Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gandaria (Bouea macrophylla Griffith.) adalah salah satu tanaman buah
tropik yang berasal dari Asia Tenggara. Daerah penyebarannya di Indonesia,
Semenanjung Malaysia dan Thailand, di Indonesia tanaman ini hanya tersebar di
beberapa wilayah seperti di Sumatera Utara, Jawa Barat, Kalimantan, dan
Maluku (Lim, 2012). Penyebaran tanaman gandaria di Maluku, khususnya di
pulau Ambon menurut Taihuttu (2013) tersebar di daerah pesisir pantai hingga
perbukitan.
Gandaria (Bouea macrophylla Griffith.) termasuk dalam tanaman buah-
buahan dari sub kelas Dicotyledoneae, famili Anacardiaceae. Spesies ini
merupakan salah satu tanaman tertua, yang telah dibudidayakan di wilayah Asia
selama lebih dari seratus tahun. Buahnya yang belum matang memiliki warna
hijau pucat saat ukuran buah masih kecil dan menjadi hijau gelap ketika buah
mulai berkembang. Buah yang telah matang berwarna oranye-kuning, agak bulat,
dan mengandung banyak air serta memiliki rasa kecut manis (Rifai, 1992). Buah
Gandaria yang telah matang dapat langsung dikonsumsi karena rasanya yang
menyegarkan, sedangkan buah yang belum matang dapat diolah menjadi salad
dan sambal (Kaewpongumpai et al. 2016).
Tanaman gandaria merupakan salah satu tanaman buah perrenial khas
Maluku yang perlu dibudidayakan karena bermanfaat baik secara ekonomis dan
ekologis, secara ekonomis buah gandaria dapat dimanfaatkan sebagai fruit leather
yaitu salah satu produk makanan ringan dari bubur buah (purre) yang saat ini
sedang banyak dikembangkan, selain itu buah gandaria dapat diolah menjadi
sirup, selai dan manisan sedangkan kayunya dapat digunakan sebagai papan dan
pegangan parang/keris karena tidak mudah pecah bila dikeringkan, dan jika dilihat
dari sisi ekologis, gandaria merupakan salah satu tanaman dengan bentuk tajuk
yang rimbun dan kompak sehingga sangat baik apabila dikonservasi serta
mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik dan juga kuat untuk

1
mencegah erosi (Taihuttu, 2013). Tanaman ini mulai populer di negara-negara
ASEAN, terutama di Thailand. Buah dari tanaman gandaria telah mulai dieksport
oleh perusahan-perusahaan di Thailand (Kaewpongumpai et al. 2016). Terdapat
sekitar 50 kultivar tanaman gandaria di Thailand dan beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengkarakterisasi variasi genetik dari kultivar-kultivar tersebut
dengan teknik penanda molekuler (Kaewpongumpai et al. 2016). Informasi
tentang karakterisasi variasi genetik ini penting dalam bidang pemuliaan tanaman
untuk mendapatkan gandaria yang berkualitas baik.
Di pulau Ambon belum ada penelitian untuk mengkarakterisasi variasi
genetik kultivar-kultivar gandaria yang ada di pulau Ambon dengan teknik
penanda molekuler. Informasi tentang variasi genetik (polimorfisme) pada
kultivar-kultivar gandaria di pulau Ambon dapat memberi informasi tentang asal
kultivar tersebut dan tingkat variasi genetik pada tanaman tersebut. Variasi
genetik tanaman gandaria yang tumbuh di Malaysia dan Thailand telah diteliti
dengan teknik marker molekular Inter Simple Sequense Repeat (ISSR) dan
Sequence-Related Amplified Polymorphism (SRAP) (Kaewpongumpai et al.
2016).
Dalam penelitian ini penulis akan mencoba untuk melihat karakter genetik
pada spesies Bouea yang ada di Pulau Ambon khususnya yang berada di Desa
Hatu dan Hatalai yang mewakili daerah pantai dan perbukitan, karena apabila
diambil dari tempat yang berdekatan kemungkinan berasal dari tetua yang sama
itu sangat besar sehingga dipilih dua lokasi yang berbeda yaitu di Desa Hatalai
dan Hatu dan juga jika dilihat dari karakter morfologinya tidak terlalu banyak
terdapat perbedaan sehingga dalam penulisan ini yang ingin dilihat apakah ada
perbedaan secara genetik berdasarkan profil DNA yang terlihat dengan
menggunakan penanda molekuler RAPD.
Berbagai penelitian yang menggunakan penanda molekuler RAPD salah
satunya yaitu pada penelitian tentang keragaman genetik dari Eucheuma spp. dari
Sukabumi Jawa Barat berdasarkan metode RAPD PCR menggunakan 9 sampel
dan 2 primer acak dengan menghasilkan pola-pola pita yang berbeda yang
menggambarkan perbedaan genetik pada setiap sampel yang dianalisis

2
(Ayuningrum et al. 2012). Karakter genetik suatu jenis tanaman baik yang
terdapat dalam satu tempat tumbuh maupun yang berbeda provenansinya dapat
berbeda, ini disebabkan karena adanya perbedaan genetik. Salah satu upaya untuk
mengetahui adanya perbedaan genetik atau keragaman genetik pada suatu
tanaman dapat dilakukan menggunakan teknik molekuler.
Teknik molekuler sangat membantu dalam mengidentifikasi dan
mengevaluasi variasi tanaman. Salah satu teknik biologi molekuler adalah dengan
penggunaan penanda molekuler. Penanda molekuler DNA yang berbasis PCR
(Polymerase Chain Reaction) telah banyak digunakan saat ini, penanda ini
menunjukan urutan DNA yang menentukan lokasi sifat-sifat genetik yang
diinginkan dan menunjukan perbedaan genetik tertentu atau polimorfisme,
sehingga penanda molekuler merupakan teknik yang efektif dalam analisis
genetik.
Penanda molekuler yang banyak digunakan dalam analisis keragaman
genetik tumbuhan, salah satunya adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic
DNA). Penanda molekuler ini berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction) yang
banyak digunakan dalam mengiidentifikasi keragaman pada tingkat intraspesies
maupun inter spesies. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi genotipe
tumbuhan, karena memiliki kelebihan dalam pelaksanaan dan analisisnya,
Penanda RAPD memiliki kelebihan yaitu kemudahan dan perolehan hasil
yang cepat dengan polimorfisme pita DNA dalam jumlah banyak. Dengan teknik
RAPD, perbedaan genom yang disebabkan keunikan rangkaian nukleotida primer
yang berkesesuaian dengan nukleotida pada genom tanaman dapat dideteksi.
Keberhasilan penelitian dengan penanda RAPD telah banyak dilakukan seperti
penelitian tentang Analisis keragaman genetik Mangga (Mangifera indica L.)
dengan menggunakan primer tertentu yang telah dipilih dan hasilnya RAPD
menunjukan adanya perbedaan genetik dan variasi genetik yang tinggi (Souza et
al, 2011)
Berdasarkan dari latar belakang maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Analisis Keragaman Genetik dari Tanaman Gandaria (Bouea

3
macrophylla Griffith.) di Desa Hatu dan Hatalai dengan menggunakan Penanda
Molekuler RAPD“.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakter morfologi gandaria di desa Hatalai dan Hatu ?
2. Bagaimana keragaman genetik gandaria (Bouea macrophylla Griffith.)
yang berada di Hatu dan Hatalai dengan menggunakan penanda RAPD ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelilitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui karakter morfologi gandaria di desa Hatalai dan Hatu.
2. Untuk mengetahui keragaman genetik gandaria (Bouea macrophylla
Griffith.) yang berada di Hatu dan Hatalai dengan menggunakan penanda
RAPD.

D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai langkah awal yang memberikan referensi data tentang keragaman
genetik tanaman Gandaria (Bouea macrophylla Griffith.) di Desa Hatu dan
Hatalai.
2. Sebagai informasi dasar untuk kajian penelitian berikutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Gandaria (Bouea macrophylla Griffith.)


Gandaria (Bouea macrophylla Griffith.) termasuk dalam Famili
Anacardiaceae, Umumnya berbentuk pohon dengan tinggi pohon 27 m, dengan
kulit kayu yang retak-retak, berwarna cokelat, memiliki ranting yang
menggantung dan tidak berbulu, bagian bunga sebagian besar berkelipatan empat,
berukuran kecil, daun berbentuk bundar telur, memanjang berukuran panjang 11 –
45 cm, dan lebar 4 – 13 cm. Daun berwarna hijau waktu masih muda, kemudian
berangsur menjadi hijau tua. Perbungaannya mulai muncul di ketiak daun.
Buahnya bertipe buah batu, berbentuk agak bulat, berdiameter 2,5 – 5cm,
berwarna kuning sampai jingga. Daging buahnya mengeluarkan cairan kental,
buahnya tidak berbulu, rasanya asam sampai manis dengan bau yang khas, keping
bijinya berwarna lembayung (Lim, 2012).
Gandaria (Bouea macrophylla Griffith.) merupakan tanaman tropik yang
berasal dari Semenanjung Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia. Di
Indonesia tanaman ini tumbuh di Sumatera Utara, Jawa Barat, Kalimantan dan
Maluku. Gandaria merupakan tanaman tropik basah gandaria (Bouea macrophylla
Griffith.) dapat tumbuh liar di hutan-hutan dataran rendah pada 300 m dpl, tetapi
dalam pembudidayaannya telah berhasil ditanam pada ketinggian 850 m dpl (Lim,
2012).
Gandaria memiliki rasa kecut manis, buah gandaria mengandung 81% air,
65% kalori, dan 18% karbohidrat. Mineral yang terkandung didalamnya Ca 8.5
mg, fosfor 20 mg, vitamin A, vitamin B dan vitamin C (Pattiruhu, 2011).
Gandaria juga merupakan tanaman serbaguna karena setiap bagian tanaman dapat
diambil hasilnya untuk memenuhi kebutuhan manusia mulai dari buah, batang,
dan daun. Buah yang masih muda atau masih hijau dapat dijadikan rujak atau
sambal gandaria, buah yang matang berwarna kuning, memiliki rasa kecut manis

5
dapat dimakan langsung. Daunnya dapat dijadikan lalapan, sedangkan batang
pohon gandaria dapat digunakan sebagai papan (Pattiruhu, 2011).

B. Keragaman Genetik
Upaya penyelamatan plasma nutfah tidak terlepas dari upaya konservasi
keanekaragaman yang ada pada tumbuhan yang bersangkutan dalam suatu
lingkungan. Lingkungan merupakan faktor yang menentukan apakah suatu
tumbuhan dengan susunan genetik tertentu dapat bertahan dan berlanjut ke
generasi berikutnya. Dengan kata lain, susunan genetik dapat menunjukan sifat
unggul atau tidak unggul. Beberapa tumbuhan dalam suatu spesies dengan
susunan genetik tertentu dapat dikoleksi karena beberapa kelebihannya (Sofra,
1994).
Keragaman genetik dapat muncul karena adanya gen-gen dengan daerah
yang berbeda-beda akibat proses mutasi. Gen-gen ini dihasilkan ciri-ciri genetis
yang juga berbeda-beda. Mutasi inilah yang merupakan dasar mikroevolusi
selanjutnya menentukan makroevolusi pada makhluk hidup. Mutasi akan
menyebabkan timbulnya gen mutan yang akan menghasilkan suatu varian ciri-ciri
genetis. Selain mutasi ada proses yang dikenal dengan seleksi alam. Seleksi alam
merupakan hal penting dalam menentukan apakah suatu mutasi akan tercermin
dalam susunan genetik suatu anggota populasi yang mampu bertahan hidup.
Disamping seleksi alam, kemampuan individu yang mengandung gen mutan
untuk bertahan hidup juga dipengaruhi beberapa proses atau faktor lain. Salah satu
faktor yang dianggap penting dan sering dipertentangkan dengan seleksi alam
adalah proses acak yang lebih dikenal dengan random genetic drift. Proses ini
menerangkan peluang gamet-gamet yang mana dalam sampling yang akan
membentuk generasi penerus. Dalam hal ini jika terdapat sekumpulan gamet yang
merupakan campuran gamet yang mengandung dan tidak mengandung gen mutan,
maka terpilihnya gamet untuk membentuk individu baru pada generasi penerus
bersifat acak (Sofra, 1994).
Pengaruh dari mutasi, seleksi alam dan proses acak, akan menyebabkan
perubahan susunan genetik individu dan selanjutnya menjadi susunan genetik

6
populasi yang terbentuk oleh individu-individu tersebut. Perubahan ini
berlangsung secara bertahap dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam
kurun waktu beberapa generasi akan selalu terjadi proses yang bertujuan untuk
memilih susunan genetik populasi yang dianggap paling baik atau cocok dalam
situasi dan kondisi serta lingkungan populasi berada. Tetapi, sebagaimana
diketahui, lingkungan juga tidak bersifat statis, karena selalu berubah dari masa ke
masa. Dengan demikian individu dan populasi yang bersusunan genetik tertentu
harus selalu memperbaharui diri sesuai dengan lingkungannya. Akibatnya, suatu
spesies akan mengalami perubahan susunan genetik yang tercermin dalam
struktur dan ciri-ciri lainnya. Secara umum, penyebab keragaman genetik dari
suatu populasi adalah adanya mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari satu
tempat ke tempat lain. Migrasi suatu individu atau populasi dari satu tempat ke
tempat lain yang ditunjukkan oleh aliran gen merupakan tahap awal terjadinya
isolasi geografi dan hibridisasi yang dapat meningkatkan keragaman karakter
genetik dan menimbulkan kombinasi gen baru (Meryalita, 2012).
Keragaman genetik suatu tanaman dapat ditingkatkan dengan proses mutasi
yang menghasilkan perubahan materi genetik tingkat genom, kromosom, DNA,
atau gen. Seleksi genotip tanaman sesuai dengan tujuan yang dikehendaki melalui
teknik mutasi juga dapat dilakukan pada proses pemuliaan tanaman (Sembiring et
al. 2015).

C. Penanda Molekuler
Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dewasa ini,
memungkinkan saling menunjangnya perkembangan berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Beberapa kemajuan tersebut antara lain adalah perkembangan ilmu
biologi molekuler yang memungkinkan diperolehnya suatu marka (penanda) gen
yang mengendalikan karakter target perbaikan dalam program pemuliaan
tanaman. Kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai tersebut selanjutnya
dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari seleksi. Penemuan
teknik perolehan gen yang mengendalikan suatu karakter sebagai penanda atau
marker molekuler, sangat membantu proses seleksi dalam hal efektifitas maupun

7
efisiensi dari pelaksanaan seleksi yang akan dilakukan (Gupta et al. 1999). Salah
satu fungsi marka molekuler (penanda molekuler) adalah untuk menyeleksi sifat
yang diinginkan dari keturunan hasil persilangan.
Penanda molekuler juga dapat digunakan untuk bidang kriminal yaitu DNA
fingerprinting dalam kaitannya dengan kejahatan misalnya membandingkan profil
tersangka dengan sampel dari tempat kejadian perkara, selain itu digunakan dalam
penyelidikan kejahatan lewat pengumpulan basis data seperti selama ini yang
dilakukan pada sidik jari, kemudian juga digunakan untuk transgen backcross
salah satu penelitiaan tentang transgen backcross yaitu mengidentifikasi gen padi
aromatik kemudian disilangkan dan di backcross dengan padi non-aromatik
(Djarot et al. 2011) selain itu untuk pembuatan peta genetika Quantitative Trait
Loci yaitu pemetaan daerah dalam kromosom yang bertanggung jawab terhadap
karakter penting tanaman dengan memanfaatkan marka molekuler yang bertujuan
untuk meningatkan mutu suatu varietas tanaman (Reflinur et al. 2015) serta untuk
mengetahui adanya introgresi gen, pemetaan gen, gen tagging dan konservasi
plasma nutfah.
Penanda molekuler dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan prinsip
dasar dan metodologi yang digunakan. Kelompok pertama adalah hibridisasi
berdasarkan penanda seperti Dispersed Repetitive DNA (drDNA) dan Restriction
Fragment Length Polymorphisms (RFLP). Kelompok kedua adalah PCR
berdasarkan penanda yang menggunakan sepasang primer seperti Amplified
Fragment Length Polymorphism (AFLP), Random Amplified Polymorphic DNA
(RAPD), Simple Sequence Repeat (SSR), Single Nucleotide Polymorphism (SNP),
dan Sequence Tagged Sites (STS). Kelompok ketiga merupakan penanda
molekuler berdasarkan PCR yang dilanjutkan dengan hibridisasi. Umumnya
dilakukan dengan teknik fingerprinting oligonukleotida menggunakan fragmen
RAPD. Kelompok keempat yaitu sequencing dan chip DNA berdasarkan penanda
yang menggunakan gel sebagai dasar untuk mendapatkan hasil PCR dengan
deteksi SNP (Meryalita, 2012).

8
D. RAPD-PCR
RAPD-PCR atau Random Amplified Polymorphic DNA- Polymerase Chain
Reaction merupakan salah satu teknik molekuler menggunakan penanda tertentu
untuk mempelajari keanekaragaman genetika. Reaksi RAPD merupakan reaksi
PCR dengan prinsip amplifikasi segmen DNA secara in vitro yang pada dasarnya
tidak diketahui (acak), (Meryalita, 2012). Amplifikasi DNA dengan teknik ini
secara teknis dapat memberikan keuntungan dibandingkan metode-metode
lainnya yaitu sederhana, cepat dan akurat. Marka RAPD dapat dilakukan dengan
mengamplifikasi DNA secara random primer. Adanya polimorfik DNA dapat
dideteksi di bawah cahaya ultraviolet setelah sebelumnya gel elektroforesis diberi
Etidhium Bromida (EtBr) sehingga dapat menimbulkan pendaran. Semakin
banyak jenis primer yang digunakan akan menambah besar kemampuan
mendeteksi perubahan yang kecil dan pasangan basa DNA genom (Samal et al.
2003).
Teknik ini melibatkan penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai
kebutuhan. Primer biasanya terdiri dari sepuluh nukleotida yang dapat menempel
pada cetakan DNA yang komplementer, dan selanjutnya akan dibentuk menjadi
utas DNA baru. RAPD relatif mudah dilakukan serta memiliki fragmen DNA
dengan jumlah yang tinggi. Primer yang tak tentu mudah diperoleh dan tidak
memerlukan informasi gen atau genom awal. RAPD PCR hanya membutuhkan
DNA target dengan jumlah yang sedikit (Suryanto, 2003).
Langkah-langkah metode PCR RAPD secara umum, yaitu: isolasi DNA,
reaksi PCR dengan primer, pemisahan fragmen DNA dengan elektroforesis gel,
dan visualisasi fragmen DNA menggunakan salah satunya etidium bromide
(EtBr). Fragmen DNA yang digunakan dapat berupa sejumlah DNA kecil dan
DNA harus bersih serta memiliki bobot molekular tinggi. Jika jumlah molekul
DNA tidak mencukupi maka hasil PCR akan susah dipastikan. Reaksi PCR
membutuhkan primer dengan panjang 10 pasang basa, penambahan MgCl2, dan
siklus penempelan dengan DNA cetakan pada suhu rendah 40˚C (Meryalita,
2012).

9
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasi, teknik
laboratorium dan studi pustaka.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian


Waktu Penelitian : September 2016 – Januari 2017
Lokasi Penelitian :
1. Pengambilan Sampel di desa Hattu dan Hatalai.
2. Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindutri Indonesia, Bogor.

10
C. Alat dan bahan
Alat :
Alat-alat yang digunakan dalam karakterisasi morfolologi; buku, pena,
kamera, mistar, dan kaliper. Untuk Isolasi DNA terdiri dari mortar dan pestle,
tabung Eppendorf 1.5 mL, inkubator shaker (WiseBath), vortex (Genie2), neraca
analitik (OHAUS), mikropipet Eppendorf, tip, microcentrifuge, mesin PCR,
Nanodrop spektrofotometer, laminar air flow. Perangkat elektroforesis gel
agarosa BIO-RAD, gel tray, sisir, power supply, parafilm, UV transilluminator
(Gel Doc AlphaInnotech), gelas ukur, gelas piala, freezer, microwave, autoklaf,
botol sterilisasi, botol stok larutan, masker, sarung tangan.
Bahan :
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 sampel daun muda
tanaman Gandaria (Bouea macrophylla Griffith.). Poly(1-ethenylpyrrolidin-2-one)
(PVPP), Nitrogen Cair, Buffer, Buffer TE, β-mercaptoetanol, Kloroform,
Isoamilalkohol, Etanol 70%, Etanol absolut, Na-Asetat. 14 Primer (OPA 2, OPA
7, OPA 11, OPA 14, OPA 17, OPB , 13, OPC 4, OPC 5, OPC 8, OPC 12, OPC
19, OPD 4, OPJ 2, OPN 9).

D. Karakterisasi Morfologi
Pada kedua lokasi dilakukan deskripsi dan pengukuran organ vegetatif.
Pengukuran meliputi warna, panjang dan lebar daun, panjang tangkai daun,
bentuk batang, diameter batang dan karakterisasi lainnya.

E. Prosedur Isolasi DNA (Orozco-Castillo)


1. Preparasi sampel (Orozco-Castillo)
Sampel daun Gandaria yang telah diambil dari lapangan dicuci bersih
kemudian dikeringkan dengan menggunakan kertas tisu. Sampel yang telah kering
dipotong dan di buang tulang daunnya.
2. Penghalusan sampel (Orozco-Castillo)
Sampel daun Gandaria dihaluskan dengan mortar, sambil ditambahkan
dengan nitrogen cair. Selanjutnya 0.1 gram poly(1-ethenylpyrrolidin-2-one)

11
(PVPP) dimasukan ke dalam mortar. Sampel dan PVPP yang telah dimasukan
ditambahkan nitrogen cair secara perlahan kemudian sampel digerus hingga halus.
Pemberian nitrogen terus dilakukan selama proses penghalusan. Sampel yang
telah halus dimasukan ke dalam tabung eppendorf dingin yang kurang-lebih
berisi 0.1 gram. Tabung eppendorf yang telah diisi sampel dimasukan kedalam
nitrogen cair.
3. Proses Isolasi DNA (Orozco-Castillo)
Sebanyak 5 mL buffer ekstraksi yang telah dipanaskan dan 500 µL β-
merkaptoetanol 1% yang telah dipanaskan ditambah, kemudian di vortex dan
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 65ºC. Setiap 5 menit tabung diaduk agar
reaksi berjalan dengan cepat. Sampel dibiarkan dingin dalam lemari asam,
kemudian ditambahkan 5 mL larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1). Sampel
disentrifus dengan kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit pada suhu 25ºC.
Supernatan yang diperoleh dipindahkan, kemudian ditambahkan 5 mL
larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1), setelah itu di vortex dan disentrifus
kembali dengan kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit pada suhu 25ºC.
Supernatan yang diperoleh dipindahkan lalu ditambahkan isopropanol dingin
sebanyak 1x volume. Sampel dihomogenkan dengan cara tabung dibolak-balik
lalu disimpan dalam lemari es (4ºC) selama 30 menit kemudian disentrifus
kembali dengan kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit pada suhu 25ºC.
Supernatan yang diperoleh dibuang sedangkan pelet yang diperoleh dikeringkan.
Setelah kering, pellet dilarutkan dengan bufer TE sebanyak 1 mL kemudian
dikocok. Sebanyak 1/10 volume Na-Asetat 3M pH 5.2 dan 2.5 mL etanol absolute
ditambahkan dan dikocok hingga terlihat sekumpulan serabut putih DNA. Sampel
disimpan dalam freezer -20ºC selama 30 menit atau semalam. Sampel disentrifus
dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4ºC. Supernatan yang
diperoleh dibuang dan pellet dikeringkan. Pelet dicuci dengan etanol 70%
sebanyak 100 μL.
Campuran disentrifus kembali dengan kecepatan 8.000 rpm selama 5 menit
pada suhu 25ºC. Supernatan dibuang dan pellet dikeringkan dalam laminar air
flow cabinet atau blower diaktifkan. Pelet yang telah kering ditambahkan larutan

12
bufer TE sebanyak 30 μL dan dihomogenkan hingga pelet dan larutan homogen.
DNA ditambahkan RNase sebanyak 1/10 dari volume DNA. Sebanyak 3μL
RNase ditambahkan pada DNA dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit.

F. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA


Uji Kualitas DNA menggunakan gel elektroforesis dan uji kuantitas DNA
dengan menggunakan nanodrop Spectrophotometer. Absorbansi (A) diukur pada
panjang gelombang 230, 260 nm dan 280 nm. Rasio A260:A280 dan A260:A230.

G. Amplifikasi DNA dengan teknik RAPD-PCR


Penelitian ini menggunakan 14 primer berukuran 10 nukleotida yang akan
diseleksi terlebih dahulu (Tabel 3.1). Primer yang menunjukkan polimorfisme
digunakan dalam tahap selanjutnya menggunakan PCR (RAPD). Amplifikasi
dilakukan pada kondisi yang ditunjukan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.1 Primer yang digunakan


No Primer Sekuens
1 OPA 2 TGCCGAGCTG
2 OPA 7 GAAACGGGTG
3 OPA 11 CAATCGCCGT
4 OPA 14 TCTGTGCTGG
5 OPA 17 GACCGCTTGT
6 OPB 13 TTCCCCCGCT
7 OPC 4 CCGCATCTAC
8 OPC 5 GATGACCGCC
9 OPC 8 TGGACCGGTG
10 OPC 12 TGTCATCCCC
11 OPC 19 GTTGCCAGCC
12 OPD 4 TCTGGTGAGG
13 OPJ 2 CCCGTTGGGA
14 OPN 9 TGCCGGCTTG

Tabel 3.2. Tahapan Reaksi Amplifikasi DNA


No Tahapan Reaksi Suhu Reaksi(˚C) Lama Reaksi

13
(menit, detik)
1 Pre-denaturasi 95 3 menit
2 Denaturasi 95 15 detik
3 Annealing 35 15 detik
4 Ekstensi 72 15 detik
5 Post-ekstensi 72 7 menit
Keterangan: Reaksi PCR dijalankan sebanyak 45 siklus.

Reaksi amplifikasi dilakukan pada volume 25 μL, dengan komposisi


sebagai berikut: ke dalam tube 0,2 ml dimasukan reagen PCR KAPA2G Fast
Ready Mix 12,5 μL, primer 10 μM sebanyak 1 μL, DNA template sebanyak 2 μL,
dan 9,5 μL Nuclease-free water sehingga total reaksi 25 μL. Hasil amplifikasi
PCR divisualisasi pada gel agarosa 1.5%. selama 90 menit, kemudian di foto
menggunakan gel documentari.

H. Analisis data
Pita-pita yang dihasilkan dilihat dari fragmen DNA yang kemudian dianalisis
menggunakan regresi linier untuk menduga ukuran basa. Ukuran basa masing-
masing pita akan menunjukan polimorfik dan monomofik yang menyatakan
keragaman genetik antara kedua spesies.

14
15

Anda mungkin juga menyukai