Referat Obstruksi Sistem Saluran Nafas Atas New
Referat Obstruksi Sistem Saluran Nafas Atas New
PENDAHULUAN
Saluran nafas atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Masing- masing
memiliki fungsi yang berperan dalam hal menjaga saluran nafas atas. Hidung dan
cavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernafasan, penyaringan debu
dan pelembapan udara pernafasan. Faring berfungsi dalam hal respiratorik dan
memungkinkan terjadinya vokalisasi serta laring untuk melindungi jalan napas
bawah dari obstruksi benda asing.3
Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas atas yang
disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor, dan kelumpuhan nervus
rekuren bilateral, sehingga ventilasi pada saluran nafas terganggu (buku hijau).
Obstruksi saluran nafas atas dapat menyebabkan kegawatdaruratan saluran nafas
mulai dari asfiksia hingga kematian. Kegawatdaruratan saluran nafas membutuhkan
tindakan segera diantaranya dengan menggunakan perasat Heimlich, intubasi
endotrakea, laringoskopi, trakeostomi, dan krikotiroidostomi.
Oleh karena bahaya obstruksi pada saluran nafas atas, yang dapat
menyebabkan kematian, dan pentingnya penatalaksanaan awal obstruksi jalan nafas,
maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan makalah.
1
Penulisan makalah ini berdasarkan tinjauan kepustakaan dengan merujuk ke
beberapa literatur yang ada.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
a. Hidung
3
Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis
udara
Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar
karena 94strukturnya yang berlapis
Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar dalam
usaha untuk membersihkan jalan napas. 1
4
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan
serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung
bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi
terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan
usia.
5
b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam
penerimaan sensasi bau.
6
laringofaring Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian
bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem
digestil. Makanan masuk ke bagian belakang, oesephagus
dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring.
Vaskularisasi dan persarafan
Arteria tonsillaris, cabang arteria facialis melintas lewat musculus
constrictor pharyng superior dan masuk ke kutub bawah tonsil. Tonsila palatina
juga menerima ranting-ranting arterial dari arteria palatina ascendens, arteria
lingualis, arteria palatina descendens, dan arteria pharyngea ascendens.
Ketiga muskulus konstriktor faring dipersyarafi oleh plexus pharyngealis
(nervus glossopharyngeus) yang terletak pada dinding lateral faring, terutama
pada muskulus konstriktor faringealis medius. Susunan secara bertumpang
tindih muskulus konstriktor menyisakan empat celah pada otot-otot tersebut
untuk struktur yang memasuki faring.
c. Laring
7
Gambar 3. Anatomi laring
a. Atresia koana2
Atresia koana adalah tertutupnya satu atau kedua posterior kavum nasi
oleh membran abnormal atau tulang. Hal ini terjadi akibat kegagalan
embriologik dari membran bukonasal untuk membelah sebelum kelahiran.
8
Gejala yang paling khas pada atresia koana adalah tidak adanya atau tidak
adekuatnya jalan napas hidung. Pada bayi baru lahir yang hanya bisa bernapas
melalui hidung, kondisi ini merupakan keadaan gawat darurat dan perlu
pertolongan yang cepat pada jalan napas atas untuk menyelamatkan hidupnya.
Obstruksi koana unilateral kadang-kadang tidak menimbulkan gejala pada saat
lahir tapi kemudian akan menyebabkan gangguan drainase nasal kronis
unilateral pada masa anak-anak sedangkan atresia koana bilateral menyebabkan
keadaan darurat pada saat kelahiran.
b. Stenosis subglotik3
Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat
penyempitan. Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotik ialah :
1. Penebalan jaringan submukosa dengan hyperplasia kelenjar mucus dan
fibrosis.
2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil.
3. Bentuk tulang rawan normal dengan ukuran lebih kecil
4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam lumen
krikoid.
10
disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan krikoid dilakukan terapi
pembedahan dengan melakukan rekontruksi.
c. Laringomalasia3
Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah, sehingga pada waktu
inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima glotis. Dengan demikian
bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi (stridor). Stridor merupakan gejala awal,
dapat menetap dan mungkin hilang timbul, ini disebabkan lemahnya rangka
laring.
Gambar 7. Laringomalasia
2.2.2 Radang
Epiglotits akut
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada
daerah supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dan
lipatan ariepiglotika.4 Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri,
bakteri paling sering ditemukan adalah Haemophilus influenza. Epiglotitis akut
paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2-4 tahun namun akhir-akhir ini
5
dilaporkan bahwa prevalensi dan insidennya meningkat pada orang dewasa.
Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang
secara cepat. Pada pasien anak-anak, gejala yang sering ditemui adalah sesak
napas dan stridor yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien dewasa
11
gejala yang terjadi lebih ringan, dan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri
tenggorokan dan nyeri saat menelan.4
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan
tanda serta gejala klinis yang ditemui, dan dari foto rontgen lateral leher yang
6
memperlihatkan edema epiglotis (thumb sign)dan dilatasi dari hipofaring.
Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi
obstruksi saluran napas dan menjaganya agar tetap terbuka serta mengeradikasi
agen penyebab.4 Dapat dilakukan intubasi jika telah terjadi obstruksi, dengan
ekstubasi setelah 48-72 jam, serta pemberian antibiotika yang adekuat.
2.2.3 Trauma7
a. Fraktur tulang mandibula
Fraktur ini paling sering terjadi. Fraktur mandibula ini sangat penting
dihubungkan dengan adanya otot yang bekerja dan berregio atau berisersio pada
mandibula yaitu otot elevator, otot depressor, dan otot protusor. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya riwayat kerusakan rahang bawah dengan gejala
berikut :
Pembengkakan, ekimosis atau laserasi pada kulit
Nyeri
Anastesi pada satu bibir bawah, gusi,
Maloklusi
Gangguan morbilitas atau krepitasi
Malfungsi berupa trismus, rasa nyeri waktu mengunyah
Penanggulangan fraktur madibula tergantung pada lokasi fraktur, luasnya
fraktur, dan keluhan yang diderita. Lokasi fraktur ditentukan oleh pemeriksaan
radiografi.
b. Paralisis laring
Paralisis n. laringeus superior
Cabang ekstern n. laringeus superior mensarafi m.
krikotiroid yang menegangkan pikta suara.cabang internnya
mengurus mukosa laring. Paralisis n. laringeus superior di
proksimal percabangannya menjadi cabang ekstern dan intern
menyebabkan penderita tersedak bila minum akibat anastesi
mukosa sebab tidak merasa minuman turun. Terjadi juga perubahn
nada dan resonansi suara bila penderita bicara keras atau
12
menyanyi terlalu lama karena tegangan pita suara terganggu.
Gerakan abduksi dan adduksi pita suara tidak terganggu.
Paralisis n. laringeus rekurens
N.laringeus rekurens atau n. laringeus inferior melayani
m.abduktor dan m.adduktor pita suara. Paralisis n. laringeus
inferior mengakibatkan suara mendesau. Gejala ini dapat
menghilang dalam beberapa minggu bila terjadi kompensasi oleh
otot aduktor kontralateral sehingga pita suara yang sehat bergerak
melewati garis tengah sehingga bertemu dengan pita suara yang
lumpuh.
Paralisis bilateral n. laringeus rekurens menyebabkan
sesak nafas karena celah suara sempit karena kedua pita suara
tidak dapat abduksi pada inspirasi, sehingga menetap pada posisi
paramedian. Oleh karena itu, penderita terpaksa istirahat dan
menghindari keadaan yang memerlukan lebih banyak zat asam
seperti kerja, gerakan berlebihan, takut dan demam.
Menelan bahan kaustik
c. Trauma trakea
13
Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi
dapat juga mengakibatkan kelainan lebih hebat berupa sesak nafas
karena penekanan jalan nafas atau aspirasi darah atau emfisema kutis
bila trakea robek. Trauma tumpul trakea jarang memerlukan
tindakan bedah. Penderita diobservasi. Bila terjadi obstruksi jalan
nafas dikerjakan trakeostomi. Pada trauma tajam yang menyebabkan
robekan trakea, dilakukan trakeotomi di distal robekan, dan dijahit.
d. Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan
udema laring dan trakea. Gejalanya suara penderita terdengar parau,
dan adanya kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan
beberapa derajat obstruksi pernafasan. Pengobatan yang diberikan
kortikosteroid. Bila obstruksi nafas terlalu hebat, dilakukan
trakeostomi.
2.2.4 Tumor3
a. Hemangioma3
14
Gambar 8. Hemangioma
Gambar 9. Hemangioma
b. Papiloma laring3
Tumor ini digolongkan dalam 2 jenis :
15
1. Papiloma laring juvenile, ditemukan pada anak,
biasanya berbentuk multiple dan mengalami regresi
saat dewasa
2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal,
tidak akan mengalami resolusi dan merupakan
prekanker.
Gejala utama adalah suara parau. Kadang-kadang
terdapat pula betuk. Apabila papiloma telah menutup rima
glottis maka timbul sesak nafas dengan stridor. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laring langsung, biopsy serta pemeriksaan patologi-anatomik.
Terapi :
- Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan
sinar laser. Karena sering tumbuh lagi, tindakan ini diulang berkali-
kali. Kadang dalam seminggu tampak papiloma tumbuh lagi.
- Sekarang tersangka penyababnya ialah virus, untuk
terapinya diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus,
hormone, kalsium atau ID methionin.
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi karena papiloma
dapat berubah menjadi ganas.
16
kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap
karsinoma laring. Serak adalah gejala utama karsinoma
laring, merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal
ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Pada
tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau
penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis,
sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang
menyerang saraf. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri,
sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Gejala lain
berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk,
hemoptisis dan penurunan berat badan. Nyeri tekan laring
adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan
perikondrium.
Benda asing di hidung
Benda asing di hidung sering terjadi pada anak, dan pada anak
sering luput dari perhatian, gejala yang sering ditimbul yaitu hidung
tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang
kadang demam, nyeri, epitaksisi dan bersin. Hasil pemeriksaan tampak
edem dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi
ulserasi.
Benda asing di orofaring dan hipofaring3
18
Bila benda asing menyumbat intoitus esophagus, maka tampak
ludah tergenang di kedua sinus piriformis. Benda asing di tonsil dapat
diambil dengan memakai pinset atau cunam. Biasanya yang tersangkut di
tonsil ialah benda tajam, seperti tulang ikan, jarum, atau kail. Benda asing
di dasar lidah, dapat dilihat dengan kaca tenggorokan yang besar.
Benda asing di laring3
Benda asing pada laring bisa bersifat total atau subtotal. Jika
benda asing dilaring menutupi secara total merupakan kegawatan dan
akan menimbulkan gejala berupa disfonia sampai afonia, apne dan
sianosis. Pertolongan pertama harus segera dilakukan karena asfiksia
dapat terjadi dalam waktu hany abeberapa menit. Tehnik yang dilakukan
berupa Heimlich (Heimlich manueuver). Menurut teori Heimlich , benda
asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi, dengan demikian
paru penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup,
dengan menekan botol itu maka sumbatan akan terlempar keluar.
19
Gambar 13. Perasat Heimlich
20
1. Untuk mengatasi sumbatan saluran napas atas
2. Membantu ventilasi
3. Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4. Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari
lambung
Kontraindikasi intubasi endotrakea adalah trauma jalan napas atau
obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan intubasi seperti
pada kasus trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang
vertebra servikal.
Alat untuk intubasi
Laringoskopi
Pipa endotrakea
Pipa orofaring atau nasofaring
Plester
Forsep intubasi
Suction
21
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan
kiri dan dimasukan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis
diangkat horizontal ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat.
2.3.2 Trakeostomi8
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding
depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara
dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas.
Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak
yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan
menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam 1)
trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana
sangat kurang) 2) trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan
dapat dilakukan secara baik.3
Gambar 14 trakeostomi
22
Anatomi
Indikasi trakeostomi
23
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas untuk bronkoskopi.
6. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul
melalui mekanisme serupa
Syarat dan Kontra Indikasi9
Perkutaneus trakeostomi memerlukan penahan rasa sakit, sedasi
dan penghambat neuro muscular pada pasien yang dipasang intubasi dan
ventilator mekanik.Perkutaneus Trakeostomi tidak dapat dilakukan pada
pasien kegawat daruratan jalan nafas terutama pada trauma suprglotis
atau orofasial.Staf medik yang ada dirumah sakit harus terlatih dan
berpengalaman dalam menajemen jalan nafas, PT, bronkoskopi dan
surgical tracheostomy jika PT gagal atau terjadi komplikasi.Pasien umur
dibawah 16 tahun terutama umur 12 tahun tidak dapat dilakukan PT.
Deformitas yang tampak jelas pada jalan nafas, jaringan parut
yang sebelumnya didapatkan dari operasi seperti trakeostostomi atau
sternotomi, udem leher, obesitas, gondok, atau tumor pada leher yang
menyulitkan untuk palpasi lokasi lapangan operasi seperti kartilago
krikoid.Pada keadaan seperti ini dapat dianjurkan untuk SST.Pembuluh
darah yang tampak di bawah kulit, inflamasi, dan/ atau ruam pada lokasi
operasi juga merupakan kontra indikasi PDT.
Kesulitan untuk mengoptimalkan regangan leher pasien akibat
trauma servical atau arthritis, adanya leher yang pendek atau akibat
kifosis yang berat adalah kontra indikasi PDT.PDT harus ditunda jika
hemodinamik pasien tidak stabil.Untuk melakukan PDT pada pasien yang
telah diketahui mengalami gangguan jalan nafas bergantung pada opini
dan pengalaman operator.
Pendarahan diathesis yang tidak teratasi merupakan risiko mutlak
yang dapat menimbulkan pendarahan yang tidak dapat dikontrol selama
prosedur.
Pembagian Trakeostomi
25
Pembagian trakeotomi dipandang dari kesulitan dan kedaruratannya
adalah sebagai berikut :10
1. Trakeotomi biasa
Trakeotomi pada penderita yang tidak sesak dan trakea mudah dicari,
indikasinya :
a) Tumor laring yang belum lanjut (belum sesak), persiapan biopsi.
b) Tumor pangkal lidah/tonsil, persiapan radiasi atau operasi (untuk
anestesi).
2. Trakeotomi sulit
Di sini trakea sulit teraba, dapat terjadi karena :
a) Trakea letaknya dalam, sulit dicapai; hal ini karena ada tumor koli.
b) Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
c) Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
d) Ada pembuluh vena besar karena bendungan disebabkan oleh tumor
koli.
e) Lubang operasi tidak konsisten di garis tengah, karena asisten
memegang haak (pengait) tidak di garis tengah secara konsisten.
f) Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga sulit meraba
trakea.
g) Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor koli.
h) Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeotomi dahulu.
3. Trakeotomi darurat
Darurat karena penderita sesak bahkan mungkin sudah sianosis; sesak
karena lumen sudah menutup jalan napas lebih dari 90%.
4. Trakeotomi darurat dan sulit
Kombinasi ini bisa terjadi yang sangat membahayakan jiwa penderita.
26
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-
5 cm.
2. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat.
Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua
dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil,
3. Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi
mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator.
Alat-Alat Trakeostomi
A. Jenis Pipa Trakeostomi2
1. Cuffed Tubes Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi
2. Uncuffed Tubes Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang
tidak mempunyai risiko aspirasi.
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam) Dua bagian trakeostomi ini
dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan
dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi
jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat
merawat sendiri.
Alat-Alat Trakeostomi
27
Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit yang
berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang
pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan
ukuran sesuai.3
Teknik Trakeostomi
28
sepenuhnya dicabut jika kawat penuntun telah masuk ke lumen trakea.Untuk
menjaga kawat penuntun tetap pada kulit yang telah ditandai, kawat tadi
dimasukkan pada dilator yang telah dilubrikasi untuk melebarkan jalan masuk ke
trakea dengan gerakan memutar pelan. Dilator ini dilepaskan jika kawat
penuntun ini telah tepat pada posisi yang telah ditandai. Selama menjaga posisi
kawat penuntun pada kateter dan dilator yang digunakan akan mencegah trauma
pada dinding posterior.
Menurut arah dari tuntunan kateter dan menjaga ujungnya dengan safety
ridge mengarah pada pasien agar kawat penuntun tetap pada kulit yang telah
ditandai. Kateter dengan kawat penuntun dimasukkan sebagai satu unit ke dalam
trakea sampai safety ridge pada kateter tepat pada kulit yang ditandai. Ujung
proximal dari kateter dan kawat dijaga agar tetap lurus, ini dapat dipastikan
ujung distal dari kateter telah diposisiskan dengan baik dibelakang kawat untuk
mencegah trauma dinding posterior trakea selam tindakan berikutnya.
Dilator serial yang telah dilubrikasi seluruhnya dan pelebaran dimulai
pada jalan masuk ke trakea. Tindakan ini dimulai dengan terlebih dahulu
memasukkan kateter dan kawat penuntun pada dilator curved biru secara
serentak. Untuk meletakkan alat tadi secara tepat, ujung proximal dari dilator
ditempatkan pada tanda posisi tunggal di kateter penuntun. Penempatan ujung
distal dilator tepat pada safety ridge dalam kateter penuntun. Perhatikan posisi
amam, dimana tiga uniut tersebut dimasukkan dengan gerakan memutar. Ketiga
alat tadi dimasukkan dan ditarik sewaktu-waktu,saat memutar, untuk melakukan
dilatasi yang efektif pada tempat masuk trakea. Kemudian dilator tadi dilepaskan
dan kawat serta kateter tetap pada tempatnya.
Pelebaran pada trakeostomi ini dilanjutkan dengan menggunakan dilator
yang lebih besar. Jalan masuk trakea tadi telah dilebarkan sedikit sampai ukuran
yang muat untuk pipa trakeostomi yang dipilih. Pelebaran ini memudahkan
untuk memasukkan bagian balon dari pipa ke dalam trakea. Tabel 1 memuat
ukuran dilator yang digunakan untuk melebarkan stoma sesuai dengan pipa
trakeostomi yang dimasukkan.
29
Pipa trakeostomi yang akan dimasukkan sebelumnya diisi pada dilator
biru yang telah dilubrikasi dengan ukuran yang sesuai. Pipa dengan balon yang
kempis dimasukkan ke dalam dilator, sehingga ujungnya kira-kira 2 cm dari
dilator. Sistim ini dimasukkan mengikuti kateter penuntun sampai ke safety ridge
dan selanjutnya dimasukkan sebagai satu unit ke dalam trakea. Segera setelah
balon memasuki trakea, dilator biru, kateter dan kawat penuntun dikeluarkan.
Untuk memasukkan pipa trakeostomi dual kanul, kanul yang lebih dalam
dikeluarkan lebih dulu untuk insersi dan kemudian prosedur selanjutnya dapat
dijalankan. Pipa trakeostomi kemudian dimasukkan pada cincinnya. Jika
menggunakan pipa dengan dual kanul, kanul yang lebih dalam dimasukkan pada
titik ini. Sekarang pipa telah terhubung dengan ventilator, balon dikembangkan
dan pipa translaringeal dikeluarkan setelah dipastikan ventilasi telah dapat
melewati pipa baru yang dimasukkan. AM melihat trakea melalui pipa
trakeostomi dengan menggunakan bronkoskopi, untuk mencari daerah yang
terluka pada dinding trakea posterior dan menghisap darah jika ada.
Pipa trakeostomi difiksasi dengan sutura dan dibalut dengan sebaik-
baiknya Pasien dihindari dari ektensi leher dan alas kepala dinaikkan 30-40
derajat selama satu jam.Pemeriksaan rontgen dada segera setelah tindakan
diperlukan untuk menilai pemasangan yang benar dari pipa trakeostomi dan
untuk mencegah terjadinya pneumotorak. Pemberian analgetik jika diperlukan.
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya
komplikasi
Komplikasi11
1. Segera
b. Perdarahan
2. Menengah
c. Hiperkapnea
d. Atelektasis
g. Emfisema subkutan
3. Lanjut
c. Granulasi trakea
d. Trakeomalasia
e. Kesukaran dekanulasi
f. Fistel trakeoesofagus
h. Infeksi stoma
2.3.3 Krikotiroidotomi3
32
Definisi
Krikotiroidotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien
dalam keadaan gawat napas. Dengan cara membelah membrane
krikotiroid untuk dipasang kanul. Membrane ini terletak dekat kulit,
tidak terlalu kaya darah sehingga lebih mudah dicapai. Tindakan ini
harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.
Klasifikasi
Needle cricothyroidotomy
33
a. Surgical cricothyroidotomy
Teknik Krikotirodotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto
oksipitalis.Puncak tulang rawan tiroid (Adams apple) mudah diidentifikasi
difiksasi dengan jari tangan kiri.Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan
tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid.Membrane krikotiroid
terdapat diantara kedua tulang rawan ini.Daerah ini diinfiltrasi dengan
anestetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit.Jaringan dibawah
sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.Setelah tepi bawah kartilago tiroid
terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.Kemudian, masukkan kanul bila
tersedia.Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara.
Krikotirodotomi merupakan kontraindikasi pada anak dibawah 12 tahun,
demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat
laryngitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama
karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan disekitar
subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti
dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.
Kontraindikasi
Kontraindikasi absolute:
Tidak ada kontraindikasi absolute untuk dilakukan krikotiroidotomi
Kontrainsokasi relative :
Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum
34
Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid
Tumor laring
Anak usia < 8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya sangat lembut
Gangguan perdarahan
Edema leher yang massif
Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi kimia, TB).
Komplikasi
Komplikasi dari krikotiroidotomi :
Gagal napas
Perdarahan local dan hematoma
Emfisema subkutis
Infeksi
Perforasi esophageal
Mediastinitis
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Trauma pita suara
Trauma laring
Trauma kelenjar tiroid
Trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus
Stoma persisten
Stenosis subglotik
BAB III
PENUTUP
35
Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas yang
disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor, dan kelumpuhan nervus
rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.
Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh radang akut dan radang
kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri
dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan medik yang dilakukan dengan
gerakan tangan kasar, tumor pada laring berupa tumor jinak maupun tumor ganas, serta
kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas bertujuan agar jalan napas
lancar kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian antiinflamasi, anti alergi,
antibiotika serta pemberian oksigen intermiten, yang dilakukan pada sumbatan laring
stadium I yang disebabkan oleh peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi dengan
memasukan pipa endotrakeal melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung
(intubasi nasotrakea) membuat trakeostoma yang dilakukan pada sumbatan laring
stadium II dan III atau melakukan krikotirotomi yang dilakukan pada sumbatan laring
stadium IV.
DAFTAR PUSTAKA
36
1. Seeley, stephens, tate. 2004. Anatomy and physiology, sixth edition. The McGrow Hill
Kepala dan Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 162-259
4. Gompf, S. G. Epiglotitis 2011. Tersedia di:
2014)
6. Snow, J. B. Ballenger, J. J. Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th
8. Maisel, Robert H. Trakeostomi. In:BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Penerbit
profclinical/carebundles/documents/TracheostomyguidelinesforTCPFINALAPRIL2005.
10. Soedjak, Sardjono. Petunjuk Praktis Trakeotomi .In : cermin dunia Kedokteran.
37