Anda di halaman 1dari 9

Bab2 SejarahStudiBe/ajar

A.PENDA
~N
Seearahi~~~~di
ilmiah 0 eoal bela ar dilakukao terutama oleh psikoJo~. Tuotu'an
psikolog ada bidang ini d' elopori ahli-ahli seperti Ebbinghaus (1885), Bryan dan Harter
(1897 189 dan Tho . e (1898), dan sebagainya. Langkah mereka diikuti terutama oleh
para psikolog' a. Para pendidik profesional menilai psikologi pendidikan sebagai ilmu
pengetahuan dasar, dan mereka juga mempraktekkannya, serta mereka melakukan studi
mengenai pembelajaran di laboratorium psikologi umum dan laboratorium psikologi
pendidikan, yang saling mempengaruhi antara bidang mumi dan terapan. Karena hal
tersebut, sangatlah biasa bila para psikolog merasabahwa parapsikolog-Iahyang memelopori
studi belajar (Hilgard, 1956).
Sebagai tambahan dari alasan sejarahnya, ada dasar lain yang menjadi perhitungan daya
tarik para psikolog dalam studi belajar. Yaitupemusatan belajar lebihpada sistem umum teori
psikologi. Ilmuwan yang ingin memuaskan rasa ingin tahu pada kejadian sebab mula-mula,
punya kegemaran untuk menyusun fakta ke dalam sistem hukum dan teori. Ilmuwan tidak
hanya tertarik pada bermacam-macam fakta dan hubungannya, tetapi juga cara yang runtut
dan hemat dalam mengungkapkanfaktanya.Psikologyang berminat dengan sistem mendapati
teori belajar begitu penting karena bermaca-macam perilaku manusia merupakan hasil
belajar. Jika bermacam-macam perilaku itu dimengerti dan dihubungkan dengan sedikit
prinsip-prinsip yang ada, sangatlahjelas bila prinsip itu akan berhubungan dengan bagaimana
awal mula belajar muncul (Hilgard, 1956).
Banyak psikolog membuat pengakuan eksplisit bahwa masalah belajar merupakan hal
yang sentral dalam pembahasan atau teori mereka. Berikut ini terdapat tiga contoh yang
mendukung pernyataan tersebut (Hilgard, 1956):
1. Tollman, di dalam definisinya mengenai perilaku sebagai hal yang terlebih-Iebih bersifat
molar atau keseluruhan dari pada molecular atau bagian-bagiannya (perbedaan molar
dan molecular terletakpada inti sistem).Tollman mengemukakan perilaku yang terlebih-
lebih bersifat molar tersebut, yang utama diperoleh dari belajar.
2. Guthrie menandaskan bahwa belajar adalah memang sifatnya jiwa manusia. Dia
menyatakan bahwa kemampuan belalar adalah ke~J2ua-'1!!leL~.s.PQn..P!:l.@ D:'!~situasi
dengan ca~~~beda -antar'a indIvidu satu dengan lainl!ya. _Karena m~sing__masing
11

---
--

individu berbeda-beda pengalaman meresponnya. Yang membedakan makluk hidup


satu dengan lainnya adalah fungsi otaknya.
3. Hull dalam pengantar teori perilaku, menjelaskan mengenai perilaku kebiasaan untuk
menjelaskan beberapa teori belajar. Hull sangatjarang memisahkan antara teori belajar
dan teori perilaku karena begitu pentingnya belajar dalam konsep perilaku. Buku-
bukunya terutama membahas belajar.

Walaupun tidak semua psikolog memberi porsi sarnatentang teori belajar di dalam teori-
teori mereka, kenyataannya mereka membuat hal tersebut sebagai keharusan dalam teori-
teori mereka, terutama masalah belajar, dengan suatu cara yang sarna atau yang berbeda.
Karena itu aspek sistematik teori belajar menjadi penting bagi semua psikolog yang tertarik
dalam teori-teori belajar yang lebih umum (Hilgard, 1956).
Mengenai hal tersebut, Sumadi Suryabrata (1993)juga menandaskan bahwa sebagaian
teori-t~fiPSik.plogis menjadikan masalah belajar itu sebagai hal yang sentral, walaupun
kadang-kadang tidak dinyatakan secara eksplisit.

B. PENGARUH PRA-PSIKOLOGI TERHADAP STUDI BELAJAR


Ketertarik'n melakukan ~di mengenai belaiar. sudah adajauh sebelum para psikolog untuk
pertamakali melakukan studi formal terh!~ap obyek keilmuan ~sikologi.
_./ Sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri, psikologi belajar
-. dipengaruhi oleh filsafat dalam
membahas tentang belajar, dan ilmu alam mempengaruhi psikologi belajar dalam metode
-
~nelitian~ (~ittig,1981]. -- - -- - --
1. Filsafat
Salah satu obyek yang selalu menarik para filosof adalah ~anan pikiran individu untuk
mempersel'~kan ~Il!!ia!.l~a.Tidak seperti otak, pikiran tidak dapat diukur atau diobservasi
secara langsung. Seluruh ide "pikiran" merupakan suatu konstruk hipotetis, yang dapat
digunakan untuk menjelaskan fenomena~~r!e~tu(Wittig, 1981).
PikiraI!Jtwat dijelask~n sebagai tempat menerima danmeI1-yimpan..sensasi. Tetapi para
filosof tidak setuju dengan pendapatbahwa pikiran sebagaitempat menerima dan menyimpan
yang pasif. Para filosof mencoba engar-tikan.pikinmsebagaiproses..mentalYHl1g
'"-stif.
Aristoteles mengajukan pendapat bahwa bentuk-bentuk tertentu dari pikiran manusia
merupakan kemampuan mengetahui kebenaran. Aristoteles percaya bahwa asosiasi dan
penggunaan informasi berperan memungkinkan manusia dapat memiliki pengertian yang
logis (Wittig, 1981).
Aristoteles (dalam Wittig, 1981)mengajukan tiga hukum asosiasi yang men.gatur~
pikiran manusia. Pertama, contiguity
;:, . . '. ,"-. berarti terdapat
.--- hubungan antara ide satu de..ngan.
J!11~~m~mbentuk suatu a~~j tertentu. Kedua,similarity memi1ikU~likasi bahwa
ide-ide be!!iub_uEgankarena_. adanya
. kesamaan dan kesesuaian.
- . -... Ide-ideberhubungan karena
terdapat perbedaan atau perlawaiian, kondisi tersebut sesmiI ~engan I!LWof contrast. Misalnya:
tiga subyek berada di dalam laboratrium penelitian, dan peneliti menyampatkan stimulus

12
berupa kata "hitam", serta meminta setiap subyek untuk menuliskan di kertas tentang apa
yang pertama kali mereka pikirkan mengenai kata "hitam" tersebut. Subyek pertama menulis
kata "malam", subyek kedua menulis kata "negro", dan subyek ketiga menulis kata "putih".
Ketiga respon tersebut sesuai dengan hukum asosiasi Aristoteles: respon subyek pertama
merupakan contiguty (menghubungkan) antara kegelapan (hitam) dengan waktu malam,
respon subyek kedua menunjukk~nad~nyasimilaritas (kefamaa~), dan respon subyekketiga
menunj!lkkan ~.Qa!!yaperbedaa!!...atall"perlawanan.
Aristoteles (dalam Wittig, 1981) percaya bahwa individu menggunakan i.!!formasi
berdasarkan kebenaran, dengan melihat bagia!l-1?~ian gafi !!!for.masitersebyt sehingga
dapat dibua1 suafu ringkasan-terteJ1tu.(disebuLpemikirallinduksi), atau melihat proposisi
yang ada dan membuat kesimpulan perbagiannya (disebut pemikiran decIuksi).Contoh
~l!1ikiran induksi:seorangpsikologmelakukanQJ)serv~ite..r~a9apkeiadi~n-k_e.illdla!Lkbusus,
kemudian ia membuat prinsip-prinsjp umum tentang hasil obser.vasi tersebut. Contoh
pemikiran deduksi: prinsip-prinsip umuII)xang ada digunakan untuk memp~dik~ kejadian-
kejadian khusus.
2. Psikologi Belajar Sebagai IImu Pengetahuan
Sebagaimana cabang-cabang psikologi lainnya, psikologi belajar menggunakan pendekatan
ilmiah untuk studi tentang perilaku. Ini berarti bahwa kesimpulan-kesimpulan psikologis
~arus berdasarkan hasil observasi yang tepa1..Qanobyektif. Dan psikologi belajar mendapat
kontribusi tentangmetode eksperimentaldari ilmupengetahuanala~~njagLki!RP~ndekatan
psikolog16~laiar -~~sllat Tmia~.NIIsaIriya: iIinuwan fisika, melakukan kontrol terhadap
variabel-variabelyang tidakberhubunganatautidakrelevan denganpenelitian,agarfenomena-
fenomena penelitian tidakterkontaminasioleh variabel-variabeltersebut. Sesuaicara pandang
ilmuwan fisika, para psikolog mengontrol variabel-variabel yang tidak relevan dengan
peneliti~genai belajar, sehingga hasil penelitian dapat diinterpretasikan sesuai prinsip-
rinsip belajaij
I

~rman Ebbinghaus
HermanEbbinghau~merupakaneen~litipert;!JJlatentaogbela~. Bahkanmetodepenelitiannya

-
masih digunakan sampai sekarang. Ebbinghaus merupakan ilm.!lwanyang pertama kali
meneliti secara sistematis mengenai ingatan. Dari hasil penelitiannya, Ebbinghaus (dalam
Wittig, 1981) menyimpulkan bahwa ada beberapa variabel yang mempengaruhi ingatan
Yill!:u:himanya waktu antara belajar dan mengingat kembali, tipe benda yang diingat, jumlah
materi yang dHng<!t,dan pengaruh dari pengalaman belajar terhadap pengalaman-belajar
~Jlnj!ll!lya. Contoh penelitian yang dilakukan'Ebbinghaus: sebagai peneliti sekaligus
subyek penelitian, Ebbinghaus mencoba mengingat silabel yang tidak membentuk kata, yang
terdiri dari konsonan - vokal - konsonan, misalnya YOF. Ebbinghaus tidak mendapatkan
pengalaman belajar yang berupa kemampuan untuk ~asosiasikan silabel tersebut. Dan
terbukti setelah beberapa tahun, pengalaman tersebut tidak berubah secara substansial

13

-- - --
dibandingkan kesimpulan pada tahun pertama. HasHpenelitian tersebut dapat digambarkan
melalui kurva berikut ini (dalam Wittig, 1981):

Tinggi

Perform ani
kinerja

Rendah

o ~T
Waktu selama belajar
Gambar 2

2. "~em" PsikolQgi
Dengan berkembangnya psikologi menjadi ilmu pengetahuan, ada beberapa usaha untuk
mel!ielasJ~aI1p~rilaku secara komprehensif, ini disebut "sistem" psikologi. Di dalam sejarah
studi tentang belajar, "sistem" berusaha menjelaskan seiuruh perilaku, yang mana termasuk
dan mempengaruhi studi tentang belajar (Wittig, 1981).
"Sistem" vs "Teori"
Sistem secara mendasar adalah usaha menjelaskan seluruh perilaku, sementara teori yang
kemudian dikembangkan hanya berusaha menjelaskan sebagian perilaku. Jadi teori belajar
adalah secara ekslusifhanya menjelaskan tentang belajar, dari pada menjelaskan keseluruhan
range dari perilaku yang dibahas di dalam psil~Qlogi.Tetapi bagaimanapunjuga, spesialisasi
telah diusahakan di psikologi,penyelidikandipersempitlapangan studinya sesuai spesialisasi,
dan masing-masing mengikatkan diri untuk menyelidiki hukum-hukum dan model-model
psikologis (Wittig, 1981) .
a. Strukturalisme
Struk~er!lpakan
~ sistem- psikologi
- yang pertama kali ada. Penemunya adalah
..~-
~
Wilhelm WuJ!flt (1832 - 1920) dan Edward Titchener (1867 - 1927) berusaha menjelaskan
struk!J,lr.l2i!<iran.
Usaha ini menjadikan sistem dari W. Wundt dan E. Titchener disebut
stl1J~tu_r~li~~e.ParastrukturalismengumpulI<anCfat'adengan
menggunakanlaporanintrospeksi
dari subyek individu dewasa yang normal. Mereka mengadakan penelitian dalam setting
labratorium dan menggunakan metode ilmiah. Introspeksi mendasarkan pada laporan-
laporan subyektif dari subyek, yang berupa laporan mengenai pengalaman sensasi, imajinasi
dan perasaan subyek. Tetapi perkembangan selanjutnya, sebagian dari para strukturalis
mengembangkan sitematika yang berbeda-beda, yaitu ada yang membatasi studi mereka

14
dengan menggunakan subyek individu dewasa yang normal, dan ada pula yang tidak puas
terhadap cara pengumpulan data dengan metode introspeksi (Wittig, 1981).
b. Fungsionalisme
Kelompok yang menekankan pentin.8?yakegunaan atau fu~gsi dari l2erilal<umem)Jncylkan
gstem yang qisebut fungsionalisme. Adaptasi terhadap lingkungan merupakan. aspek
fungsionalisme yang utama. Adaptasi terhadap lingkungan, tIdak hanya dipelajari oleh
indiv1dUaewasa yang n;mi~l tetapi jug!! olel1...anak~.an::lk,hewaQJ:lallQIang:Qrqogyang
memilikl pola kepiiGadTanabl\oonal. I~ara fungsionalis telah membantu perkembangan
psTkologT:dengan mempelajari variasi subyek dalaJILberbagaLkeadaan atau.JingkuIl.gan,
misalnya penelitian di dalam kelas,perusahaan, atau alam dalam seting laboratorium (Wittig,
1981).
c. Asosiasionisme
Perhatian
-- -- - utama asosiasionisme
,- adal~hmenc.Qb.!l.Un1uk.mem::lbamibagaimana..t~rbentuknya
.'
pasangan stimulus :-respon. Sumbangan utama dari asosiasionisme, seperti dinyatakan oleh
Ed.w.ardIl19mdjl<e(1874 - 1949) tentang pentingnya reinf~cement dalam mempengaruhi
perilaku, dimana pengaruh reinforcement tersebut mernunculkanhukum efek (Wittig, 1981).
Hukum efek menyatakan bahwa individu cenderung mengulangi respon yang sarna
dalam situasi yang sarna, bila respon tersebut mendatangkan }<:epuasanbagi dirinya. Dan
sebaliknya, bila respon tidak mendatangkan kepuasan, maka individu cende!Jlngtidakakan
mengulangi lagi. Hasil penelitian Thorndike menunjukkan bahw1!..Punishment tidaklah sarna
dim bahkan berlawanaJ.ldengan reinforcemenf.'Leblh-lan]ltlThorndike menjelaskanbahwa
~~s!:!p'unj!}divic!.\!.
menghadapi stimulu~ yang sarna. tempi kehadiran punishment dapat
menekan respon yang pernah individu lakuk_ap,dan_dalam-wak.m-yang&amaindivid1.lakan
melakukan respon I'ainnya.Misalnya: salah satu penelitian Thorndike untuk menggambarkan
pengaruh reinforcement dan punishment terhadap perilaku ayam. Ayam sebagai subyek
penelitian diletakkan di dalam kotak besar yang memiliki tiga lorong yang dapat
membingungkan ayam. Lorong pertama menuju ke kotak makanan, lorong kedua dan ketiga
merupakan lorong buntu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan ayam untuk
memilih lorong pertama meningkat karena adanya makanan, tetapi sebaliknya akan menurun
dan bahkan memilih lorong lainnya bila pada lorong pertama makanannya ditiadakan dan
diganti dengan kehadiran punishment yang berupa kurungan (Wittig, 1981).
d. Behaviorisme
Satu sistem yang dikenal radikal dan dikembangkan sebagai reaksi terh::lcl<1p
stmkturalisme,
dikenal sebagai behaviorisme. John B. Watson (18.78.:~piH pendekatan ini, cI<1n
menggambarkan organisma sebagai "kotak hitam" (tLdalLdikeJablli prn<:esmentalnya) yang
hanya akan memberikanrespon t5Ila ada stnTiiiJUSYangmengenain.ya. Watson berpendapat
bahwa studi ten tang perilaku yang dilakukan para psikolog, seharusnya diarahkan kepada
studi~el!~1]gjJenlaKu-perilaku-yang dapardt615servasi misalnya gerakan otot muskuler dan
sekresi kelenjar, bukannya aktivitas mental yang tidak dapat diobservasi (Wittig, 1981).

15

- -
Pendapat Watson tersebut menunjukkan bahwa behaviorisme meru~kan sistem yang
radikal, tidak bersedia !J1emikirkanproses betpikir 9J!!l.1idakm~erimakOOseJLPemTICTran
yang lain. Kemudian muncul behaviorisme yang lebih moderat, yang berpendapat bahwa
meskipun ~ros~LPjkiran tidakda-pat Qt()b~ervasilangsung, tetapi dapat diobservasi dari
perilaku yang nampak yang merupakan ha~ildari prose.spikiran. Behavioris!l1~yang_radikal
cenderung berpedoman ada physical determinism yaitu respon organisl1}1} merupabn has.iI
dari kondisi lingkungannya (Wittig, 1981).
e. Sistem Lainnya
Dua sistem yang lain yang juga berpengaruh pada psikologi belajar yaitu Psikologi Gestalt
dan Psikologj Psikoanalisa.Psikologi gestalt melakukan studi pada bidang belajarper:septual.
Psikologi gestalt berpendapat bahwa keseluruhan selalu memberi arti yang lebih bermakna
dari pada bagian-bagiannya. Psikologi gestalt mengajukan konsep insig_htyang memiliki
pengertian bahwa belajar adalah pemerolehan insight atau p~mahaman agar tercap~nya
pengertianpenuh ataumeaningfuII (Wittig, 1981).
Psikologi psikoanalisa muncul lebih disebabkan adanya minat Freud terhadap bidang
terapi psikolo_gidari pada usaha sistematisasi psikologi. Sebagian hesar para psikoanalis
lebih tertarik mem)2elajaribagian tak sadar organisma (aktivitas mental yang berada pada
bagian tak sadar organisma) (Wittig 1981).
;3. Teori-teori Belajar
I Di dalam sejarah studi tentang belajar, ke enam sistem atau aliran tersebut di atas (strukturali~me,
fungsionalisme, asosiasionisme,behaviorisme,psikologi gesataltdan psikologi psikoanaIisa)
mempengaruhi penelitian-p~nelit!an pada awal abad ke - 20. '!,'etapipengaruhnya mulai
berkura~ada tahun 1930, sebab penelitian-penelitian psikologi selanjutnya lebih
memusatkan ~tian kepada-masalah proses sentral psikologi...ss:perti...belaiar.
motivasi,
p~epsl._Teori-teOribelaJar kompreh~sif menjadi kekuatan bam. yang d01J1in;lndalam
perkembangan selanjutnya. Pola yang berkembang antara lain (1) psikologi mengutamakan
penelitian dan percobaan-percobaan, (2) tekanan studi psikologi menggunakan observasi
perilaku, (3) tekanan kepada pentingnya proses belajar, (4) analisis S-R dalam studi perilaku,
dan (5) penelitian mengenai belajar merupakanupaya iImu dasar bukan sekedar iImu terapan
(Nana Sujana, 1990).
Dengan semakin berkurangnya pengaruh sistem-sistem tersebut di atas, maka mulai
dibangun teori-teori baru. Sebagai contoh, berkurangnya pengaruh behaviorisme, maka
muncul neo-behaviorisme.Padaumumnya,teori-teoribelajardidentifikasi dari nama pencetus
teori tersebut, dan bukan dari tanda diskriptif (contoh tanda diskriptif: strukturalisme,
fungsionalisme) .
a. Edwin Guthrie
Edwin Guthrie (1886 - 1959) percaya bahwa contiguity (hubungan) ada di dalam proses
belajar, yaitu contiguity antara stimulus dan respon. Dan reinforcement berperan penting di
dalam belajar yaitu merubah kondisi stimulus, sehingga stimulus hanya memunculkan

16
respon tertentu yang diharapkan dan mencegah munculnya respon-respon lain yang tidak
diharapkan (Wittig, 1981). Selain itu, Guthrie mengkritik hukum efek dari Thorndike yang
dinilainya terlalu memperhatikan hasil belajar dari pada proses belajar. Jadi Guthrie lebih
menitik beratkan pada proses belajar.
b. rk Hull

~
Teor' elajar yang diusulkan oleh Clark Hull (1884 - 1952) dikenal sebagai teori deduktif-
mat matis (Wittig, 1981), Hal tersebut menunjukkan bahwa Hull berusaha menjelaskan
enderungan munculnya respon dari dalil-dalil yang formal dan berlaku umum (deduktif),
dan berusaha memformulasikan dalam bentuk matematis. Berdasarkan teori deduktif -
matematis, Hull (dalam Wittig, 1981)menjelaskan kecenderungan respon organisma sebagai
berikut:

keterangan:
sEr potensi reaksi (kecenderungan respon)
sHr kekuatan kebiasaan
V : intensitas stimulus ~

D : dorongan (motivasi)
K : nilai reinforcement
I r : hambatan reaksi (potensi hambatan yang bersifat temporal)
sIr : hambatan yang dikondisikan ( potensi hambatan yang dipelajari )

cJ
c. dward Tolman
Ed ard Tolman (dalam Nana Sujana, 1990) mengusulkan teori behaviorisme yang purposif,
yang didalamnya mencakup segi positif dari konsep behavioristik dan kognitif. Tolman
menganggap teori psikologi harus membahas tujuan akhir dari suatu proses. Tolman
mengakui keberadaan tiga teori belajaryang salingbersaing yaituteori reflek yang berkondisi,
teori trial and error, dan teori gestalt; danjuga koinbinasi dari ketiga teori tersebut. Tolman
berpendapat bahwa melalui perilaku bertujuan, proses belajar bukanlah sesuatu situasi yang
dapat diamati semuanya, tetapi proses nyata dari belajar terdiri dari operasi kognitif yang
~usat.
d. B.F. Skinner
B.F. Sk\nner mencurahkan karirnya untuk berusaha mencari jawaban tentang bagaimana
perilak~ dapat dimanipulasi dengan mengelola kondisi reinforcement? Dalam usahanya
~rsebut, Skinnertidakmemperhitungkankondisiinternalorganisma,sepertikondisi psikologis

17

- -- --
atau kognitif organisma. Skinner melakukan penelitian-penelitian, danberhasil mendapatkan
jawaban dalam bentuk penjelasan mengenai "perilaku operan" dan kondisi-kondisi yang
dapat mempengaruhi perilaku organisma.
e. Teori Belajar Lainnya
Donald Hebb (1904) mengusulkan suatu teori yang disebut physiological learning atau
belajar fisiologis. Hebb (dalam Wittig, 1981) menyatakan bahwa di dahim belaj~apat
proses perubahan elektrokimia di dalam satu atau lebih sinaps,.~ang '?~rad..adi antara axon

_
satu sel syaraf dan dendrit. Perubahan di sinaps tersebut dikendalikan oleh sistem syaraf
pusat, yang memungkinkan dapat terjadi sign'!Lsjl~.!1..g~~s!n~ps.
Teori dari Hebb ini salah satu dari teori-teori yang berdasarkan proses fisiologis.
-
Teori
yang lain (di dalam Wittig, 1981) menyatakan bahwa belajar adalah hasil dari penyimpanan
pesan-pesan di dalam molekul-molekul partikular seperti protein yang dihasilkan oleh RNA
(ribonucleic acid) yang ditemukan di dalam nukleus sel-sel syaraf.
Teori belajar kognitif menekankan pentingnya proses-pr~~~ mental-y<!ngleblll t!Eggi,
s~i sikap, k~ercayaan, dan persepsi. Teori ini secara khusus tertarik pada proses
i~1.lal, d'!!.1_I1!.~eljt!
cara-S1'tJ:a
o.n~.,!nisma
menggunakan dan mengembangkan peranan
logika, ~emecahan masala~nbahas.a. Sehmgga subyek-subyek penelitian yang digunakan
adalah
~_._- manusia (Wittig, 1981).
_ Teori belajarperkembangan menekankan pentingnya interaksi antaraJJ.ertumbuhanfisik
dan perkembangan intele!<tualorganisma. Salah satu teori belaj'arperkembangan adalah teori
perkemban~n kognitif darl J~an Piaget, yang membagi perkembangan kognitif organisma
menjadi e~Pflt tah"ful'!.n!.
d~n antara tahapan satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
--
Teori ini menunjukkan pentingnya-perkemba!!ga!11isik~ankesiapan kognitif (Wittig, 1981).

D. PENDEKA TAN-PENDEKA TAN KONTEMPORER


Di dalam sejarahnya, pendekatan-pendekatan di dalam mengupas tentang belajarterbagi tiga
yaitu: pendekatan asosiasi dan pendekatan kognitif, pendekatan ethologi, serta pendekatan
belajar verbal.
1. Pendekatan Asosiasi dan Pendekatan Kognitif
Dari penjelasan tentang teori-teori belajar tersebut di atas, teori-teori tersebut terbagi dua
kelompok besar yaitubehaviorisme (pendekatan asosiasi) dan kognitif (pendekatan kognitit).
Kelompok pertama menekankan pentingnya proses asosiasi yaitu "ikatan stimulus - respon"
di dalam belajar. Dan kelompok kedua menekankan pentingnya proses kognitif yaitu adanya
proses mental yang lebih tinggi (Wittig, 1981).
2. Pendekatan Ethologi
Selain pendekatan asosiasi dan kognitif tersebut di atas, muncul pendekatan ethologi. Para
ethologi melakukan observasi pada organisma di dalam seting alami mereka, dan berusaha
menentukan karakteristik perilaku organisma berdasarkan spesiesnya. Pendekatan ethologi

18
menenkankan pentingnya struktur biologis dalam mempelajari respon organisma (Wittig,
1981).
3. Pendekatan Belajar Verbal
Satu bidang studi dalam belajar yang tidak dapat dimasukkan ke dalam katagori-katagori
pendekatan di atas adalah belajar verbal (verbal learning) dan perilaku bahasa (language
behavior). Pendekatan belajar verbal dan perilaku bahasa berusaha menerapkan pendekatan
asosiasi dan kognitif (Wittig, 1981).

19

Anda mungkin juga menyukai