Anda di halaman 1dari 19

JURNAL AWAL PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II

PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF DALAM MATERI BIOLOGIS


(PENETAPAN KADAR TEOFILIN DALAM URIN DENGAN METODE
KLT SPEKTROFOTODENSITOMETRI)

GOLONGAN II
KELOMPOK 5

I KETUT DUANTARA (1508505051)


DEDE JERRY SARTIKA PUTRA (1508505052)
PUTU AYU INDRA APSARI SIAKA (1508505053)
NI LUH ARYSINTA DEWI (1508505055)
NI KOMANG AYU TRI SUSANTI (1508505056)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
PENETAPAN KADAR ZAT AKTIF DALAM MATERI BIOLOGIS
(PENETAPAN KADAR TEOFILIN DALAM URIN DENGAN METODE
KLT SPEKTROFOTODENSITOMETRI)

I. TUJUAN
1. 1 Memahami proses preparasi sampel teofilin dalam urin manusia untuk
dianalisis dengan metode KLT spektrofotodensitometri.
1. 2 Mampu menetapkan kadar teofilin dalam sampel urin manusia dengan
metode KLT spektrofotodensitometri.
1. 3 Mampu menentukan beberapa parameter validasi metode pada penetapan
kadar teofilin dalam sampel urin manusia dengan metode KLT
spektrofotodensitometri.
II. DASAR TEORI
2.1 Teofilin
Teofilin (C7H8N4O2) memiliki berat molekul 180,17 gram/mol. Pemerian
teofilin adalah serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa pahit; stabil di udara.
Kelarutannya sukar larut dalam air, tetapi lebih mudah larut dalam air panas; mudah
larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam amonium hidroksida; agak sukar
larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter (Depkes RI,1995).
Teofilin mempunyai keterbatasan therapeutic window yang sempit yaitu
10-20 mg/ml akan memberikan efek toksik sehingga kadar teofilin dalam plasma
perlu dimonitor (Yanti dan Rasmin, 2016).

Gambar 1. Struktur Teofilin (Depkes Gambar 2. Struktur teofilin (Moffat


RI, 1995). et al., 2005).

1
Pemisahan teofilin dengan metode KLT menghasilkan variasi harga Rf pada
berbagai sistem eluen sebagai berikut:
Sistem Eluen Harga Rf
TA Methanol-25% ammonia (100:1,5) 75
TB Cyclohexane-toluene-diethylamine (15:3:2) 01
TF Ethyl acetate 9
TAD Chloroform-methanol (9:1) 54
TAJ Chloroform ethanol (90:10) 40
TAK Chloroform-cyclohexane-acetic acid (4:4:2) 21
TAL Chloroform-methanol-propinic acid (72:18:10) 78
Tabel 1. Harga Rf Teofilin pada Berbagai Sistem Eluen ( Moffat et al., 2005).
Absorbansi teofilin pada max 270 nm dalam larutan asam adalah sebesar 536a
sedangkan dalam larutan alkali atau basa absobansinya sebesar 650a pada max
275 nm ((Moffat et al., 2005).
2.2 Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cair merupakan metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut
dalam larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan pelarut lain (biasanya
organik). Ekstraksi cair dapat juga disebut ekstraksi pelarut. Pada ekstraksi cair-
cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran yang berbentuk cair (Yazid,.
E,. 2005). Prinsip dari metode ini didasarkan pada zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur (Sudjadi, 1986).
2.3 KLT- Spektrofotodensitometri
Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar dimana fase
diamnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung
oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik. Pemilihan fase gerak pada
KLT didasarkan pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam analit yang didasarkan
pada nilai Rf atau hRf (100Rf). Nilai Rf diperoleh dari membagi jarak pusat
kromatografi dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut dari titik awal.
Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita
(awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi

2
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Densitometri (Thin Layer Chromato Scanner) merupakan metode analisis
instrumental yang berdasarkan pada interaksi REM dengan analit yang merupakan
bercak pada KLT. Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh
analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang digunakan transparan. Radiasi
elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator plat dapat diemisikan
berupa flouresensi dan fosforesensi. Pemadaman flouresensi indikator F-254 dapat
terjadi akibat adanya noda pada plat sehingga teramati di bawah lampu UV sebagai
noda hitam (Sherma dan Fried, 1994). Densitometri lebih dititikberatkan untuk
analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang memerlukan pemisahan
terlebih dahulu dengan KLT. Densitometer dapat bekerja secara serapan atau
fluoresensi. Densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk
memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada
lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2007).
Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi. Peristiwa
fluoresensi adalah pemancaran kembali sinar oleh molekul obat yang telah
menyerap energi sinar dan terjadi dalam waktu yang singkat setelah penyerapan
(10-8 detik). Intensitas fluoresensi (F) sebanding dengan banyaknya sinar yang
diserap oleh molekul analit sehingga absorptivitas suatu senyawa berkaitan dengan
intensitas fluoresensinya. Molekul-molekul seperti hidrokarbon jenuh yang tidak
menyerap sinar UV-Vis tidak akan berfluoresensi. Senyawa-senyawa yang
berfluoresensi pasti menyerap sinar UV karena peristiwa fluoresensi didahului oleh
penyerapan/absorpsi. Teknik analisis berdasarkan deteksi fluoresensi memiliki
keunggulan dibandingkan teknik lainnya yaitu sensitifitas dan selektifitas yang
tinggi (Gandjar dan Rohman, 2012).
2.4 Validasi Metode

Validasi metode dikatakan sebagai suatu proses yang mana dilakukan beberapa
percobaan dan evaluai terhadap suatu metode analisis sesuai parameter validasi
yang akan menunjukkan keberlakuan suatu metode analisis untuk tujuan tertentu
yang diinginkan (Moffat et al., 2005). Beberapa kriteria validasi metode adalah

3
linearitas, keseksamaan (presisi), ketepatan (akurasi), batas deteksi (LOD), dan
batas kuantitasi (LOQ). Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang
diambil dari campuran yang homogen. Akurasi merupakan ketelitian metode
analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterimabaik nilai
konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya
analit yang diperoleh (Gandjar dan Rohman, 2007).
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih
dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas
kuantifikasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan
dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima dengan kondisi operasional metode
yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada analisis instrumen batas deteksi
dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung
simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk
perhitungan. (Harmita, 2004)

Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)


k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = Simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = Arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap
konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada
persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan
simpangan baku residual (Sy/x) (Harmita, 2004).

4
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
a. Neraca analitik
b. Spektrofotodensitometer
c. Sentrifugator
d. Gelas beker
e. Pipet ukur 1 mL, 5 mL, 10 mL
f. Tabung setrifugasi
g. Bulb filler
h. Plat Silika Gel GF254 10 x 10 cm
i. Chamber
j. Oven
k. Pipet kapiler
l. Sendok tanduk
m. Kertas perkamen
n. Kertas saring
o. Batang pengaduk
p. Labu ukur 5 mL, 10 mL dan 25 mL
q. Pipet tetes
r. Botol vial
3.2 Bahan
a. Teofilin
b. Urin
c. Metanol
d. Kloroform
e. Akuades
f. Isopropanol
g. Asam asetat
h. Toluena
i. NH4OH

5
IV. PROSEDUR KERJA
4.1 Perhitungan Pembuatan Larutan
4.1.1 Pembuatan Larutan Stok Teofilin 1 mg/mL
Diketahui : Konsentrasi Larutan Stok Teofilin = 1 mg/mL
Volume Larutan Stok Teofilin = 25 mL
Ditanya : Massa serbuk Teofilin = ..?
Penyelesaian : massa teofilin = C V
massa teofilin = 1 mg/mL 25 mL
massa = 25 mg
4.1.2 Pembuatan Larutan Seri Teofilin
a. Pembuatan Larutan Seri 100 ng/L
Diketahui : Kosentrasi larutan stok (C1) = 1 mg/ml
= 1000 ng/ L
Konsentrasi larutan seri (C2) = 100 ng/L
Volume larutan seri (V2) = 5 mL
= 5000 L
Ditanya : Volume larutan stok yang dipipet (V1)?
Penyelesaian : C1.V1 = C2.V2
1000 ng/L . V1 = 100 ng/L . 5000 L
V1 = 500 L = 0,5 mL
b. Pembuatan Larutan Seri 200 ng/L
Diketahui : Kosentrasi larutan stok (C1) = 1 mg/mL
= 1000 ng/L
Konsentrasi larutan seri (C2) = 200 ng/mL
Volume larutan seri (V2) = 5 mL
= 5000 L
Ditanya : Volume larutan stok yang dipipet (V1)?
Penyelesaian : C1.V1 = C2.V2
1000 ng/L . V1 = 200 ng/L . 5000 L
V1 = 1000 L = 1 mL

6
c. Pembuatan Larutan Seri 300 ng/L
Diketahui : Kosentrasi larutan stok (C1) = 1 mg/mL
= 1000 ng/L
Konsentrasi larutan seri (C2) = 300 ng/L
Volume larutan seri (V2) = 5 mL
= 5000 L
Ditanya : Volume larutan stok yang dipipet (V1)?
Penyelesaian : C1.V1 = C2.V2
1000 ng/L . V1 = 300 ng/L . 5000 L
V1 = 1500 L = 1,5 mL
d. Pembuatan Larutan Seri 400 ng/L
Diketahui : Kosentrasi larutan stok (C1) = 1 mg/ml
= 1000 ng/L
Konsentrasi larutan seri (C2) = 400 ng/L
Volume larutan seri (V2) = 5 mL = 5000 L
Ditanya : Volume larutan stok yang dipipet (V1)?
Penyelesaian : C1.V1 = C2.V2
1000 ng/L . V1 = 400 ng/L . 5000 L
V1 = 2000 L = 2 mL
e. Pembuatan Larutan Seri 500 ng/L
Diketahui : Kosentrasi larutan stok (C1) = 1 mg/mL
= 1000 ng/L
Konsentrasi larutan seri (C2) = 500 ng/L
Volume larutan seri (V2) = 5 mL = 5000 L
Ditanya : Volume larutan stok yang dipipet (V1)?
Penyelesaian : C1.V1 = C2.V2
1000 ng/L . V1 = 500 ng/L . 5000 L
V1 = 2500 L = 2,5 mL
4.1.3 Pembuatan Larutan Uji
Diketahui : Konsentrasi Uji = 250 g/mL
Konsentrasi Stok = 1 mg/ml

7
= 1000 g/mL
Volume Larutan Uji = 2 mL
Ditanyakan : Volume larutan baku yang dipipet = ?
Penyelesaian : MB .VB = MU .VU
1000 g/mL . VB = 250 g/mL . 2 mL
VB = 0,5 mL

4.1.4 Pembuatan Larutan Sampel


Diketahui : Konsentrasi Sampel = 250 g/mL
Konsentrasi Stok = 1 mg/ml = 1000 g/mL
Volume Larutan Sampel = 2 mL
Ditanyakan : Volume larutan baku yang dipipet = ?
Jawab :
MB .VB = MS .VS
1000 g/mL . VB = 250 g/mL . 2 mL
VB = 0,5 mL
4.1.5 Perhitungan Volume Penotolan Larutan Seri Teofilin
Diketahui : Konsentrasi larutan seri 1 = 100 g/mL = 100 ng/L
Konsentrasi larutan seri 2 = 200 g/mL = 200 ng/L
Konsentrasi larutan seri 3 = 300 g/mL = 300 ng/L
Konsentrasi larutan seri 4 = 400 g/mL = 400 ng/L
Konsentrasi larutan seri 5 = 500 g/mL = 500 ng/L
Ditanyakan : a. Volume totolan untuk memperoleh massa 200 ng
b. Volume totolan untuk memperoleh massa 400 ng
c. Volume totolan untuk memperoleh massa 600 ng
d. Volume totolan untuk memperoleh massa 800 ng
e. Volume totolan untuk memperoleh massa 1000 ng
Jawab :
a) Volume larutan seri yang ditotolkan untuk mendapatkan massa 200 ng
Larutan seri 100 ng/ ng/L

8
200 ng
V= = 2 L
100 ng/L
b) Volume larutan seri yang ditotolkan untuk mendapatkan massa 400 ng
Larutan seri 200 ng/L
400 ng
V= = 2 L
200 ng/L
c) Volume larutan seri yang ditotolkan untuk mendapatkan massa 600 ng
Larutan seri 300 ng/L
600 ng
V= = 2 L
300 ng/L
d) Volume larutan seri yang ditotolkan untuk mendapatkan massa 800 ng
Larutan seri 400 ng/L
800 ng
V= = 2 L
400 ng/L
e) Volume larutan seri yang ditotolkan untuk mendapatkan massa 1000 ng
Larutan seri 200 ng/L
1000 ng
V= = 2 L
500 ng/L
Tabel 4.1 Volume penotolan pada plat KLT
Massa
Volume yang Jumlah
Totolan Larutan Teofilin yang Konsentrasi
ditotolan totolan
diinginkan
1 Seri I 200 ng 50 g/mL 2 L 1
2 Seri II 400 ng 100 g/mL 2 L 1
3 Seri III 600 ng 200 g/mL 2 L 1
4 Seri IV 800 ng 300 g/mL 2 L 1
5 Seri V 1000 ng 400 g/mL 2 L 1
6 Larutan 500 ng 250 g/mL 2 L 1
Uji 1
7 Larutan 500 ng 250 g/mL 2 L 1
Uji 2

9
8 Larutan 500 ng 250 g/mL 2 L 1
Uji 3
9 Sampel 1 500 ng 250 g/mL 2 L 1
10 Sampel 2 500 ng 250 g/mL 2 L 1

4.1.6 Ekstraksi Cair-Cair dan Pembuatan Larutan


a. Pembuatan Larutan NH4OH 3,7 N
Diketahui : Konsentrasi NH4OH yang tersedia = 25% b/b
Konsentrasi NH4OH yang akan dibuat (M2) = 3,7 N
Volume NH4OH yang akan dibuat (V2) = 10 mL
Ditanya : Volume NH4OH 25% b/b yang dipipet (V1).?
Peyelesaian :
NH4OH 25% b/b setara dengan NH4OH 13,5 M (M1) (Depkes RI, 1995)
[NH4OH] = N NH4OH x Ek
= 3,7 N x 1 grek/mol
= 3,7 M
M1 x V1 = M2 x V2
13,5 M x V1 = 3,7 M x 10 mL
V1 = 2,74 mL
b. Pembuatan Fase Gerak
Diketahui : Asam asetat : isopropanol : toluena = 1:12:6 v/v/v
Volume fase gerak = 25 mL
Ditanyakan : Volume asam astetat, isoprpanol, dan toluena =?
1
Jawab : Asam asetat = x 25 mL = 1,31 mL
19
12
Isopropanol = x 25 mL = 15,79 mL
19
6
Toluena = x 25 mL= 7,9 mL
19

10
c. Pembuatan larutan untuk ekstraksi cair-cair
Diketahui : Kloroform : isopropanol = 75:25 v/v
Volume larutan = 5 mL
Ditanya : Volume kloroform dan isopropanol= ?
75
Penyelesaian : Kloroform : x 5 mL = 3,75 mL
100
25
Isopropanol : x 5 mL = 1,25 mL
100

4.2 Prosedur Kerja


4.2.1 Pembuatan Larutan Stok Teofilin 1 mg/mL
Ditimbang 25 mg serbuk teofilin, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass.
Ditambahkan metanol hingga larut, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25
mL. Ditambahkan metanol hingga tanda batas 25 mL pada labu. Larutan digojog
hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol vial serta diberi label larutan stok
1 mg/mL.

4.2.3 Pembuatan Larutan Seri Teofilin


a. Larutan Seri 100 ng/L
Dipipet 0,5 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur 5 mL.
Ditambahkan methanol hingga tanda batas kemudian digojog hingga
homogen, dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.
b. Larutan Seri 200 ng/L
Dipipet 1 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur 5 mL.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog hingga
homogen, dimasukkan pada botol vial dan diberi label.
c. Larutan Seri 300 ng/L
Dipipet 1,5 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur 5 mL.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog hingga
homogen, dimasukkan pada botol vial dan diberi label.

11
d. Larutan Seri 400 ng/L
Dipipet 2 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur 5 mL.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog hingga
homogen, dimasukkan pada botol vial dan diberi label.
e. Larutan Seri 500 ng/L
Dipipet 2,5 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur 5 mL.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog hingga
homogen, dimasukkan pada botol vial dan diberi label.
4.2.4 Pembuatan Larutan NH4OH 3,7 N
Dipipet 2,74 mL NH4OH 25% b/b dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10
mL. Ditambahkan akuades hingga tanda batas lalu digojog hingga homogen dan
dimasukkan ke dalam botol vial.
4.2.5 Pembuatan Larutan Uji Teofilin 250 g /mL
Dipipet 0,5 mL larutan stok teofilin berkonsentrasi 1 mg /mL dan 1,5 mL
urin, kemudian dimasukan ke tabung sentrifugasi. Ditambahkan larutan NH4OH
beberapa tetes hingga diperoleh pH 9-10 (Cheon dkk., 2012). Ditambahkan pelarut
kloroform dan isopropanol (75:25 v/v) sebanyak 5 mL. Dibuat sebanyak 3 buah
larutan uji dan kemudian divortex selama 1 menit dan dilanjutkan dengan
sentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Fase kloroform diambil
dan diuapkan kemudian residu dilarutkan dengan metanol 2 mL. Ketiga larutan uji
ditotolkan pada plat KLT dengan volume masing-masing totolan 2 L.
4.2.6 Ekstraksi Cair-Cair Sampel
Dipipet 0,5 mL larutan stok teofilin berkonsentrasi 1 mg /mL dan 1,5 mL
urin, kemudian dimasukan ke tabung sentrifugasi. Ditambahkan larutan NH4OH
beberapa tetes hingga diperoleh pH 9-10 (Cheon dkk., 2012). Ditambahkan pelarut
kloroform dan isopropanol (75:25) sebanyak 5 mL. Dibuat sebanyak 2 buah larutan
sampel dan kemudian divortex selama 1 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi
dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Fase kloroform diambil dan diuapkan
kemudian residu dilarutkan dengan metanol 2 mL. Kedua larutan uji ditotolkan
pada plat KLT dengan volume masing-masing totolan 2 L.

12
4.2.7 Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan untuk elusi pada pemisahan dengan metode
KLT adalah asam asetat : isopropanol : toluena (1:12:6 v/v/v) (Mirfazaelian et al.,
2002). Dipipet 1,31 mL asam asetat, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL.
dipipet isopropanol sebanyak 15,79 mL, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur yang
berisi asam asetat. Dipipet toluena sebanyak 7,9 mL dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 25 mL. larutan digojog hingga homogen.
4.2.8 KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dan Spektrofotodensitometri
Dipotong plat KLT silika gel GF254 dengan ukuran 10 cm x 10 cm.
Kemudian plat dicuci dengan metanol. Plat diaktivasi pada suhu 1100C selama 10
menit. Chamber dijenuhkan dengan fase gerak. Ditotolkan larutan seri, larutan uji,
dan larutan sampel pada plat silica gel GF254. Plat dielusi dalam chamber yang telah
dijenuhkan hingga jarak pengembangan 8 cm. plat diangkat dan diangin-anginkan,
lalu dilakukan identifikasi menggunakan spektrofotodensitometri pada panjang
gelombang absorbansi maksimum teofilin (270 nm). Kemudian ditetapkan kadar
sampel berdasarkan data yang diperoleh.

V. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Larutan Stok Teofilin 1 mg/mL
Ditimbang 25 mg serbuk teofilin, lalu dimasukkan ke dalam beaker
glass.

Ditambahkan metanol hingga larut, kemudian dimasukkan ke dalam


labu ukur 25 mL.

Ditambahkan metanol hingga tanda batas 25 mL pada labu. Larutan


digojog hingga homogen

Dimasukkan ke dalam botol vial serta diberi label larutan stok 1


mg/mL.

13
5.2 Pembuatan Larutan Seri Teofilin
a) Pembuatan Larutan Seri 100 ng/L

Dipipet 0,5 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur


5 mL

Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog


hingga homogen, dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.

b) Pembuatan Larutan Seri 200 ng/L


Dipipet 1 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur 5
mL

Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog


hingga homogen, dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.

c) Pembuatan Larutan Seri 300 g/mL

Dipipet 1,5 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur


5 mL

Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog


hingga homogen, dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.

d) Pembuatan Larutan Seri 400 g/mL

Dipipet 2 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur 5


mL

Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog


hingga homogen, dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.

14
e) Pembuatan Larutan Seri 500 g/mL
Dipipet 2,5 mL larutan stok teofilin dan dimasukkan ke labu ukur
5 mL

Ditambahkan metanol hingga tanda batas kemudian digojog


hingga homogen, dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.

5.3 Pembuatan Larutan NH4OH 3,7 N

Dipipet 2,74 mL NH4OH 25% b/b dan dimasukkan ke dalam labu ukur
10 mL.

Ditambahkan akuades hingga tanda batas lalu digojog hingga homogen


dan dimasukkan ke dalam botol vial.

5.4 Pembuatan Larutan Uji


Dipipet 0,5 mL larutan stok teofilin berkonsentrasi 1 mg /mL
dan 1,5 mL urin

Dimasukkan ke tabung sentrifugasi.

Ditambahkan beberapa tetes larutan NH4OH hingga diperoleh pH 9-10

Ditambahkan pelarut kloroform dan isopropanol (75:25 v/v)


sebanyak 5 mL.

Dibuat sebanyak 3 buah larutan uji dan kemudian divortex


selama 1 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi dengan kecepatan
8000 rpm selama 10 menit.

Fase kloroform diambil dan diuapkan kemudian residu


dilarutkan dengan metanol 2 mL.

Ketiga larutan uji ditotolkan pada plat KLT dengan volume


masing-masing totolan 2 L.
15
5.5 Ekstraksi Cair-Cair Sampel

Dipipet 0,5 mL larutan stok teofilin berkonsentrasi 1 mg /mL


dan 1,5 mL urin

Dimasukkan ke tabung sentrifugasi.

Ditambahkan beberapa tetes larutan NH4OH hingga diperoleh pH 9-10

Ditambahkan pelarut kloroform dan isopropanol (75:25 v/v)


sebanyak 5 mL.

Dibuat sebanyak 2 buah larutan sampel dan kemudian divortex


selama 1 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi dengan kecepatan
8000 rpm selama 10 menit.

Fase kloroform diambil dan diuapkan kemudian residu


dilarutkan dengan metanol 2 mL.

Kedua larutan sampel ditotolkan pada plat KLT dengan volume


masing-masing totolan 2 L.

5.6 Pembuatan Fase Gerak

Dipipet 1,31 mL kloroform, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

Dipipet aseton sebanyak 15,79 mL lalu dimasukkan ke dalam labu ukur

Dipipet metanol sebanyak 7,9 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur

Larutan digojog hingga homogen.

16
5.7 KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dan Spektrofotodensitometri
Dipotong plat KLT silika gel GF254 dengan ukuran 12 cm x 10
cm. Kemudian plat dicuci dengan metanol.

Plat diaktivasi pada suhu 1100C selama 10 menit.

Chamber dijenuhkan dengan fase gerak. Ditotolkan larutan seri,


larutan uji, dan larutan sampel pada plat silika gel GF254.

Plat dielusi dalam chamber yang telah dijenuhkan hingga jarak


pengembangan 8 cm. plat diangkat dan diangin-anginkan, lalu dilakukan
identifikasi menggunakan spektrofotodensitometri pada panjang
gelombang absorbansi maksimum Teofilin (270 nm). Kemudian
ditetapkan kadar sampel berdasarkan data yang diperoleh.

17
DAFTAR PUSTAKA
Cheon, Tae-Min, Byeong-Seo C., Han-Gook C., Jin-Hee K., and Kyoung-SooK.
2012. Kinine Assay with Home-Built UV-LED Fluorometer: Quantitative
Analysis, Photo-Bleaching, Fluorescence Quenching, and Urine Analysis.
Journal of the Korean Chemical Society. Vol. 56(5) : 577-582.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksananaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya.


Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1 : 119-122.
Mirfazaelian, A., M. Goudarzi, M. Tabatabaiefar, dan M. Mahmoudian. 2002. A
Quantitative Thin Layer Chromatography Method for Determination of
Theophylline in Plasma. J Pharm Pharmaceut Sci. Vol. 5(2) : 131-134
Moffat, A. C., M. D. Osselton, B. Widdop and L. Y. Galichet. 2005. Clarke's
Analysis of Drugs and Poisons3rd edition. London : Pharmaceutical Press.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisius.


Wulandari, L., Y. Retnaningtyas dan D. Mustafidah. 2013. Pengembangan dan
Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri untuk Penetapan
Kadar Teofilin dan Efedrin Hidroklorida Secara Simultan pada Sediaan
Tablet. JKTI. Vol. 15(1) :15-21.

Yanti, B. dan M. Rasmin. 2016. Peran Xantin dalam Penyakit Obstruksi Paru.
Jurnal Respirasi Indonesia. Vol. 36(4) : 267-273.

Yazid,. E,. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta : Andi.

18

Anda mungkin juga menyukai