OLEH:
KELAS 2016 D
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
!
! i!
KATA PENGANTAR
!
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas mata kuliah
Ilmu Pakan dan Nutrisi Hewan yang berjudul Defisiensi Vitamin pada Hewan
dengan baik. Kami berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini, makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan dari makalah
ini. Dengan adanya makalah ini, kami berharap dapat dipergunakan sebagai bahan
bacaan serta pengetahuan tentang embriogenesis pada mamalia.
Penyusun
!
! ii!
DAFTAR ISI
! iii!
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23
LAMPIRAN ....................................................................................................... 26
! iv!
DAFTAR GAMBAR
! v!
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Vitamin Larut dalam Air atau Lemak beserta Sinonimnya ............... 3
Tabel 2.2 Kebutuhan Vitamin Pada Ternak Ayam ............................................ 5
Tabel 2.3 Kebutuhan Vitamin Pada Ternak Ruminansia ................................... 5
! vi!
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vitamin merupakan komponen organik yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah yang sedikit (mikronutrien). Walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah
yang sedikit, vitamin berperan penting dalam fungsi-fungsi tubuh seperti
pertumbuhan, pertahanan tubuh, dan metabolisme. Vitamin diklasifikasikan
menjadi vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan larut dalam lemak
(vitamin A, D, E, dan K). Vitamin-vitamin tersebut kemudian disimpan di
dalam tubuh, oleh karena itu, defisiensi vitamin membutuhkan waktu sampai
menimbulkan gejala klinis (Zile, 2003).
Kebutuhan akan vitamin dalam hal mendukung pertumbuhan tubuh hewan
sangatlah penting. Vitamin tidak dapat dibentuk oleh tubuh melainkan
didaptkan dari sumber pakan atau asupan makanan yang diberikan kepada
hewan.
Pada makalah ini kami akan memaparkan akibat defisiensi vitamin bagi
tubuh hewan yang dapat memepengaruhi kesehatan hewan dan menimbulkan
berbagai macam penyakit yang akan merugikan peternak.
1
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Vitamin
Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk
berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak disintesis oleh tubuh sehingga
harus dipasok dari makanan (Triana, 2006). Vitamin adalah senyawa organik yang
termasuk bahan makanan esensial yang diperlukan oleh tubuh, tetapi tubuh sendiri
tidak dapat mensintesisnya. Vitamin terutama berasal dari jaringan tumbuhan dan
berada pada jaringan hewan hanya karena hewan tersebut mengkonsumsi tumbuhan
tertentu, atau karena adanya mikroorganisme dalam tubuh hewan yang menyintesa
vitamin tersebut (Mcdowell, 2005).
Meskipun di dalam tubuh vitamin tidak dipergunakan untuk mendapatkan
tenaga seperti lemak atau karbohidrat dan juga tidak dipakai sebagai zat pembangun
seperti protein, vitamin tetap dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan melalui peranannya sebagai enzim pembantu dalam proses
metabolisme (Sumardjo, 2006). Vitamin dibutuhkan dalam pencegahan penyakit,
membantu pertumbuhan, dan mempertahankan kesehatan hewan, sehingga terjadi
peningkatan kualitas dari ternak (Koshio, 2007). Asupan vitamin pada hewan
meningkatkan daya respon imun tubuh dan resistansi terhadap penyakit. Vitamin
diduga memiliki bahan imunostimulan yang mengaktifkan sistem imun pada
hewan. Fungsi khusus berbagai vitamin sangat berbeda antara satu dan yang lain.
Vitamin sebagai suatu zat senyawa kompleks sangat dibutuhkan oleh tubuh
dan berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa
vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan
aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang
terkena penyakit pada tubuh. Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air dipakai
sebagai dasar klasifikasi vitamin. (Triana, 2006). Vitamin pun dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
2
3
disintesis tubuh dalam jumlah yang memadai sehingga harus disuplai dari
makanan. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak ini memerlukan absorbsi
lemak yang normal agar vitamin tersebut dapat diabsorbsi secara efisien.
Diabsorbsi molekul vitamin tersebut harus diangkut dalam darah yaitu oleh
lipoprotein atau protein pengikat yang spesifik. Yang merupakan vitamin larut
dalam lemak adalah vitamin A,D,E,dan K. Vitamin A dan D berada pada
tanaman dalam bentuk provitamin (Mcdowell, 2005) .
b. Vitamin Larut dalam Air
Vitamin larut dalam air adalah vitamin yang hanya dapat disimpan
dalam jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang bersama aliran makanan.
Sebagian besar vitamin larut air merupakan komponen sistem enzim yang
banyak terlibat dalam membantu metabolisme energi. Vitamin larut air
biasanya tidak disimpan dalam tubuh dan akan dieksresikan ke dalam urin
sehingga jarang tertimbun dalam konsentrasi yang toksik. Vitamin larut air
terdistribusi di seluruh jaringan makhluk hidup, sedangkan vitamin larut lemak
tidak selalu ada pada seluruh jaringan. Vitamin yang larut dalam air meliputi
vitamin B kompleks dan vitamin C (Mcdowell, 2005).
Tabel 2.1 Vitamin Larut dalam Air atau Lemak beserta Sinonimnya
2.2 Kebutuhan Vitamin Hewan
Vitamin dikenal sebagai mikronutrien karena vitamin diperlukan dalam
makanan dalam jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan jumlah asam amino
esensial dan asam lemak yang diperlukan oleh hewan dalam jumlah yang sangat
4
besar. Jumlah vitamin yang sangat kecil sudah mencukupi, dari sekitar 0,01 hingga
100 mg per hari, bergantung pada jenis vitaminnya (Biologi). Kebutuhan tubuh
akan berbagai vitamin tidak sama setiap hari sebab masing-masing vitamin
mempunyai fungsi yang berbeda.
Kebutuhan metabolik antar spesies mirip, namun kebutuhan pakan untuk
vitamin sangat berbeda. Beberapa vitamin merupakan esensial secara metabolik
untuk spesies tertentu, karena dapat disintesis dari pakan atau unsur metabolik.
Unggas, babi, dan hewan monogastrik lain lebih bergantung pada sumber makanan
untuk mendapat vitamin dibandingkan ruminansia. Sedangkan, ruminansia
dikatakan mampu mendapatkan vitamin B dari pakan dan sintesa oleh
mikroorganisme simbiosis di rumen. Sintesis vitamin B untuk non-ruminansia
seperti kuda terjadi di saluran pencernaan bawah, dimana absorbsi tidak lancar.
Sintesa vitamin di saluran pencernaan bawah juga terjadi pada hewan koprofag
seperti kelinci, tikus, dan lainnya (Mcdowell, 2005).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan hewan akan vitamin
di antaranya yaitu status fisiolofis dan fungsi produksi. Kebutuhan vitamin hewan
bergantung pada umur, kesehatan, status nutrisi, dan fungsi seperti produksi daging,
susu (laktasi), telur, rambut (wool), atau bunting. Ayam yang sedang menetas atau
sapi yang laktasi cenderung membutuhkan vitamin yang lebih banyak. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah terkurungnya (kandang) ternak tanpa akses untuk lahan
bebas. Pakan oleh lahan rumput bebas menyediakan rumput muda dan hijau dengan
sumber vitamin yang baik untuk ternak ruminansia. Kurungan juga dapat memicu
stres yang meningkatkan kebutuhan vitamin. Lingkungan yang kotor pun dapat
berpengaruh pada asupan vitamin. Munculnya penyakit dan parasit akan
berpengaruh terhadap saluran pencernaan yang mengurangi absorbsi vitamin, baik
dari sumber pakan maupun yang disintesis oleh mikroorganisme. Beberapa
antagonis vitamin (antimetabolit) juga dapat memecah molekul vitamin sehingga
inaktif (Mcdowell, 2005).
Konsentrasi vitamin yang tepat dalam pakan dibutuhkan untuk pertumbuhan
maksimal dan untuk menghindari terjadinya defisiensi. Dalam menentukan
konsentrasi vitamin pakan yang optimal, faktor berikut harus dipertimbangkan
yaitu ukuran ransum, metode pemberian makan (kontinyu atau interval), durasi
5
2.3.1 Vitamin A
Vitamin A atau retinal merupakan senyawa poliisoprenoid yang
mengandung cincin sikloheksenil (Triana, 2006). Vitamin A merupakan istilah
generik untuk semua senyawa dari sumber hewani yang memperlihatkan
aktivitas biologik vitamin A. Senyawa-senyawa tersebut adalah retinal, asam
retinoat dan retinol. Hanya retinol yang memiliki aktivitas penuh vitamin A,
yang lainnya hanya mempunyai sebagian fungsi vitamin A. Sumber dari nabati
tidak mempunyai vitamin A tetapi mempunyai provitamin A (karoten).
Karoten dapat menjadi aktif dalam tubuh menjadi vitamin A yaitu rethinol.
Pada sayuran, aktivitas vitamin A terdapat sebagai provitamin dalam bentuk
pigmen berwarna kuning (Triana, 2006).
Asam retinoat dapat mendukung pertumbuhan dan differensiasi, retinal
berpengaruh pada penglihatan serta retinol berperan dalam mendukung system
reproduksi. Retinal merupakan komponen pigmen visual rodopsin, yang mana
rodopsin terdapat dalam sel-sel batang retina bertanggung jawab atas
penglihatan pada saat cahaya kurang terang. Asam retinoat turut serta dalam
sintesis glikoprotein. Hal ini dapat dijelaskan bahwa asam retinoat bekerja
dalam menggalakkan pertumbuhan dan differensiasi jaringan. Retinoid dan
karotenoid memiliki aktivitas antikanker. Banyak penyakit kanker timbul
dalam jaringan epitel yang tergantung pada retinoid untuk berdifferensiasi
7
Sumber asupan kolin diperoleh dari sintesis alami bahan pangan yang
mengandung kolin didalam tubuh. Kolin dalam bahan pangan ditemukan
dalam bentuk fosfatidilkolin (lesitin), seperti yang banyak ditemukan pada
susu, telur, hati dan kacang tanah Selain itu, kolin dapat bersumber dari jagung
dan biji-bijian lainnya.
2.3.11 Vitamin C
Vitamin C atau vitamin asam askorbat merupakan vitamin yang larut
dalam air. Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu
merpakan reduktor dan antioksidan. Vitamin ini berbentuk kristal dan bubuk
putih kekuningan, stabil pada keadaan kering (Dewoto, 2007).
Vitamin C dapat ditemukan pada buah jeruk, tomat, sayuran berwarna
hijau, dan kentang. Vitamin ini digunakan untuk metabolisme karbohidrat dan
sintesis protein, lipid, dan kolagen. Vitamin C juga dibutuhkan oleh endotel
kapiler dan perbaikan jaringan. Vitamin ini tidak disimpan dalam tubuh seperti
vitamin yang larut lemak, vitamin C akan diekskresikan di urine. Fungsi utama
vitamin C pada jaringan adalah dalam sintesis kolagen, proteoglikan zat
organic matriks antar sel lain misalnya gigi, tulang, dan endotel kapiler. Peran
vitamin C dalam sintesis kolagen selain pada hidroksilasi prolin juga berperan
pada stimulasi langsung sintesis peptide kolagen (Sari, 2011).
Defisiensi vitamin C pada guinea pig atau tikus belanda ditunjukkan
dengan gejala abnormalitas pada persendian, gusi, dan gigi. Penyakit yang
ditimbulkan akibat defisiensi vitamin C disebut scurvy. Guinea pig, primata,
dan manusia tidak dapat mensintesis vitamin C, oleh karena itu diperlukannya
tambahan vitamin C berupa oral. Vitamin C ini diperlukan untuk sintesis
kolagen, sedangkan kolagen diperlukan untuk menjaga kekuatan dinding
pembuluh darah, pembentukan tulang, dan penyembuhan luka. Kekurangan
vitamin C dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh, menyebabkan
pendarahan gusi dan pendarahan lain jaringan di daerah mulut, kulit, otot, dan
organ bagian dalam. Karena hal tersebut, hewan penderita biasanya akan
mengalami sulit makan, berkurangnya nafsu makan, dan maloklusi gigi. Selain
itu, kekurangan vitamin C juga menyebabkan bentuk tulang dan tulang rawan
menjadi tidak normal, umumnya terjadi bengkak pada persendian di daerah
18
rusuk dan kaki (Oglesbee, 2011). Pada ikan, defisiensi vitamin C ditunjukkan
dengan gejala pertumbuhan yang lambat, pendarahan yang terjadi pada sirip,
distorsi filament insang, perbaikan luka yang buruk, dan tingkat kematian
meningkat (Towers, 2014).
2.3.12 Vitamin D
Vitamin D merupakan prohormon steroid. Terdapat 2 bentuk vitamin D,
yaitu vitamin D3 (kolekalsiferol) yang dibuat pada kulit manusia dan hewan
melalui prekusor inaktif (7-dehidrokolesterol) dengan bantuan sinar matahari
dan vitamin D2 (ergokalsiferol) yang merupakan produk komersial yang
dibuat dari ergosterol dengan bantuan sinar matahari. Vitamin D dihasilkan
dari provitamin ergosterol dan 7-dehidrokolesterol. Ergosterol terdapat dalam
tanaman dan 7-dehidrokolesterol dalam tubuh hewan. Ergokalsiferol (vitamin
D2) terbentuk dalam tanaman, sedangkan di dalam tubuh hewan akan
terbentuk kolekalsiferol (vitamin D3) pada kulit yang terpapar cahaya. Kedua
bentuk vitamin tersebut mempunyai potensi yang sama, yaitu masing-masing
dapat menghasilkan kalsitriol D2 dan D3. Vitamin D3 ataupun D2 dari
makanan diekstraksi dari dalam darah (dalam keadaan terikat dengan globulin
spesifik), setelah absorbsi dalam intestinum. Vitamin tersebut mengalami
hidroksilasi pada posisi25 oleh enzim vitamin D325 hidroksikolekalsiferol,
yaitu suatu enzim pada retikulum endoplasmik yang dianggap membatasi
kecepatan reaksi. 25-hidroksi D3 merupakan bentuk utama vitamin D dalam
sirkulasi darah dan bentuk cadangan yang utama dalam hati. Dalam tubulus
ginjal, tulang, dan plasenta, 25hidroksi D3 selanjutnya mengalami
hidroksilasi dalam posisi 1 oleh enzim 25hidroksi D3 1- hidroksilase, yakni
suatu enzim mitokondria. Hasilnya adalah 1,25dihidroksi D3 (kalsitriol),
yaitu metabolit vitamin D yang paling paten. Produksi hasil ini diatur oleh
konsentrasinya sendiri, hormon paratiroid, dan fosfat dalam serum (Triana,
2006).
Vitamin D berbeda dari semua vitamin lainnya. Vitamin D disintesis di
dalam tubuh dengan bantuan sinar matahari. Karena itu, vitamin D
merupakan nutrient tidak esensial. Cukup dengan sinar matahari, tidak perlu
tambahan asupan lainnya dari luar tubuh. Fungsi utama vitamin D adalah
19
yang reversible, cincin kromana dan rantai samping akan teroksidasi menjadi
produk non radikal bebas (Triana, 2006).
Seperti halnya vitamin larut dalam lemak lainnya, penyerapannya
membutuhkan lemak dalam pakan dan aktivitas asam empedu. Asam empedu
berfungsi untuk merubah lemak menjadi emulsi lemak dengan cara
membentuk komplek asam lemak-asam empedu, sehingga lebih mudah
dicerna oleh enzim lipase sebelum diabsorbsi oleh dinding usus (Pamungkas,
2013). Penyerapan aktif lemak meningkatkan absorbsi vitamin E. Gangguan
penyerapan lemak dapat menimbulkan defisiensi vitamin E. Vitamin E di
dalam darah diangkut oleh lipoprotein, pertama-tama lewat penyatuan ke
dalam kilomikron yang mendistribusikan vitamin ke jaringan yang
mengandung lipoprotein lipase serta ke hati dalam fragmen sisa kilomikron,
dan kedua, lewat pengeluaran dari dalam hati dalam lipoprotein berdensitas
sangat rendah (VLDL). Vitamin E disimpan dalam jaringan adipose (Triana,
2006).
Kebutuhan akan vitamin E meningkat bersamaan dengan semakin
besarnya masukan lemak tak-jenuh ganda. Asupan minyak mineral,
keterpaparan terhadap oksigen (seperti dalam tenda oksigen) atau berbagai
penyakit yang menyebabkan tidak efisiennya penyerapan lemak akan
menimbulkan defisiensi vitamin E yang menimbulkan gejala neurology.
Vitamin E dirusak oleh pemasakan dan pengolahan makanan yang bersifat
komersial,termasuk pembekuan. Benih gandum, minyak biji bunga matahari
serta biji softlower, dan minyak jagung serta kedelai, semuanya merupakan
sumber vitamin E yang baik (Triana, 2006).
Defisiensi atau kekurangan vitamin E pada hewan dapat menyebabkan
lemah otot, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, tingkat penetasan
telur yang rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis
dan terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostaglandin oleh
mikrosom dari testis, otot dan limpa, menurunkan permeabilitas sel, memacu
kematian, kerusakan syaraf, dan anemia pada hewan yang baru lahir. Pada
ayam terdapat 3 kasus utama dalam defisiensi vitamin E yaitu,
21
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vitamin adalah senyawa organik yang termasuk bahan makanan esensial yang
diperlukan oleh tubuh, tetapi tubuh sendiri tidak dapat mensintesisnya. Vitamin
terutama berasal dari jaringan tumbuhan dan berada pada jaringan hewan hanya
karena hewan tersebut mengkonsumsi tumbuhan tertentu. Meskipun di dalam tubuh
vitamin tidak dipergunakan untuk mendapatkan tenaga seperti lemak atau
karbohidrat dan juga tidak dipakai sebagai zat pembangun seperti protein, vitamin
tetap dibutuhkan oleh tubuh untuk proses pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan
melalui peranannya sebagai enzim pembantu dalam proses metabolisme. Vitamin
diklasifikasikan menjadi vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan larut
dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K. Defisiensi nutrisi atau malnutrisi adalah
kondisi ketika tubuh tidak mendapatkan unsur pembangun seperti vitamin dan
mineral yang dibutuhkan dalam kadar ideal agar tubuh bisa berfungsi dengan baik.
Defisiensi dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi peternak.
3.2 Saran
Dalam dunia kedokteran hewan terdapat penyakit yang bersifat infeksius dan
non infeksius. Defisiensi merupakan salah satu contoh penyakit non infeksius. Baik
penyakit infeksius maupun penyakit non infeksius harus dipelajari dengan baik oleh
mahasiswa agar dapat menerapkan ilmunya dengan baik saat terjun di dunia kerja.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2006. Bahan Ajar Mata Kuliah Nutrisi Ternak Monogastrik: Kebutuhan
Vitamin Untuk Kuda. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Jatinangor: Padjadjaran University Press.
Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC : Jakarta.
Baker, David H. 2008. Animal Models in Nutrition Research. The Journal Of
Nutrition. 138 : 391-396.
Dewoto, H. R. 2007. Vitamin dan Mineral. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Percetakan Gaya Baru.
Ebrahimi, Elham, et al. 2012. Effects of Magnesium and Vitamin B6 on the Severity
of Premenstrual Syndrome Symptoms. Journal of Caring Sciences. 1(4),
183-189.
Fernandez-Figares, I., D. Wray-Cahen, N.C., Steele, R.G., Campbell, D.D., Hall,
E., Virtanes & T.J. Caperna. 2002. Effect of dietary betain on nutrient
utilization and pertitioning in the young growing feedrestricted pig. J.
Animal. Sci. 80: 421-428.
Hidgon Jane, Drake VJ, Plesofsky N. 2015. Pantothenic Acid. Linus Pauling
Institute: Oregon.
Koshio, Shunsuke. 2007. Dietary Supplements for The Health and Quality of
Cultured Fish. Kagoshima University : Japan.
Leeson, Steven. 2016. Vitamin Deficiencies in Poultry. Veterinary Manual: 1-12.
Loest, C. A., E. C. Titgemeyer., G. St-Jeans., D. C. Van Metre & J. S. Smith. 2003.
Methionine as a methyl group donor in growing cattle. J. Anim. Sci. 80:
2197-2206.
Mcdowell, L. R. 2005. Vitamin Nutrition of Livestock Animals : Overview from
Vitamin Discovery to Today. Canadian Journal of Animal Science. 171-179.
Oglesbee, Barbara L. 2011. Vitamin C Deficiency Scurvy in Guinea Pigs.
Blackwells Five Minute Veterinary Consult: Small Mammal, 2nd edition: 1-
4.
23
24
.
26
LAMPIRAN
27
28
29
30
31
32
33
34
35