Anda di halaman 1dari 26

AMENOREA PRIMER & SEKUNDER

I. PENDAHULUAN

Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak antara
tanggal mulainya haid yang lalu sampai dimulainya haid berikutnya. Hari
dimulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus haid
yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas. Panjang siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang.
Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada
wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari.1

Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah
sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita
biasanya lama haid itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,216 cc.
Kebanyakan wanita tidak merasakan gejala-gejala pada waktu haid, tetapi
sebagian kecil merasa berat di panggul atau merasa nyeri (dismenorea). Usia
gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche)
bervariasi, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik
menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan
gizi, dan kesehatan umum. Menarche terjadi di tengah-tengah masa pubertas,
yaitu masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Sesudah masa pubertas, wanita
memasuki masa reproduksi, yaitu masa dimana ia dapat memperoleh
keturunan. Masa reproduksi ini berlangsung selama 30-40 tahun dan berakhir
pada masa mati haid atau baki (menopause).1

Amenorea secara harafiah didefinisikan tidak adanya haid. Amenorea


diklasifikasikan sebagai amenorea primer dan sekunder berdasarkan kapan
terjadinya (sebelum atau sesudah menarke). Amenorea didefinisikan primer
ketika menarke tidak terjadi di usia 16 tahun pada seorang anak perempuan
dengan perkembangan tanda-tanda seks sekundernya sempurna, atau di usia 14
tahun tanpa perkembangan tanda-tanda seks sekunder. Amenorea primer
umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan sulit untuk diketahui,
seperti kelainan-kelainan kongenital dan genetik.1,2

Sedangkan amenorea sekunder diartikan secara klinis sebagai tidak adanya


menstruasi lebih dari 3 siklus, atau 6 bulan berturut-turut, yang sebelumnya
wanita tersebut mengalami menstruasi. Amenore didefinisikan sekunder ketika
siklus haid tidak ada selama 6 bulan berturut-turut pada gadis dengan haid yang

1
irregular atau selama 3 bulan berturut-turut pada gadis dengan haid regular.
Amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul
kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan
metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain. Selanjutnya, ada
pula amenorea fisiologik, yakni yang terdapat dalam masa sebelum pubertas,
masa kehamilan, masa laktasi, dan sesudah menopause.1,2

II. EPIDEMIOLOGI

Pada The National Health and Nutrition Survey III (NHANES III), usia
rata-rata menarke yakni usia 12,1 tahun pada perempuan kulit hitam, 12,2
untuk perempuan Amerika, dan 12,7 untuk perempuan kulit putih. Kurang dari
10% perempuan mendapatkan menarke sebelum usia 11 tahun, dan 90% mulai
menstruasi ketika berusia 13,75 tahun. Hanya 3 dari 1.000 perempuan yang
mengalami menarke setelah 15,5 tahun. Meskipun kebanyakan perempuan
mulai mendapatkan menstruasi dalam 2-2,5 tahun pada awal perkembangan
payudara. Sebagai contoh, jika usia 15 tahun mulai perkembangan pubertasnya
pada usia 14 tahun, dia dapat mengalami menarke pada usia 16-17 tahun, 2-3
tahun setelah ciri seksual sekunder terjadi.3

Diperkirakan amenore yang tidak disebabkan karena kondisi fisiologis


memiliki prevalensi 3%-4%. Jika menarke tidak terjadi hingga usia 16 tahun
maka didiagnosis sebagai amenorea primer. Di Amerika, prevalensi amenorea
primer sekitar 1-2%. Penyebab amenorea primer seperti kelainan kongenital,
gangguan hormonal, kelainan kromosom, gangguan hipotalamus-hipofisis, dan
variasi penyebab amenorea sekunder yang muncul sebelum menarke.
Sedangkan insiden amenore sekunder bervariasi, dari 3% pada populasi umum
hingga 100% dibawah kondisi kegiatan fisik yang berat atau faktor stres
emosional. Penyebab tersering amenorea sekunder adalah kehamilan.
Penyebab yang lain seperti kelainan anatomi, disfungsi ovarium, prolaktinoma
dan hiperprolaktinemia, dan gangguan hipotalamus atau sistem saraf pusat.1,2

III. ANATOMI

Uterus

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah
peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di
tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas
korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).4

Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot polos


berlapis tiga; lapisan sebelah luar longitudinal, lapisan sebelah dalam

2
sirkuler, diantara kedua lapisan ini saling beranyaman. Miometrium dalam
keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi. Kavum uteri yang
dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar disebut endometrium.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan
banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok. Pertumbuhan dan
fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium.4

Gambar 1. Anatomi Uterus (dikutip dari www.biosci.ohiou.edu)

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul


dalam posisi anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut
dengan vagina, sedangkan korpus uteri mengarah ke depan dan membentuk
sudut 120-130 dengan serviks uteri.4

Ovarium

Indung telur pada seorang wanita dewasa sebesar ibu jari tangan,
terletak di kiri dan di kanan, dekat dengan dinding pelvis di fossa ovarika.
Ovarium berhubungan dengan uterus melalui ligamentum ovarii proprium.
Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum suspensorium ovarii
(ligamentum infundibulopelvikum). Bagian ovarium yang berada di dalam
kavum peritonei dilapisi oleh epitel kubik-silindrik yang disebut epithelium
germinativum.4

Di bawah epitel ini terdapat tunika albuginea dan di bawahnya lagi baru
ditemukan lapisan tempat folikel-folikel primordial. Pada wanita
diperkirakan terdapat dua juta folikel primer. Tiap bulan satu folikel,
kadang-kadang dua folikel, berkembang menjadi folikel de Graaf. Folikel

3
yang matang ini terisi dengan likuor follikuli yang mengandung estrogen,
dan siap untuk berovulasi. Pada waktu dilahirkan bayi mempunyai
sekurang-kurangnya 750.000 oogonium. Jumlah ini berkurang akibat
pertumbuhan dan degenerasi folikel-folikel. Pada umur 6-15 tahun
ditemukan 439.000, pada 16-25 tahun 159.000, antara umur 26-35 tahun
menurun sampai 59.000, dan antara 34-45 hanya 34.000. pada masa
menopause semua folikel sudah menghilang.4

Gambar 2. Anatomi Ovarium (dikutip dari www.biosci.ohiou.edu)

IV. FISIOLOGI

Aspek Endokrin Dalam Siklus Haid

Dalam proses ovulasi harus ada kerja sama antara korteks serebri,
hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis, dan
kelenjar-kelenjar endokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam
proses tersebut adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
(hypothalamic-pituitary-ovarian axis). Menurut teori neurohumoral yang
dianut sekarang, hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh
adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel
adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus menghasilkan
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang dapat merangsang pelepasan
Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari
hipofisis.1

Penyelidikan pada hewan menunjukkan bahwa pada hipotalamus terdapat


dua pusat, yaitu pusat tonik di bagian belakang hipotalamus di daerah nukleus
arkuatus, dan pusat siklik di bagian depan hipotalamus di daerah

4
suprakiasmatik. Pusat siklik mengawasi lonjakan LH (LH-surge) pada
pertengahan siklus haid yang menyebabkan terjadinya ovulasi. Mekanisme
kerjanya belum jelas benar.1

Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas
dua fase dan satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal.
Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh
mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon
gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH,
sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika
kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama
umpan balik terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.1

Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat, dan ini


menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya
sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada
waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya
membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang
cepat pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukkan bahwa
folikel yang telah masak itu bertambah peka terhadap FSH. Perkembangan
folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen
pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat
mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat
siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus,
mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu menetap kira-kira 24
jam dan menurun pada fase luteal. Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel
granulosa membesar, membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning
(lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulosa
juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi.1

Luteinized granulosa cells dalam korpus luteum itu membuat progesteron


banyak, dan luteinized theca cells membuat pula estrogen yang banyak,
sehingga kedua hormon itu meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10-12 hari
setelah ovulasi korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai
dengan berkurangnya kapilar-kapilar dan diikuti oleh menurunnya sekresi
progesteron dan estrogen. Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak
terjadi kehamilan belum diketahui. Empat belas hari sesudah ovulasi, terjadi
haid.1

Aspek Ovarium Dalam Siklus Haid

5
Setelah awitan pubertas, ovarium secara terus menerus berada dalam dua
fase secara bergantian, yakni fase folikel yang didominasi oleh adanya folikel
matang, dan fase luteal, yang ditandai oleh adanya korpus luteum. Siklus ini
dalam keadaan normal diinterupsi hanya oleh kehamilan dan akhirnya berakhir
pada menopause. Siklus ovarium rata-rata berlangsung selama dua puluh
delapan hari, tetapi hal ini bervariasi di antara wanita dan di antara siklus pada
seorang wanita. Folikel bekerja pada separuh pertama siklus untuk
menghasilkan sebuah telur matang yang siap berovulasi di pertengahan siklus.
Korpus luteum mengambil alih peran pada paruh kedua siklus untuk
mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan apabila terjadi
pembuahan terhadap telur yang dikeluarkan.5

1. Fase folikel
Pada setiap saat sepanjang siklus, sebagian dari folikel primer mulai
tumbuh. Namun, folikel-folikel tersebut hanya tumbuh selama fase folikel,
pada saat lingkungan hormonal tepat untuk mendorong pematangan
mereka, melanjutkan diri melewati fase awal perkembangan. Folikel-
folikel lain, karena tidak mendapat bantuan hormon, mengalami atresia.
Selama perkembangan folikel, sewaktu oosit primer sedang melaksanakan
sintesis dan menyimpan berbagai bahan untuk digunakan kemudian jika
dibuahi, terjadi perubahan-perubahan penting di sel-sel yang mengelilingi
oosit reaktif sebagai persiapan untuk pelepasan telur dari ovarium.5
Pertama, selapis sel-sel granulosa di folikel primer berproliferasi
untuk membentuk beberapa lapisan mengelilingi oosit. Sel-sel granulosa
ini mengeluarkan bahan kental mirip gel yang membungkus oosit dan
memisahkannya dari sel-sel granulosa di sekitarnya. Membran penghalang
ini dikenal sebagai zona pelusida. Pada saat yang sama, sel-sel jaringan
ikat khusus di ovarium di tepi folikel yang sedang tumbuh berproliferasi
dan berdiferensiasi untuk membentuk suatu lapisan luar, yaitu sel-sel teka.5
Sel teka dan granulosa, yang secara kolektif disebut sel folikel,
berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mensekresikan estrogen. Dari tiga
estrogen yang penting secara fisiologis yakni estradiol, estron, dan estriol.
Estradiol adalah estrogen utama dari ovarium.5
Stadium perkembangan folikel sekunder ditandai oleh pembentukan
antrum yang berisi cairan di bagian tengah sel-sel granulosa. Cairan folikel
sebagian besar berasal dari transudasi (melewati pori-pori kapiler) plasma
dan sebagian dari sekresi sel folikel. Oosit telah mencapai ukuran
maksimum pada saat antrum mulai terbentuk.5
Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada folikel-folikel
lain, berkembang menjadi folikel matang (praovulasi, tersier, atau de
Graaf) dalam waktu sekitar empat belas hari setelah permulaan

6
perkembangan folikel. Antrum menempati sebagian besar ruang di folikel
matang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida dan selapis sel
granulosa, tergeser secara asimetris ke salah satu sisi folikel yang sedang
tumbuh dalam suatu gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum.5
Folikel matang yang sangat berkembang tersebut menonjol dari
permukaan ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang pecah untuk
mengeluarkan oosit pada saat ovulasi. Ruptur folikel dipermudah oleh
pengeluaran enzim-enzim dari sel-sel folikel yang mencerna jaringan ikat
di dinding folikel. Dengan demikian, dinding yang menonjol diperlemah
sehingga semakin menonjol sampai suatu saat ketika dinding tidak lagi
dapat menahan isinya yang tumbuh pesat. Sesaat sebelum ovulasi, oosit
menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya. Ovum (oosit sekunder),
yang masih dikelilingi oleh zona pelusida dan sel-sel granulosa (disebut
korona radiata), disapu keluar folikel yang pecah ke dalam rongga
abdomen oleh cairan antrum yang bocor. Ovum yang dikeluarkan dengan
cepat disedot ke dalam oviduktus, tempat pembuahan mungkin atau tidak
terjadi.5

Gambar 3. Perkembangan dan Pematangan Folikel di Ovarium


(dikutip dari Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :
EGC.)
2. Fase luteal
Ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel
dan mulainya fase luteal. Folikel yang ruptur dan tertinggal di ovarium
setelah ovum keluar mengalami perubahan capat. Sel-sel granulosa dan teka
yang terdapat di folikel tersebut mula-mula kolaps ke dalam ruang antrum
yang sebagian terisi oleh bekuan darah. Sel-sel folikel tua ini kemudian

7
mengalami transformasi struktural drastis untuk membentuk korpus luteum,
dalam suatu proses yang disebut luteinisasi. Sel-sel folikel yang berubah
menjadi sel luteal mengalami hipertrofi dan diubah menjadi jaringan
steroidogenik (penghasil hormon steroid) yang sangat aktif. Banyaknya
simpanan kolesterol, yaitu molekul prekursor steroid, di butir-butir lemak di
dalam korpus luteum menyebabkan jaringan ini tampak kekuningan, seperti
namanya (corpus berarti badan, luteum berarti kuning). Korpus luteum
mengalami peningkatan vaskularisasi karena pembuluh-pembuluh darah
dari daerah teka menginvasi granulosa yang mengalami luteinisasi.
Perubahan-perubahan ini sesuai dengan fungsi korpus luteum, yaitu
mengeluarkan progesteron dalam jumlah besar bersama dengan estrogen
dalam jumlah yang lebih kecil ke dalam darah.5
Sekresi estrogen di fase folikel, yang diikuti oleh sekresi progesteron di
fase luteal, sangat penting untuk mempersiapkan uterus agar dapat
menerima implantasi ovum yang dibuahi. Korpus luetum mulai berfungsi
penuh dalam empat hari setelah ovulasi, tetapi terus membesar selama
empat atau lima hari berikutnya. Jika ovum yang dilepaskan tidak dibuahi
dan tidak tertanam, korpus luteum berdegenerasi dalam empat belas hari
setelah pembentukannya. Sel-sel luteal berdegenerasi dan difagositisis,
pembuluh darah berkurang, dan jaringan ikat dengan cepat terisi oleh massa
jaringan fibrosa yang dikenal sebagai korpus albikans (badan putih). Fase
luteal sudah berakhir, dan satu siklus ovarium selesai, menandai mulainya
fase folikel yang baru.5
Apabila terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum terus tumbuh
serta menghasilkan progesteron dan estrogen dalam jumlah yang semakin
meningkat. Struktur ovarium yang sekarang disebut korpus luteum
kehamilan yang akan memelihara kehamilan sampai plasenta dapat
mengambil alih fungsi penting ini.5

Aspek Uterus dalam siklus haid

Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam sirkulasi (plasma) yang


terjadi selama siklus ovarium menyebakan perubahan-perubahan mencolok
di uterus. Hal ini menyebabkan timbulnya daur haid atau siklus uterus
(siklus menstruasi). Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan
endometrium. Hormon ini juga meningkatkan sintesis reseptor progesteron
di endometrium. Dengan demikian, progesteron mampu mempengaruhi
endometrium hanya setelah endometrium dipersiapkan oleh estrogen.
Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan oleh
estrogen untuk mengubahnya menjadi lapisan yang ramah dan mengandung
banyak nutrisi bagi ovum yang sudah dibuahi. Di bawah pengaruh

8
progesteron, jaringan ikat endometrium menjadi longgar dan edematosa
akibat penimbunan elektrolit dan air, yang memudahkan implantasi ovum
yang dibuahi. Progesteron juga mempersiapkan endometrium untuk
menampung mudigah yang baru berkembang dengan merangsang kelenjar-
kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan menyimpan glikogen dalam
jumlah besar dan dengan menyebabkan pertumbuhan besar-besaran
pembuluh darah endometrium. Progesteron juga menurunkan kontraktilitas
uterus agar lingkungan di uterus tenang dan kondusif untuk implantasi dan
pertumbuhan mudigah.5
Daur haid terdiri dari tiga fase, yakni :
Fase menstruasi
Merupakan fase yang paling jelas karena ditandai oleh pengeluaran
darah dan debris endometrium dari vagina. Berdasarkan perjanjian, hari
pertama haid dianggap sebagai awal siklus baru. Fase ini bersamaan
dengan berakhirnya fase luteal ovarium dan permulaan fase folikel.
Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi pembuahan
dan implantasi ovum yang dikeluarkan dari siklus sebelumnya, kadar
estrogen dan progesteron di sirkulasi turun drastis. Karena efek dari
estrogen dan progesteron adalah mempersiapkan endometrium untuk
implantasi ovum yang dibuahi, penarikan kembali kedua hormon
steroid tersebut menyebabkan lapisan endometrium yang kaya akan
nutrisi dan pembuluh darah itu tidak lagi ada yang mendukung secara
hormonal.5
Penurunan kadar hormon-hormon ovarium itu juga merangsang
pengeluaran prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh-pembuluh endometrium, sehingga aliran darah ke
endometrium terganggu. Penurunan penyaluran oksigen yang terjadi
menyebabkan kematian endometrium, termasuk pembuluh-pembuluh
darahnya. Perdarahan yang timbul melalui disintegrasi pembuluh darah
itu membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen uterus.
Pada setiap kali haid, seluruh lapisan endometrium terlepas, kecuali
suatu lapisan dalam yang tipis terdiri dari sel-sel epitel dan kelenjar
yang akan menjadi bakal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus
juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium. Kontraksi-
kontraksi itu membantu mengeluarkan darah dan debris endometrium
dari rongga uterus melalui vagina sebagai darah haid.5
Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah
degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikel
ovarium. Penurunan estrogen dan progesteron akibat degenerasi korpus
luteum secara simultan menyebabkan terlepasnya endometrium (haid)
dan perkembangan folikel-folikel baru di ovarium di bawah pengaruh

9
hormon-hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Penurunan
sekresi hormon gonad menghilangkan efek inhibisi pada hipotalamus
dan hipofisis anterior, sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan fase
folikel baru kembali dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari di bawah
pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang
mengeluarkan cukup banyak estrogen untuk mendorong pemulihan dan
pertumbuhan endometrium.5
Gambar 4. Perubahan kadar hormon selama siklus haid (dikutip dari
www.biosci.ohiou.edu

Fase proliferatif
Ketika haid berhenti, fase ini siklus uterus dimulai bersamaan
dengan bagian terakhir fase folikel ovarium pada saat endometrium
mulai memperbaiki dirinya dan mengalami proliferasi di bawah
pengaruh estrogen yang berasal dari folikel-folikel baru yang sedang
tumbuh. Sewaktu darah haid berhenti, di uterus tertinggal satu lapisan
tipis endometrium setebal kurang dari 1 mm. Estrogen merangsang
proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium
sehingga ketebalan lapisan ini dapat mencapai 3 sampai 5 mm. Fase
proliferatif yang didominasi oleh estrogen berlangsung dari akhir haid
sampai ovulasi.5
Fase sekretorik atau progestasional
Fase ini bersamaan waktunya dengan fase luteal ovarium. Korpus
luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen.
Progesteron bekerja pada endometrium tebal yang sudah dipersiapkan
oleh estrogen untuk mengubahnya menjadi jaringan yang kaya
pembuluh dan glikogen. Periode ini disebut fase sekretorik, karena
kelenjar-kelenjar endometrium secara aktif mengeluarkan glikogen,
atau fase progestasional (sebelum kehamilan), dalam kaitannya
dengan pembentukan lapisan endometrium subur yang mampu
menunjang perkembangan mudigah. Jika tidak terjadi pembuahan dan
implantasi, korpus luteum berdegenerasi, dan fase folikel dan fase haid
kembali dimulai.5

V. ETIOLOGI

Siklus haid yang reguler dan spontan memerlukan (a) aksis endokrin
hipotalamus-hipofisis-ovarium yang utuh, (b) kemampuan endometrium untuk
berespon terhadap rangsangan hormon steroid, dan (c) traktus genitalia yang
utuh dari dalam ke luar. Siklus haid manusia mudah dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan stressor. Jika seseorang kadang-kadang tidak mengalami

10
menstruasi, jarang dianggap sebagai patologis. Tetapi tidak mengalami
menstruasi berkepanjangan atau persisten mungkin salah satu tanda kelainan
neuroendokrin atau anatomi.6

Penyebab amenore primer

1. Kelainan kongenital pada sistem reproduksi

Kelainan-kelainan kongenital alat genital dapat disebabkan oleh faktor


lingkungan, seperti keadaan endometrium yang mempengaruhi nutrisi
mudigah, penyakit metabolik, penyakit virus, akibat obat-obat teratogenik,
dan lain-lain yang terdapat dalam masa kehamilan.7

Himen imperforatus

Himen imperforatus ialah selaput dara yang tidak menunjukkan


lubang (hiatus himenalis) sama sekali, suatu kelainan yang ringan dan
yang cukup sering dijumpai. Kemungkinan besar kelainan ini tidak
dikenal sebelum menarche. Penyakit ini jarang terdiagnosis saat masih
bayi karena kondisi ini sering asimptomatik, meskipun pada kasus
yang jarang bayi dapat mengalami pembesaran abdomen. Sesudah itu
gejala haid dialami tiap bulan, tetapi darah haid tidak keluar. Darah itu
terkumpul di dalam vagina dan menyebabkan himen tampak kebiru-
biruan dan menonjol keluar.7

Gambar 5. Himen imperforatus (dikutip dari http://www.utilis.net)

Bila keadaan ini yang dinamakan hematokolpos dibiarkan, maka


uterus akan terisi juga dengan darah haid dan akan membesar
(hematometra), selanjutnya akan timbul pula pengisian tuba kiri dan
kanan (hematosalpinks) yang dapat diraba dari luar sebagai tumor
kistik di kanan dan kiri atas simfisis. Disertai gejala nyeri pelvis dan
perut yang berulang akibat hambatan aliran darah haid. Selanjutnya,
penumpukan darah di uterus (hematometra) dapat menyebabkan

11
menstruasi retrograd yang kemudian akan berkembang menjadi
endometriosis.2,7

Transverse Vaginal Septum

Transverse Vaginal Septum disebabkan karena kegagalan duktus


mulleri yang berasal dari vagina bagian atas berpisah dengan sinus
urogenital yang berasal dari vagina bagian bawah. Biasanya septum
tersebut berada di bagian tengah vagina dan bersifat paten. Pada
beberapa kasus mungkin berubah menjadi imperforata dan
menyebabkan amenorea primer. Diagnosis ditentukan secara seksama
pada pemeriksaan traktus genitalia wanita. Penyakit ini sering kali salah
terdiagnosis sebagai himen imperforatus, dan dapat dibedakan dengan
adanya cincin himen sebelum septum.8

Agenesis vagina

Pasien ini mengalami agenesis atau disgenesis mulleri. Pada


sindrom ini terjadi agenesis vagina total dan tidak adanya uterus atau
agenesis vaginal parsial dengan uterus dan distal vagina tidak terbentuk
sempurna. Ini berbeda dengan atresia vagina dimana sistem mulleri
berkembang, tetapi distal vagina berubah menjadi jaringan fibrosis.
Diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisis yang menemukan
vagina tidak paten, kromosom 46,XX, dan ovarium terlihat di
pemeriksaan ultrasonografi. Pasien dengan agenesis vagina parsial atau
atresia vagina, pemeriksaan rektal dapat ditemukan massa pelvis yang
konsisten dengan sebuah uterus. Adanya uterus terlihat dengan
pemeriksaan ultrasonografi, computer tomography (CT), atau magnetic
resonance imaging (MRI).8

Sindrom Feminisasi Testikular

Sindrom feminisasi testikular atau insensitivitas androgen akibat


disfungsi atau tidak adanya reseptor testoteron sehingga terjadi
fenotipikal wanita dengan kromosom 46XY. Sindrom ini terjadi pada
1:50.000 wanita. Penyebabnya adalah gangguan dalam metabolisme
endokrin pada janin, dimana tidak ada kepekaan jaringan alat-alat
genital terhadap androgen yang dihasilkan secara normal oleh testis
janin. Berhubungan dengan hal tersebut, meskipun tidak ada kelainan
kromosom, penderita mempunyai ciri-ciri khas wanita, akan tetapi
tidak mempunyai genital interna wanita dan terdapat testis, yang

12
kurang tumbuh, dan dapat ditemukan di rongga abdomen, di kanalis
inguinalis, atau di labium mayus.7

Duktus Mulleri dan Wolffii sama sekali tidak berkembang,


walaupun mungkin ditemukan sisa-sisanya yang rudimenter. Pada
tahun-tahun terakhir analisis steroid dalam darah menunjukkan bahwa
testis mengeluarkan androgen dan estrogen, dan bahwa kadar
androgen sama tinggi dengan kadar androgen yang ditemukan pada
pria normal. Lagi pula tidak berkembangnya duktus Mulleri pada
mudigah memberi petunjuk bahwa testis janin itu dari permulaan tidak
hanya mengeluarkan androgen tetapi juga polipeptida, yang dikenal
sebagai faktor penekanan duktus Mulleri (Mullerian inhibiting factor).
Dalam hubungan ini dikemukakan, bahwa sindrom feminisasi
testikuler adalah ketidakpekaan alat-alat genital terhadap androgen,
bukan oleh karena tidak adanya androgen.7

Mengapa tidak ada respon jaringan-jaringan itu tidak jelas


sebabnya. Dikemukakan kemungkinan tidak mampunya sel-sel
setempat mengubah testoteron menjadi hormon yang lebih aktif secara
biologis yakni dihidrotestosteron. Hal ini mungkin disebabkan oleh
tidak adanya 17-ketosteroid reductase.7

2. Gangguan gonad

Penyebab paling sering amenorea primer adalah disgenesis gonad.


Disfungsi ini sering dihubungkan dengan kelainan kromosom seks,
menyebabkan gangguan perkembangan gonad, pengurangan jumlah folikel
dan oosit, dan tidak adanya sekresi estradiol. Pasien mengalami amenorea
hipergonadotropik tanpa memandang derajat perkembangan pubertas.
Kegagalan ovarium primer ditandai dengan kenaikan kadar gonadotropin
dan penurunan estradiol (hipergonadotropin hipogonadisme). Kegagalan
ovarium sekunder hampir selalu menyebabkan disfungsi hipotalamus dan
ditandai dengan kadar gonadotropin yang normal atau menurun serta
penurunan estradiol (hipogonadotropin hipogonadisme).6

Disgenesis/Agenesis ovarii (sindrom Turner)

Fenotipe pada sindrom ini ialah wanita yang kromatin seks


negatif. Pola kromoson pada kebanyakan dari mereka ialah 45XO dan
sebagian dalam bentuk mosaik 45-XO/46-XX. Angka kejadian ialah
satu di antara 10.000 kelahiran bayi wanita. Kelenjar kelamin tidak
ada, atau hanya berupa jaringan parut mesenkhim (streak gonads), dan

13
saluran Mulleri berkembang dengan adanya uterus, tuba dan vagina,
akan tetapi lebih kecil dari biasa, berhubung tidak adanya pengaruh
dari estrogen. Pada sindrom ini ditemukan trias yang klasik, yaitu
infantilisme, webbed neck, dan kubitus valgus. Selain itu, dijumpai
tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai
dengan puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang,
rambut ketiak dan pubis sedikit atau tidak ada, amenorea, koarktasio
atau stenosis aorta, batas rambut belakang yang rendah, ruas tulang
tangan dan kaki pendek, osteoporosis, gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran, anomali ginjal (hanya satu ginjal), dan
sebagainya. Pada pemeriksaan hormonal ditemukan kadar hormon
gonadotropin (FSH) meninggi, estrogen hampir tidak ada, sedangkan
17-ketosteroid terdapat dalam batas normal atau rendah.10

3. Gangguan hipotalamus

Gonadotropin releasing hormon (GnRH) mengeluarkan neuron


hipotalamus yang berasal dari bulbus olfaktorius dan berjalan sepanjang
traktus olfaktorius menuju hipotalamus mediobasal dan nukleus arkuata.
Dibawah keadaan fisiologis, nukleus arkuata melepaskan GnRH secara
ritmik menuju sistem hipofiseal portal setiap jam. Kemudian GnRH
melepaskan LH dan FSH dari hipofisis. LH dan FSH akan merangsang
pertumbuhan folikel di ovarium dan ovulasi. Kemudian ovarium
menghasilkan hormon estrogen dan progesteron yang merangsang
pertumbuhan dan perkembangan endometrium, dan menyebabkan
perdarahan pada fase menstruasi ketika kadar hormon tersebut menurun.
Anovulasi dan amenorea dapat disebabkan karena gangguan pada
penyaluran GnRH, penurunan produksi pulsasi GnRH, atau kelainan
kongenital yang menyebabkan tidak adanya GnRH (sindrom Kallmann).6

Defisiensi GnRH kongenital

Keadaan ini disebut juga hipogonadotropik hipogonadisme jika


terjadi dengan fenomena tersembunyi, dan disebut sindrom kallmann
jika disertai anosmia. Pasien mengalami berkurangnya sekresi GnRH
dan penurunan secara drastis hormon gonadotropin. Perkembangan
folikel dan ovulasi tidak terjadi. Meskipun lebih dari 60% kasus
sporadik, defisiensi GnRH kongenital juga dapat diturunkan pada
kromosom X autosomal. Lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dengan keterlambatan pubertas, sedangkan pada anak perempuan
jarang menyebabkan amenorea primer.6

14
4. Gangguan hipofisis

Gangguan hipofisis jarang menyebabkan amenorea; kebanyakan


sekunder dari disfungsi hipotalamus.6

Disfungsi hipofisis kongenital

Tidak adanya hipofisis secara kongenital merupakan kondisi letal


dan jarang. Kemudian menyebabkan penurunan atau tidak
dihasilkannya hormon LH dan FSH, mengakibatkan anovulasi dan
amenorea.6

Penyebab amenorea sekunder

1. Gangguan Hipotalamus

Gangguan penyaluran GnRH

Gangguan penyaluran GnRH dari hipotalamus ke hipofisis dapat


disebabkan kompresi batang hipofisis atau destruksi nukleus arkuata.
Batang hipofisis mengalami gangguan akibat trauma, kompresi,
radiasi, tumor (kraniofaringioma, germinoma, glioma, teratoma), dan
penyakit yang bersifat infiltrasi (sarkoidosis, tuberkulosis) dapat
merusak area hipotalamus atau mencegah penyaluran hormon
hipotalamus ke hipofisis.6

Gangguan pada produksi pulsasi GnRH

Konsekuensi metabolik terhadap penurunan produksi pulsasi


GnRH sehingga menyebabkan sedikit atau tidak ada LH atau FSH
yang dilepaskan, sehingga mengakibatkan tidak ada folikel ovarium
yang berkembang, tidak ada sekresi estradiol, dan pasien amenorea.
Keadaan ini dapat disebabkan karena anoreksia nervosa, stress berat,
dan kehilangan berat badan yang ekstrim.6

2. Gangguan Hipofisis

Disfungsi hipofisis didapat

o Sindrom Sheehan

Sindrom yang ditandai dengan amenore postpartum dan


disertai banyak perdarahan atau syok. Hal ini dapat menyebabkan
nekrosis karena spasme atau trombosis arteriola-arteriola pada
pars anterior hipofisis. Pada masa kehamilan terdapat

15
vaskularisasi yang lebih banyak pada pars posterior, sehingga jika
terjadi spasme atau trombosis pembuluh darah; yang mengalami
akibat berupa nekrosis ialah terutama pars anterior.10

Dengan nekrosis fungsi hipofisis terganggu dan


menyebabkan menurunnya pembuatan hormon-hormon
gonadotropin, tireotropin, kortikotropin, somatotropin, dan
prolaktin. Gejala-gejala insufisiensi hipofisis ialah amenorea,
hilangnya laktasi, hipotiroid, berkurangnya libido, atrofi alat-alat
genital, dan sebagainya. Sindrom Sheehan kadang-kadang dapat
mengalami perbaikan karena regenerasi sel-sel hipofisis, akan
tetapi mungkin pula keadaan bertambah berat dan penderita
menjadi sangat kurus, rambut ketiak dan rambut pubis hilang, dan
terdapat hipotermi dan hipotensi. Diagnosis dapat dibuat atas
gejala-gejala klinik dan rendahnya kadar FSH, T4, dan 17-
ketosteroid, dan mendatarnya kurve tes toleransi glukosa. Terapi
terdiri atas pemberian hormon sebagai substitusi, antara lain
kortison, bubuk tiroid, dan sebagainya.10

Akumulasi besi di hipofisis

Keadaan ini dapat menyebabkan dekstruksi sel yang


memproduksi LH dan FSH. Ini terjadi hanya pada pasien dengan
kenaikan kadar serum besi (misalnya hemosiderosis), atau karena
destruksi sel darah merah yang berlebihan (misalnya talasemia).6

Tumor-tumor hipofisis

Diantara sebab-sebab amenorea, tumor hipofisis merupakan sebab


yang jarang dijumpai. Sebaliknya, pada penderita dengan tumor
hipofisis adanya amenorea merupakan gejala yang sering terdapat.
Gejala-gejala lain ialah sakit kepala dan gangguan penglihatan visus
perifer. Biasanya tumor sudah lama ada sebelum gejala-gejala timbul.
Kecurigaan adanya tumor hipofisis timbul apabila seorang wanita
dengan amenorea mengeluh tentang sakit kepala dan gangguan
penglihatan.10

Mikroadenoma dan makroadenoma hipofisis dapat juga


menyebabkan amenorea akibat peningkatan kadar prolaktin, tetapi
mekanisme yang mendasari amenorea belum jelas.
Hiperprolaktinemia tersembunyi tanpa adanya adenoma merupakan

16
penyebab amenorea yang jarang. Didiagnosis jika ditemukan gejala
galaktorea dan evaluasi kadar serum prolaktin meningkat.6

Tumor-tumor hipofisis biasanya adenoma yang peka terhadap


radiasi, sehingga umumnya lebih dipilih radioterapi daripada
pembedahan. Adenoma dari hipofisis terdapat dalam 3 jenis, yakni :6

a. Adenoma kromofob lebih sering terdapat. Kecuali amenorea,


sakit kepala dan gangguan penglihatan, tumor ini tidak
menunjukkan gejala yang khas. Hanya pada satu jenis tumor
ini bisa ditemukan produksi prolaktin yang berlebihan dan
yang dapat menyebabkan galaktorea.

b. Adenoma basofil dikemukakan pada tahun 1912 untuk


pertama kali oleh Harvey Cushing, dan oleh karena itu juga
disebut sebagai penyakit Cushing. Gejala-gejala penyakit ini
sangat menyerupai sindrom Cushing yang dijumpai pada
wanita dengan hiperfungsi korteks dari glandula suprarenalis.

c. Adenoma eosinofil menyebabkan gigantisme dan akromegali


karena produk-produk somatotropin yang berlebihan.

3. Sindrom Asherman

Sindrom terjadi karena destruksi endometrium serta tumbuhnya


sinekia (perlekatan) pada dinding kavum uteri sebagai akibat kerokan yang
berlebihan, biasanya pada abortus atau postpartum. Walaupun jarang,
endometritis akuta yang berat dapat pula menimbulkan sindrom tersebut.
Penderita menderita amenore sekunder. Diagnosis dapat dipastikan dengan
histerogram.6

4. Sindrom amenorea galaktorea

Pada sindrom ini ditemukan gejala amenore, dan dari mamma dapat
dikeluarkan air seperti air susu. Dasar sindrom ini adalah gangguan
endokrin berupa gangguan produksi Releasing Factor dengan akibat
menurunnya kadar FSH dan LH, dan gangguan produksi Prolactin
Inhibiting Factor dengan akibat peningkatan pengeluaran prolaktin.
Karena hal-hal tersebut diatas, terjadilah amenore dan galaktorea.6

Amenore galaktorea dapat ditemukan sesudah kehamilan. Di sini


masa laktasi menjadi jauh lebih panjang dari biasa; keadaan ini terkenal
dengan nama sindrom Chiari Frommel. Gejala gejala yang sama dapat

17
ditemukan pada wanita tanpa ada hubungannya dengan kehamilan, dan
dinamakan sindrom Ahumeda-del Castillo.6

Pemeriksaan hormonal pada sindrom amenorea-galaktorea


menunjukkan penurunan kadar FSH dan LH, serta peningkatan kadar
prolaktin. Sedangkan hormon-hormon lain dari hipofisis mempunyai kadar
yang normal. Etiologi sindrom ini belum jelas, akan tetapi akhir-akhir ini,
selain tumor hipofisis sebagai penyebab, ditemukan kasus-kasus pada
wanita yang lama minum obat anti hipertensi atau obat penenang serta
yang setelah menghentikan minum pil kontrasepsis.6

5. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)

Polycystic Ovary Syndrome merupakan sebuah sindrom, penyakit


heterogenus, bukan penyakit spesifik. Dikatakan sebagai sindrom, dimana
memiliki kumpulan gejala dan tanda yang berhubungan satu sama lain
tetapi tanpa penyebab yang jelas. Gejala dan tandanya seperti oligo atau
amenorea, infertilitas, hirsutisme, obesitas, ovarium polikistik,
peningkatan androgen, resistensi insulin, dan rasio LH/FSH.11

Sekitar lebih dari 10% pasien PCOS dengan amenorea primer dan
75% dengan amenorea sekunder. Hal ini terjadi akibat abnormalitas aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Pada PCOS, sekresi LH meningkat pada
frekuensi dan amplitudo pulsasi sedangkan kadar FSH tidak berubah. Oleh
karena itu, rasio LH;FSH meningkat lebih dari 2,5 kali ketika ovulasi.
Ketidaksesuaian sekresi gonadotropin ini dapat juga disebabkan karena
gangguan pelepasan hormon GnRH di hipotalamus. Tetapi gangguan ini
masih belum jelas apakah suatu kelainan primer atau sekunder. Kadar
prolaktin meningkat pada 20% pasien PCOS.12

6. Penghentian Fungsi Ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan


sebagainya

Pengangkatan ovarium bilateral niscaya mengakibatkan amenorea.


Demikian pula amenorea timbul setelah radiasi yang cukup kuat atau
radang yang cukup luas untuk merusak semua folikel premordial dalam
ovarium.6

7. Menopause prematur

Umumnya batas terendah terjadinya menopause ialah umur 44 tahun.


Menopause yang terjadi sebelum 40 tahun, dapat dinamakan menopause

18
prematur. Diagnosis menopause prematur tidak sukar dibuat, apabila
ditemukan penghentian haid sebelum waktunya disertai hot flushes serta
meningkatnya kadar hormon gonadotropin. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan menopause prematur ialah herediter, gangguan gizi yang
cukup berat, penyakit-penyakit menahun, dan penyakit-penyakit yang
merusak jaringan kedua ovarium.13

8. Kelainan kejiwaan

Syok emosional karena trauma atau kejadian yang menyedihkan dapat


menimbulkan amenorea. Biasaya amenorea ini bersifat sementara dan
menghilang jika yang menjadi sebabnya sudah tidak ada lagi, atau setelah
diberi penerangan secukupnya.6

Psikosis

Psikosis yang paling sering ditemukan bersama amenorea ialah


penyakit yang disertai depresi. Diagnosis dan terapi harus ditangani
oleh seorang ahli psikiatri.6

Anoreksi nervosa

Anoreksi nervosa merupakan suatu sindrom yang paling dramatis


di antara penyakit kejiwaan yang menyebabkan amenorea. Penyakit
ini terutama dijumpai pada wanita muda yang menderita gangguan
emosional yang cukup berat.6

Terdapat amenorea yang sudah terjadi sebelum penderita menjadi


kurus betul, tidak ada nafsu makan, ada gangguan gizi yang berat
tetapi tanpa letargi, dan rasa nyeri di epigastrium; selanjutnya terdapat
tingkat metabolisme basal yang rendah, hipoglikemi, suhu lebih
rendah dari normal, dan bradikardi. Penderita tampaknya sangat
kurus, ada gejala hirsutisme dengan pertumbuhan rambut lanugo yang
halus, rambut ketiak dan pubis yang normal, dan atrofi alat-alat
genital.6

Gejala-gejala menunjukkan adanya gangguan metabolisme karena


menurunnya fungsi hipofisis, mungkin karena gangguan fungsi
hipotalamus. Pemeriksaan endokrinologik menunjukkan kadar
hormon-hormon di bawah normal. Penanganan anoreksia nervosa
harus dilakukan oleh ahli psikiatri. Jika berat badan naik lagi, maka
haid dapat kembali dalam 3 bulan.6

Pseudosiesis

19
Pseudosiesis adalah suatu keadaan dimana terdapat kumpulan
tanda-tanda kehamilan pada seorang wanita yang tidak hamil. Gejala-
gejala ini merupakan ilustrasi yang jelas tentang pengaruh jiwa pada
seorang wanita, yang ingin sekali hamil. Pseudosiesis dapat ditemukan
pula pada wanita yang takut akan kehamilan, akan tetapi hal ini jauh
lebih jarang. Gejala-gejalanya ialah amenorea, mual sampai muntah,
mamma membesar, berat badan naik, dan perut tampak membesar;
malahan dirasakan gerakan janin pula.6

Diagnosis mudah dibuat dengan menemukan uterus yang sebesar


biasa pada pemeriksaan ginekologi dan tes hamil yang negatif. Yang
lebih sulit ialah menyadarkan penderitan bahwa ia tidak hamil, dan
membantu mengatasi kekecewaanya. Biasanya masalahnya dapat
ditangani oleh seorang ahli penyakit jiwa.6

9. Gangguan Endokrin

Diabetes Melitus

Diabetes dapat menyebabkan berat badan menurun, penurunan


lemak tubuh, dan menganggu transformasi androgen ke estrogen.
Estrogen sangat penting untuk terjadinya menstruasi. Oligomenorea
dan amenorea sekunder lebih sering terjadi pada wanita diabetes.
Hubungan antara gangguan menstruasi dan diabetes masih
kontroversi. Menurut penelitian ditemukan hubungan antara indeks
massa tubuh yang rendah, tingginya konsentrasi HbA1c dan terjadinya
oligo/amenorea pada wanita diabetes. Penemuan ini mungkin
mengindikasikan bahwa rendahnya massa tubuh dan buruknya
pengendalian metabolik dapat menyebabkan meningkatkan insiden
amenorea.14

Pengendalian diabetes yang buruk dapat menyebabkan


peningkatan kadar SHBG (sex hormone binding globulin) melalui
peningkatan peningkatan produksi atau penurunan katabolisme
glikoprotein hepatik sehingga kadar testoteron bebas meningkat
menyebabkan gejala hiperandrogenemia seperti hirsutisme, obesitas,
menstrusi irregular atau amenorea.14

VI. DIAGNOSIS

Gejala amenorea dijumpai pada penyakit-penyakit atau gangguan-


gangguan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, untuk menegakkan

20
diagnosis yang tepat harus berdasarkan etiologi, tidak jarang diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit, dan mahal harganya.6

Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama, harus


diketahui apakah amenorea itu primer atau sekunder. Selanjutnya, perlu
diketahui apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan gangguan emosional; apakah ada kemungkinan kehamilan;
apakah penderita menderita penyakit akut atau menahun; apakah ada gejala-
gejala penyakit metabolik, dan lain-lain.6

Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama;


keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk-petunjuk yang
berharga. Apakah penderita pendek atau tinggi, apakah berat badan sesuai
dengan tingginya, apakah ciri-ciri kelamin sekunder bertumbuh dengan baik
atau tidak, apakah ada tanda hirsutisme; semua ini penting untuk pembuatan
diagnosis.6

Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya berbagai


jenis ginatresi, adanya aplasia vagina, keadaan klitoris, aplasia uteri, adanya
tumor, ovarium, dan sebagainya.6

Mencari penyebab amenorea dapat dilakukan secara sederhana, yaitu


dengan melakukan beberapa tes atau uji.15

Uji dengan menggunakan progesteron atau uji P


Jenis-jenis progesteron yang dapat digunakan untuk uji P adalah
medroksiprogesteron asetat (MPA), noretisteron, didrogesteron, atau
nomegestrol asetat. Dosis progesteron untuk uji P adalah 5-10 mg/hari dengan
lama pemberian 7 hari. Pada umumnya perdarahan akan terjadi 3-4 hari setelah
obat habis, dan dikatakan uji P pada wanita ini positif. Bila perdarahan terjadi 2
atau 3 hari setelah pasien menggunakan progestogen, maka tidak perlu
dilanjutkan lagi dengan sisanya. Terjadinya perdarahan lucut setelah
penggunaan progestogen berbeda-beda pada setiap wanita, sehingga jangan
terlalu cepat dikatakan uji P negatif. Jika dalam 10 hari setelah obat habis
belum juga terjadi perdarahan, maka baru dikatakan uji P negatif.15

Arti uji P positif

Terjadi perdarahan setelah uji P, berarti wanita tersebut memiliki uterus


atau masih memiliki uterus dengan endometrium yang normal.

Perdarahan dapat keluar dari alat genitalia wanita tersebut, berarti


wanita tersebut memiliki vagina dan himen yang normal.

21
Perdarahan dapat terjadi karena endometrium telah mendapat pengaruh
estrogen yang cukup (proliferasi). Estrogen dihasilkan oleh ovarium,
tepatnya di folikel. Artinya wanita tersebut memiliki ovarium dan
pertumbuhan folikel yang normal. Folikel-folikel di ovarium baru dapat
berkembang dan menghasilkan estrogen bila sebelumnya telah
mendapat rangsangan dari FSH dan LH. Karena FSH dan LH di sintesis
di hipofisis dan pengeluarannya dipicu oleh hormon pelepas GnRH,
maka dapat dikatakan bahwa wanita tersebut memiliki hipofisis dan
hipotalamus yang normal. Pemberian progestogen pada wanita ini
menyebabkan endometrium menjadi fase sekresi, dan begitu kadar
progestogen turun terjadilah perdarahan. Di sini dapat dikatakan bahwa
wanita ini kekurangan progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum.
Korpus luteum baru akan terbentuk bila pada seorang wanita terjadi
ovulasi. Jadi pada wanita ini kemungkinan tidak terjadi ovulasi, jika
terjadi tidak diikuti dengan insufisiensi korpus luteum. Pada analisis
hormonal seperti FSH, LH dan prolaktin umumya dalam batas normal.
Tidak dijumpai tumor di hipofisis.

Diagnosis pada wanita ini adalah disregulasi hipotalamus-hipofisis.


Penyebabnya kemungkinan besar karena gangguan pada sistem umpan-balik.
Kadang-kadang ditemukan kadar FSH dan prolaktin normal, namun kadar LH
tinggi. Wanita ini sangat mungkin menderita sindroma ovarium polikistik.15

Arti uji E+P positif

Pada wanita ini perdarahan baru terjadi setelah diberikan estrogen.


Estrogen dibentuk di folikel. Jadi pada wanita ini terjadi gangguan pematangan
folikel, sehingga estrogen tidak dapat dihasilkan. Untuk pematangan folikel
diperlukan rangsangan dari FSH dan LH, sedangkan untuk pengeluaran FSH
dan LH diperlukan rangsangan dari GnRH yang dihasilkan oleh hipotalamus.
Dapat dipastikan bahwa pada wanita ini tidak terjadi ovulasi.15

Penanganan wanita dengan uji P negatif


Bila hasil uji P negatif, maka perlu dilakukan uji berikutnya dengan
menggunakan estrogen dan progesteron yang dikenal dengan uji E+P. Cara
melakukan uji E+P adalah dengan memberikan estrogen, seperti etinil estradiol
50g, atau estrogen valerianat 2 mg, atau estrogen equin kanyugasi 0,625 mg
selama 12 hari dan dari hari ke 12 sampai hari ke 21 diberikan progesteron 10
mg/hari. Paling mudah adalah dengan memberikan pil kontrasepsi kombinasi,
meskipun cara ini tidak dapat dikatakan sebagai uji E+P yang murni karena
sejak awal estrogen dan progesteron diberikan bersamaan. Uji E+P dikatakan
positif, bila 2 atau 3 hari setelah obat habis terjadi perdarahan. Pada wanita

22
tertentu perdarahan dapat saja terjadi 7-10 hari setelah obat habis. Bila tidak
terjadi perdarahan, maka dikatakan uji E+P negatif.15

Penanganan amenorea pada wanita dengan uji P dan uji E+P


Pasien diperiksa kadar FSH, LH, dan prolaktin serum, dan bila hasilnya
semua normal, maka diagnosis pada pasien ini adalah normogonadotrop
amenorea. Amenorea yang terjadi disebabkan oleh adanya defek di
endometrium (aplasia uterus, sindrom Asherman).15
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik,
banyak kasus amenorea dapat diketahui sebabnya. Apabila pemeriksaan klinik
tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat
dilakukan pemeriksaan khusus seperti :6
a. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia
uteri yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium,
ovarium polikistik (Sindrom Stein-Leventhal) dan sebagainya.
b. Pemeriksaan kromotin seks untuk mengetahui apakah penderita secara
genetik seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum
berarti bahwa penderita yang bersangkutan seorang wanita yang
genetik normal oleh karena kromatin seks positif dijumpai pula pada
gambaran kromosom 44 XXX, 44 XXY, atau gambaran mosaik seperti
XX/XO, XXXY atau XXYY.
c. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal
ihwal kromosom, antara lain apabila fenotipe tidak sesuai dengan
genotipe.
d. Pemeriksaan kadar hormon
Pemeriksaan hormon T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula
tiroid. Selain itu, pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan
17-ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi
hipofisis misalnya kadar FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium
umumnya kadar FSH tinggi dan kadar estrogen rendah.

VII. PENATALAKSANAAN
Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi. Misalnya, seorang
wanita berumur lebih dari 40 tahun dengan amenorea tanpa sebab yang
mengkhawatirkan tidak memerlukan pengobatan. Penderita-penderita dalam
kategori ini yang memerlukan terapi ialah wanita-wanita muda yang mengeluh
tentang infertilitas, atau yang sangat terganggu oleh tidak datangnya haid.6
Dalam rangka terapi umum dilakukan tindakan memperbaiki keadaan
kesehatan, termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat
dan tenang, dan sebagainya. Pengurangan berat badan pada wanita dengan
obesitas tidak jarang mempunyai pengaruh baik terhadap amenore dan

23
oligomenorea. Pemberian tiroid tidak banyak gunanya, kecuali jika ada
hipotiroid.6
Pasien dengan kelainan kongenital dapat diobati dengan operasi dengan
prosedur plastik untuk menyediakan tempat aliran darah menstruasi pada
pasien dengan uterus yang fungsional atau membuat sebuah vagina yang
fungsional. Pasien yang uterus dan payudaranya tidak ada maka dapat diobati
dengan pengganti estrogen untuk merangsang perkembangan payudara dan
mencegah osteoporosis. Pasien dengan payudara yang berkembang tetapi tidak
memiliki uterus mungkin tidak memerlukan intervensi pengobatan. Pasien
dengan uterus tetapi tanpa perkembangan payudara dan dengan
hipergonadotrop hipogonadisme sering disertai kegagalan ovarium yang
irreversibel memerlukan terapi pengganti estrogen. Pasien dengan
hipogonadotrop hipogonadisme memerlukan pengobatan seperti pasien dengan
amenorea sekunder.8
Pasien dengan hipotiroidisme diobati dengan pengganti hormon tiroid.
Makroadenoma hipofisis diobati dengan operasi reseksi. Beberapa pasien
dengan makroadenoma dan kebanyakan mikroadenoma diobati dengan
bromokriptin, agonis dopamin ini dapat meregresikan tumor dan memperbaiki
ovulasi.8
Penanganan wanita dengan uji P positif
Bagi wanita yang belum menginginkan anak, cukup diberikan progestogen
dari hari ke 16 sampai hari ke 25 silus haid. Hari pertama dihitung dari hari
pertama terjadi perdarahan setelah uji P dilakukan. Setiap habis obat pada
umumnya akan terjadi perdarahan. Pengobatan diberikan untuk 3 siklus
berturut-turut, setelah itu dilihat apakah siklus haid normal kembali atau tidak.
Bila masih belum terjadi siklus haid normal, maka pengobatan dilanjutkan lagi
sampai dicapai siklus haid yang normal. Selama belum diperoleh siklus haid
yang normal, berarti wanita tersebut terus menerus berada di bawah pengaruh
estrogen yang suatu waktu dapat menyebabkan hiperplasia endometrium
bahkan kanker endoetrium. Pemberian progestogen pada wanita ini selain
untuk mendapatkan haid yang teratur juga sekaligus untuk mencegah
timbulnya kanker endometrium.15
Bila ternyata wanita tersebut telah mendapat siklus haid yang teratur,
namun wanita tersebut belum menginginkan anak, maka perlu dianjurkan
penggunaan IUD, atau yang paling mudah adalah pemberian kontrasepsi
kombinasi. Jangan memberikan kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung
gestagen saja karena kontrasepsi jenis ini justru akan mengakibatkan
amenorea.15
Penanganan wanita dengan uji E+P positif
Penyebab folikel tidak berkembang harus dicari serta dilakukan analisis
hormonal FSH, LH, dan prolaktin. Bila kadar FSH dan LH rendah/normal,

24
serta kadar prolaktin normal, maka diagnosisnya adalah amenorea
hipogonadotrop yang disebabkan oleh insufisiensi hipotalamus-hipofisis.
Penyebab insufisiensi tersebut dapat disebabkan oleh tumor di hipofisis.15
Bila ditemukan kadar FSH dan LH tinggi dan prolaktin normal maka
penyebab amenorea pada pasien ini adalah gangguan di ovarium, misalnya
menopause prekoks. Diagnosisnya adalah amenorea hipergonadotrop. Untuk
memastikan secara pasti, perlu dilakukan biopsi pada ovarium. Bila FSH dan
LH sangat rendah berarti tidak terjadi pematangan folikel, atau ovarium tidak
memiliki folikel-folikel lagi. Untuk mengetahui apakah ovarium benar-benar
masih mengandung folikel dan masih memiliki kemampuan untuk
menumbuhkan folikel, dapat dilakukan uji stimulasi dengan hMG (uji hMG).
hMG mengandung hormon FSH dan LH. Pada ovarium yang normal,
pemberian hMG akan memicu pertumbuan folikel dan memproduksi estrogen.
Estrogen tersebut dapat diperiksa melalui urin atau darah. Bila didapatkan
kadar estrogen yang normal, maka uji hMG dikatakan positif. Perlu diketahui
bahwa dikemudian hari tidak diproduksi lagi hormon gonadotropin yang
mengandung FSH dan LH, melainkan hanya yang mengandung FSH saja.15
Hasil uji hMG positif berarti amenorea yang terjadi disebabkan oleh
rendahnya produksi FSH dan LH di hipofisis, atau rendahnya FSH dan LH bisa
disebabkan oleh rendahnya produksi hormon pelepas GnRH di hipotalamus.
Hasil uji hMG negatif menunjukkan bahwa ovarium tidak memiliki folikel,
atau masih memiliki folikel, tetapi tidak sensitif terhadap gonadotropin seperti
pada kasus sindroma ovarium resisten.15
Untuk mencari tahu kemungkinan lokasi gangguan yang terjadi di
hipotalamus atau di hipofisis, maka perlu dilakukan uji stimulasi dengan
klomifen sitrat dan uji dengan GnRH. Klomifen sitrat diberikan 100 mg/hari
selama 5-10 hari. Uji klomifen sitrat dikatakan positif bila selama penggunaan
klomifen sitrat dijumpai peningkatan FSH dan LH serum 2 kali lipat dan 7 hari
setelah penggunaan klomifen sitrat ditemukan peningkatan serum estradiol
paling sedikit 200 pg/ml.15
Darah untuk pemeriksaan FSH, LH, dan E2 diambil pada hari ke-7.
Peningkatan FSH dan LH yang terjadi menunjukkan hipofisis normal, artinya
masih tersedia FSH dan LH yang cukup. Bila uji klomifen sitrat negatif, berarti
terjadi gangguan di hipotalamus dengan kemungkinan tidak tersedia cukup
GnRH, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan uji dengan GnRH. GnRH
diberikan dengan dosis 25-100 g intravena. Tiga puluh menit setelah
pemberian GnRH dilakukan pengukuran kadar FSH dan LH serum. Uji GnRH
dikatakan positif, bila dijumpai kadar FSH dan LH yang normal atau tinggi, hal
ini berarti gangguan yang terjadi adalah di hipotalamus, sedangkan bila tidak
dijumpai peningkatan FSH dan LH, maka gangguan yang terjadi adalah di
hipofisis.15

25
Bila ditemukan FSH dan LH normal, namun kadar prolaktin tinggi, maka
pasien ini perlu ditangani sesuai dengan penatalaksanaan pasien dengan
hiperprolaktinemia. Pada pasien dengan uji P negatif dan uji E+P positif yang
belum menginginkan anak, cukup diberikan estrogen-progesteron siklik,
meskipun cara ini tidak mengobati penyebab dari amenorea tersebut. Bila
diduga kelainan di hipofisis, maka untuk pematangan folikel diberikan hMG
atau FSH dan untuk induksi ovulasi diberikan hCG, sedangkan bila diduga
kelainan tersebut di hipotalamus, maka diberikan GnRH secara pulsatif.
Apabila tidak mungkin memberikan GnRH secara pulsatif, maka terpaksa
diberikan FSH dari luar, terutama bagi pasien yang ingin hamil.15
Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding, dan bukan haid
yang didahului oleh ovulasi. Induksi ovulasi dapat dilakukan dengan
menggunakan klomifen sitrat. Klomifen sitrat merupakan obat pilihan pertama
untuk pasien dengan siklus haid yang tidak berovulasi dan oligomenorea dan
merupakan pilihan pertama untuk pasien dengan amenorea sekunder yang
kadar FSH, LH, dan prolaktinnya normal.6

26

Anda mungkin juga menyukai