyak 2,15 ml
dengan menggunakan buret.
7. Ditutup ampul dengan panas api dari bunsen gas.
4.2.2. Kejernihan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang
memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan
putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-
benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata.
18
BAB V
pH 7 3*
5.2. Pembahasan
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau
serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik
didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk
diberikan secara parenteral. Istilah parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata
ini berasal dari bahasa Yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute
pemberian lain dari rute oral.
Piridoksin HCl merupakan senyawa yang memiliki kelarutan tinggi didalam air, oleh
karena itu pembawa yang digunakan adalah air. Air yang digunakan adalah Air Pro Injeksi
(API), yaitu air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya.
Injeksi Piridoksin HCl merupakan injeksi yang dibuat dalam volume kecil atau dapat
dikatakan sediaan yang pemakaiannya hanya satu kali pakai, sehingga tidak memerlukan
penambahan bahan pengawet dalam proses pembuatannya. Telah disinggung sebelumnya
bawah sediaan injeksi merupakan salah satu sediaan yang steril, oleh karena itu diperlukan
proses sterilisasi pada alat-alat yang akan digunakan sebelum dilakukan proses pembuatan
sediaan.
19
Larutan injeksi sebaiknya memiliki sifat larutan yang bersifat isotonis, yaitu suatu
keadaan pada saat tekanan osmosis larutan obat sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh
kita (pH sekitar 7) yang bertujuan agar menhindari rasa perih yang berlebihan saat sediaan
kontak dengan kulit. Untuk mencapai kondisi isotonis diperlukan penambahan NaCl 0,9%
didalamnya. Untuk sediaan Piridoksin HCl yang dibuat kali ini, tidak diperlukan penambahan
NaCl 0,9% dikarenakan menurut perhitungan didapatkan larutan yang sudah bersifat
hipertonis. Larutan injeksi yang bersifat hipertonis masih diperolehkan, karena hipertonis
adalah suatu keadaan dimana tekanan osmosis larutan obat lebih besar daripada tekanan
osmosis cairan tubuh. Jika larutan injeksi hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik luar
dari sel sehingga sel akan mengerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan idak akan
menyebabkan kerusakan sel tersebut.
Piridoksin HCl mempunyai sifat mudah terurai oleh cahaya, oleh karena ini pemilihan
wadah untuk sediaan ini adalah ampul berwarna coklat gelap dan tertutup rapat.
20
BAB V
KESIMPULAN
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai
sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Karena harus
steril maka dilakukan tahap sterilisasi terhadap alat-alat yang digunakan. Injeksi Piridoksin
HCl merupakan injeksi volume kecil. Injeksi diperbolehkan bersifat isotonis ataupun
hipertonis. Injeksi Piridoksin HCl harus ditempatkan didalam ampul berwarna coklat gelap dan
tertutup rapat.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : Universitas
Indonesia
Moh. Anief. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Taketomo, Carol dkk. 1992. Pediatric Dosage Handbook. Ohio : American Pharmaceutical
Assosiation
Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress
Suryani, Nelly M.Si, Apt. dan Sulistiawati, Farida M.Si, Apt..2007. Penuntun Praktikum
Teknologi Sedian Steril. Jakarta : UIN Press
22
LAMPIRAN
23