Anda di halaman 1dari 11

Bab V

Deteksi dan Pengukuran Radiasi


Suatu radiasi dapat dikenali keberadaannya dan diukur kuantitasnya dengan menggunakan suatu
alat yang disebut sebagai detektor radiasi. Prinsip kerja detektor radiasi berdasarkan interaksi
radiasi dengan materi. Interaksi radiasi dengan materi akan menyebabkan ionisasi dan eksitasi.
Dalam proses deteksi mekanisme ionisasi lebih dinginkan karena dari proses ionisasi ini akan
dihasilkan sinyal listrik. Sinyal inilah yang kemudian akan diukur sebagai keberadaan adanya
suatu radiasi. Informasi-infromasi yang dapat ditunjukkan oleh sinyal listrik ini antara lain
adalah :

1. Jenis radiasi
2. Energi radiasi
3. Aktivitas

Pemilihan detektor radiasi ditentukan oleh jenis fenomena yang ingin diketahui informasinya.
Secara umum prinsip kerja detektor radiasi dapat ditunjukkan pada diagram alir dalam Gambar
5.1 berikut ini.

Komponen
pengolah
Fenomena radiasi Detektor radiasi informasi Informasi

Komponen
pendukung
operasi detektor

Gambar 5.1 Diagram alir proses deteksi radiasi

5.1 Jenis detektor radiasi

Detektor radiasi dapat dibedakan berdasarkan jenis materialnya dan prinsip kerjanya.
Berdasarkan jenis materialnya, detektor radiasi dibagi menjadi detektor isian gas, detektor cairan,
dan detektor bahan padat. Sedangkan berdasarkan prinsip kerjanya, detektor radiasi terbagi
menjadi detektor untuk mengukur aktivitas dan detektor untuk mengukur aktivitas dan energi.

5.1 Jenis detektor berdasarkan materialnya

Berdasarkan material utamanya, detektor terbagi menjadi detektor isian gas, detektor cairan, dan
detektor bahan padat. Perbedaan jenis material ini karena tiap-tiap jenis material memiliki pola
interaksi radiasi yang khas sehingga untuk keperluan-keperluan tertentu suatu detektor harus
memiliki sifat-sifat sesuai dengan jenis radiasi yang ingin diamati. Perbedaan jenis material ini
membawa konsekuensi pada perbedaan cara operasi, perawatan, dan komponen pendukung
operasi detektor

5.1.1 Detektor isian gas

Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sederhana. Gas isian disimpan dalam suatu
tabung logam tahan karat. Bagian jendela detektor tempat radiasi masuk dibuat dari suatu
membran tipis. Prinsip dasar detektor tipe isian gas bekerja menurut proses ionisasi.

Saat radiasi menembus membran jendela maka akan terjadi ionisasi gas. Detektor isian gas
dengan mode oprasi berbeda akan menghasilkan informasi yang berbeda. Berdasarkan mode
operasinya, detektor isian gas terbagi menjadi detektor kamar ionisasi (ionization chamber),
detektor pencacah proporsional (proportional counter), dan detektor Geiger Mueller (GM).

Gambar 5.2 Tabung gas detektor GM

Suatu sistem deteksi radiasi di dalam operasinya tidak hanya membutuhkan detektor saja tetapi
juga membutuhkan perangkat pendukung operasi. Gambar 5.3 berikut ini menunjukkan susutu
sistem deteksi radiasi dengan menggunakan detektor GM. Pada sistem ini perangkat pendukung
operasi detektor adalah pencacah (counter), pewaktu (timer), suplai tegangan tinggi (HV).

Gambar 5.3 Detektor GM dan seperangkat komponen pendukungnya


5.1.2 Detektor zat cair (liquid scintillator)

Detektor zat cair memiliki aplikasi yang sangat khusus biasanya digunakan untuk mengukur
radiasi beta dari sampel lingkungan yang memiliki aktivitas sangat rendah (low backgound
counting). Bahan detektor yang digunakan berupa senyawa scintilasi dalam fase cair (liquid
scintillator). Larutan scintilasi ini merupakan suatu bahan yang unik karena dapat berpendar
ketika menyerap radiasi. Intensitas pendaran dan energi pendaran dapat diukur sehingga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi energi dan aktivita suatu sumber radiasi.

Dalam aplikasinya, untuk menggunakan liquid scintillator diperlukan suatu tabung (vial). Bahan
scintilasi cair diwadahi dalam tabung dan zat radioaktif yang akan dianalisis dilarutkan dalam
bahan scintilasi. Gambar 5.4 menunjukkan gambar vial dan larutan scintilasi cair. Pencacahan
radiasi dengan menggunakan bahan scintilasi cair akan menghasilkan data yang sangat akurat
karena efisiensi pencacahan bernilai 100%. Satu-satunya kekurangan metode ini adalah
penggunaan scintilasi cair yang harus selalu baru karena setelah zat radioaktif dilarutkan dalam
scintilasi cair, maka larutan tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi untuk analisis selanjutnya
dan harus menggunakan larutan yang baru.

5.4a Vial liquid scintillator Gambar 5.4b Liquid scintillator

5.1.3 Detektor zat padat

Detektor berbahan zat padat terbagi menjadi dua kategori yaitu yang berbasis material scintilasi
padat (solid scintillator) dan yang berbasi semikonduktor. Pad prinsipnya bahan scintilasi baik
yang cair maupun padat memiliki prinsip kerja yang identik yang identik yaitu menggunakan
energi radiasi menjadi pendaran sehingga dapat diukur energi dan aktivitasnya. Perbedaannya,
pada bahan scintilasi padat, sumber radiasi terpisah dengan bahan scintilasi sehingga tidak
terkontaminasi oleh zat radioaktif. Perbedaan yang lain, scintilasi padat hanya mampu
mendeteksi radiasi gamma karena radiasi alpha dan beta akan diabsorbsi oleh bahan kontainer
scintilasi padat sehingga tidak mampu menembus sampai bahan scintilasi.
5.5a Kristal Scintillator 5.5b Kristal Scintillator
dalam wadah

Detektor radiasi berbasis semikonduktor merupakan detektor yang memiliki kinerja paling tinggi
dan sekaligus membutuhkan metode operasi yang paling rumit dari detektor-detektor tipe
lainnya. Terdapat dua model detektor semikonduktor. Model pertama merupakan detektor
semikonduktor yang dapat bekerja tanpa menggunakan pendingin. Termasuk dalam tipe ini
adalah detektor Si-Li sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Detektor Si-Li

Tipe detektor semikonduktor yang kedua adalah detektor yang menggunakan pendingin
(biasanya berupa nitrogen cair). Detektor yang berpendingin ini memiliki performa lebh baik
dari detektor semikonduktor yang tidak menggunakan pendingin, dan merupakan detektor radiasi
terbaik hingga saat ini. Gambar 5.7 menunjukkan suatu sistem deteksi dengan detektor tipe HP-
Ge berpendingin nitrogen cair.
Gambar 5.7 Sistem deteksi HP-Ge dan sistem pendinginnya

5.2 Jenis detektor berdasarkan mode operasinya


Berdasarkan mode operasinya, detektor radiasi dapat dibagi menjadi detektor untuk mengukur
aktivitas dan detektor untuk mengukur energi dan aktivitas. Semua detektor radiasi secara teoritis
dapat digunakan untuk mengukur energi kecuali detektor GM yang hanya mampu mengukur
aktivitas saja. Untuk mengukur energi diperlukan tambahan instrumen yang dapat memisahkan
sinyal listrik berdasarkan tegangannya sehingga prosedurnya lebih kompleks dibandingkan
dengan pengukuran aktivitas

5.3 Pengukuran Radiasi

Pengukuran radiasi nuklir melibatkan konsep tentang peluruhan radiasi. Jika terdapat radioisotop
sejumlah N, maka setelah selang waktu t laju peluruhan radioisotop dapat dinyatakan sebagai:

dN
N
dt

Jumlah radiosiotop yang tersisa setelah waktu t adalah:

Nt N0 e t

Dimana N0 adalah jumlah radioisotop mula-mula dan adalah tetapan peluruhan radiasi

Aktivitas peluruhan dinyatakan sebagai A, dimana

AN
Gambar 5.8 Grafik hubungan aktivitas dan waktu peluruhan

Satuan aktivitas peluruhan adalah curie (Ci), becquerel (Bq), disintegration per second (dps),
disintegration per minute (dpm). Satuan internasional (SI) menggunakan Bq atau dps dimana:

1 Bq = 1 dps

Konversi untuk satuan lainnya adalah

1 Ci = 3,7 1010 Bq

1 dps = 60 dpm

Contoh
Suatu zat radioaktif meluruh memancarkan radiasi . Diketahui aktivitas mula-mula 100 Bq. Jika
waktu paro zat radioaktif tersebut 25 hari, tentukan waktu peluruhan zat radioaktif jika
aktivitasnya sekarang adalah 30 Bq

Diketahui sumber isotop 60Co adalah pemancar radiasi dengan waktu paro 5,25 tahun. Seorang
petugas di rumah sakit mengukur aktivitas 60Co tersebut adalah 100 MBq. Jika diketahui
aktivitas awal saat isotop tersebut didatangkan adalah sebesar 150 Ci, tentukan berapa lama
isotop tersebut telah berada di rumah sakit

5.4 Efisiensi pencacahan


Pengukuran radiasi tidak menghasilkan satuan Ci, Bq, atau dps. Satuan pengukuran radiasi
adalah cps (counting per second) atau cpm (counting per minute). Perbedaan satuan ini
disebabkan oleh adanya efisiensi pencacahan. Hubungan antara aktivitas (A) dan laju pencacahan
(C) dapat dinyatakan sebagai:
C A

Berdasarkan persamaan pencacahan diketahui bahwa hasil pencacahan tidak langsung


menunjukkan aktivitas radiasi dan masih harus dikoreksi dengan faktor efisiensi pencacahan ()

Contoh
Suatu detektor hendak dikalibrasi efisiensinya sebelum digunakan untuk mengukur keluaran alat
Brachytherapy di rumah sakit. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan sumber standar 60Co.
Diketahui sumber standar tersebut telah dibeli 8 tahun yang lalu dengan aktivitas 10 Ci.
Diketahui hasil pencacahan dengan detektor NaI(Tl) mengahsilkan nilai cacah 8500 cps.
Tentukan efisiensi detektor

5.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pencacahan


Faktor geometri (fG)
Faktor geometri berhubungan dengan bentuk sumber, luas permukaan detektor, dna jarak sumber
ke detektor

Gambar 5.9 Faktor geometri pencacahan radiasi

Untuk detektor dengan diameter 2r, jarak sumber detektor a, dan sumber berbentuk titik, maka
faktor geometri, fG dapat dinyatakan sebagai

1 a
fG 1
2
a 2 r 2

Faktor absorbsi diri (fs)


Absorbsi diri akan mengurangi laju cacah real dari sumber radiasi karena sebagaian radiasi akan
diserap oleh sumber itu sendiri sebelum mencapai detektor. Faktor absorbsi diri berlaku untuk
sumber yang tebal atau sumber dengan nilai LET tinggi misalnya radiasi . Untuk radiasi dan
faktor absorbsi diri, fs dapat dihitung menurut persamaan:
f s e sts

Dimana s adalah koefisien atenuasi sumber radiasi dan t adalah ketebalan sumber radiasi

Faktor hamburan balik (fB)


Lingkungan memberikan pengaruh pada proses pengukuran radiasi dalam bentuk cacah latar dan
hamburan balik. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa material di sekeliling detektor.

Faktor absorpsi jendela detektor (fA)


Jendela detektor idealnya bersifat transparan terhadap radiasi yang diukur sehingga tidak terjadi
interaksi apapun antara jendela detektor dan berkas radiasi. Dalam kenyataannya jendela detektor
masih memungkinkan untuk menyerap radiasi, misalnya jendela detektor scintilasi NaI(Tl)
terbuat dari aluminium sehingga dipastikan akan menyerap sebagian radiasi sebelum menuju ke
bahan scintillator. Faktor absorpsi jendela detektor, fA dapat dinyatakan sebagai:

f A e wt w

dimana w adalah koefisien atenuasi jendela detektor dan tw adalah tebal jendela detektor

Efisiensi intrinsik detektor (i)


Efisiensi intrinsik detektor menunjukkan perbandingan jumlah radiasi yang diserap oleh detektor
terhadap radiasi yang sampai ke detektor. Dipengaruhi oleh jenis material detektor, faktor
geometri detektor, jenis radiasi dan energi radiasi. Nilai i dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut ini:

i 1 e t d d

Dimana d adalah koefisien atenuasi material detektor, dan td adalah ketebalan material detektor.
Untuk NaI(Tl) nilai i ditunjukkan pada grafik berikut ini:
Gambar 5.10 Efisiensi intrinsik NaI(Tl) sebagai fungsi energi

Fraksi puncak fotolistrik (fP)


Pada saat mengukur energi suatu radioisotop (proses spektroskopi) maka terdapat kemungkinan
cacah yang terukur pada puncak energi tertentu tidak menggambarkan cacah yang sesungguhnya.
Untuk menunjukkan fraksi cacah yang terukur pada puncak energi tertentu digunakan istilah
fraksi puncak fotolistrik (fP). Nilai (fP) tergantung pada jenis material detektor, geometri detektor
dan energi radiasi yang terlibat. Untuk NaI(Tl) nilai i ditunjukkan pada grafik berikut ini.

Gambar 5.11 Fraksi puncak fotolistrik NaI(Tl) sebagai fungsi energi

Efisiensi total dari sistem pencacahan, sekarang dapat dinyatakan sebagai

fG f s f A f B i f p
5.4.2 Cacah Latar
Setiap pengukuran radiasi melibatkan suatu ralat sistemik yang disebut sebagai cacah latar.
Cacah latar ini hadir sekalipun di muka detektor tidak terdapat sumber radiasi apapun. Hal ini
menunjukkan bahwa lingkungan memiliki radioaktivitas sendiri yang disebut sebagai radiasi
latar (background radiation).
Perangkat deteksi radiasi menghasilkan suatu pulsa yang biasa disebut sebagai noise. Setiap
pengukuran radiasi dengan demikian harus memasukkan faktor koreksi cacah latar ini. Misalkan
cacah sumber yang terbaca detektor adalah Ns dan cacah latarnya adalah Nb, maka untuk waktu
pencacahan sumber dan detektor yang sama, yaitu sebesar t, cacah netto adalah Nnet dimana:

Nnet N s Nb

Laju cacah netto dapat dinyatakan sebagai


N
Cnet net
t

Jika waktu pencacahan sumber adalah ts dan waktu pencacahan background adalah tb, maka laju
cacah netto adalah

N s Nb
Cnet
ts tb

Contoh
Suatu radioisotop dicacah dengan detektor GM mengahasilkan 10000 cacah dengan waktu
pencacahan 5 menit. Sementara itu pencacahan tanpa radioisotop menghasilkan 200 cacah dalam
10 detik. Tentukan laju cacah netto dan aktivitas sumber jika diketahui efisiensi pencacahan
detektor GM adalah 0,1 %

5.4.3 Metode pengukuran radiasi


Dalam pengukuran radiasi dikenal dua metode, yaitu
1. Metode absolut
2. Metode relatif

Metode absolut
Digunakan jika tidak terdapat sumber standar yang sama dengan radioisotop yang akan dicacah
Faktor geometri, absorbsi diri, hamburan balik, absorbsi sumber, dan efisiensi detektor
berpengaruh terhadap hasil pencacahan
Jika efisiensi total adalah , dan laju cacah netto adalah Cs, maka aktivitas sumber dapat
dinyatakan sebagai
Cs
As

Untuk radiasi pemancar gamma perlu ditambahkan fraksi peluruhan fd sehingga persamaan
aktivitas menjadi

Cs
As
fd

Contoh
Suatu sumber pemancar radiasi gamma berbentuk titik diletakkan pada jarak 30 cm dari suatu
detektor yang berjari-jari 5 cm. Detektor yang digunakan adalah detektor NaI(Tl) dengan jendela
aluminium setebal 2 mm (Al = 0,01/cm). Kristal scintillator memiliki ketebalan 5 cm. Energi
radiasi dari sumber, E = 500 keV. Mula mula dilakukan pencacahan background selama 2
menit dan didapatkan hasil 150 cacah. Sumber selanjutnya dicacah selama 10 detik dan
didapatkan hasil 8000 cacah. Tentukan aktivitas sumber

Metode relatif
Metode relatif digunakan jika terdapat sumber standar yang sama dengan radioisotop yang
hendak diukur
Semua parameter pengukuran antara sumber standar dan sumber yang ingin diketahui
aktivitasnya harus dibuat sama
Hasil pengukuran lebih akurat dari metode absolut
Jika sumber standar memiliki aktivitas As dan laju cacah netto Cs, sedangkan sumber-x memiliki
laju cacah netto Cx, maka aktivitas sumber-x, yaitu Ax dapat dinyatakan sebagai

Cx
Ax Ax
Cs

Contoh
Di suatu laboratorium Kimia Nuklir terdapat sumber standar 137Cs dengan umur paro 30 tahun.
Sumber tersebut dibeli pada tanggal 5 Januari 1970 dengan aktivitas sebesar 100 MBq. Pada
tanggal 5 Januari 2010 telah datang sumber 137Cs yang lainnya. Pada saat akan digunakan pada
tanggal 5 Januari 2011, labelnya sudah tidak terbaca lagi karena kertasnya rusak. Dilakukan
pencacahan pada sumber yang lama selama 20 detik dan didapatkan cacah sebanyak 10000
cacah. Sumber yang labelnya rusak dicacah selama 20 detik dan dipatkan cacah sebanyak 25000.
Pencacahan background selama 1 menit menghasilkan cacah sebesar 20. Hitunglah aktivitas
sumber yang baru datang.

Anda mungkin juga menyukai