Anda di halaman 1dari 11

Praktikum Kimia Analitik

TITRASI IODOMETRI (REDOKSIMETRI)

Penentuan Garam Iodat Pada Beberapa Jenis Garam

NAMA : NI MADE RAI NOVI KARTIKA

NIM : P07134011018

JURUSAN : ANALIS KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN


KESEHATAN DENPASAR

JLN. SANITASI NO.1 SIDAKARYA


TITRASI IODOMETRI (REDOKSIMETRI)
Penentuan Garam Iodat Pada Beberapa Jenis Garam

Hari/Tanggal Praktikum : Selasa, 17 April 2012


Tempat : Laboratorium Kimia Dan Bakteri Jurusan Analis
Kesehatan Denpasar.

I. TUJUAN
1. Mahasiswa diharapkan dapat membuat larutan baku NaS2O3 0,005 N dan KIO3
0,005 N
2. Mahasiswa dapat melakukan pembakuan NaS2O3 0,005 N dengan larutan KIO3
0,005 N
3. Mahasiswa dapat melakukan titrsi penentuan kadar iodat pada beberapa jenis
garam.

II. PRINSIP
Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat teroksidasi/ tereduksi
berdasarkan pada reaksi redoks. Reaksi redoks yaitu reaksi kimia yang
mengakibatkan pelepasan dan penarikan electron sehingga terjadi penurunan dan
kenaikan biloks.
 Reaksi reduksi yaitu reaksi penangkapan electron disertasi
penurunan biloks.
 Reaksi oksidasi yaitu reaksi pelepasan electron disertasi
peningkatan biloks.
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai (KIO3) adalah oksidator
yang dapat bereaksi dengan I- (iodida) untuk menghasilkan I2. Iodida adalah
reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan
oksidator kuat. I2 (iodin) yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan
larutan natrium thiosulfat.
III. DASAR TEORI
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi
dengan satu larutan iod standar. Metode titrasi iodimetri tak langsung (iodometri
adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimi (Basset,
1994).
Titrasi iodometri berkaitan dengan reaksi redoks (Oksidasi dan
Reduksi). Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan
reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang
terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi
harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah
oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja
(Khopkar, 2003).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri
adalah natirium thiosulfat. Garam biasanya sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi
harus distandarisasi dengan larutan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak
stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 2001).
Ion iodide adalah agen pereduksi lemah dan akan mereduksi agen
oksidasi yang kuat. Ini tidak digunakan sebagai titran terutama karena kurangnya
sistem indikator visual yang tepat, serta factor-faktor lain seperti kecepatan reaksi.
Ketika kelebihan iodida ditambahkan ke dalam larutan agen pengoksidasi, iodium
diproduksi dalam jumlah yang setara dengan saat ini agen pengoksidasi. Iodium ini
bisa dititrasi dengan agen pereduksi, dan hasilnya akan sama seperti jika agen
pengoksidasi yang dititrasi secara langsung, agen titrasi yang digunakan adalah
natirium tiosulfat (Christian,1994).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif
beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara
langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan
tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan
iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara
iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat
bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah
lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau
kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi.
Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena
warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka
terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada
larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).

IV. ALAT DAN BAHAN


ALAT
1. Buret 50 mL
2. Beaker glass
3. Neraca analitik
4. Spatel
5. Gelas ukur
6. Labu takar 500 mL
7. Labu takar 250 mL
8. Pipet volume 25 mL
9. Gelas arlogi
10. Batang pengaduk
11. Erlenmeyer
12. Pipet ukur 5 Ml
13. Label
BAHAN
1. NaS2O3
2. Na2CO3
3. Air suling
4. I2
5. KI
6. H2SO4
7. Amilum
8. Garam

V. CARA KERJA
A. Pembuatan Larutan NaS2O3 0,005 N
1. Ditimbang 0,6205 gram NaS2O3 dalam gelas arloji pada neraca analitik.
2. Dipindahkan ke dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan air aquades
50 mL dan ditambahkan 100 mg Na2CO3.
3. Diaduk sampai homogen dan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL.
4. Diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai volume larutan 500 mL
5. Simpan dalam botol yang tertutup dan diberi etiket.

B. Pembuatan Larutan KIO3 0,005 N


1. Ditmbang 0,0891 gram kristal KIO3 dengan teliti pada gelas arloji yang telah
ditimbang.
2. Dilarutkan dengan aquades kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 250
mL.
3. Ditambahkan aquades sampai tepat pada tanda 250 mL.

C. Pembuatan Larutan H2SO4 2N 100 mL


1. Disiapkan labu ukur 100 mL yang telah diisi aquades.
2. H2SO4 pekat (36N) dipipet sebanyak 2,7 mL dan dimasukkan ke dalam labu
ukur yang telah disiapkan lewat dinding sambil didinginkan.
3. Ditambahkan aquades sampai tanda 100 mL kemudian dikocok.

D. Standarisai NaS2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N


1. Dipipet 25 mL KIO3 0,005 N dan dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan 2 gram KI yang bebas dari iodat dan 5 mL H2SO4 2N.
3. Ditirasi dengan Natrium Thiosulfat yang akan ditentuka normalitasnya.
4. Apabila warna kuning hampir menghilang, titrasi dihentikan dan
ditambahkan indicator amilum.
5. Titrasi diteruskan sampai warna biru dari larutan tepat hilang.
6. Dihitung normalitas NaS2O3.
E. Penentuan Kadar Iodat pada Garam Dapur
1. Ditimbang teliti 25 gram garam.
2. Ditambahkan aquades sampai volume 125 mL.
3. Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat.
4. Ditambahkan 5 mL asam sulfat 2N.
5. Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat yang telah ditentukan
normalitasnya.
6. Apabila warna kuning iodium hampir hilang, titrasi dihentikan dan
ditambahkan indicator amilum.
7. Dihitung kadar iodum dalam garam dapur.

VI. HASIL PENGAMATAN


A. Perhitungan Penimbangan Reagen
1. Jumlah Na2S2O3 0,005 N
g = L × N × BE
= 0,5 × 0,005 × 248,21
= 0,6205 gram

2. Jumlah KIO 0,005 N


BM
g = L ×N×
valensi
214
= 0,5 × 0,005 ×
6
0,535
=
6
= 0,089

B. Standarisasi Na2S2O3 0,005 N


1. Volume Titrasi Standarisasi Na2S2O3 0,005 N
VI = 24,8 mL
VII = 25,2 mL
VIII = 25,0 mL
+
Vtotal = 75,0 mL
Vrata-rata = 25,0 mL

2. Konsentrasi Na2S2O3
V1 × N1 = V2 × N2
25 × 0,005 = 25 × N2
N2 = 0,005 N

C. Penentuan Kadar Iodat Pada Garam


1. Garam I
a. Volume titrasi garam I
VI = 1,1 mL
VII = 1,0 mL
VIII = 1,0 mL
+
Vtotal = 3,1 mL
Vrata-rata = 1,03 mL
b. Kadar Iodium Dalam Garam I

V. Tio × N. Tio × 35,67 (B. St KIO3 ) × 1000


=
25 gram
1,03 × 0,005 × 35,67 × 1000
=
25 gram
183,7
=
25 gram

= 7, 35 ppm

2. Garam II
a. Volume titrasi garam II
VI = 3,8 mL
VII = 1,1 mL
VIII = 2,0 mL
+
Vtotal = 6,9 mL
Vrata-rata = 2,3 mL
b. Kadar Iodium Dalam Garam II

V. Tio × N. Tio × 35,67 (B. St KIO3 ) × 1000


=
25 gram

2,3 × 0,005 × 35,67 × 1000


=
25 gram

410,205
=
25 gram

= 16,4082 ppm

3. Garam III
a. Volume titrasi garam III
VI = 1,3 mL
VII = 1,4 mL
VIII = 1,0 mL
+
Vtotal = 3,7 mL
Vrata-rata = 1,23 mL
b. Kadar Iodium Dalam Garam III

V. Tio × N. Tio × 35,67 (B. St KIO3 ) × 1000


=
25 gram
1,23 × 0,005 × 35,67 × 1000
=
25 gram
219,37
=
25 gram

= 8,77 ppm

VII. PEMBAHASAN
A. Standarisasi Larutan Thiosulfat
Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam
proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang
merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam
sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan
kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Fungsi penambahan
asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab
larutan yang terdiri dari kalium iodat dan kalium iodida berada dalam kondisi netral
atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator
amilum 1%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi
dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan
amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Penambahan amilum
menyebabkan larutan berwarna ungu kebiruan. Proses titrasi harus dilakukan
sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir
titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna ungu
kebiruan mendadak hilang (menjadi bening) dan perubahannya sangat jelas.
Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi
pada saat titik akhir titrasi.
Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga
semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan
iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak
dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2. Kompleks
iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya
ditambahkan pada titik akhir titrasi.
Dari hasil standarisasi terhadap larutan thiosulfat (Na2S2O3) dengan
menggunakan larutan kalium iodat (KIO) didapkan normalitas larutan thiosulfat
sebesar 0,005 N.
B. Penentuan Kadar Iodat Pada Garam Dapur
Dalam percobaan ini dilakukan analisis garam beriodium secara
iodometri. Iodium yang terdapat dalam garam beriodium, terdapat dalam bentuk
iodat (IO3-).Analisis iodium secara titrasi iodometri dilakukan dengan cara
mereduksiion iodat yang terdapat dalam garam menggunakan reduktor kalium
iodida (KI) dalam suasana asam sehingga terbentuk I2 yang selanjutnya dititrasi
dengannatrium tisulfat (Na2S2O3) sebagai larutan standar.
Dalam analisis ini dilakukan titrasi iodometri untuk menentukan kadar
IO3- pada garam. Larutan standar yang digunakan adalah larutan Na2S2O3 0,005 N
(hasil standarisasi). Untuk titrasi digunakan 25 gram sampel garam beriodium yang
dilarutkan dengan 125 mL aquades. Selanjutnya larutan ini ditambahkan 2 gram KI.
Kemudian ditammbahkan larutan H2SO4 2 N sebanyak 5 mL pada larutan
beriodium sehingga menyebabkan larutan menjadi berwarna kuning. Karena warna
kuning yang terbentuk sangat tipis maka penambahan indikator amilum langsung
dilakukan tanpa melakukan titrasi sebelumnya. Penambahan indikator amilum pada
larutan ini menyebabkan larutan berwarna biru pekat. Kemudian larutan ini dititrasi
dengan Na2S2O3 0,005 N hingga warna ungu kebiruan menghilang. Proses ini
diulangi untuk setiap sampel garam sebanyak 3 kali persampel sehingga didapat
data triplo.
Dari hasil pengukuran didapatkan kadar iodat dalam sampel garam yaitu:
a. Garam I: 7,35 ppm
b. Garam II: 16,4082 ppm
c. Garam III: 8,77 ppm
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri
adalah sebagaiberikut:
1. Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi,
dimana hal iniditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda
(dari oranye sampai coklat akibatterdapatnya I2 dalam jumlah banyak),
alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangatlambat akibatnya maka
banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilumditambahkan
pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan
padamedia asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis
amilum.
2. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya
oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi
iodometri sangat diwajibkanuntuk menghindari penumpukan tiosulfat
pada area tertentu, penumpukkan konsentrasitiosulfat dapat menyebabkan
terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang.
Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan
larutanmenjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).
S2O32- + 2H+ → H2SO3 + S
VIII. SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
1. Titrasi iodometri berkaitan dengan reaksi redoks (Oksidasi dan Reduksi). Istilah
oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi.Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses
iodometri adalah natirium thiosulfat.
2. Dari hasil standarisasi terhadap larutan thiosulfat (Na2S2O3) dengan
menggunakan larutan kalium iodat (KIO) didapkan normalitas larutan thiosulfat
sebesar 0,005 N.
3. Dari hasil pengukuran didapatkan kadar iodat dalam sampel garam yaitu:
a. Garam I: 7,35 ppm
b. Garam II: 16,4082 ppm
c. Garam III: 8,77 ppm
SARAN
Praktikum yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2012
mengalami banyak kendala terutama pada penyediaan alat dan prosedur praktikum.
Laboratorium yang digunakan kurang memadai untuk melakukan praktikum,
sehingga dalam pengerjaanya sebagian besar mahasiswa tidak ikut berpartisipasi
dalam praktikum. Kesiapan mahasiswa juga perlu ditingkatkan, disamping
pemberian buku panduan praktikum pembimbing diharapkan untuk memberikan
penjelasan sebelum praktikum dimulai sehingga mahasiswa menjadi lebih paham.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Basset. J dan Denney R. C .1994. Vogel. Kimia Analisis Kuantitatif.
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Day. J.Y dan Underwood A. L. 2002. Analisis kimia kuantitatif .
Erlangga : Jakarta.
Ibnu, Sodiq M. Dkk.2004.Kimia Analitik I. Malang : Universitas Negeri Malang
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai