Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ILMU PAKAN DAN NUTRISI HEWAN

DEFISIENSI VITAMIN PADA HEWAN

OLEH:

KELAS 2016 D

Genta Dhamara Adam Putranto 1609511069

Mahda Dwi Darmayanti 1609511074

Maria Anastasia Hutapea 1609511076

Derfina Lijung 1609511078

Raisis Farah Dzakiyyah AlAliyya 1609511080

Vanesya Yulianti 1609511082

Aditya Try Mahindra 1609511093

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2017

!
! i!
KATA PENGANTAR
!

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas mata kuliah
Ilmu Pakan dan Nutrisi Hewan yang berjudul Defisiensi Vitamin pada Hewan
dengan baik. Kami berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini, makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan dari makalah
ini. Dengan adanya makalah ini, kami berharap dapat dipergunakan sebagai bahan
bacaan serta pengetahuan tentang embriogenesis pada mamalia.

Denpasar, 19 November 2017

Penyusun
!

! ii!
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 1
BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................... 2
2.1 Vitamin ............................................................................................. 2
2.2 Kebutuhan Vitamin Hewan .............................................................. 4
2.3 Defesiensi Vitamin ........................................................................... 6
2.3.1 Vitamin A ............................................................................... 6
2.3.2 Vitamin B1 (Thiamin) ............................................................ 8
2.3.3 Vitamin B2 (Riboflavin) ........................................................ 9
2.3.4 Vitamin B3 (Niasin) ............................................................... 10
2.3.5 Vitamin B5 (Asam Pantotenat) .............................................. 11
2.3.6 Vitamin B6 (Piridoksin) ......................................................... 12
2.3.7 Vitamin B7 (Biotin) ............................................................... 13
2.3.8 Vitamin B9 (Asam Folic) ....................................................... 14
2.3.9 Vitamin B12 (Kobalalamin) ................................................... 15
2.3.10 Kolin ..................................................................................... 16
2.3.11 Vitamin C ............................................................................. 17
2.3.12 Vitamin D ............................................................................. 18
2.3.13 Vitamin E ............................................................................. 19
2.3.14 Vitamin K ............................................................................. 21
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................. 22
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 22
3.2 Saran ................................................................................................. 22

! iii!
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23
LAMPIRAN ....................................................................................................... 26

! iv!
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kidney Syndrome............................................................................ 14


Gambar 2.2 Fatty Liver ...................................................................................... 14

! v!
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Vitamin Larut dalam Air atau Lemak beserta Sinonimnya ............... 3
Tabel 2.2 Kebutuhan Vitamin Pada Ternak Ayam ............................................ 5
Tabel 2.3 Kebutuhan Vitamin Pada Ternak Ruminansia ................................... 5

! vi!
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vitamin merupakan komponen organik yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah yang sedikit (mikronutrien). Walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah
yang sedikit, vitamin berperan penting dalam fungsi-fungsi tubuh seperti
pertumbuhan, pertahanan tubuh, dan metabolisme. Vitamin diklasifikasikan
menjadi vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan larut dalam lemak
(vitamin A, D, E, dan K). Vitamin-vitamin tersebut kemudian disimpan di
dalam tubuh, oleh karena itu, defisiensi vitamin membutuhkan waktu sampai
menimbulkan gejala klinis (Zile, 2003).
Kebutuhan akan vitamin dalam hal mendukung pertumbuhan tubuh hewan
sangatlah penting. Vitamin tidak dapat dibentuk oleh tubuh melainkan
didaptkan dari sumber pakan atau asupan makanan yang diberikan kepada
hewan.
Pada makalah ini kami akan memaparkan akibat defisiensi vitamin bagi
tubuh hewan yang dapat memepengaruhi kesehatan hewan dan menimbulkan
berbagai macam penyakit yang akan merugikan peternak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian vitamin?
1.2.2 Bagaimanakah kebutuhan vitamin bagi tubuh hewan?
1.2.3 Bagaimanakah akibat dari defisiensi vitamin bagi tubuh hewan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mengetahui pengertian vitamin
1.3.2 Mengetahui kebutuhan vitamin bagi tubuh hewan
1.3.3 Mengetahui akibat defisiensi vitamin bagi kesehatan hewan

1
2

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Vitamin
Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk
berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak disintesis oleh tubuh sehingga
harus dipasok dari makanan (Triana, 2006). Vitamin adalah senyawa organik yang
termasuk bahan makanan esensial yang diperlukan oleh tubuh, tetapi tubuh sendiri
tidak dapat mensintesisnya. Vitamin terutama berasal dari jaringan tumbuhan dan
berada pada jaringan hewan hanya karena hewan tersebut mengkonsumsi tumbuhan
tertentu, atau karena adanya mikroorganisme dalam tubuh hewan yang menyintesa
vitamin tersebut (Mcdowell, 2005).
Meskipun di dalam tubuh vitamin tidak dipergunakan untuk mendapatkan
tenaga seperti lemak atau karbohidrat dan juga tidak dipakai sebagai zat pembangun
seperti protein, vitamin tetap dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan melalui peranannya sebagai enzim pembantu dalam proses
metabolisme (Sumardjo, 2006). Vitamin dibutuhkan dalam pencegahan penyakit,
membantu pertumbuhan, dan mempertahankan kesehatan hewan, sehingga terjadi
peningkatan kualitas dari ternak (Koshio, 2007). Asupan vitamin pada hewan
meningkatkan daya respon imun tubuh dan resistansi terhadap penyakit. Vitamin
diduga memiliki bahan imunostimulan yang mengaktifkan sistem imun pada
hewan. Fungsi khusus berbagai vitamin sangat berbeda antara satu dan yang lain.
Vitamin sebagai suatu zat senyawa kompleks sangat dibutuhkan oleh tubuh
dan berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa
vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan
aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang
terkena penyakit pada tubuh. Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air dipakai
sebagai dasar klasifikasi vitamin. (Triana, 2006). Vitamin pun dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Vitamin Larut dalam Lemak


Vitamin yang dalam lemak merupakan molekul hidrofobik apolar, yang
semuanya adalah derivat isoprene (Triana, 2006). Molekul-molekul ini tidak

2
3

disintesis tubuh dalam jumlah yang memadai sehingga harus disuplai dari
makanan. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak ini memerlukan absorbsi
lemak yang normal agar vitamin tersebut dapat diabsorbsi secara efisien.
Diabsorbsi molekul vitamin tersebut harus diangkut dalam darah yaitu oleh
lipoprotein atau protein pengikat yang spesifik. Yang merupakan vitamin larut
dalam lemak adalah vitamin A,D,E,dan K. Vitamin A dan D berada pada
tanaman dalam bentuk provitamin (Mcdowell, 2005) .
b. Vitamin Larut dalam Air
Vitamin larut dalam air adalah vitamin yang hanya dapat disimpan
dalam jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang bersama aliran makanan.
Sebagian besar vitamin larut air merupakan komponen sistem enzim yang
banyak terlibat dalam membantu metabolisme energi. Vitamin larut air
biasanya tidak disimpan dalam tubuh dan akan dieksresikan ke dalam urin
sehingga jarang tertimbun dalam konsentrasi yang toksik. Vitamin larut air
terdistribusi di seluruh jaringan makhluk hidup, sedangkan vitamin larut lemak
tidak selalu ada pada seluruh jaringan. Vitamin yang larut dalam air meliputi
vitamin B kompleks dan vitamin C (Mcdowell, 2005).

Tabel 2.1 Vitamin Larut dalam Air atau Lemak beserta Sinonimnya
2.2 Kebutuhan Vitamin Hewan
Vitamin dikenal sebagai mikronutrien karena vitamin diperlukan dalam
makanan dalam jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan jumlah asam amino
esensial dan asam lemak yang diperlukan oleh hewan dalam jumlah yang sangat
4

besar. Jumlah vitamin yang sangat kecil sudah mencukupi, dari sekitar 0,01 hingga
100 mg per hari, bergantung pada jenis vitaminnya (Biologi). Kebutuhan tubuh
akan berbagai vitamin tidak sama setiap hari sebab masing-masing vitamin
mempunyai fungsi yang berbeda.
Kebutuhan metabolik antar spesies mirip, namun kebutuhan pakan untuk
vitamin sangat berbeda. Beberapa vitamin merupakan esensial secara metabolik
untuk spesies tertentu, karena dapat disintesis dari pakan atau unsur metabolik.
Unggas, babi, dan hewan monogastrik lain lebih bergantung pada sumber makanan
untuk mendapat vitamin dibandingkan ruminansia. Sedangkan, ruminansia
dikatakan mampu mendapatkan vitamin B dari pakan dan sintesa oleh
mikroorganisme simbiosis di rumen. Sintesis vitamin B untuk non-ruminansia
seperti kuda terjadi di saluran pencernaan bawah, dimana absorbsi tidak lancar.
Sintesa vitamin di saluran pencernaan bawah juga terjadi pada hewan koprofag
seperti kelinci, tikus, dan lainnya (Mcdowell, 2005).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan hewan akan vitamin
di antaranya yaitu status fisiolofis dan fungsi produksi. Kebutuhan vitamin hewan
bergantung pada umur, kesehatan, status nutrisi, dan fungsi seperti produksi daging,
susu (laktasi), telur, rambut (wool), atau bunting. Ayam yang sedang menetas atau
sapi yang laktasi cenderung membutuhkan vitamin yang lebih banyak. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah terkurungnya (kandang) ternak tanpa akses untuk lahan
bebas. Pakan oleh lahan rumput bebas menyediakan rumput muda dan hijau dengan
sumber vitamin yang baik untuk ternak ruminansia. Kurungan juga dapat memicu
stres yang meningkatkan kebutuhan vitamin. Lingkungan yang kotor pun dapat
berpengaruh pada asupan vitamin. Munculnya penyakit dan parasit akan
berpengaruh terhadap saluran pencernaan yang mengurangi absorbsi vitamin, baik
dari sumber pakan maupun yang disintesis oleh mikroorganisme. Beberapa
antagonis vitamin (antimetabolit) juga dapat memecah molekul vitamin sehingga
inaktif (Mcdowell, 2005).
Konsentrasi vitamin yang tepat dalam pakan dibutuhkan untuk pertumbuhan
maksimal dan untuk menghindari terjadinya defisiensi. Dalam menentukan
konsentrasi vitamin pakan yang optimal, faktor berikut harus dipertimbangkan
yaitu ukuran ransum, metode pemberian makan (kontinyu atau interval), durasi
5

pemberian makan, kondisi pemeliharaan (kehidupan) hewan, status kesehatan


hewan, riwayat genetik hewan, dan yang terpenting adalah jenis dan fungsi vitamin
yang akan diberikan itu sendiri (Koshio, 2007). Namun secara umum, suplementasi
vitamin optimum adalaj kuantitas dimana terjadi tingkat pertumbuhan terbaik,
pemanfaatan pakan terbaik, dan peningkatan kesehatan (termasuk komptensi
imunitas) (Mcdowell, 2005).

Tabel 2.2 Kebutuhan Vitamin pada Ternak Ayam.

Tabel 2.3 Kebutuhan Vitamin pada Ternak Ruminansia.


6

2.3 Defisiensi Vitamin


Defisiensi nutrisi atau malnutrisi adalah kondisi ketika tubuh tidak
mendapatkan unsur pembangun seperti vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam
kadar ideal agar tubuh bisa berfungsi dengan baik (Koshio, 2007). Gejala defisiensi
klasik dan parameter non-spesifik seperti tingkat produksi dan reproduksi yang
rendah seringkali dikaitkan dengan kekurangan vitamin. Perlu diperhatikan bahwa
defisiensi subakut dapat dijumpai pada hewan walaupun gejala defisiensi belum
nampak. Defisiensi tersebut merupakan bentuk defisiensi yang paling mahal dan
sulit untuk diatasi, dan seringkali tidak disadari terjadi sehingga pengobatan pun
terlambat. Defisiensi ini dapat menyebabkan kerugian material peternak,
reproduksi terganggu, dan turunnya produksi ternak (Mcdowell, 2006).

2.3.1 Vitamin A
Vitamin A atau retinal merupakan senyawa poliisoprenoid yang
mengandung cincin sikloheksenil (Triana, 2006). Vitamin A merupakan istilah
generik untuk semua senyawa dari sumber hewani yang memperlihatkan
aktivitas biologik vitamin A. Senyawa-senyawa tersebut adalah retinal, asam
retinoat dan retinol. Hanya retinol yang memiliki aktivitas penuh vitamin A,
yang lainnya hanya mempunyai sebagian fungsi vitamin A. Sumber dari nabati
tidak mempunyai vitamin A tetapi mempunyai provitamin A (karoten).
Karoten dapat menjadi aktif dalam tubuh menjadi vitamin A yaitu rethinol.
Pada sayuran, aktivitas vitamin A terdapat sebagai provitamin dalam bentuk
pigmen berwarna kuning (Triana, 2006).
Asam retinoat dapat mendukung pertumbuhan dan differensiasi, retinal
berpengaruh pada penglihatan serta retinol berperan dalam mendukung system
reproduksi. Retinal merupakan komponen pigmen visual rodopsin, yang mana
rodopsin terdapat dalam sel-sel batang retina bertanggung jawab atas
penglihatan pada saat cahaya kurang terang. Asam retinoat turut serta dalam
sintesis glikoprotein. Hal ini dapat dijelaskan bahwa asam retinoat bekerja
dalam menggalakkan pertumbuhan dan differensiasi jaringan. Retinoid dan
karotenoid memiliki aktivitas antikanker. Banyak penyakit kanker timbul
dalam jaringan epitel yang tergantung pada retinoid untuk berdifferensiasi
7

seluler yang normal. karoten merupakan zat antioksidan dan mungkin


mempunyai peranan dalam menangkap radikal bebas peroksi di dalam jaringan
dengan tekanan parsial oksigen yang rendah (Triana, 2006).
Karoten (provitamin A) banyak terdapat pada tanaman yang berwama
hijau dan kuning. Jagung kuning terutama memiliki banyak provitamin A.
Sedangkan vitamin A berasal dari hewani terdapat di dalam hati dan minyak
ikan. Di pasaran, vitamin A dijual dalam keadaan kering yang ditambah dengan
antioksidan dan dilapisi dengan gelatin. Maka dalam keadaan tersebut vitamin
A menjadi stabil, tidak mudah mengalami kerusakan. Apabila dilakukan
penyimpanan dengan baik, maka bisa digunakan dalam campuran ransum.
Kekurangan atau defisiensi vitamin A disebabkan oleh malfungsi
berbagai mekanisme seluler yang di dalamnya turut berperan senyawa-
senyawa retinoid. Defisiensi vitamin A terjadi karena ketika simpanan vitamin
A dalam hati hampir habis. Deplesi selanjutnya menimbulkan keratinisasi
jaringan epitel mata, paru-paru, traktus gastrointestinal dan genitourinarius,
yang ditambah lagi dengan pengurangan sekresi mucus. Salah satu manifestasi
utama dari defisiensi vitamin A adalah rabun senja (night blindness). Selain itu
kerusakan jaringan mata, yaitu xeropthalmia akan menimbulkan kebutaan.
Hewan dengan defisiensi vitamin A mengalami pertumbuhan yang
buruk, menderita infeksi, kemudian menimbulkan manifestasi mata khas yang
disebut "Xerophthalmia" atau "Mata Kering". Hewan dengan defisiensi
vitamin A meninggal sebelum waktunya karena sepsis yang sangat berat,
biasanya sebelum terjadi xeropthalmia. Konsep modern xeropthalmia
dicanangkan sejak awal tahun 1800, ketika anjing-anjing yang menderita
kelaparan menderita perforasi ulkus kornea.
Mukus melindungi sel-sel epitel dari serbuan mikroorganisme dan
partikel lain yang berbahaya. Kekurangan vitamin A menghalangi fungsi
kelenjar yang mengeluarkan mucus dan digantikan oleh sel-sel epitel bersisik
dan kering (keratinized). Kulit menjadi kering dan kasar dan luka sukar
sembuh. Membran mukosa tidak dapat mengeluarkan cairan mucus dengan
mukosa dengan sempurna sehingga mudah terserang bakteri (infeksi) (Pratiwi,
2013).
8

Herniasi sumsum tulang belakang pada janin babi dilaporkan sebagai


ciri unik kekurangan vitamin A pada induk babi hamil. Pada unggas, ditandai
oleh bulu yang kusut, penurunan tetas telur, dan kematian embrionik.
Keluarnya cairan dari mata juga merupakan salah satu gejala. Seiring
berjalannya defisiensi, bahan putih, kental, seperti keju akan terakumulasi di
mata, menghalangi penglihatan unggas (xeropthalmia).
2.3.2 Vitamin B1 (Thiamin)
Tiamin merupakan komponen enzim Tiamin Piro Fosfat (TPP) yang
berperanan dalam metabolisme karbohidrat (Triana, 2006). Bentuk aktif dari
tiamin adalah tiamin difosfat, di mana reaksi konversi tiamin menjadi tiamin
difosfat tergantung oleh enzim tiamin difosfotransferase dan ATP yang
terdapat di dalam otak dan hati. Tiamin difosfat berfungsi sebagai koenzim
dalam sejumlah reaksi enzimatik dengan mengalihkan unit aldehid yang telah
diaktifkan. Vitamin B1 (Tiamin) disebut juga anti neuritis karena dapat
menyembuhkan radang saraf tertentu. Thiamin berperan dalam menormalkan
fungsi saraf, otot, dan jantung. Di samping itu, oksidasi zat gizi dan pelepasan
energi dalam tubuh. Vitamin ini bersifat labil pada suhu tinggi (Baker, 2008).
Sumber utama thiamin yaitu kacang-kacangan dan serealia (biji-bijian).
Sayuran seperti kacang panjang, serta kacang kapri mempunyai kandungan
thiamin cukup tinggi. Vitamin B1 atau tiamin terutama banyak terdapat dalam
kulit ari butir beras ataupun gandum. Biji-bijian yang tidak digiling sempurna
dan daging merupakan sumber tiamin yang baik (Triana, 2006).
Gejala dini defisiensi tiamin berupa neuropati perifer, keluhan mudah
capek, dan anoreksia yang menimbulkan edema dan degenerasi
kardiovaskuler, neurologis serta muskuler. Encefalopati Wernicke merupakan
suatu penyakit neurodegradasi yang berhubungan dengan defisiensi tiamin
(Triana, 2006). Penyakit beri-beri juga disebabkan oleh diet kaya karbohidrat
yang rendah tiamin. Beri-beri adalah penyakit neurologis dan kardiovaskular.
Beri-beri kering memiliki gejala klinis perifer berupa gangguan sensorik,
motorik, fungsi refleks dan menyebabkan nyeri otot betis. Beri-beri basah
dengan gejala kebingungan mental, atrofi otot, edema, takikardia, dan gagal
jantung kongestif (Sumbono, 2016).
9

Polyneuritis pada unggas terjadi pada keadaan defisiensi vitamin B1


diakibatkan oleh akumulasi akumulasi intermediasi karbohidrat. Karena
sumber energi otak berasal dari degradasi glukosa, otak bergantung pada reaksi
biokimia thiamin. Pada awal defisiensi akan terjadi letargi dan tremor pada
kepala. Unggas juga mudah mengalami masalah neuromuskular, pencernaan
terganggu, kelelahan, dan kejang-kejang (konvulsi). Pada tahap selanjutnya,
unggas tidak akan mampu berdiri atau duduk tegak dan terus terjatuh ke lantai
dengan kepala tertahan ke belakang. Defisiensi vitamin juga menyebabkan
penurunan nafsu makan (anorexia), suhu badan, kecepatan pernapasan, dan
degenerasi testikular.
2.3.3 Vitamin B2 (Riboflavin)
Riboflavin adalah mikronutrisi yang mudah dicerna, bersifat larut dalam
air, dan memiliki peranan kunci dalam menjaga kesehatan hewan. Vitamin B2
diperlukan untuk berbagai ragam proses seluler. Riboflavin terdiri atas sebuah
cincin isoaloksazin heterosiklik yang terikat dengan gula alcohol, ribitol
(Triana, 2006). Jenis vitamin ini berupa pigmen fluoresen berwarna yang relatif
stabil terhadap panas tetapi terurai dengan cahaya yang visible.
Bentuk aktif riboflavin adalah flavin mononukleatida (FMN) dan flavin
adenin dinukleotida (FAD). FMN dan FAD berfungsi sebagai gugus prostetik
enzim oksidoreduktase. Enzim-enzim ini dikenal sebagai flavoprotein. Enzim-
enzim flavoprotein tersebar luas dan diwakili oleh beberapa enzim
oksidoreduktase yang penting dalam metabolisma mamalia, misalnya oksidase
asam amino dalam reaksi deaminasi asam amino, santin oksidase dalam
penguraian purin, dan masih banyak lagi. Semua system enzim ini akan
terganggu pada defisiensi riboflavin. (Triana, 2006). Riboflavin juga berperan
dalam respirasi jaringan tubuh, pertumbuhan badan, dan produksi sel darah
merah.
Sumber pangan yang kaya akan riboflavin dapat berasal baik dari
tanaman maupun hewan. Riboflavin disintesis dalam tanaman dan
mikroorganisme, namun tidak dibuat dalam tubuh mamalia. Ragi, hati dan
ginjal merupakan sumber riboflavin yang baik. Sayuran hijau seperti brokoli,
sawi hijau, dan lobak juga merupakan sumber riboflavin yang baik. (Zempleni,
10

Pinto 2016). Ternak bisa mendapatkan riboflavin melalui pemberian gandum


pada ransum makanannya.
Penyakit yang ditimbulkan apabila terjadi devisiensi vitamin B2 pada
ternak adalah Curled Toe Paralysis. Curled Toe Paralysis merupakan suatu
penyakit pada anak-anak ayam dan kadang terjadi juga pada anak anak kalkun.
Penyakit ini terjadi karena kekurangan riboflavin dalam ransum makanan.
Ayam yang terserang tidak dapat berjalan; bila dipaksa maka ayam berjalan
pada siku-sikunya dengan jari-jari kaki dibengkokkan ke dalam. Sayap
tergantung ke bawah, otot kaki lemah dan kulit kering adalah gejala-gejala lain
yang dapat dijumpai pada defisiensi riboflavin. Penyakit ini juga menyebabkan
pertumbuhan ayam menjadi lambat.
2.3.4 Vitamin B3 (Niasin)
Niasin merupakan nama generik untuk asam nikotinat dan nikotinamida
yang berfungsi sebagai sumber vitamin tersebut dalam makanan. Bentuk aktif
dari niasin adalah Nikotinamida Adenin Dinukleotida (NAD+) dan
Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat (NADP+) (Triana, 2006). Niacin
sebenarnya bukan vitamin murni karena dapat dibentuk di dalam tubuh dari
asam amino tryptophan. Namun demikian, suplai asupan tryptophan yang
cukup diperlukan untuk menjamin tersedianya niacin secara cukup guna fungsi
esensial dalam metabolisme dan untuk memperbaiki DNA.
Niacin menjadi esensial dalam bentuk co-enzim NAD dan NADP, yang
terlibat dalam pembentukan energi dari karbohidrat, lemak dan protein. Niacin
meningkatkan energi melalui pemanfaatan makanan secara benar. Vitamin ini
juga penting dalam perbaikan dan replikasi DNA. Selain itu, niacin
memperlancar sirkulasi darah dan mengurangi kadar kolesterol dalam darah.
Niacin juga berperan dalam menjaga kesehatan sistem saraf dan pencernaan.
Sumber niasin lainnya yaitu protein yang mengandung banyak triptopan
seperti daging, buah-buahan, yang mengandung asam nikotinat, susu, dan
sayuran berdaun. Niacin juga dapat dibentuk dari asam amino tryptophan dan
60 mg tryptophan dapat menghasilkan 1 mg niacin. Untuk memenuhi sumber
niacin pada ternak dapat diberikan ransum makanan yang terdiri dari tepung
gandum.
11

Hewan dapat mengubah asam amino triptopan menjadi nikotinat,


walaupun hasilnya tidak baik. Karena itu defisiensi vitamin ini terjadi bila
dalam makanan tidak terdapat nikotinat dan triptopan. Defisiensi niasin ini
gejala utamanya yaitu terjadi pada anak ayam, kalkun, dan itik. Gejala nya
adalah pembesaran persendian tarsometatarso dan kaki yang membengkok
(mirip perosis). Gejala lainnya yaitu bisa menyebabkan pertumbuhan
terhambat, tulang bengkok, pertumbuhan bulu tidak teratur, peradangan pada
lidah (mulut) dan lubang hidung serta diare.
Defisiensi vitamin ini juga dapat mengakibatkan penyakit pellagra.
Penyakit pellagra memiliki karakteristik dermatitis (pada bagian yang terpapar
sinar matahari), demensia (kemunduran kemampuan otak), dan diare.
Peradangan karena kekurangan niasin ini juga dapat terjadi di bagian mukosa
mulut serta saluran cerna. Apabila menyerang bagian sistem saraf dapat
menyebabkan hewan penderita menjadi resah, pusing, bahkan sampai depresi
berat. Dampak terburuk dari penyakit pellagra adalah kematian.
2.3.5 Vitamin B5 (Asam Pantotenat)
Vitamin B5 dikenal juga dengan nama Asam Pantotenat. Asam
pantotenat adalah suatu amida dari asam pantoat dan alanin. Asam pantoneat
aktif adalah Koenzim A (KoA) dan Protein Pembawa Asil. Asam pantotenat
merupakan bagian dari koenzim A, yang berperan dalam penting dalam
pelepasan energi dari protein, lemak, karbohidrat. Riboflavin membantu
pertumbuhan dan reproduksi. Asam pantotenat juga berpartisipasi dalam
mengatur berbagai reaksi protein yang mana menjadi penting dalam menjaga
kesehatan jaringan tubuh khususnya kulit. Asam pantotenat penting dalam
penyembuhan luka, mendorong pertumbuhan dan menjaga pigmen rambut.
Vitamin ini secara umum menjaga kesehatan kulit, kuku, rambut, mulut, dan
tenggorokan. Hampir semua sayuran hijau mengandung riboflavin seperti
bayam, asparagus, dan brokoli. Jumlah yang berlimpah terdapat dalam sereal
(biji-bijian) utuh dan kacang- kacangan.
Defisiensi vitamin B5 pada babi dapat menyebabkan pertumbuhan babi
yang lambat. Babi akan terserang diare. Pada bagian kulit babi, defisiensi ini
dapat menyebabkan kerontokan bulu dan membuat kulit bersisik. Pada babi
12

muda, defisiensi vitamin B5 membuat degenerasi saraf sehingga membuat babi


bergerak tidak terkordinir.Sedangkan defisiensi vitamin B5 pada ayam, dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Ayam akan terserang dermatitis dan
pada bagian kelopak mata ayam akan membengkak. Defisiensi vitamin ini juga
dapat menyebabkan nekrosis (kematian dini pada sel dan jaringan hidup) pada
bagian bursa fabricius dan organ timus. Penurunan daya tetes telur juga dapat
terjadi, sehingga dampaknya akan sangat merugikan bagi peternak.
2.3.6 Vitamin B6 (Piridoksin)
Vitamin B6 (Pridoksin) meliputi grup terdiri atas tiga senyawa yang
berhubungan berdekatan, yaitu: piridoksin, piridoksal, dan piridoksamin.
Bentuk aktif dari vitamin B6 adalah piridoksal fosfat, di mana semua bentuk
vitamin B6 diabsorbsi dari dalam intestinum, tetapi hidrolisis tertentu senyawa-
senyawa ester fosfat terjadi selama proses pencernaan (Triana, 2006). Vitamin
ini diperlukan pada saat tubuh membentuk protein dengan mengubah asam
amino yang terdapat dalam makanan. Piridoksal fosfat merupakan koenzim
pada beberapa enzim dalam metabolisme asam amino. Piridoksal fosfat juga
terlibat dalam proses glikogenolisis yaitu pada enzim yang memperantarai
proses pemecahan glikogen. Sehingga, vitamin B6 membantu tubuh
membentuk energi dengan membakar cadangan gula yang tersimpan di antara
organ tubuh. Vitamin B6 dapat ditemukan terutama terikat pada protein di
dalam makanan.
Sumber yang piridoksin yang baik adalah kacang, bijian (terutama biji
bunga matahari), dan kedele. Jumlah yang lebih kecil terdapat pada buah-
buahan dan sayuran. Mikrobia di dalam saluran pencernaan dapat mensintesa
vitamin ini dan sebagian dapat diserap.
Gejala defesiensi vitamin B6 pada ayam yaitu terjadi gejala gangguan
pertumbuhan, anemia, pembekuan darah lambat, dan konvulsi seperti gejala
ND, khususnya pada ayam muda, sedangkan pada ayam tua jarang
terjadi. Pada ayam petelur defisiensi vitamin B6 menyebabkan penurunan
produksi telur dan daya tetes rendah. Pada burung terjadi dermatitis dengan
gejala terjadinya pertumbuhan lambat, ada kutil di jari-jari dan kaki,
13

gemetaran, gerakan badan tak terkoordinasi. Ternak yang mengalami defisiensi


vitamin ini dapat menjadi anoreksia dan dapat menyebabkan kematian.
2.3.7 Vitamin B7 (Biotin)
Biotin adalah derivat imidazol yang banyak terdapat dalam bahan
makanan alam. Biotin sering disebut juga sebagai vitamin B7 atau vitamin H.
Vitamin ini berwarna putih, stabil terhadap panas, mengandung sulfur dan
asam valerat, larut dalam air dan 95% etanol, mudah rusak oleh asam dan basa
kuat dan mengalami dekomposisi pada temperatur 230 - 232 oC. Dalam proses
metabolisme, biotin berperan sebagai fiksasi CO2 yang selanjutnya ditransfer
substrat yang lain. Karboksibiotin adalah biotin yang berikatan dengan CO2 di
mana gugus karboksil bertaut pada gugus N biotin. Pembentukan
karboksibiotin memerlukan ATP. Reaksi penerimaan CO2 dan
pemberian CO2 bersifat bolak-balik atau reversibel.
Fungsi dari biotin adalah membantu proses sintesa lemak, protein,
laktosa (gula susu) di dalam tubuh. Sebagai karier karbondioksida dalam
reaksi-reaksi karboksilasi yang menghasilkan perpanjangan rantai karbon.
Sebagai komponen sejumlah enzim yang mengkatalisis reaksi karboksilase.
Sebagai pembentuk antibodi tubuh. Membantu proses sintesis enzim amilase
pankreas.

Ketersediaan sumber vitamin biotin pada hewan sangat bervariasi yang


terdapat di antara bahan pakan, misalnya seperti hati, yeast, kacang tanah, telur,
tanaman berdaun hijau, jagung, gandum, biji-bijian, dan ikan.

Defisiensi atau kekurangan biotin pada hewan dapat menyebabkan


rontoknya rambut, turunnya berat badan dan pada ayam dapat menyebabkan
meningkatnya kematian serta terjadinya perubahan-perubahan skeletal pada
anak-anak ayam. Defisensi ini juga menyebabkan dermatitis pada kaki lalu
paruh dan mata. Yang paling sering terkena adalah ayam broiler yaitu
terjadinya sindrom liver fatty (FLKS atau Fatty Liver and Kidney Syndrome).
Penyakit ini disebabkan karena kurang aktifnya piruvat dekarboksilase
yang berperan dalam proses glukoneogenesis. Hal ini dapat menyebabkan
proses pembentukan glukosa dari piruvat terhambat.
14

Gambar 1. Kidney Syndrome Gambar 2. Fatty Liver


2.3.8 Vitamin B9 (Asam Folic)
Asam folat (Folic Acid) merupakan salah satu dari kelompok vitamin B,
yaitu vitamin B9. Asam folat merupakan zat yang larut dalam air dan cepat
rusak apabila terpapar panas. Folat berasal dari bahasa latin, yaitu folium
(artinya daun) yang umumnya mengandung banyak zat folat. Penelitian awal
yang dilakukan Lucy Wills pada tahun 1931 menyatakan bahwa asam folat
sebagai nutrisi penting untuk mencegah anemia selama kehamilan (Untoro,
2002). Asam folat terdiri dari pteridin heterosiklik, asam paraaminobenzoat
(PABA) dan asam glutamat. Kristal asam folat berwarna kuning, sedikit larut
dalam air dan tidak stabil pada larutan lemak. Vitamin ini daya kerjanya
dihambat (antagonis) dengan 4-amino-pteroylglutamic acid atau disebut
aminopteri 4-NH2FH4 dan metohtrexate.
Asam folat termasuk dalam golongan zat yang disebut pterin. Asam folat
terdiri atas tiga gugus yaitu pterin, p-aamino benzoic acid (PABA) dan asam
glutamat. Asam folat memiliki dua efek fisiologis utama, yaitu sebagai
kofaktor enzim dalam sintesis deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic
acid (RNA) yang berperan dalam replikasi sel.
Fungsi dari asam folat ialah membantu proses pembentukan sel-sel baru dan
pemeliharaan sel, khususnya dalam kehamilan karena pada saat masa itu
terjadi, pertumbuhan sel-sel baru sangat pesat. Membantu dalam proses
replikasi sel. Asam folat sangat penting terutama pada masa-masa awal
kehamilan yaitu dalam replikasi sel, karena pada masa itu sistem saraf bayi
sedang terbentuk (Untoro, 2002).

Sumber asam folat sudah tersedia dan terdistribusi di alam, hewan,


tumbuhan dan mikroorgaanisme. Sumber-sumber asam folat yang potensial
15

adalah daging, sayuran, terutama daun-daun hijau (Untoro, 2002). Defisiensi


atau kekurangan asam folat berkaitan dengan problem dalam pembentukan
darah, seperti halnya dalam reproduksi seluler, terhambatnya pertumbuhan,
pigmen bulu terganggu, pertumbuhan bulu terhambat, produksi telur dan daya
tetas menurun, gangguan embrio dalam telur serta anemia.

2.3.9 Vitamin B12 (Kobalalamin)


Kobalamin adalah vitamin yang mengandung kobalt yang berada dalam
bentuk derivat "cyanide" yaitu "cyanocobalamin". Kobalamin sering disebut
juga sebagai vitamin B12. Kobalamin mempunyai gugus nukleotida yang
disambung dengan porfirin lewat gugus fosfat dan amino-propanol. Gugus
cyanide dapat diganti dengan gugus hidroksil (B12a) atau hidrokobalamin dan
juga gugus nitrit (B12c) atau nitrokobalamin. Sianokobalamin berbentuk
kristal padat berwarna merah hitam dan merupakan bentuk yang paling stabil,
tetapi larut dalam air, tahan panas, mudah rusak karena sinar matahari, oksidasi
dan proses reduksi. Vitamin B12 berfungsi dalam sintesis protein dan dalam
metabolisme asam nukleat serta senyawa-senyawa yang mengandung satu
atom C. Peranan tersebut dalam bentuk metil-malonil CoA isomerase. Enzim
ini berperan dalam mengubah metil-malonil CoA menjadi suksinil CoA yang
berfungsi dalam siklus Krebs. Peranan lainnya adalah sebagai enzim L-
homosistein metilating. Enzim ini berisi koenzim metil kobalamin yaang
bersama-sama folacin mengubah L-homosistein menjadi L-metionin. Donasi
metil ini diberikan oleh 5-metil THF dengan harus adanya vitamin B12.
Fungsi vitamin B12 berperan penting dalam pembentukan sel darah
merah. Vitamin B12 berperan dalam sintesis protein dan metabolisme asam
nukleat. Sumber Vitamin B12 banyak terdapat pada produk-produk hewan dan
dalam rumen ruminansia serta jaringan organ. Vitamin B12 dibutuhkan relatif
sedikit oleh unggas. Protein dalam ransum akan meningkatkan kebutuhan
vitamin B12. Kebutuhan vitamin B12 juga tergantung pada level kolin,
metionin dan asam folat dalam ransum dan akan berinterelasi dengan asam
askorbat dalam metabolisme tubuh. Substitusi isokalori lemak dengan glukosa
juga menekan vitamin B12 yang ditambahkan. Ini mengindikasikan bahwa
vitamin B12 penting pada metabolisme energi.
16

Defisiensi atau kekurangan kobalamin menyebabkan anemia karena sel-


sel darah merah yang tidak dapat masak. Defisiensi vitamin ini juga dapat
menyebabkan demyelinasi serta degenerasi yang irreversibel dari korde spinal,
inkoordinasi anggota badan (posterior), pertumbuhan lambat, mortalitas
meningkat, vitabilitas menurun dan daya tetas telur menurun.
2.3.10 Kolin
Salah satu vitamin yang berpotensi defisien dalam ransum adalah kolin.
Berdasarkan NRC (1994) jika dibandingkan dengan vitamin lain, kebutuhan
kolin normal untuk ayam broiler paling besar yaitu sebesar 1.300 mg/kg
ransum. Kebutuhan tersebut pada dasarnya dapat diperoleh dari bahan pakan,
namun kolin yang terdapat dalam ransum tersebut tidak dapat 100% diserap.
Penyerapan kolin hanya 24% 25% (Workel et al., 2002a dan 2002b). Kolin
dibutuhkan sebagai sumber gugus metil pada pembentukan metionina dari
homosistin dan mengatur proses metabolisme energi, seperti metabolisme
lemak di hati. Kolin mempunyai peranan penting sebagai donor grup metil
untuk proses transmetilasi dalam tubuh (Loest et al., 2003) yang dapat
mensintesis asam amino metionina melalui produk degradasinya yaitu betain.
Betain merupakan asam amino (trimetil-glisin) intermediet dalam proses
katabolisme kolin (Fernandez et al., 2002).
Fungsi kolin berperan dalam transportasi kelebihan lemak dari hati.
Kolin berperan dalam sintesa asam amino. Kolin berperan penting dalam
perkembangan otak dan learning.

Sumber asupan kolin diperoleh dari sintesis alami bahan pangan yang
mengandung kolin didalam tubuh. Kolin dalam bahan pangan ditemukan
dalam bentuk fosfatidilkolin (lesitin), seperti yang banyak ditemukan pada
susu, telur, hati dan kacang tanah Selain itu, kolin dapat bersumber dari jagung
dan biji-bijian lainnya.

Defisiensi atau kekurangan kolin telah diproduksi dalam berbagai jenis


hewan. Pada unggas, kekurangan kolin akan menyebabkan terjadinya perosis
terutama pada anak ayam dan akumulasi lemak dalam hati yang abnormal serta
pendarahan pada ginjal akibat terganggunya proses metabolisme tubuh. Hal
17

tersebut dapat menghambat pertumbuhan ayam, menurunkan kualitas daging


dan menurunkan produksi ayam broiler. Pada babi, kekurangan kolin
mengarah pada penurunan tingkat pengembangan, tidak terkoordinasi gerakan,
mengurangi berbagai babi total dan hidup setiap sampah, lemak degenerasi
kerusakan hati dan ginjal.

2.3.11 Vitamin C
Vitamin C atau vitamin asam askorbat merupakan vitamin yang larut
dalam air. Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu
merpakan reduktor dan antioksidan. Vitamin ini berbentuk kristal dan bubuk
putih kekuningan, stabil pada keadaan kering (Dewoto, 2007).
Vitamin C dapat ditemukan pada buah jeruk, tomat, sayuran berwarna
hijau, dan kentang. Vitamin ini digunakan untuk metabolisme karbohidrat dan
sintesis protein, lipid, dan kolagen. Vitamin C juga dibutuhkan oleh endotel
kapiler dan perbaikan jaringan. Vitamin ini tidak disimpan dalam tubuh seperti
vitamin yang larut lemak, vitamin C akan diekskresikan di urine. Fungsi utama
vitamin C pada jaringan adalah dalam sintesis kolagen, proteoglikan zat
organic matriks antar sel lain misalnya gigi, tulang, dan endotel kapiler. Peran
vitamin C dalam sintesis kolagen selain pada hidroksilasi prolin juga berperan
pada stimulasi langsung sintesis peptide kolagen (Sari, 2011).
Defisiensi vitamin C pada guinea pig atau tikus belanda ditunjukkan
dengan gejala abnormalitas pada persendian, gusi, dan gigi. Penyakit yang
ditimbulkan akibat defisiensi vitamin C disebut scurvy. Guinea pig, primata,
dan manusia tidak dapat mensintesis vitamin C, oleh karena itu diperlukannya
tambahan vitamin C berupa oral. Vitamin C ini diperlukan untuk sintesis
kolagen, sedangkan kolagen diperlukan untuk menjaga kekuatan dinding
pembuluh darah, pembentukan tulang, dan penyembuhan luka. Kekurangan
vitamin C dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh, menyebabkan
pendarahan gusi dan pendarahan lain jaringan di daerah mulut, kulit, otot, dan
organ bagian dalam. Karena hal tersebut, hewan penderita biasanya akan
mengalami sulit makan, berkurangnya nafsu makan, dan maloklusi gigi. Selain
itu, kekurangan vitamin C juga menyebabkan bentuk tulang dan tulang rawan
menjadi tidak normal, umumnya terjadi bengkak pada persendian di daerah
18

rusuk dan kaki (Oglesbee, 2011). Pada ikan, defisiensi vitamin C ditunjukkan
dengan gejala pertumbuhan yang lambat, pendarahan yang terjadi pada sirip,
distorsi filament insang, perbaikan luka yang buruk, dan tingkat kematian
meningkat (Towers, 2014).

2.3.12 Vitamin D
Vitamin D merupakan prohormon steroid. Terdapat 2 bentuk vitamin D,
yaitu vitamin D3 (kolekalsiferol) yang dibuat pada kulit manusia dan hewan
melalui prekusor inaktif (7-dehidrokolesterol) dengan bantuan sinar matahari
dan vitamin D2 (ergokalsiferol) yang merupakan produk komersial yang
dibuat dari ergosterol dengan bantuan sinar matahari. Vitamin D dihasilkan
dari provitamin ergosterol dan 7-dehidrokolesterol. Ergosterol terdapat dalam
tanaman dan 7-dehidrokolesterol dalam tubuh hewan. Ergokalsiferol (vitamin
D2) terbentuk dalam tanaman, sedangkan di dalam tubuh hewan akan
terbentuk kolekalsiferol (vitamin D3) pada kulit yang terpapar cahaya. Kedua
bentuk vitamin tersebut mempunyai potensi yang sama, yaitu masing-masing
dapat menghasilkan kalsitriol D2 dan D3. Vitamin D3 ataupun D2 dari
makanan diekstraksi dari dalam darah (dalam keadaan terikat dengan globulin
spesifik), setelah absorbsi dalam intestinum. Vitamin tersebut mengalami
hidroksilasi pada posisi25 oleh enzim vitamin D325 hidroksikolekalsiferol,
yaitu suatu enzim pada retikulum endoplasmik yang dianggap membatasi
kecepatan reaksi. 25-hidroksi D3 merupakan bentuk utama vitamin D dalam
sirkulasi darah dan bentuk cadangan yang utama dalam hati. Dalam tubulus
ginjal, tulang, dan plasenta, 25hidroksi D3 selanjutnya mengalami
hidroksilasi dalam posisi 1 oleh enzim 25hidroksi D3 1- hidroksilase, yakni
suatu enzim mitokondria. Hasilnya adalah 1,25dihidroksi D3 (kalsitriol),
yaitu metabolit vitamin D yang paling paten. Produksi hasil ini diatur oleh
konsentrasinya sendiri, hormon paratiroid, dan fosfat dalam serum (Triana,
2006).
Vitamin D berbeda dari semua vitamin lainnya. Vitamin D disintesis di
dalam tubuh dengan bantuan sinar matahari. Karena itu, vitamin D
merupakan nutrient tidak esensial. Cukup dengan sinar matahari, tidak perlu
tambahan asupan lainnya dari luar tubuh. Fungsi utama vitamin D adalah
19

sebagai prohormon, memperkuat tulang dan gigi, serta membantu penyerapan


kalsium dan fosfor sehingga tersedia didalam darah.
Hampir seluruh bahan pakan mempunyai kadar vitamin D yang sangat
rendah. Hewan memperoleh vitamin D dari cahaya matahari (cahaya menjadi
sterol dalam kulit), pakan hay kering matahari, atau dari penambahan vitamin
pada ransum. Defisiensi vitamin D menyebabkan berbagai gangguan seperti
halnya kekurangan kalsium atau fosfor atau kedua-duanya. Hal ini
disebabkan karena vitamin ini sangat erat dengan pembentukan tulang.
Penyakit defisiensi vitamin D memiliki gejala berkurangnya kalsifikasi
tulang lunak, deformasi tulang, kadang-kadang menyebabkan keretakan, dan
berkurangnya kalsium dan fosfor dalam serum darah. Defisiensi vitamin D,
Ca, atau P dapat menyebabkan deformasi (penyimpangan bentuk) tulang
karena bobot hewan yang besar sedang otot tubuh lemah, dan tulang kosong
(porous) (Abun, 2006).
2.3.13 Vitamin E
Vitamin E adalah vitamin yang larut dalam lemak dan dapat melindungi
jantung, arteri, dan komponen selular untuk tetap melakukan oksidasi dan
mencegah lisis sel darah merah. Jika terdapat ketidak seimbangan garam,
sekresi pancreas, dan lemak, vitamin E diabsorpsi di saluran pencernaan dan
disimpan di seluruh jaringan, terutama liver, otot, dan jaringan lemak. Tujuh
puluh lima persen dari jumlah vitamin E diekskresi di empedu dan sisanya
melalui urin (Sari, 2011).
Vitamin E berfungsi sebagai pemelihara keseimbangan intraseluler dan
sebagai antioksidan. Vitamin E dapat melindungi lemak atau asam lemak
yang terdapat dalam membran sel agar tidak teroksidasi (Pamungkas, 2013).
Vitamin E (tokoferol) bertindak sebagai antioksidan dengan memutuskan
berbagai reaksi rantai radikal bebas sebagai akibat kemampuannya untuk
memindahkan hidrogen fenolat kepada radikal bebas perksil dari asam lemak
tak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi. Radikal bebas fenoksi
yang terbentuk kemudian bereaksi dengan radikal bebas peroksil selanjutnya.
Dengan demikian tokoferol tidak mudah terikat dalam reaksi oksidasi
20

yang reversible, cincin kromana dan rantai samping akan teroksidasi menjadi
produk non radikal bebas (Triana, 2006).
Seperti halnya vitamin larut dalam lemak lainnya, penyerapannya
membutuhkan lemak dalam pakan dan aktivitas asam empedu. Asam empedu
berfungsi untuk merubah lemak menjadi emulsi lemak dengan cara
membentuk komplek asam lemak-asam empedu, sehingga lebih mudah
dicerna oleh enzim lipase sebelum diabsorbsi oleh dinding usus (Pamungkas,
2013). Penyerapan aktif lemak meningkatkan absorbsi vitamin E. Gangguan
penyerapan lemak dapat menimbulkan defisiensi vitamin E. Vitamin E di
dalam darah diangkut oleh lipoprotein, pertama-tama lewat penyatuan ke
dalam kilomikron yang mendistribusikan vitamin ke jaringan yang
mengandung lipoprotein lipase serta ke hati dalam fragmen sisa kilomikron,
dan kedua, lewat pengeluaran dari dalam hati dalam lipoprotein berdensitas
sangat rendah (VLDL). Vitamin E disimpan dalam jaringan adipose (Triana,
2006).
Kebutuhan akan vitamin E meningkat bersamaan dengan semakin
besarnya masukan lemak tak-jenuh ganda. Asupan minyak mineral,
keterpaparan terhadap oksigen (seperti dalam tenda oksigen) atau berbagai
penyakit yang menyebabkan tidak efisiennya penyerapan lemak akan
menimbulkan defisiensi vitamin E yang menimbulkan gejala neurology.
Vitamin E dirusak oleh pemasakan dan pengolahan makanan yang bersifat
komersial,termasuk pembekuan. Benih gandum, minyak biji bunga matahari
serta biji softlower, dan minyak jagung serta kedelai, semuanya merupakan
sumber vitamin E yang baik (Triana, 2006).
Defisiensi atau kekurangan vitamin E pada hewan dapat menyebabkan
lemah otot, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, tingkat penetasan
telur yang rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis
dan terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostaglandin oleh
mikrosom dari testis, otot dan limpa, menurunkan permeabilitas sel, memacu
kematian, kerusakan syaraf, dan anemia pada hewan yang baru lahir. Pada
ayam terdapat 3 kasus utama dalam defisiensi vitamin E yaitu,
21

encephalomalacia, exudative diathesis, dan muscular dystrophy (Leeson,


2016).
2.3.14 Vitamin K
Vitamin K terdapat dalam 2 bentuk yaitu filoquinon (vitamin K1) dan
manaquinon (vitamin K2). Selain itu beberapa senyawa sintetis telah
dipreparasi mempunyai aktivitas vitamin K, satu diantaranya adalah 2-metil-
1,4-naftoquinon., yang disebut menadion yang lebih aktif dibanding K1.
Seperti halnya vitamin D, vitamin K juga dapat diperoleh dari sumber non
pangan, vitamin K2 (senyawa menaquinon) dapat disintesis oleh bakteri
intestinal (usus) terutama oleh bakteri gram positif, sehingga tubuh dapat
menyerapnya (Suarsana, 2016).
Vitamin K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin (sebagai
penggumpal darah) yang terjadi dalam liver. Penggumpalan darah sangat
diperlukan jika hewan terluka atau keperluan operasi (Abun, 2006). Selain itu
vitamin K juga bekerja sebagai kofaktor enzim karboksilase. Vitamin K
sebagai kofaktor enzim karboksilase akan membentuk residu
karboksiglutamat dalam protein prekursor. Reaksi karboksilase yang
tergantung vitamin K ini terjadi dalam retikulum endoplasmik (Triana, 2006).
Vitamin K tersebar luas dalam jaringan tanaman dan hewan yang
digunakan sebagai bahan makanan dan produksi vitamin K oleh mikroflora
intestinal pada hakikatnya menjamin tidak terjadinya defisiensi vitamin K.
Defisiensi vitamin K dapat terjadi oleh malabsorbsi lemak yang disertai
dengan disfungsi pankreas, penyakit biliaris, atrofi mukosa intestinal,
gangguan absorpsi vitamin K, pemakaian antikoagulan, dan berkurangnya
bakteri yang mensintesis vitamin K. Di samping itu, sterilisasi usus besar oleh
antibiotik juga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin K (Triana, 2006).
Defisiensi vitamin K menyebabkan terjadinya hipoprotrombinemia,
menurunnya kadar beberapa faktor pembekuan darah (faktor II, VII, IX dan
X), dan penyakit hemoragik pada hewan yang baru lahir (Suarsana, 2016).
22

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vitamin adalah senyawa organik yang termasuk bahan makanan esensial yang
diperlukan oleh tubuh, tetapi tubuh sendiri tidak dapat mensintesisnya. Vitamin
terutama berasal dari jaringan tumbuhan dan berada pada jaringan hewan hanya
karena hewan tersebut mengkonsumsi tumbuhan tertentu. Meskipun di dalam tubuh
vitamin tidak dipergunakan untuk mendapatkan tenaga seperti lemak atau
karbohidrat dan juga tidak dipakai sebagai zat pembangun seperti protein, vitamin
tetap dibutuhkan oleh tubuh untuk proses pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan
melalui peranannya sebagai enzim pembantu dalam proses metabolisme. Vitamin
diklasifikasikan menjadi vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan larut
dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K. Defisiensi nutrisi atau malnutrisi adalah
kondisi ketika tubuh tidak mendapatkan unsur pembangun seperti vitamin dan
mineral yang dibutuhkan dalam kadar ideal agar tubuh bisa berfungsi dengan baik.
Defisiensi dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi peternak.
3.2 Saran
Dalam dunia kedokteran hewan terdapat penyakit yang bersifat infeksius dan
non infeksius. Defisiensi merupakan salah satu contoh penyakit non infeksius. Baik
penyakit infeksius maupun penyakit non infeksius harus dipelajari dengan baik oleh
mahasiswa agar dapat menerapkan ilmunya dengan baik saat terjun di dunia kerja.

22
23

DAFTAR PUSTAKA

Abun. 2006. Bahan Ajar Mata Kuliah Nutrisi Ternak Monogastrik: Kebutuhan
Vitamin Untuk Kuda. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Jatinangor: Padjadjaran University Press.
Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC : Jakarta.
Baker, David H. 2008. Animal Models in Nutrition Research. The Journal Of
Nutrition. 138 : 391-396.
Dewoto, H. R. 2007. Vitamin dan Mineral. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Percetakan Gaya Baru.
Ebrahimi, Elham, et al. 2012. Effects of Magnesium and Vitamin B6 on the Severity
of Premenstrual Syndrome Symptoms. Journal of Caring Sciences. 1(4),
183-189.
Fernandez-Figares, I., D. Wray-Cahen, N.C., Steele, R.G., Campbell, D.D., Hall,
E., Virtanes & T.J. Caperna. 2002. Effect of dietary betain on nutrient
utilization and pertitioning in the young growing feedrestricted pig. J.
Animal. Sci. 80: 421-428.
Hidgon Jane, Drake VJ, Plesofsky N. 2015. Pantothenic Acid. Linus Pauling
Institute: Oregon.
Koshio, Shunsuke. 2007. Dietary Supplements for The Health and Quality of
Cultured Fish. Kagoshima University : Japan.
Leeson, Steven. 2016. Vitamin Deficiencies in Poultry. Veterinary Manual: 1-12.
Loest, C. A., E. C. Titgemeyer., G. St-Jeans., D. C. Van Metre & J. S. Smith. 2003.
Methionine as a methyl group donor in growing cattle. J. Anim. Sci. 80:
2197-2206.
Mcdowell, L. R. 2005. Vitamin Nutrition of Livestock Animals : Overview from
Vitamin Discovery to Today. Canadian Journal of Animal Science. 171-179.
Oglesbee, Barbara L. 2011. Vitamin C Deficiency Scurvy in Guinea Pigs.
Blackwells Five Minute Veterinary Consult: Small Mammal, 2nd edition: 1-
4.

23
24

Pamungkas, Wahyu. 2013. Aplikasi Vitamin E Dalam Pakan: Kebutuhan dan


Peranan Untuk Meningkatkan Reproduksi, Sistem Imun, dan Kualitas
Daging Pada Ikan. Media Akuakultur Vol. 8(2): 145-150.
Pratiwi, Yunita S. 2013. Kekurangan Vitamin A (KVA) dan Infeksi. The
Indonesian Journal of Health Science. 3 (2) : 207-210.
Sari, Ratih K. 2011. Vitamin dan Mineral. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Diakses pada 25 November 2017.
(http://skp.unair.ac.id/repository/web-
pdf/web_VITAMIN__dan_MINERAL_RATIH_KUMALA_SARI.pdf)
Sommer, Alfred. 2003. Defisiensi Vitamin A dan Akibatnya : Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Suarsana, I Nyoman. 2016. Bahan Ajar Biokimia: Vitamin dan Mineral. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar: Udayana University
Press.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Sumbono, Aung. 2016. Biokimia Pangan Dasar. Penerbit Buku Pendidikan
Deepublish : Jakarta.
Sumiati W., Hermana, A. Afianti. 2006. Suplementasi Kolin Klorida dalam Ransum
untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ayam Broiler. Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Towers, Lucy. 2014. Role of Vitamin C & Multivitamin Diets for Enhacement of
Immunity, Growth & Biological Performance in Shrimps/Fish. 5m
Publishing: The Fish Site. Diakses pada 25 November 2017.
(https://thefishsite.com/articles/role-of-vitamin-c-multivitamin-diets-for-
enhacement-of-immunity-growth-biological-performance-in-shrimps-fish)
Triana, Vivi. 2006. Macam-Macam Vitamin dan Fungsinya dalam Tubuh Manusia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1 (1) : 40-47.
Untoro R. 2002. Masalah Gizi Mikro di Indonesia dan Potensi
Penanggulangannya. Bogor.
25

Widodo wahyu. 2006. Pengantar Ilmu Nutrisi Ternak. Muhammadiyah Malang


(UMM)
Whitehead, C. C. 2002. Vitamins in Feedstuffs. Roslin Institute : UK.
Workel, H.A., Th. Keller, Reeve & Lauwaerts. 2002. The truth about feed choline
content.18:18-19.
Workel, H. A., Th. Keller., Reeve & A. Lauwaerts. 2002. Choline: a beneficial
additive in poultry diet. Asian Poultry Magazine, June Ed: 19-20.
Yuniati Heru, Almasyhuri. 2012. Kandungan Vitamin B6, B9, B12 dan E Beberapa
Jenis Daging, Telur, Ikan, dan Udang Laut di Bogor dan Sekitarnya.
Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes,
Kemenkes R.I: Jakarta
Zile, M. 2003. Vitamin A deficiencies and excess. W.B. Saunders Inc. Philadelphia.
18: 177-180.
Zempleni dan Pinto. 2016. American Society for Nutrition : Nutrient Information
Riboflavin. An International Review Journal. Amerika Serikat.

.
26

LAMPIRAN
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Anda mungkin juga menyukai