KELOMPOK 10
GRACIANLY SUMAMPOW
BILLY KAMPU
CIVITAVECIA OLEY
ANGELITA MONIYUNG
RUSMAN HASAN
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul "Penyalahangunaan Napza dan Kebiasaan Merokok pada Remaja.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangsih dalam penyelesaian makalah ini baik itu materi,
gagasan maupun tenaga.
Dan harapan Penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman pembaca tentang pencehagan dari penyalahgunaan Napza dan Kebiasaan
Merokok Pada Remaja. Dan untuk ke depannya kami harap dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Tomohon, September
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman judul....................................................................................... i
Kata Pengantar..................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
Rumusan Masalah.. 5
Tujuan Penulisan 5
BAB II : ISI
Pengertian NAPZA . 6
A. Kesimpulan.............................................................................. 22
B. Saran........................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini NAPZA menjadi sebuah isu yang sangat menggemparkan dunia, di Indonesia
terutama, hampir setiap hari kita dihadapkan dengan berbagai kasus yang melibatkan baik itu
pengedar maupun penyalahguna. Penyalahgunaan NAPZA merupakan penjajah tanpa wajah,
kini NAPZA dijadikan suatu bisnis haram besar-besaran oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Pengedarnya pun tidak hanya dari dalam negeri tapi luar negeri. Meskipun
dulu kita dijajah secara fisik oleh bangsa-bangsa asing, namun sekarang kita dijajah secara
abstrak oleh pihak-pihak asing, dimana pengaruh-pengaruh negatif yang datang tidak hanya
melalui teknologi, namun pengaruh negatif tercipta dengan sendirinya di dalam permasalahan
bangsa untuk menghancurkan bangsa itu sendiri.
Jean Piaget memandang bahwa tahapan perkembangan kognitif remaja masuk pada
tahap operasional formal, dimana remaja memandang dirinya hampir sama dengan orang
dewasa, selalu ingin mengambil keputusan dgn sendirinya padahal Remaja masih menjadi
tanggung jawab dibawah asuhan keluarganya. Namun intervensi dari lingkungan begitu kuat,
nah hal itulah yang sering kali membuat remaja terjebak. Perkembangban remaja juga dapat
kita lihat melalui fisiknya, secara biologis. Terdapat pertumbuhan hormon-hormon baik
testosteron untuk laki-laki dan esterogen untuk perempuan. Peranan orang tua sangat penting
karena itu berlangsung sepanjang hidup, tekanan dan pengaruh lingkungan dapat di atasi jika
peranan orang tua betul-betul berjalan dengan baik.
Selain Penyalahgunaan NAPZA remaja juga rentan dengan Perilaku merokok. Perilaku
merokok sudah dimulai pada masa anak-anak dan masa remaja. Hampir sebagian memahami
akibat berbahaya dari merokok. Pertanyaanya, kenapa masih banyak diantara remaja ini tidak
mencoba menghindari perilaku tersebut?
Sebuah penelitian telah dilakukan oleh Avin Fadilla Helmi dari Universitas Gadjah Mada dan
4
Terdapat berbagai macam alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Secara
umum, perilaku merokok disebabkan faktor dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan.
Faktor dalam diri remaja dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja, yaitu krisis psikososial
dari Erikson yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa mencari jati dirinya.
Perilaku merokok merupakan simbol bahwa mereka telah matang, punya kekuatan, bisa
menjadi pemimpin dan memiliki daya tarik pada lawan jenis. Adanya faktor kepuasan
psikologi yang diperoleh dari merokok yaitu berupa keyakinan dan perasaan menyenangkan
dapat membuat perilaku ini semakin kuat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan NAPZA?
2. Apa penyebab penyalahgunaan NAPZA?
3. Bagaimana Pengaruh dan Akibat Penyalahgunaan Napza ?
4. Bagaimana Petunjuk Umum Mengenali Anak Bermasalah Napza?
5. Bagaimana Penanggulangan Dan Penanganan Penyalahgunaan Napza?
6. Jelaskan bagaimana Sikap Orang Tua Tentang Napza?
7. Jelaskan Penyebab dan cara mengatasi kebiasaan merokok pada remaja?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk menjelelaskan tentang NAPZA.
2. Untuk mengetahui Penyebab penyalahgunaan NAPZA.
3. Untuk mendeskripsikan Pengaruh dan Akibat Penyalahgunaan NAPZA
4. Untuk menjelaskan tentang Petunjuk Umum Mengenali Anak Bermasalah NAPZA
5. Untuk menjelaskan Penanggulangan Dan Penanganan Penyalahgunaan NAPZA
6. Untuk menjelaskan sikap orang tua tentang NAPZA.
7. Untuk menjelaskan Penyebab dan cara mengatasi kebiasaan merokok pada remaja
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN NAPZA
NAPZA merupakan perkembangan dari Narkoba yang berubah nama seiring dengan
bertambahnya jumlah bahan yang masuk dalam kriteria NAPZA. NAPZA merupakan singkatan
dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
1. Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Golongan Narkotika :
a. Golongan I
Hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk
pengobatan serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan.
(Contoh : heroin, putauw, kokain, ganja )
b. Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan akhir dan dapat
dipergunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan, mempunyai potensi tinggi untuk
menimbulkan ketergantungan. ( Contoh : morfin, petidin )
c. Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan akhir dan dapat
dipergunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan, mempunyai potensi ringan
untuk menimbulkan ketergantungan. ( Contoh : kodein )
Narkotika yang sering di salah gunakan adalah narkotika golongan I :
1) Opiat adalah bahan-bahan yang berasal dari tanaman Papaver Somniferrum atau tanaman
candu. Tanaman ini termasuk tumbuhan semak (perdu). Bahan-bahan opiat yang sering
disalahgunakan adalah: morfin, heroin (putauw), petidin,candu
2) Ganja atau kanabis adalah tanaman sejenis rumput.Tanaman ini dapat berbunga dan
berbuah, daun bunga dan buah yang ada pada ujung-ujung tangkai dikeringkan kemudian
dirajang rajang seperti tembakau yang antara lain mengandung zat kimia 9
tetrahidrocannabinol (delta - 9 - THC) atau lebih sering dikenal sebagai THC yaitu zat
psikoaktif yang mempengaruhi perasaan dan penglihatan serta pendengaran. Saat
6
pertama kali orang mengisap ganja, reaksi juga akan berbeda-beda tergantung kekuatan
THC serta dosis yang dipakai. Ada yang tidak merasakan reaksi apa-apa, tetapi ada pula
yang mendapatkan perasaan aneh atau takut. Ganja menimbulkan ketergantungan mental
yang diikuti oleh kecanduan fisik dalam jangka waktu yang lama. Bila seseorang terus-
menerus mengisap ganja, maka lama-kelamaan timbul kerusakan seperti bronchitis,
sinusitis, emphysema, dan pharingitis. Efek-efek yang ditimbulkan adalah antara lain
hilangnya konsentrasi, peningkatan denyut jantung, kehilangan keseimbangan
dan koordinasi tubuh, rasa gelisah dan panik, depresi, kebingungan atau halusinasi .
Gejala psikologis: hilang semangat, menurunnya prestasi sekolah dan prestasi olahraga,
cepat berubahnya suasana hati, sulit berkonsentrasi, hilang ingatan jangka pendek.
3) Kokain atau Coca berasal dari tanaman Erythroxylin coca. Daun coca ini mengandung
zat yang berkhasiat narkotika. Daun coca dipetik dan dikeringkan kemudian
diolah dengan bahan kimia sehingga menghasilkan kokain. Kokain berbentuk kristal
putih atau bubuk putih, dan bisa juga berbentuk larutan jernih. Bila dicicipi rasanya pahit
dan kebal. Penggunaannya biasanya dihisap melalui hidung (sniffing, intranasal), tetapi
seringkali diinjeksikan melalui vena.
2. Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Golongan Psikotropika
a. Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
b. Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Amphetamine.
c. Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital. Flunitrazepam
7
d. Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : diazepam, bromazepam,
fenobarbital, klonazepam,klordiazepoxide,nitrazepam,seperti pil BK, pil Koplo,
Rohipnol, Dumolid, Mogadon.
Obat-obat psikotropika yang sering disalahgunakan :
1. obat-obat dari golongan perangsang (Stimulansi)/Psikostimulansia: amfetamin, ekstasi,
shabu
2. obat penekan SSP (depressant), yang terdiri dari obat tidur (sedative hypnotika) Sedatif
dan Hipnotika (obat penenang dan obat tidur): Mogadon (MG), BK, Dumolid (DUM),
Rohypnol (Rohyp), Lexotan (Lexo), Pil koplo dan lain-lain
3. obat penenang (hallusinogen): Lysergic Acid Diethylamide (LSD), Mushroom
9
e. Keingintahuan yang besar dan selalu ingin mencoba
f. Keinginan mengikuti mode.
g. Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
h. Keinginan untuk bersenang-senang.
i. Putus sekolah
j. Kurang menghayati nilai-nilai keimanan.
k. Kemampuan komunikasi yang rendah.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan keluarga
a. Komunikasi anak dan orang tua kurang baik.
b. Hubungan keluarga kurang harmonis
c. Orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi.
d. Orang tua otoriter atau banyak melarang.
e. Orang tua yang terlalu serba membolehkan.
f. Kurangnya orang yang menjadi model atau teladan.
g. Orang tua kurang peduli atau tidak tahu tentang NAPZA
h. Orang tua atau anggota keluarga yang lain ada yang menyalah gunakan napza.
i. Kurang kehidupan beragama dalam keluarga.
Lingkungan sekolah.
a. Sekolah yang kurang disiplin
b. Sekolah terletak dekat dengan tempat hiburan.
c. Sekolah kurang memberi kesempatan pada siswanya untuk mengembangkan
kreatifitas yang positif
d. Adanya siswa yang menggunakan napza
e. Cara mengajar yang kurang menyenangkan
f. Materi yang kurang memadai tentang pencegahan penyalahgunaan NAPZA
Lingkungan teman sebaya
a. Berteman dengan teman yang memakai napza.
b. Ancaman atau tekanan teman kelompok atau pengedar.
10
Lingkungan masyarakat atau sosial
a. Lemahnya penegakan hokum
b. Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.
3. Faktor Napza
a. Mudahnya di dapatkannya
b. Banyaknya iklan alkohol atau rokok yang menarik untuk dicoba
c. Efek atau kasiat yang menyenangkan dari napza.
12
Tanda-tanda umum untuk mengenali apakah anak sudah mulai terlibat dalam penyalahgunaan
NAPZA :
1. Prestasi anak menurun tajam.
2. Kebiasaan berpakaian yang berubah drastis, dari yang rapih menjadi buruk.
3. Perubahan tingkah laku yang tidak seperti biasanya/semestinya.
4. Anak tidak memperhatikan kebersihan diri sendiri.
5. Mendadak menjadi pendiam dan sering menyendiri dikamar serta cenderung apatis.
6. Tidak menuruti lagi disiplin rumah.
7. Mata sering merah dan nafsu makan berubah.
8. Berat badan menurun.
9. Gampang tersinggung.
10. Anda sering mencium bau aneh di kamarnya.
11. Mulai ada insiden-insiden pencurian dirumah atau di sekolah yang dilaporkan.
13
4. keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak-anaknya
5. keberhasilan dalam prestasi sekolah
6. ikatan dengan lembaga-lembaga prososial seperti sekolah atau organisasi keagamaan
7. pemahaman terhadap nilai atau norma-norma umum mengenai penyalahgunaan
NAPZA (sangksi, etika, dll)
b. Faktor risiko terdiri atas :
1. Lingkungan rumah yang tak beraturan, terutama bila orangtua juga
menyalahgunakan NAPZA atau menderita penyakit mental
2. Pola pengasuhan yang tidak efektif, terutama terhadap anak dengan sifat-sifat yang
sulit atau kelainan-kelainan perilaku
3. Kekurangan perhatian dan kasih sayang serta keintiman
4. Rasa malu yang berlebihan atau sifat agresif di dalam kelas
5. Kegagalan dalam prestasi sekolah
6. Ketidakmampuan menghadapi situasi sosial di sekitar
7. Afiliasi atau keterikatan pada kelompok sebaya yang berperilaku menyimpang
8. Sikap permisif terhadap perilaku penggunaan NAPZA oleh lingkungan keluarga,
kerja, sekolah, kelompok sebaya dan masyarakat.
2. Beberapa Aspek Penting Dalam Merencanakan Pencegahan
Para perencana program hendaknya memperhatikan beberapa aspek penting dalam
perencanaan program pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Aspek-aspek kritis antara
lain :
a. Hubungan keluarga.
Program pencegahan bisa meliputi upaya mengajarkan ketrampilan komunikasi yang
baik, disiplin, pembuatan aturan yang tegas dan konsisten antar orang tua dan anak.
Penelitian menunjukkan bahwa orang tua harus melibatkan diri secara lebih aktif di dalam
kehidupan anak-anaknya termasuk berbicara mengenai NAPZA, memantau kegiatan
anak-anak, mengenal teman-teman anak, dan memahami persoalan serta keprihatinan
yang dihadapi anak-anak.
b. Hubungan pertemanan sebaya
Program diarahkan pada hubungan seseorang dengan sebayanya dengan
mengembangkan kemampuan komunikasi, membangun hubungan sebaya dan perilaku
yang positif, dan ketrampilan untuk menolak tawaran yang negatif.
14
3. Terapi dan Rehabilitasi
Perlu diperhatikan dalam terapi pada penyalahgunaan Napza adalah penanganan
kegawat daruratan yang berkaitan dengan penyalahgunaan Napza.Gawat darurat
yang terjadi pada penyalah gunaan napza meliputi :
Intoksikasi.
Overdosis.
Sindrom putus Napza.
Berbagai macam komplikasi medik ( fisik dan psikiatri )
Penting diperhatikan dalam kondisi gawat darurat penyalahgunaan napza adalah
ketrampilan dalam menentukan diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat
dilakukan intervensi medik.
Setelah masa kritis atau kegawatan terlewati dan setelah selesai menjalani
detoksifikasi atau proses pembebasan dari ketergantungan secara fisik maka langkah
selanjutnya adalah rehabilitasi dimana pada proses ini akan menentukan apakah dia
akan bisa sembuh atau kembali menggunakan tergantung pada proses rehabilitasi ini.
Pada masa rehabilitasi ini merupakan proses pembebasan dari ketergantungan secara
psikis.
15
2. Bombing anak unntuk mencari kawan sejati, yang tidak menjerumuskan dirinya
kehal-hal yang negative.
3. Mengetahui jadwal dan kegiatan anak serta teman bergaul anak-anaknya.
c. Mendukung kegiatan anak yang sehat dan kreatif.
1. Mendukung kegiatan anak disekolah, bereolah raga, memiliki hobi, bermain music
dan lain lain tanpa menuntut anak berprestasi.
2. Orang tua melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan anak.
d. Membuat kesepakatan bersama tentang norma dan peraturan.
1. Anak ingin kehidupan yang teratur. Ia belajar bertanggung jawab jika diterapkan
aturan bagi perilaku atau kegiatanya dehari-hari.
2. Tetapkan aturan secara adil terhadap semau anggota keluarga tanpa terkecuali
dengan orang tua.
G. KEBIASAAN MEROKOK
1. Penyebab Anak merokok
Para perokok biasanya mulai merokok sejak usia remaja. Bahkan ada beberapa yang
sudah memulainya sejak kanak-kanak. Sebelum memutuskan apa yang akan dilakukan pada
anak yang ketahuan merokok, sebaiknya pahami dulu mengapa mereka memulainya.
Dengan pemahaman, siapa tahu malah bisa menghindari anak dari rokok sejak awal. Berikut
beberapa alasan mengapa anak mulai merokok:
16
h. Tak ada yang menegur dan mengingatkan ketika melihat anak kecil atau remaja
merokok di tempat umum.
i. Murahnya harga rokok, bahkan anak dan remaja bisa mengeteng per batang.
j. Tak cukup paham dampak rokok pada kesehatan diri sendiri dan orang sekitar.
Berikut ini adalah penjelasan beberapa faktor yang berperan dalam perilaku merokok
pada remaja:
1. Faktor Individu
Erik H. Erikson (dalam Komalasari & Helmi, 2000) menyatakan bahwa keputusan
seorang remaja untuk merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami
pada masa perkembangannya, yaitu masa mencari identitas diri seperti usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Dalam masa remaja ini, sering
dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena ketidaksesuaian antara perkembangan psikis
dan sosial. Tugas utama seorang remaja adalah mengintegrasikan berbagai macam identifikasi
yang mereka bawa dari masa kanak-kanak menuju identitas yang lebih utuh (Miller, 1993).
Usaha-usaha untuk menemukan identitas diri tersebut tidak semuanya berjalan sesuai harapan,
oleh karenanya beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara kompensatoris.
Di sisi lain, saat pertama kali mengonsumsi rokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi
adalah batuk-batuk, lidah terasa getir, dan perut mual. Namun demikian, sebagian dari para
pemula tersebut mengabaikan perasaan tersebut, biasanya berlanjut menjadi kebiasaan, dan
akhirnya menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang
memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep tobacco
dependency (ketergantungan rokok). Artinya, perilaku merokok merupakan perilaku yang
menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan sifat
nikotin adalah adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan perasaan tidak
nyaman. Secara manusiawi, orang cenderung untuk menghindari ketidakseimbangan dan lebih
senang mempertahankan apa yang selama ini dirasakan sebagai kenikmatan sehingga dapat
dipahami jika para perokok sulit untuk berhenti merokok (Komalasari & Helmi, 2000).
Selain karena krisis psikososial dan kepuasan psikologis, perilaku merokok pada
remaja juga dapat timbul karena pengaruh emosi yang menyebabkan seorang individu mencari
relaksasi. Merokok dianggap dapat memudahkan berkonsentrasi, memperoleh pengalaman
yang menyenangkan, relaksasi, dan mengurangi ketegangan atau stres (Aritonang dalam
Komalasari & Helmi, 2000). Saat ini para remaja menghadapi berbagai tuntutan, harapan,
resiko-resiko, dan godaan-godaan yang nampaknya lebih banyak dan kompleks daripada yang
17
dihadapi para remaja generasi sebelumnya. Semua ini sangat berpotensi menyebabkan remaja
merasa tertekan dan stres. Remaja yang mengalami stres ini sangat mungkin mengembangkan
perilaku merokok sebagai suatu cara untuk mengatasi stres yang mereka hadapi karena
kurangnya perkembangan ketrampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab (Santrock, 2002). Hal ini sesuai dengan riset yang
dilakukan oleh Koalisi Untuk Indonesia Sehat (KuIS) terhadap 3.040 remaja di Jakarta yang
menghasilkan temuan bahwa perilaku merokok dengan motif meringankan ketegangan dan
stres menempati urutan tertinggi, yakni 54,59 persen .
Keterhubungan antara perilaku merokok dan stres telah diteliti oleh para ahli sejak tiga
dekade yang lalu. Fink (2007) mencatat bahwa terdapat beberapa penemuan yang
mengindikasikan bahwa secara klinis dan teoritis memang terdapat hubungan yang signifikan
antara perilaku merokok, stres, dan coping. Individu dengan masalah psikiatri seperti
gangguan major depressive, berbagai macam gangguan kecemasan, schizophrenia, gangguan
kepribadian antisosial, dan individu dengan trait kepribadian tertentu yang menyebabkan
mereka lebih sering mengalami distres pribadi lebih mungkin untuk merokok. Contohnya, trait
kepribadian neuroticism (kecenderungan umum untuk mengalami perasaan negatif dan stres)
ternyata berhubungan dengan tingginya prevalensi perilaku merokok. Beberapa hasil penelitian
terhadap keluarga, saudara kembar, dan molekul genetis memperlihatkan bahwa faktor genetis
memainkan peran penting dalam perilaku merokok dan respon terhadap stres. Lebih lanjut
dapat dijelaskan bahwa terdapat banyak gen yang berperan ganda, mempengaruhi seorang
individu untuk merokok dan membuat seorang individu cenderung mengembangkan trait
kepribadian dan gangguan psikiatri yang berhubungan dengan stres. Perilaku merokok juga
seringkali digunakan sebagai cara untuk mengatasi stres meskipun merokok bukanlah cara
coping yang sehat atau menguntungkan (Wills & Cleary dalam Davison, 2006). Seorang
mantan perokok seringkali memutuskan untuk mulai merokok lagi ketika mereka mengalami
stres karena kebanyakan perokok telah belajar bahwa merokok merupakan cara untuk
mengurangi stres (Brandon, 2000). Hal ini berarti bahwa perilaku merokok akan terjadi dan
akan dialami sebagai sebuah ganjaran (reward) bagi para perokok (Fink, 2007).
2. Faktor Lingkungan
Bandura dalam teori social learning berasumsi bahwa perilaku dan sistem nilai seorang
remaja terbentuk oleh sekumpulan interaksi yang kompleks antara hubungan-hubungan sosial
interpersonal. Perilaku bermasalah pada remaja, termasuk merokok, merupakan hasil interaksi
antara variabel interpersonal seperti kepribadian, sikap, dan perilaku, dengan sistem
18
lingkungan, termasuk lingkungan keluarga dan teman sebaya (Jessor & Jessor dalam
Richardson dkk, 2002).
Faktor lingkungan keluarga meliputi struktur keluarga, riwayat, pola hubungan orang
tua-anak, pola asuh, dan perilaku merokok orang tua. Struktur keluarga memainkan peran yang
cukup signifikan dalam hal ini, misalnya dalam sebuah penelitian terungkap bahwa perceraian
orang tua meningkatkan resiko perilaku ini (Gil dkk dalam Gullota & Adams, 2005). Di
samping struktur keluarga, riwayat keluarga juga memainkan peran yang tidak kalah
pentingnya. Keluarga dengan riwayat perilaku kejam, penyia-nyiaan, dan pengabaian
berkontribusi terhadap pemakaian dan penyalahgunaan zat pada remaja, termasuk perilaku
merokok. Pola interaksi dan hubungan dalam sebuah keluarga merupakan faktor yang juga
berkontribusi terhadap perilaku merokok, misalnya dalam keluarga dengan tingkat peraturan
dan pengawasan yang lebih ketat akan menurunkan tingkat perilaku merokok secara signifikan
(Guo dkk dalam Gullota & Adams, 2005). Pola asuh adalah faktor lain yang mempengaruhi
perilaku merokok. Secara lebih spesifik dapat dijelaskan bahwa perilaku merokok
berhubungan dengan pola asuh permisif dan rendahnya tingkat kelekatan. Selain itu, penelitian-
penelitian terdahulu menghasilkan temuan bahwa perilaku merokok orang tua mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap perilaku merokok remaja. Conrad, Flay, dan Hill (dalam
Richardson dkk, 2002) menemukan bahwa 7 dari 13 penelitian yang direview, perilaku
merokok orang tua secara signifikan menjadi prediktor munculnya perilaku merokok pada usia
remaja.
Perilaku merokok juga dapat disebabkan oleh pengaruh kelompok sebaya (peer
group). Kelompok sebaya seringkali menjadi faktor utama dalam masalah penggunaan zat oleh
remaja (Richardson dkk, 2002). Selama masa remaja, seorang individu mulai menghabiskan
lebih banyak waktu dengan teman sebayanya daripada dengan orang tua. Hal ini berarti bahwa
teman sebaya mempunyai peran yang sangat berarti bagi remaja, karena masa tersebut remaja
mulai memisahkan diri dari orang tua dan mulai bergabung pada kelompok sebaya. Kebutuhan
untuk diterima sering kali membuat remaja berbuat apa saja agar dapat diterima kelompoknya
dan terbebas dari sebutan pengecut dan banci (Komalasari & Helmi, 2000). Memiliki
teman-teman yang merokok memprediksi kebiasaan merokok pada seorang individu (Davison
dkk, 2006). Sikap teman sebaya terhadap penggunaan berbagai zat termasuk nikotin dapat
mempengaruhi individu untuk menggunakan zat tersebut. Dalam sebuah penelitian
longitudinal ditemukan bahwa para pemuda New York yang pernah berhubungan dengan
teman sebaya yang merokok atau memakai mariyuana lebih mungkin untuk memakai
mariyuana dalam rentang kehidupan mereka (Brook dkk dalam Gullota & Adams, 2005).
19
Harlianti (dalam Komalasari & Helmi, 2000) menemukan bahwa lingkungan sebaya
memberikan sumbangan efektif sebesar 33,048%. Dalam penelitian lain terungkap bahwa
identifikasi kelompok sebaya di kelas 7 memprediksi kebiasaan merokok di kelas 8. Meskipun
pengaruh teman-teman sebaya adalah penting dalam pengambilan keputusan yang dilakukan
para remaja untuk menggunakan suatu zat, namun mereka yang memiliki rasa efektivitas diri
yang tinggi menjadi kurang terpengaruh oleh teman-teman sebaya mereka. Para remaja yang
memiliki kualitas tersebut setuju dengan pernyataan seperti Saya dapat membayangkan diri
saya menolak memakai tembakau bersama pelajar seusia saya dan mereka tetap menyukai saya
(Stacy dkk dalam Davison dkk, 2006).
Di samping karena pengaruh teman sebaya dan lingkungan keluarga, perilaku merokok
juga dapat muncul sebagai akibat dari iklan di media massa. Iklan rokok di berbagai tempat
dan media massa yang saat ini makin merajalela sangat menarik bagi para remaja (Widiyarso,
2008). Menurut Lpez dkk (2004), beberapa penelitian telah menghasilkan temuan adanya
hubungan yang cukup signifikan antara keterpaparan terhadap iklan rokok dengan perilaku
merokok pada remaja. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan
gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja
seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut (Mutadin,
2002). Iklan rokok Joe Camel telah dituduh bertanggung jawab menyebabkan 3,5 juta anak-
anak di Amerika untuk merokok antara tahun 1988-1998 (Pierce dkk dalam Lpez dkk, 2004).
Iklan rokok terbukti dapat menghambat usaha orang tua melarang anak-anak mereka untuk
tidak merokok dan mempengaruhi perilaku anak-anak muda untuk tetap merokok meski orang
tua mereka melarangnya (Mutadin, 2002).
Cara agar Anak berhenti merokok ini adalah sebuah pengetahuan yang penting untuk
Anda miliki sebagai orang tua dalam menghadapi kerasnya pengaruh pergaulan anak Anda.
Anda mungkin dapat mengacuhkan kemungkinan bahwa anak Anda merokok. Anda mungkin
merokok saat masih kecil, atau Anda merasa bahwa setiap anak merokok, jadi tidak ada
gunanya menghentikannya. Anda juga berpikir bahwa itu hanyalah tembakau dan anak Anda
hanya mencoba bereksperimen. Tetapi Anda tidak boleh mengacuhkan hal tersebut. Setiap
harinya, hampir 4.800 anak-anak menghisap rokok pertamanya, dan 2.000 anak-anak telah
menjadi perokok aktif dalam sehari.
20
Jika anak Anda menghisap tembakau, dia harus berhenti karena kemauannya sendiri,
tetapi Anda bisa membantu dan melakukan beberapa cara supaya anak berhenti merokok.
Intervensi Anda sangat penting. Jangan menguliahi, jangan menghukum. Tetapi jangan pula
menerima alasan seperti ah, hal ini sepele atau Saya bisa berhenti kapan saja dari anak
Anda. Dukunglah anak Anda agar berhenti merokok.
1. Hindari ancaman dan ultimatum. Cari tahu mengapa anak Anda merokok. Anak Anda mungkin
ingin diterima dalam lingkaran pertemanannya, atau dirinya mungkin menginginkan perhatian
Anda.
2. Perlihatkan keterterikan Anda dengan cara yang tidak mengancam. Tanyakan beberapa
pertanyaan dan tentukan mengapa anak Anda merokok, dan perubahan apa yang bisa dilakukan
didalam hidupnya yang bisa membantu anak untuk berhenti merokok.
3. Jika Anda merokok, berhentilah.
4. Jika Anda dulunya merokok dan sekarang telah berhenti, komunikasikan kepada anak Anda
tentang pengalaman Anda. Personalisasikan masalah kecil disekitar merokok dan tantangan
besar untuk berhenti merokok. Remaja seringkali percaya bahwa mereka dapat berhenti
kapanpun mereka mau, tetapi penelitian menunjukkan sebaliknya.
5. Jadilah orang tua yang suportif. Antara Anda dengan anak Anda harus bersiap-siap untuk
kondisi berubah-ubahnya mood serta masalah-masalah kecil yang biasanya terjadi saat proses
menghilangkan nikotin dari tubuh anak Anda. Bantulah anak Anda, dukung anak Anda saat
melewati masa-masa sulit tersebut.
6. Buatlah catatan dengan anak remaja Anda, alasan mengapa anak remaja Anda ingin berhenti.
Singgunglah alasan-alasan yang ada didalam catatan tersebut saat anak remaja Anda tergoda
kembali untuk merokok.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyalahgunaan Napza dan kebiasaan merokok sudah menjadi momok buruk di
Indonesia yang sering menimpa remaja. Oleh karena keingintahuan yang lebih dan pengaruh
pekembangan sosial terkadang remaja terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik. Tak jarang
juga oleh karena ingin bergabung dan ingin di akui oleh kelompok maka remaja sering
mengikuti aturan yang ada di kelompok meskipun dapat di katakana hal tersebut merugikan.
Peran kita semua sangatlah penting untuk melindungi generasi emas bangsa terutama
peran keluarga yang merupakan tempat Pendidikan pertama dan utama bagi seorang remaja,
agar dapat menemukan identitas diri yang sesuai.
B. Saran
Saran Penulis, marilah berkembang tanpa NAPZA dan perilaku merokok serta jadilah
agent of change yang peka terhadap lingkungan sosial.
22
DAFTAR PUSTAKA
Brandon, Ph.D., Thomas. 2000. Smoking, Stress, and Mood. H. Lee Moffit Cancer Center
and Research Institute at the University of South Florida
Buku pedoman praktis bagi tenaga puskeamas, departemen kesehatan. 2001
Davison, Gerald C.; Neale, John M. and Kring, Ann M. 2006. Psikologi Abnormal (Edisi
ke-9). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Komalasari, Dian & Helmi, Avin Fadilla. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku
Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 28: 37-47.
Marviana, Dian.M.. 1985. Kemitraan Peduli Penanggulangan Bahaya NAPZA : DKI
Jakarta
www.bnn.or.id ( 24/09/2017 16.10)
http://www.slideshare.net/koesanto/jenis-jenis-napza# ( 24/09/2017 16.15)
http://www.drugabuse.gov ( 24/09/2017 16.17)
https://gaya.tempo.co/read/330044/inilah-alasan-anak-mulai-merokok ( 24/09/2017
16.20)
https://segiempat.com/tips-dan-cara/pendidikan/cara-agar-anak-berhenti-merokok/
( 24/09/2017 16.29)
http://belajarpsikologi.com/dampak-penyalahgunaan-NAPZA/# ( 24/09/2017 16.37)
https://jauhiNAPZA.com/2016/09/18/kondisi-psikologis-remaja-yang-rentan-terhadap-
penyalahgunaan-NAPZA/ ( 24/09/2017 16.50)
http://ilmpi.org/penyalahgunaan-narkoba-di-kalangan-remaja/ ( 24/09/2017 17.07)
http://psikologi.net/remaja-dan-perilaku-merokok/ ( 24/09/2017 17.16)
23
24