Anda di halaman 1dari 32

Dewita Triani Putri Telusuri situs ini

Beranda MATERI PEMBELAJARAN > KELAS XII > Bab 18 Kimia Unsur >
B. Sifat Fisis Dan Sifat Kimia Unsur-Unsur Gas Mulia, Halogen,
BIODATA Alkali, Alkali Tanah Periode 3 Dan Periode 4
MATERI
PEMBELAJARAN
KELAS X 1.   LOGAM ALKALI
KELAS XI
KELAS XII
PENGUMUMAN 1.      Sifat Fisika Unsur Logam Alkali
Peta Situs
 
Logam alkali adalah unsur-unsur golongan IA (kecuali
Hidrogen) yaitu Litium, Natrium, Kalium, Rubidium,
Sesium dan Fransium. Kata alkali berasal dari bahasa
arab yang bearti abu. Air abu bersifat basa, oleh karena
itu logam-logam golongan IA membentuk basa-basa

kuat yang larut dalam air.

Penurunan titik leleh dari logam alkali litium ke


cesium disebabkan oleh jari-jari atom yang makin besar
sehingga mengurangi kekuatan ikatan antaratom logam.

1.    Sifat Kimia Unsur Logam Alkali

Reaksi-Reaksi Logam Alkali Tanah


a. Reaksi Logam Alkali Tanah dengan Air
Berilium tidak bereaksi dengan air, sedangkan
logam Magnesium bereaksi sangat lambat dan hanya
dapat bereaksi dengan air panas. Logam Kalsium,
Stronsium, Barium, dan Radium bereaksi sangat cepat
dan dapat bereaksi dengan air dingin. Contoh reaksi
logam alkali tanah dan air berlangsung sebagai berikut.
Ca(s) + 2H2O(l) → Ca(OH)2(aq) + H2(g)

b. Reaksi Logam Alkali Tanah dengan Oksigen


Dengan pemanasan, Berilium dan Magnesium
dapat bereaksi dengan oksigen. Oksida Berilium dan
Magnesium yang terbentuk akan menjadi lapisan
pelindung pada permukaan logam.Barium dapat
membentuk senyawa peroksida (BaO2).
2Mg(s) + O2 (g) → 2MgO(s) + O2(g)  → BaO2(s)
Pembakaran Magnesium di udara dengan Oksigen
terbatas pada suhu tinggi akan dapat menghasilkan
Magnesium Nitrida (Mg3N2).
4Mg(s) + ½ O2(g) + N2 (g) → MgO(s) + Mg3N2(s)
Bila Mg3N2 direaksikan dengan air maka akan
didapatkan gas NH3.
Mg3N2(s) + 6H2O(l) → 3Mg(OH)2(s) + 2NH3(g)

c. Reaksi Logam Alkali Tanah dengan Nitrogen


Logam alkali tanah yang terbakar di udara akan
membentuk senyawa oksida dan senyawa Nitrida
dengan demikian Nitrogen yang ada di udara bereaksi
juga dengan Alkali Tanah.
 Contoh :
3Mg(s) + N2(g) → Mg3N2(s)

d. Reaksi Logam Alkali Tanah dengan Halogen


Semua logam Alkali Tanah bereaksi dengan
halogen dengan cepat membentuk garam Halida, kecuali
Berilium. Oleh karena daya polarisasi ion Be2+ terhadap
pasangan elektron Halogen kecuali F-, maka BeCl2
berikatan kovalen. Sedangkan alkali tanah yang lain
berikatan ion.
Contoh :
Ca(s) + Cl2(g) → CaCl2(s)
B.    REAKSI NYALA LOGAM ALKALI DAN ALKALI
TANAH

Spektrum emisi adalah radiasi elektromagnetik


yang dipancarkan oleh unsur yang tereksitasi. Spektrum
ini teramati sebagai pancaran  cahaya dengan warna
tertentu terdiri atas beberapa garis warna (panjang
gelombang) yang khas bagi setiap unsure. Spectrum
emisi dapat digunakan untuk mengenali senyawa
tertentu. Logam alkali tanah akan tereksitasi ketika
dipanaskan pada nyala api. Misalnya pada pembakar
Bunsen atau pembakar spiritus dengan memberikan
warna nyala khas.

Nama Unsur Warna nyala

Litium Merah tua

Natrium Kuning

Kalium Ungu

Rubidium Merah biru

Sesium Biru
 Salah satu sifat khas unsur-unsur golongan alkali
tanah adalah dapat menghasilkan warna nyala api yang
khas. Hal ini dikarenakan sifat dari atomnya yang jika
diberikan energi, maka posisi elektron dalam atom akan
berpindah ke kulit yang lebih tinggi (tereksitasi). Elektron
yang tereksitasi akan kembali ke keadaan stabil seraya
memancarkan energi radiasi elektromagnetik berupa
nyala cahaya. Setiap atom akan menghasilkan nyala api
yang berbeda-beda dan khas sehingga sifat ini
digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur alkali
tanah. Selain Berilium dan Magnesium, alkali tanah
memiliki warna nyala yang khas. Adapun warna nyala
masing-masing logam adalah berilium tidak berwarna,
magnesium berwarna putih terang, kalsium berwarna
jingga merah, strontium berwarna merah dan barium
berwana hijau. Magnesium biasanya tersedia dalam
bentuk pita. Pita itu akan menyala sangat terang jika
dibakar di udara. Reaksi yang terjadi pada pembakaran
pita magnesium sesuai persamaan reaksi :

2 Mg(s) + O2 (g) → 2MgO(S)

Ternyata massa magnesium setelah dibakar lebih


besar daripada sebelum dibakar. Hal itu disebabkan
megnesium mengikat oksigen setelah dibakar. Karena
memancarkan cahaya yang sangat terang, magnesium,
strontium, dan barium secara bersama-sama digunakan
untuk membuat kembang api.

Unsur Warna Nyala

Be Tak Berwarna

Mg Putih Terang

Ca Merah Jingga

Sr Merah Bata/Merah
Tua
Ba Hijau

Ra -

2. Unsur-Unsur Golongan 3

Unsur – unsur periode ketiga terdiri dari logam


Natrium (Na), Magnesium (Mg), Aluminium (Al);
semi logam: Silikon (Si); dan non logam: Fosfor (P),
Belerang (S), Klorin (Cl), Argon (Ar).

Unsur periode ketiga umumnya berada di alam


dalam bebtuk senyawanya. Pengecualian adalah S
yang ditemukan dalam bentuk unsur dan senyawa,
dan Ar yang berada dalam bentuk unsur saja.
Pada periode ketiga dalam sistem periodik,
terlihat bahwa paling kiri adalah unsur logam yang
semakin kekanan berubah menjadi semi logam dan
non logam.

 
A.    Sifat Fisis Unsur – Unsur Periode Ketiga

                      Sifat fisis unsur periode ketiga dapat kita


pelajari kecendrungannya dengan menggunakan
data sifat atomik dan struktur unsurnya. Simaklah
tabel berikut ini!

Tabel 1. Sifat Atomik Unsur - Unsur Periode


Ketiga

Sifat Atomik Na Mg Al Si P

Jari – jari atom 190 160 118 111 102

Energi ionisasi 496 738 578 789 1013

Afinitas elektron -52,8 >0 -42,5 -134 -72,0

Keelektronegatifan 1,0 1,2 1,5 1,8 2,1

Bilangan oksidasi +1 +2 +3 +4 +5
(maksimum)
 
            Dari tabel, terlihat adanya keteraturan sifat
atomik dari Na ke Ar yang secara umum dapat
dirumuskan sebagai berikut:

1.      Nilai jari – jari atom berkurang dai Na ke


Ar
Hal ini dikarenakan unsur – unsur dari Na ke
Ar memiliki jumlah proton dan elektron pada
inti semakin banyak. Hal ini mengakibatkan
gaya tarik menarik antara inti atom dengan
elektron-elektronnya semakin kuat. Oleh
karena itu jari-jari atom unsur-unsur perioda
ketiga dari kiri ke kanan semakin mengecil.
Jari – jari atom adalah : jarak antara kulit inti
atom samapai kulit terluar yang ditempati 
elektron

2.           2.      Nilai energi ionisasi bertambah dari


Na ke Ar, penyimpangan terjadi pada Mg ke Al dan
dari P ke S.
Energi Ionisasi adalah : energi yang dibutuhkan
untuk melepaskan satu elektron pada kulit terluar
yang terikat lemah ke inti dalam fasa gas.
                      Peningkatan energi ionisasi ini berkaitan
dengan bertambahnya muatan inti, sehingga daya
tarik inti terhadap elektron terluar makin kuat,
sehingga energi yang dibutuhkan untuk melepaskan
elektron pada kulit terluar semakin besar.
            Data dari gambar juga menunjukkan adanya
penyimpangan, yaitu energi ionisasi Mg lebih besar
dari energi ionisasi Al, dan energi ionisasi P lebih
besar dari S.  Penyimpangan ini terkait dengan
kestabilan konfigurasi elektron, yaitu unsur
golongan IIA (Mg) dan golongan VA (P) mempunyai
konfigurasi elektron yang relatif stabil, yaitu
konfigurasi penuh dan setengah penuh sehingga
membutuhkan energi yang lebih besar untuk
melepaskan elektronnya. Sedangkan Al dan S
mempunyai satu elektron yang terikat agak lemah
sehingga lebih mudah dilepaskan.

3.            3.     Nilai Afinitas Elektron bertambah dari


Na ke Cl, dengan penyimpangan nilai untuk Al dan P.
(abaikan tanda negative pada nilai afinitas elektron,
yang berarti energi dilepaskan).
Afinitas elektron adalah : energi yang terlibat
pelepasan energi (-) / penyerapan energi (+) jika
suatu atom / ion dalam fasa gas menerima satu
elekron membentuk ion negatif.
Peningkatan afinitas elektron ini berkaitan dengan
muatan inti yang semakin positif dan jari – jari atom
semakin kecil. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik
menarik antara inti dengan elektron yang
ditambahkan semakin kuat sehingga afinitas
elektronnya bertambah.

4.              4.      Nilai keelektronegatifan bertambah


dari Na ke Cl.
Keelektronegatifan adalah : suatu ukuran
kemampuan suatu atom untuk menarik elektron
dalam suatu ikatan kimia.
Dari kiri ke kanan (Na ke Cl) keelektronegatifan
unsur - unsur semakin besar, karena muatan
inti bertamabah positif dan jari – jari atom
berkurang, keadaan ini ini menyebabkan gaya
tarik menarik inti terhadap elektron semakin
kuat, akibatnya kemampuan atom untuk
menarik elektron semakin besar.  Hal ini juga
memperlihatkan semakin kekanan unsur
periode ketiga semakin mudah menarik
elektron.
Unsur-unsur dengan keelektronegatifan kecil
cenderung bersifat logam (elektropositif).
Sehingga sifat logam dari Na ke Ar semakin
berkurang karena nilai keelektronegatifannya
semakin besar
5.              Bilangan oksidasi maksimum
bertambah dari Na ke Cl.

Selanjutnya, simaklah bagaimana sifat atomik


mendasari kecendrungan sifat fisis unsur – unsur
periode ketiga:

Tabel 2. Sifat Fisis Unsur - Unsur Periode Ketiga

Sifat Na Mg Al Si P
Atomik
Fase padat padat padat padat padat
Kerapatan 970 1.740 2.702 2.330 1.820
(kg/m3)
Kekerasan 0,5 2,5 2,75 6,5 -
(Mohs)
Titik Leleh 98 649 660 1.410 44,1
(0C)
Titik Didih 883 1.107 2.519 3.280 277
(0C)

ΔHvus 2,60 8,95 10,79 50,55 0,657


(kj/mol)

ΔHvus 97 127 293 359 12,1


(kj/mol)

Daya 0,210 0,226 0,377 <<  << 


hantar
listrik
(MΩ-1cm-1)

Daya 1,41 1,56 2,37 1,48 0,00235


hantar
panas
(W/cmK)

Dari data pada tabel diatas, dapat kita amati


secara umum keraturan sifat fisis unsur periode
ketiga sebagai berikut:

1.          Kerapatan bertambah dari Na ke Al, lalu


berkurang dari Al ke Ar

Kerapatan adalah : perbandingan antara massa atom


– atom dengan suatu unit volum yang ditempatinya.
Nilai kerapatan bergantung pada massa atom, jari –
jari atom. Semakin besar massa atom maka jari – jari
atom akan semakin kecil, karena kekuatan tarik
menarik antara inti atom dengan kulit terluar
semakin kuat, sehingga menyebabkan kerapatan
dari Na ke Al semakin besar (ikatan logam). Nilai
kerapatan semi logam Si tinggi terkait dengan
kekeuatan ikatan kovalennya dalam struktur
kovalen raksasa. Selanjutnya variasi nilai kerapan
non logam P sampai Ar terkait dengan kekuatan
gaya London S > P > Cl > Ar.

2.      Kekerasan bertambah dari Na ke Si

Kekerasan adalah : resistansi terhadap goresan /


penetrasi permukaan bahan. Pertambahan kekerasan
dapat dijelaskan dari kekuatan ikatan logam yang
meningkat dari Na ke Al, dan kekuatan ikatan
kovalen pada Si.

3.      Titik Leleh dan ΔH fus bertambah dari Na ke


Si, lalu berkurang dari Si ke Ar.
Titik leleh adalah : suhu dimana tekanan uap zat
padat sama dengan tekanan uap zat cairnya.
Perubahan kalor leleh (ΔH fus) : menunjukkan energi
yang diperlukan untuk mengubah 1 mol padatan
menjadi 1 mol cairan pada titik lelehnya.
Kenaikan titik leleh dan ΔH fus dari Na ke Si
dijelaskan dengan kekuatan ikatan logamnya yang
meningkat dari Na ke Al, dan kekuatan ikatan
kovalen pada Si. Sedangkan kecendrungan
penurunan titik leleh dan ΔH fus dari Si ke Ar terkait
dengan variasi kekuatan gaya London S > P > Cl > Ar.

4.      Titik Didih dan ΔH v bertambah dari Na ke Si,


lalu berkurang dari Si ke Ar.

Titik didih adalah : suhu dimana tekanan uap zat cair


sama dengan tekanan disekitarnya.
Perubahan kalor didih (ΔH v) : menunjukkan energi
yang diperlukan untuk mengubah 1 mol zat cair
menjadi 1 mol gas pada titik didihnya.
Kenaikan dan penurunan titik didh serta ΔH v dapat
dijelaskan seperti halnya kecendrungan titik leleh
dan ΔH fus

5.          Daya hantar listrik dan daya hantar panas


logam Na, Mg, dan Al lebih baik dibandingkan
semi logam Si dan non logam P,S,Cl,dan Ar.
Daya hantar listrik berkaitan dengan pergerakan
muatan listrik karena pengaruh pergerakan elektron
bebas.
Daya hantar panas berkaitan dengan jumlah partikel
untuk meneruskan energi kinetic ke partikel lainnya.
·          Logam Na, Mg, dan Al memiliki daya
hantar listrik dan panas yang baik karena
memiliki elektron valensi dalam ikatan
logamnya dapat bergerak bebas.
·          Semi logam Si memiliki daya hanatar
panas dan listrik yang cukup baik disbanding
non logam karena ikatan kovalen dimana
elektron – elektronnya terikat ke inti atom.
·      Non logam P,S,Cl, dan Ar tidak memiliki
daya hantar listrik karena struktur unsurnya
tidak memiliki elektron bebas. Dan memiliki
daya hantar panas karena pengaruh
melemahnya kekuatan ikatan London
sehingga partikel menjadi mudah bergerak.
 
B.     Sifat Kimia Unsur – Unsur Periode Ketiga

 
Sifat kimia unsur periode ketiga dipelajari
dengan menggunakan data sifat atomik dan
konfigurasi elektronnya.
1.    Kereaktifan
Kereaktifan untuk unsur periode ketiga
diperhatikan dari mudah tidaknya unsur – unsur
melepas atau menyerap elektron ini dapat
dipahami dari kecendrungan nilai energi ionisasi
dan afinitas elektronnya. Kecuali Ar dapat
memiliki konfigurasi elektron gas mulia dengan
cara melepas atau menyerap elektron dari atom
lain.
·    Nilai energi ionisasi : bertambah dari kiri
kekanan, yang berarti lebih mudah bagi unsur
– unsur disebelah kiri untuk melepas   
elektron.
·     Afinitas elektron : semakin negatif dari kiri
kekanan, yang berarti semakin mudah unsur
– unsur non logam disebelah kanan untuk
menarik elektron.
Dari sini dapat disimpulkan kereaktifan unsur –
unsur periode ketiga dari Na ke Cl sebagai
berikut:
Logam                         Non-
logam                         Tidak
semakin                  
     semakin                                reaktif
reaktif                          reaktif
 
C.      Sifat Karakteristik / Sifat Khas Unsur
Periode Ketiga

1.          Sifat asam-basa hidroksida unsur periode


ketiga

Semua unsur periode ketiga dapat bereaksi


membentuk hidroksida M(OH)x, kecuali argon yang
merupakan gas mulia. M adalah unsur periode
ketiga selain argon dan x adalah nomor golongan.
Hidroksida-hidroksida dari unsur - unsur
periode ketiga dijelaskan sebagai berikut.

Hidroksida dari natrium, magnesium, dan


aluminium cukup stabil, yaitu NaOH, Mg(OH)2, dan
Al(OH)3.

Hidroksida dari silikon, fosfor, belerang, dan klor


tidak stabil karena melepaskan molekul air. Sifat
hidroksida dari unsur periode ketiga dipengaruhi
oleh energi ionisasi dari unsur tersebut.

Jika energi ionisasi rendah, maka ikatan M–OH


bersifat ionik dan hidroksida bersifat basa, dalam air
akan melepaskan ion OH–.

Jika energi ionisasi tinggi, maka ikatan M–OH


bersifat kovalen. Ikatan O–H bersifat polar sehingga
ikatan tersebut dapat mengalami hidrolisis dan
melepaskan ion H+. Dengan demikian larutannya
bersifat asam.

Kecenderungan energi ionisasi unsur periode ketiga


adalah semakin bertambah dari natrium ke klor.
Oleh karena itu sifat basa dari unsur-unsur di
sebelah kiri lebi kuat, sedangkan unsur-unsur di
sebelah kanan sifat asamnya lebih kuat. Untuk lebih
jelas dalam memahami sifat asam-basa hidroksida
unsur periode ketiga.

2.      Daya pereduksi dan daya pengoksidasi unsur


periode ketiga

Daya pereduksi dan daya pengoksidasi


berkaitan dengan kecenderungan melepas atau
menyerap elektron. Zat pereduksi (reduktor)
merupakan zat yang melepaskan elektron dalam
suatu reaksi redoks atau zat yang mengalami
oksidasi, sedangkan zat pengoksidasi (oksidator)
merupakan zat yang menyerap elektron atau
mengalami reduksi.

Dengan demikian, semakin mudah zat


melepaskan elektron, maka daya pereduksinya
semakin kuat. Sebaliknya, semakin sulit suatu zat
untuk melepaskan elektron, maka daya oksidasinya
makin kuat. Harga potensial elektrode menyatakan
kecenderungan untuk mereduksi dan mengoksidasi
reaksi-reaksi yang berlangsung dalam larutan.

  Jika harga potensial elektrodenya semakin


positif, maka makin mudah mengalami reduksi.
Sebaliknya, semakin negatif harga potensial
elektrodenya, makin mudah mengalami oksidasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa reduktor kuat mempunyai harga potensial
elektrode sangat negatif, sedangkan oksidator kuat
mempunyai harga potensial elektrode sangat positif.

3. Unsur-unsur transisi Periode keempat

Unsur-unsur transisi  pada periode 4, terdiri


dari scandium (Sc), titanium (Ti), vanadium (V),
krom (Cr), mangan (Mn), besi (Fe), kobalt (Co), nikel
(Ni), tembaga (Cu) dan seng (Zn). Sesuai dengan
pengisian elektron pada subkulitnya, unsur ini
termasuk unsur blok d, yaitu unsur-unsur dengan
elektron valensi yang terletak pada subkulit d dalam
konfigurasi elektronnya.
Konfigurasi elektron Cr bukan (Ar) 3d4 4s2
tetapi (Ar) 3d5 4s1. Demikian halnya dengan
konfigurasi elektron Cu bukan (Ar) 3d9 4s2 tetapi (Ar)
3d10 4s1.

Hal ini berkenaan dengan kestabilan


orbitalnya, yaitu orbital-orbital d dan s stabil jika
terisi penuh, bahkan 1/2 penuh pun lebih stabil
daripada orbital lain.

Unsur transisi mempunyai sifat- sifat khas yang


membedakannya dari unsur golongan utama, antara
lain:
1.          Bersifat logam. Semua unsur transisi
tergolong logam karena dengan titik leleh dan
titik didih yang relatif tinggi ( unsur – unsur
golongan    utama ada yang tergolong logam,
metaloid, dan logam).
2.            Bersifat paramagnetik (sedikit tertarik ke
dalam medan magnet).
3.          Membentuk senyawa – senyawa yang
berwarna (senyawa dari unsur logam golongan
utama tidak berwarna).
4.      Mempunyai beberapa tingkat oksidasi (unsur
logam golongan utama umumnya hanya
mempunyai sejenis tingkat oksidasi).
5.          Membentuk berbagai macam ion kompleks
(unsur logam golongan utama tidak banyak yang
dapat membentuk ion kompleks).

            Sifat-sifat khas unsur transisi dapat dijelaskan


berdasarkan konfigurasi elekronnya. Secara terinci,
sifat-sifat unsur transisi periode keempat dijelaskan
sebagai berikut.

A.       Sifat Fisis Unsur-unsur Transisi Periode


Keempat

        Simak kecenderungan sifat-sifat fisis unsur-


unsur transisi periode keempat pada tabel 1
berikut,

Tabel 1. Beberapa Sifat Unsur Transisi Periode


Keempat

Sifat Sc Ti V Cr Mn

Jari-jari atom (Å) 1.44 1.32 1.22 1.18 1.17

Jari-jari ion X2+(Å) - 1.00 0.93 0.87 0.81

Titik leleh (0C) 1541 1660 1890 1857 1224

Titik didih (0C) 2831 3287 3380 2672 1962

Massa jenis (g cm- 3 4.5 6 7.2 7.2


3)

Kekerasan (skala - - - 9 5
Mohs)

Energy ionisasi (kJ 631 658 650 652 717


mol-1)

Keelektronegatifan 1.3 1.5 1.6 1.6 1.5

E0red X2+(aq)(volt) - - -1.2 -0.91 -1.19

E0red X3+(aq)(volt) -2.1 -1.2 -0.86 -0.74 -0.28

            Dari tabel sifat keperiodikan di atas, kita dapat


simpulkan beberapa sifat atomik dan sifat fisis dari
logam transisi :
1.         Sifat Logam

Semua unsur transisi mempunyai sifat logam,


sehingga berbeda dengan unsur-unsur utama yang
dapat bersifat logam maupun non logam. Sifat itu
disebabkan semua unsur transisi memiliki energi
ionisasi yang rendah, yaitu kurang dari 1.000 kJ/mol
(sehingga mudah membentuk ion positif ) dan
keelektronegatifannya rendah yaitu kurang dari 2.

Ditinjau dari konfigurasi elektronnya, hal ini


terjadi karena unsure transisi memiliki lebih banyak
elektron tidak berpasangan. Elektron ini bebas
bergerak pada kisi kristalnya sehingga dapat
membentuk ikatan logam yang lebih kuat
dibandingkan dengan unsure utama. Akibatnya, sifat
kekerasan dan kerapatan logam-logam transisi
menjadi lebih tinggi. Akibat lainnya, sifat
penghantar listrik lebih baik dibandingkan dengan
logam-logam utama.

Demikian pula, harga titik didih dan titik


lelehnya relative tinggi (kecuali Zn yang membentuk
TD dan TL relative rendah). Semakin banyak
elektron yang tidak berpasangan dalam orbital,
semakin kuat ikatan logamnya dan semakin
tinggi titik lelehnya. Hal ini disebabkan orbital
subkulit d pada unsure transisi banyak orbital yang
kosong atau tersisi tidak penuh. Adanya orbital yang
kosong memungkinkan atom-atom membentuk
ikatan kovalen (tidak permanen) disamping ikatan
logam. Orbital subkulit 3d pada seng terisi penuh
sehingga titik lelehnya rendah. Bandingkan dengan
unsure utama yang titik didih dan titik lelehnya juga
relative rendah.

Jadi berdasarkan tabel (lihat titik lelehnya),


kekuatan ikatan logam cenderung bertambah
dari Sc ke V dan berkurang dari Cr ke Zn. Hal ini
terjadi karena dari Sc ke V berdasarkan
konfigurasi elektronnya semakin banyak
elektron yang tidak berpasangan, akibatnya
elektron-elektron itu akan bergerak bebas pada
kisi kristalnya sehingga membentuk ikatan
logam yang kuat. Sedangkan dari Cr ke Zn,
elektron mulai berpasangan sehingga
kekuatannya semakin berkurang.

Berdasarkan konfigurasi elektron valensinya


terlihat bahwa seng tidak memiliki elektron tidak
berpasangan. Hal ini mengakibatkan titik leleh seng
paling rendah di antara unsur-unsur transisi periode
empat

2.         Jari-jari Atom

Nilai jari-jari atom cenderung berkurang


dari Sc ke Ni, dan bertambah dari Ni ke Zn. Nilai
jari-jari atom dipengaruhi oleh gaya tarik-menarik
antara inti dan elektron. Pada logam transisi,
elektron yang terlibat tidak hanya dari sub kulit
terluar ns, tetapi juga dari subkulit sebelumnya
yakni (n-1)d. Hal ini dikarenakan tingkat energi
subkulit ns dan (n-1)d yang hampir sama.
Penurunan jari-jari atom dari Sc ke Ni terjadi karena
meski terdapat lebih banyak elektron di subkulit 3d,
namun elektron-elektron ini terikat semakin kuat ke
inti. Hal ini dikarenakan muatan inti yang
bertambah positif dari kiri ke kanan. Akan tetapi,
penurunan jari-jari dari Cr ke Ni tidak terlalu
signifikan.

Penjelasannya adalah bahwa elektron-elektron


mulai berpasangan sehingga timbul gaya tolak
menolak antara kedua elektron berpasangan
tersebut, dan gaya tolak menolak ini mampu
mengimbangi gaya tarik menarik antara inti dan
elektron-elektron. Sementara itu kenaikan jari-jari
atom dari Cu ke Zn dikarenakan semua elektron di
subkulit 3d telah berpasangan, sehingga gaya tolak
menolak antar-elektron lebih besar.

3.         Energi Ionisasi. Energi ionisasi cenderung


bertambah dari Sc ke Zn. Walaupun terjadi
sedikit fluktuatif, namun secara umum Ionization
Energy (IE) meningkat dari Sc ke Zn. Hal ini
terjadi karena, dalam upaya mencapai
konfigurasi gas mulia, logam transisi akan
melepas elektron-elektron di subkulit s dan d-
nya. Karena jumlah elektron di subkulit d yang
tergolong banyak, maka dibutuhkan energi yang
lebih besar untuk melepas elektron-elektron
tersebut, sehingaa kecenderungan nilai energi
ionisaninya secara umum bertambah dari sc ke
Zn.
4.         Kekerasan berkurang dari Cr ke Zn. nilai
kekerasan dari Cr ke Zn berkurang dapat
dijelaskan dari kekuatan ikatan logam. Ingat !
(Semakin banyak elektron yang tidak
berpasangan dalam orbital, semakin kuat ikatan
logamnya). Jadi semakin ke kanan kekuatan
ikatan logam semakin berkurang karena elektron
cenderung berpasangan.
5.                Titik leleh dan titik didih bertambah
dari Sc ke V dan kemudian secara umum
berkurang dari V ke Zn. Kecenderungan nilai
titik leleh dan titik didih menunjukkan kekuatan
ikatan logam yang meningkat dari Sc dan v dan
kemudian berkurang dari v ke Zn.
6.                Daya hantar listrik dan panas secara
umum bertambah dari Sc ke Zn. Daya hantar
listrik dan panas pada logam dipengaruhi oleh
muatan inti dan jumlah elektron valensi yang
dapat bergerak bebas. Secara umum, logam
transisi memiliki daya hantar listrik dan panas
yang semakin baik dari Sc ke Zn. Hal ini
dikarenakan jumlah elektron-elektron valensinya
dapat bergerak bebas  bertambah dari Sc ke Zn.

B.              Sifat Kimia Unsur-unsur Transisi


Periode Keempat

     Unsur-unsur transisi memiliki sifat kimia yaitu


kerektifan dan kelarutan. Unsur-unsur transisi
bereaksi lambat dengan air, oksigen dan halogen.
Unsur-unsur transisi periode empat kurang reaktif
dibanding alkali dan alkali tanah. Kereaktifan yang
lemah mengakibatkan unsur transisi tahan terhadap
korosi. Korosi terjadi apabila suatu unsur berekasi
cepat dengan oksigen dan air. Sementara itu,
sebagian besar transisi bersifat larut dalam asam
mineral encer.

1.      Kereaktifan

Kereaktifan unsur-unsur transisi periode


keempat ditunjukkan dari nilai Potensial reduksi
standar (E0)  pada tabel berikut.

Tabel 2.  Nilai (E0) dari unsur-unsur transisi periode


keempat

  E0 (volt)

Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni

E0red - - -1.2 -0.91 -1.19 -0.44 -0.28 -0.25

X2+(aq)
(volt)

           

                      Dari tabel terlihat, secara umum nilai E0


negatif. Hal ini berarti unsur-unsur transisi ini
mudah teroksidasi, berarti bersifat reaktif. Namun,
kecenderungan ini secara umum berkurang dari kiri
ke kanan karena nilai E0 yang bertambah besar.
Sehingga kereaktifan cenderung semakin
berkurang/rendah. Perkecualian adalah Cu yang
memiliki nilai E0 positif yang menunjukkan Cu tidak
mudah teroksidasi.

                      Kebanyakan logam transisi bersifat inert


terhadap asam atau bereaksi lambat karena adanya
lapisan oksida pelindung. Salah satu kasusnya
adalah kromium ; unsur ini secara kimia sangat inert
karena pada permukaannya terbentuk kromium(III)
oksida, Cr2O3. Akibatnya, kromium biasa digunakan
sebagai pelindung dan pelapis nonkorosif pada
logam lain.

C.            Sifat-sifat Karakteristik Unsur-unsur


Transisi Periode Keempat
        Unsure transisi periode keempat mempunyai
sifat-sifat khas yang membedakannya dari unsure
golongan utama. Sifat-sifat khas unsure transisi
berkaitan dengan adanya sub kulit d yang terisi
penuh.

1.         Sifat Magnet

Perhatikanlah gambar cara mengukur


kemagnetan suatu zat dibawah ini !

Berdasarkan sifat kemagnetannya, unsur-unsur


transisi mempunyai sifat sebagai berikut.

1)          Diamagnetik yaitu dapat ditolak oleh


medan magnet.

Sifat ini dimiliki oleh atom, molekul, atau ion


yang seluruh elektron pada orbitalnya
berpasangan.

2)      Paramagnetik yaitu sedikit dapat ditarik


oleh medan magnet.

Sifat ini dimiliki oleh atom, molekul, atau ion


yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan pada orbitalnya.

Unsur-unsur logam transisi pada umumnya memiliki


elektron yang tidak berpasangan pada orbital-orbital
d. dengan demikian, kebanyakan dari unsur-unsur
dan senyawa logam transisi bersifat paramagnetic
(tertarik oleh medan magnet) dan bukan bersifat
diamagnetik (tidak tertarik oleh medan magnet).
Sifat paramagnetik pada unsur-unsur transisi
semakin kuat jika jumlah elektron yang tidak
berpasangan pada orbitalnya semakin banyak.  

Logam transisi periode keempat yang bersifat


paramagnetik antara lain Sc, Ti, V, Cr, dan Mn,
sedangkan yang bersifat diamagnetik antara lain
Cu dan Zn. Unsur Fe, Co, dan Ni terdapat sedikit
keunikan pada sifat kemagnetannya yang disebut
feromagnetik. Sifat unik yang dimiliki oleh unsur-
unsur ini, meskipun logam feromagnetik ini sudah
dijauhkan dari medan magnet, tetapi induksi
magnet dari logam ini tidak ikut menghilang,
melainkan tetap terkandung dalam logam itu. Hal
ini sangat berbeda dari sifat logam paramagnetik
yang segera kehilangan induksi magnet ketika
dijauhkan dari medan magnet. Dengan demikian
dapat dikatakian bahwa logam ferromagnetic dapat
dijadikan magnet permanen, sedangkan logam
paramagnetik hanya bersifat magnet jika berada di
lingkungan suatu medan magnet.

1.         Tingkat Oksidasi (Bilangan Oksidasi)


Tidak seperti golongan IA dan IIA yang hanya
mempunyai tingkat oksidasi +1 dan +2, unsur-unsur
logam transisi mempunyai beberapa tingkat 
oksidasi. Perhatikanlah beberapa senyawa mangan
(Mn) berikut, yaitu MnSO4, MnO2, K2MnO4, dan
KMnO. Bilangan oksidasi mangan dalam senyawa-
senyawa itu berturut-turut adalah +2, +4, +6, +7.
Mengapa unsure transisi dapat membentuk
senyawa dengan beberapa bilangan tingkat
oksidasi ?

Adanya bilangan oksidasi lebih dari satu ini


disebabkan mudahnya melepaskan elektron valensi
(bersifat elektropositif), sehingga bilangan
oksidasinya bertanda positif. Bilangan oksidasi
maksimum yang dicapai suatu unsur transisi
menyatakan jumlah elektron pada subkulit 3d dan
4s.  Dengan demikian, energi ionisasi pertama, kedua
dan seterusnya memiliki harga yang relatif lebih
kecil dibanding unsur golongan utama.

Jumlah elektron tidak berpasangan unsur


scandium = 1, titanium = 2, vanadium = 3, krom = 6,
mangan = 5, besi = 6, kobalt = 3, nikel = 2, tembaga =
1 dan seng = 0. Semua elektron dari unsur scandium
sampai mangan pada orbital d-nya tidak
berpasangan sehingga elektronnya relative lebih
mudah dilepaskan. Hal ini mengakibatkan atom-
atomnya cenderung mencapai bilangan oksidasi
maksimum.  Pada unsur besi sampai seng, elektron
pada orbital d-nya mulai berpasangan dan terisi
penuh. Dengan demikian, unsur-unsur ini cenderung
lebih sukar mencapai bilangan oksidasi maksimum.

Unsur scandium dan seng hanya memilik satu


macam bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi
scandium = +3 karena melepaskan 3 elektron (2
elektron pada orbital 4s dan 1 elektron pada orbital
3d) untuk memiliki konfigurasi elektron stabil.
Sementara itu, bilangan oksidasi seng = +2 karena
dengan melepaskan 2 elektronnya saja (dari orbital
4s), seng telah mencapai kestabilan tanpa
melepaskan elektron dari subkulit 3d.

Tingkat   oksidasi dari unsur-unsur transisi


periode keempat diberikan pada Tabel 3.

Yang dicetak tebal adalah tingkat oksidasi biasa dan


yang diberi bintang adalah tingkat oksidasi paling
stabil.

 
1.         Warna Senyawa unsur  transisi periode
keempat

Sebagian besar ion-ion logam transisi


berwarna. Warna-warna khas dari ion logam dapat
dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Warna-Warna Ion Logam Transisi

Unsur Ion Warna Unsur Ion Warna

Sc Sc3+ Tidak Mn Mn2+ Merah


berwarna muda
Mn3+
Merah-
MnO4- coklat
Coklat-
ungu

Ti Ti2+ Ungu Fe Fe2+ Hijau

Ungu- Jingga
Ti3+ Fe3+
hijau
Ti4+
Tidak
berwarna

V V2+ Ungu Co Co2+ Merah


muda
Hijau
V3+ Co3+
Biru
Biru
VO2+
Merah Ni Ni2+ Hijau
VO43-
Merah
Ni3+

Cr Cr2+ Biru Cu Cu+ Tidak


berwar
Hijau
Cr3+ Cu2+
Biru
Kuning

CrO42- Jingga
Zn Zn2+ Tidak
berwar
Cr2O72-

Warna yang timbul dari ion-ion tersebut


disebabkan oleh tingkat energi elektron pada unsur-
unsur transisi hampir sama. Jadi, elektron-elektron
dapat bergerak ke tingkat yang lebih tinggi dengan
mengadsorpsi sinar tampak.

Dari tabel di atas, terlihat bahwa untuk ion


Sc3+ , Ti4+, Cu+, dan Zn2+ tidak berwarna. Hal ini
dapat dijelaskan berdasarkan konfigurasi elektron
dari ion-ion tersebut. Pada konfigurasi ion Sc3+ (4s0
3d0) dan ion Ti4+ (4s0 3d0) tampak bahwa kedua ion
tersebut tidak memiliki elektron pada subkulit 3d.
Sementara itu, pada konfigurasi ion Cu+ (4s0 3d10)
dan ion Zn2+ (4s0 3d10) tampak bahwa kedua ion
tersebut subkulit 3d-nya terisi penuh. Jadi, yang
menyebabkan senyawa dari ion-ion tersebut
menjadi tidak berwarna karena adanya subkulit 3d
yang kosong atau terisi penuh. Pada ion-ion yang
berwarna, subkulit 3d-nya belum terisi penuh
sehingga elektron-elektron pada subkulit 3d tersebut
dapat menyerap energi cahaya. Energi tersebut
menyebabkan elektron-elektron tereksitasi dan
memancarkan energi cahaya dengan warna yang
sesuai dengan warna cahaya yang dapat
dipantulkannya pada saat kembali ke keadaan dasar.

5.          Banyak di antaranya dapat membentuk ion


kompleks

Ion kompleks adalah ion yang terdiri atas atom


pusat dan ligan. Biasanya atom pusat merupakan
logam transisi yang bersifat elektropositif dan dapat
menyediakan orbital kosong sebagai tempat
masuknya ligan. Contohnya ion besi (III) membentuk
ion kompleks [Fe(CN)6].

6.      Beberapa diantaranya dapat digunakan sebagai


katalisator

Salah satu sifat penting unsure transisi dan


senyawanya, yaitu kemampuannya untuk menjadi
katalis-katalis reaksi-reaksi dalam tubuh. Di dalam
tubuh, terdapat enzim sitokrom oksidase yang
berperan dalam mengoksidasi makanan. Enzim ini
dapat bekerja bila terdapat ion Cu2+. Beberapa logam
transisi atau senyawanya telah digunakan secara
komersial sebagai katalis pada proses industry
seperti TiCl3 (Polimerasasi alkena pada pembuatan
plastic), V2O5 (proses kontak pada pembuatan
margarine), dan Cu atau CuO (oksidasi alcohol pada
pembuatan formalin).

4. Unsur Halogen

            Unsur-unsur golongan VII A disebut halogen.


Halogen berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“pembentuk garam”. Dinamai demikian karena
unsur-unsur tersebut dapat bereaksi dengan logam
memmbentuk garam. Misalnya Clorin bereaksi
dengan natrium membentuk natrium clorida yaitu
garam dapur. Umsur –unsur halogen mempunyai 7
elektron valensi pada subkulit ns2 np5. Konfigurasi
elektron yang demikian membuat unsur-unsur
halogen bersifat sangat reaktif. Unsur-unsur halogen
cenderung menerima aatu elektron membentuk ion
bermuatan negatif satu.

Sifat Flourin Klorin Bro

Nomor Atom 9 17

Warna Kuning Hijau Mer


muda

Konfigurasi Elektron [He] 2s2 [Ne] 3s2 [Ar]3


2p5 3p5 4

Titik leleh  (oC) -220 -101

Titik didih  (0C) -188 -35

Kerapatan  (gr/cm3) 1,69 3,21 3.

Energi Ionisasi 1681 1251 1


(kJ/mol)

Afinitas Elektron -328 -349 -3


(kJ/mol)

Keelektronegatifan 4,0 3,0 2

Daya Oksidasi 2,87 1,36 1

Jari-jari kovalen (A) 0,64 0,99 1

Jari-jari ion  (A) 1,19 1,67 1

Energi Ikatan 155 242 1

Ø  Titik Didih dan titik Leleh

Titik didih dan titik leleh semakin ke bawah semakin


bertambah, hal ini dikarenakan kekuatan gaya Van
Der Waals antar molekul-molekul bertambah dari
Flourin ke Astati. Akibatnya, moleku-molekul
halogen semakin sulit lepas.

Ø  Kerapatan

Kerapatan dari Flourin ke Astatin semakin


bertambah. Kenaikan nilai kerapatan cukup drastis
dari Cl ke Br akibat adanya perubahan fase dari gas
(F,Cl), ke cair (Br), dan padat (I). Hal ini
menunjukkan kekuatan gaya Van Der Waals
bertambah dari F ke I.

Ø  Daya Oksidasi

Daya oksidasi semakin berkurang dari Flourin ke


Astatin dikarenakan harga Eo  semakin positif

Fluor dan klor membantu reaksi pembakaran


dengan cara seperti oksigen. Brom berupa cairan
merah tua pada suhu kamar mempunyai tekanan
uap yang tinggi. Fluor dan klor biasanya berupa gas.
Reaksi-reaksi halogen antara lain seperti berikut.

1.    Reaksi Halogen dengan Logam


Halogen bereaksi dengan logam membentuk
senyawa ionik

Contoh:

            2Na(s)   +  Cl2 (g) ==>    2NaCl(s)

            Mg(s)    +  Cl2 (g)    ==>  MgCl2(s)

2.    Reaksi Halogen dengan Non Logam


Halogen bereaksi dengan hampir semua non
logam. Jenis senyawa yang terbentuk sebagian
besar adalah senyawa kovalen.
Contoh:
 C (s)  +  2Cl2 (g)        ==>       CCl4 (l)
 2P(s)  +   3Cl2 (g)        ==>     2 PCl3 (l) 

3.    Reaksi Halogen dengan Hidrogen

Halogen bereaksi dengan hidrogen membentuk


hidrogen halida. Secara umum reaksi yang terjadi
dapat dituliskan seperti berikut.

F2(g)    +  H2(g)     ==>


      2 HF

Cl2(g)    +  H2(g)           
==>     2 HCl

X2(g)    +  H2(g)     ==.


      2 HX

4.    Reaksi Halogen dengan Air

Semua unsur halogen kecuali fluor


berdisproporsionasi dalam air, artinya dalam reaksi
halogen dengan air maka sebagian zat teroksidasi
dan sebagian lain tereduksi. Fluorin bereaksi
sempurna dengan air menghasilkan asam fluorida
dan oksigen. Reaksi yang terjadi seperti berikut.
2 F2(g) + 2
H2O(l)       ==>       4 HF(aq) + O2(g)

                      Reaksi halogen lain dengan air melalui


disproporsionasi membentuk senyawa oksi halogen
dan asam halida
Cl2  + 2
H2O      ==>         HOCl + HCl
Br2  + 2
H2O      ==>         HOBr + HBr

5.    Reaksi Antar – Halogen

Reaksi antar – halogen termasuk reaksi substitusi


membentuk senyawa antar halogen

            Cl2  +  F2     ==>        2 ClF

            I2    +  Cl2    ==>        2


ICl

6.    Reaksi Halogen Dengan Basa

Halogen bereaksi dengan basa membentuk senyawa


halida yang kemudian mengalami reaksi
disproporsionasi membentuk senyawa oksihalogen.

Klorin, bromin dan iodin bereaksi dengn basa


membentuk ion hipohalit (OX-) dan ion halida (X-)

Cl2 (g)  +  2OH-(aq)     ==>        

OCl-(aq)  + Cl-(aq)  + H2O(l)

Ion OCl- yang terbentuk dapat terdisproporsionasi


lagi membentuk ion halat (XO3-) dan ion halida (X-)

3OCl‑ (aq)     ==>          ClO3- (aq) +

2Cl- (aq)
5. Unsur Gas Mulia

Golongan gas mulia terdiri atas helium (He), neon


(Ne), argon (Ar), kripton (Kr), dan xenon (Xe). Gas mulia
memiliki konfigurasi elektron yang penuh. Oleh karena itu,
unsur gas mulia stabil.

1. Sifat-sifat Fisis

Sifat Helium Neon Argon Krom

(He) (Ne) (Ar) (Kr)

Nomor Atom 2 10 18 36

 Elektron 2 8 8 8
Valensi

Titik leleh  -272 -249 -189 -157


(oC)

Titik didih  -269 -246 -186 -152


(0C)

Kerapatan  0,179 0,900 1,78 3,71


(gr/cm3)

Energi 2640 2080 1520 1350


Ionisasi
(kJ/mol)

Afinitas 21 29 35 39
Elektron
(kJ/mol)

Jari-jari atom 0,50 0,65 0,95 1,10


(A)

Gas mulia adalah unsur – unsur golongan VIIIA


. Disebut mulia karena unsur – unsur ini sangat
stabil ( sangat sukar berakasi). Tidak ditemukan
satupun senyawa alami dari gas mulia. Kestabilan
gas mulia tersebut disebabkan konfigurasi
elektronnya yang terisi penuh yaitu konfigurasi oktet
dan duplet untyuk helium.

Pada tahun 1962, Neil Bartlett berhasil


membuat sebuah senyawaan stabil yang dianggap
sebagai XePtF6. Hal ini tentu menggemparkan,
karena telah lama dikenal bahwa unsur golongan
VIIIA bersifat inert. Setelah ini, tidak lama kemudian
ahli riset lainnya menunjukkan bahwa xenon dapat
bereaksi langsung dengan fluor membentuk
senyawaan biner seperti XeF2, XeF4, dan XeF6.
Adapun bentuk senyawa-senyawa dari unsur xenon
dengan bilangan oksidasinya adalah seperti berikut.

1) Bilangan Oksidasi +2

Kripton dan xenon dapat membentuk KrF2 dan


XeF2 jika kedua unsur ini diradiasi dengan uap raksa
dalam fluor Xe(II) dapat bereaksi selanjutnya
menjadi XeF4 jika suhu dinaikkan. Adapun XeF2
dapat terbentuk jika xenon padat direaksikan
dengan difluoroksida pada suhu -120 °C.

Xe(s) + F2O2 (g) → XeF2 (s) + O2 (g)

XeF2 dan KrF2 berbentuk molekul linier


dengan hibdridisasi sp3d.

2) Bilangan Oksidasi + 4
Xenon(IV) fluorida dapat dibuat dengan
memanaskanm campuran xenon dan fluor
dengan komposisi 1 : 5 pada tekanan 6 atm,
dan menggunakan nikel sebagai katalis.

Xe(g) + 2 F2(g) Ni( ) 6 atm

⎯⎯s⎯→ XeF4(g)

XeF4 mempunyai struktur bujur sangkar


dengan hibridisasi d2sp3 pada suhu 400 °C.

3) Bilangan Oksidasi +6
Hanya xenon yang dapat membentuk XeF6.
Senyawa ini dibuat dengan memanaskan
campuran kedua unsur ini       

Comments

You do not have permission to add comments.

Sign in | Recent Site Activity | Report Abuse | Print Page | Powered By Google Sites

Anda mungkin juga menyukai