4.1.Proses Diskritisasi
Pemecahan sistem persamaan aliran pada umumnya akan menghadapi
penentuan variable yang tergantung terhadap waktu dan ruang.
Spatial domain dipecahkan ke dalam sejumlah cells, grids, atau blocks serta
menentukan tipe grid yang digunakan. Grid ini pada umumnya berbentuk rectangular
tapi tidak harus selalu demikian. Time domain juga dipisahkan menjadi timesteps.
Ukuran selang waktu tersebut tergantung persoalan yang akan dipecahkan, pada
umumnya semakin kecil selang waktu maka solusi yang diperoleh akan semakin akurat.
Contoh dari time discretization adalah Gambar 4.1 berikut.
P (t)
Gambar 4.1.
Time Discretization
Finite Difference
Persamaan differensial parsial dapat digantikan dengan finite difference.
Persamaan finite diffence dapat diperoleh dengan membuat deret Taylor, seperti berikut
:
35
1 2 1
P( x + ∆x ) = P( x) + ∆xP( x) + ∆x P' ' ( X ) + ∆x 3 P' ' ' ( x) ........................ (4-1)
2 6
1 2 1
P( x − ∆x ) = P ( x) − ∆xP( x) + ∆x P ' ' ( X ) − ∆x 3 P ' ' ' ( x) ....................... (4-2)
2 6
∂P ∂2P
dimana: P ' = P' ' =
∂x ∂x 2
Derivative Pertama
Persamaan (4-1) dan (4-2) dapat diselesaikan dengan derivative pertama atau
kedua sesuai kebutuhan, contoh :
∂P P( x + ∆x) − P( x)
Forward Difference....: = ……………………………… (4-3)
∂x ∆x
∂P P( x) − P( x − ∆x)
Backward Difference : = ………………………………... (4-4)
∂x ∆x
∂P P ( x + ∆x) − P( x − ∆x)
Central Difference : = …………………………... (4-5)
∂x ∆x
x- ∆ x x x+ ∆ x
Gambar 4.2.
Derivative Pertama
36
Derivative Kedua
P( x + ∆x) − 2( x) + P ( x − ∆x)
Untuk P' ' ( x) : P' ' ( x) = + 0∆x 2 …………….. (4-6)
∆x 2
x- ∆ x x x+ ∆ x
Gambar 4.3
Derivative Kedua
Gambar 4.4.
Skema Penyelesaian dengan Metode Eksplisit
37
Pi,nj+1 − Pi,nj
= ............................................................................................... (4-7)
∆t
dimana :
i, j = lokasi sel dalam grid
n = tingkatan waktu lama
n+1 = tingkatan waktu baru
Pi,nj+1 = Pi,nj +
∆t
2
(
Pi,nj+1 − 2Pi,nj + Pi,nj−1 ) +
∆t
(Pn
i +1, j )
− 2Pi,nj + Pin−1, j .... (4-8)
∆x ∆y 2
Gambar 4.5.
Pengaturan Sel pada 2 Dimensi untuk Metode Eksplisit
Formulasi Implisit
Metode implisit memerlukan penyelesaian secara simultan.
Gambar 4.6.
Skema Penyelesaian dengan Metode Implisit
∂ 2P ∂P
=
∂x 2
∂t
39
Sel dengan nomor 0 dan n+1 biasanya adalah sel fiktif, sel tersebut tidak termasuk
dalam model dan dapat dihilangkan dengan menggunakan kondisi batas.
Solusi dari persamaan diatas dapat didapat dengan menggunakan notasi matrik,
sebagai berikut :
AP=d
dimana bentuk matriksnya:
40
⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ a1 b1 c1 ⎥ ∗ ⎢ P1 ⎥ = ⎢d 1 ⎥ ......................................................... (3-13)
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ ⎥⎦ ⎢⎣ ⎥⎦ ⎢⎣ ⎥⎦
Sistim ini dapat diselesaikan untuk tekanan tekanan yang tak diketahui menggunakan
algoritma Thomas yang merupakan modifikasi eleminasi Gauss. Contoh penggunaan
persamaan diferensial parsial 2 dimensi sebagai berikut:
∂ 2P ∂2P ∂P
+ = ..................................................................................... (4-14)
∂x 2
∂y 2
∂t
maka persamaan finite difference fully implicit dalam grid dapat dituliskan :
Pi,nj+−11 − Pi,nj+1 + Pi,nj++11 Pin−1,+1j − Pi,nj+1 + Pin++1,1j Pi,nj+1 − Pi,nj
+ = ............................ (4-15)
∆x 2 ∆y 2 ∆t
Mengingat semua tekanan pada saat time level baru, dan merupakan variabel yang tak
diketahui, persamaan sekarang memiliki lima variabel yang tak diketahui. Dan
persamaan umum menjadi (diasumsikan ∆x = ∆y):
e i Pi,nj−−11 + a i Pin++1,1j + b i Pi,nj+1 + c i Pin−1,+1j + f i Pi,nj++11 = d i ...................................... (4-16)
dimana koefisien e,a,b,c,f dan d didefinisikan seperti pada satu dimensi. Persamaan di
atas akan membentuk matriks dengan five tridiagonal system :
A P = d ...................................................................................................... (4-17)
dan matriksnya :
⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤
⎢ d ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ c ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ b ⎥ ∗ ⎢ P ⎥ = ⎢d ⎥ ............................................. (4-18)
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ a ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ e ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦
41
4.3. Gridding
Desain grid harus memperhatikan batas antara gas dan air pada reservoar, juga
luas reservoar (batas-batas reservoar) atau batas dimana ketebalan pasir bernilai nol.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan sel adalah sebagai berikut :
Perbedaan panjang sumbu x maupun y sel yang berdampingan tidak boleh melebihi 3
kali.
Ukuran sel tidak harus seragam.
Tiap sumur harus dipisahkan minimum oleh satu sel.
Perubahan maksimum saturasi sel tidak boleh melebihi 5%.
Perubahan maksimum tekanan sel tidak boleh melebihi 200 psi.
2. Ukuran Grid
Ukuran grid sangat mempengaruhi tingkat ketelitian perhitungan cadangan dan
pergerakan fluida reservoar yang dilakukan simulator. Ukuran sel yang semakin kecil
akan menghasilkan perhitungan yang dilakukan simulator semakin teliti. Semakin kecil
sel akan menambah jumlah sel keseluruhan sehingga akan membutuhkan waktu yang
lebih lama pada saat dijalankan karena kerja simulator semakin berat. Penentuan ukuran
grid yang baik perlu memperhatikan :
Dapat mengidentifikasikan saturasi dan tekanan pada suatu posisi yang spesifik
sesuai dengan kebutuhan studi
42
Dapat menggambarkan geometri, geologi dan properti reservoar awal dengan jelas
Dapat menggambarkan saturasi dinamis dan profil tekanan cukup detail untuk
mendapatkan hasil yang obyektif
Pergerakan fluida pada model cukup pantas
Dapat cocok dengan pernyelesaian matematis simulator sehingga hasil aliran
fluida akurat dan stabil
3. Sel Pasif
Pengertian sel pasif adalah bila dalam sel mempunyai harga mempunyai
ketebalan lapisan nol, maka sel tersebut harus dinonaktifkan, sehingga simulator secara
otomatis tidak akan melakukan perhitungan apapun terhadap sel tersebut.
4. Tipe Grid
Grid pada model simulasi digunakan untuk menterjemahkan bentuk discrette pada
persamaan finite difference. Jenis grid yang digunakan pada pemodelan ditentukan
berdasarkan tujuan dari simulasi. Sistem grid yang dapat digunakan pada model
simulasi adalah sebagai berikut :
Block Centered, parameter yang saling bergantungan dihitung pada tengah tengah
sel atau blok. Tidak ada titik pada boundary.
Lattice atau Corner Point, parameter yang saling bergantung dihitung pada titik
perpotongan garis grid. Ada beberapa titik pada batas
43
Gambar 4.7.
Sistem Grid pada Model Simulasi
(a) Block Centered Grid, (b) Lattice Grid
Gambar 4.8.
Jenis Ukuran Grid pada Model Simulasi
(a) coarse grid, (b) fine grid
Ukuran grid dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu coarse grid (grid kasar) dan
fine grid (grid halus) seperti yang terlihat pada Gambar 4.8. Coarse grid biasanya
digunakan pada simulasi sederhana ataupun digunakan pada tahap awal untuk menguji
model konsep yang akan digunakan. Fine grid digunakan setelah konsep model sesuai,
serta pada simulasi reservoar berlapis.
44
Gambar 4.9.
Cartesian Grid dan Curvlinear Grid
45
Lubang sumur
Gambar 4.10.
Radial Grid
Gambar 4.11.
Locally-refinement Cartesian Grid
Pembuatan grid juga memperhatikan penentuan arah grid. Penentuan arah grid
dipengaruhi oleh distribusi permeabilitas vertikal dan horisontal (pada reservoar
anisotropi), serta arah aliran fluida yang dominan. Gambar 4.12. menunjukkan
pengaruh arah grid terhadap proses aliran fluida pada simulasi.
46
Gambar 4.12.
Pengaruh Arah Grid terhadap Proses Aliran pada Simulasi
Pengertian Consistency
Pendekatan finite difference dikatakan konsisten bila truncation error mendekati
0 (nol).
Hubungan antara persamaan differensial dengan formulasi diskrit disebut
consistency.
Pengertian Convergency
Kesalahan antara solusi eksak dari persamaan finite difference-nya disebut
discritization error.
Formulasi finite difference disebut convergent bila discritization mendekati 0
(nol)
dari kondisi batas) dan jika metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan
matrik, ia sendiri tabil melawan kesalahan pembatasan.
unstable
∆Pk
stable
0
1 k
Gambar 4.13
Stabilitas
Metode Matrik
Pada umumnya, metode matrik melibatkan kesalahan karena penggunaan aljabar
matrik. Pada kenyataannya, proses dimulai dengan mendefinisikan kesalahan yang
berhubungan dengan solusi dari sistem persamaan linier yang simultan dan
menghubungkan dengan kesalahan tadi untuk melanjutkan perkalian dari koefisien
matrik A yang diberikan :
en+1 = Aen = A(A en-1) ............................................................................. (4-19)
Jadi
en+1 = An+1 e0 ........................................................................................... (4-20)
n+1
Kemudian matrik A harus memiliki property tertentu untuk kesalahan e untuk
mempertahankan batas. Perilaku dari matrik A dianalisa dalam harga λ dan verktor. Hal
ini dimungkinkan karena definisi dari harga untuk tiap verktor V :
AV = λV ................................................................................................. (4-21)
Jadi kesalahan pesamaan (persamaan (4-20)) dapat ditulis :
48
system matrik dinormalisasi dengan mengacu pada tiap elemen diagonal aii. Kemudian
A dapat disederhanakan menjadi segitiga matrik yang lebih rendah atau lebih tinggi
sebagai berikut :
(I – H – K)u = b ........................................................................................ (4-24)
dimana
⎡0 ⎤ ⎡0 ⎤
⎢ 0 ⎥ ⎢ 0 ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
−H =⎢ . ⎥, −K =⎢ . ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ . ⎥ ⎢ . ⎥
⎢⎣ 0⎥⎦ ⎢⎣ 0⎥⎦
49
kemudian
u* = (H + K)u* + b .................................................................................. (4-25)
dimana * menandakan harga sebenarnya.
Seperti ditunjukan sebelumnya, Skema LSOR (the line successive
overrelaxation) dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan (4-22). Untuk skema
LSOR skema umum finite-difference yang digunakan dalam model dapat dinyatakan
dalam bentuk berikut :
Aun+1 = Bun + Cun+1 + b .......................................................................... (4-26)
Dimana:
⎡ ⎤ ⎡ ⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
A=⎢ ⎥, B=⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ 0 ⎥
⎢⎣ ⎥⎦ ⎢⎣ ⎥⎦
⎡ ⎤
⎢ 0 ⎥⎥
⎢
C=⎢ ⎥ dan b dikenal sbagai vector kolom
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣ ⎥⎦
Kesalahan pada iterasi didefinisikan sebagai :
en = u* - un .............................................................................................. (4-27)
Dimana un adalah bilangan ke-n dari nilai sebenarnya.
50